Anda di halaman 1dari 6

TEKNOLOGI, KESENJANGAN DAN KESEMPATAN

A. Pendahuluan
Digital divide, digital dalam hal ini diartikan sebagai perangkat elektronika,
khusunya komputer dalam hal menyelesaikan suatu proses kerja. Divide, berati pembagian,
dalam hal ini terjadi pada masyarakat umum, dalam istilah lain diartikan sebagai
kesenjangan, dilihat dari kontrasnya suatu golongan masyarakat satu dengan yang lainnya,
baik dari segi ekonomi, politik, serta tingkat intelektual.
Komputer, sebagai salah satu produk teknologi yang berkembang pesat, menjadi
salah satu andalan dalam menyelesaikan segala bentuk permasalahan. Kondisi ini
dimungkinkan dengan kian kuatnya dominasi komputer sebagai solusi yang efektif dalam
penyelesaian masalah, khusunya dibidang teknis. Tidak hanya komputer, produk teknologi
yang lain pun kian melaju cepat, seperti mesin-mesin otomatisasi dan pengontrol yang
digunakan pada perusahaan-perusahaan produksi serta alat-alat kesehatan, dll. Dengan
demikian makin mendesaknya kebutuhan sumber daya manusia yang memiliki keahlian
dalam pengoperasian, perawatan bahkan pembuatan produk-produk teknologi tersebut.

B. Latar Belakang
Digital divide (kesenjangan digital), isu yang diluncurkan oleh para techno-
utopianism, demikian menurut Donny B.U., M.Si, koordinator ICT Watch dan jurnalis TI
independen. Istilah "digital divide" terbentuk untuk menggambarkan kesenjangan dalam
memahami, kemampuan, dan akses teknologi. Sehingga muncul istilah “the have” sebagai
pemilik/penggunna teknologi dan “the have not” yang berarti sebaliknya. Labelisasi ini
muncul seiring makin besarnya perbandingan pendapatan dan kesempatan kerja antara
yang memiliki keahlian teknologi dengan yang tidak. Sekali lagi, hal tersebut dicetuskan
oleh para the have. Otomatis hal ini berdampak buruk pada perkembangan sosial ekonomi
masyarakat, karena kian tersisihkannya kaum the have not, baik dari lingkungan kerjanya
maupun dari pergaulan masyarakat suatu golongan yang berpendapat bahwa teknologi
dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.
Berikut perbandingan antara kemampuan seseorang dibidang teknologi dengan
penghasilan yang diperoleh :

1
Penghasilan
Tampak bahwa
penghasilan
seseorang akan
berbanding
lurus dengan
keahlian atau
kemampuan
yang dia miliki,
maka eliminasi
terhadap para
pekerja dalam
bidang yang
berkaitan
dengan
teknologi akan
terjadi.
Buntutnya
muncul istilah
kalangan pakar
IT, operator, teknisi, dan istilah-istilah lain pada sub bidang pekerjaan IT lainnya.

Keahlian

Techno utopianism, merupakan paham yang berpandangan bahwa sains dan


teknologi dapat mengatasi semua masalah yang ada. Konsekuensinya orang-orang yang
mau terlibat didalamnya harus memiliki pengetahuan dan skill yang mumpuni untuk
mengimbangi kemajuan teknlogi, salah satu yang ditempuh adalah melalui pendidikan.
Imbasnya terjadi perkembangan dunia pendidikan dan literatur tentang teknologi, terbentuk
wacana penelitian dan pengembangan, serta gaya hidup yang melulu disuguhi embel-
embel produk teknologi. Hingga pada akhirnya akan membentuk suatu komunitas, dimana
kian hari kian berkembang sangat cepat, bahkan menurut riset di Amerika (US department

2
of commerce, 1998), perkembangan internet jauh lebih cepat dibanding produk teknologi
lainnya. Yang terjadi bukan hanya adanya gap/kelompok konsumen teknologi tersebut,
namun juga masyarakat yang tidak mampu bahkan tidak tahu tentang perkembangan dan
penggunaannya, dalam istilah awam kita disebut gaptek (gagap teknologi), kondisi ini
disebabkan banyak hal, diantaranya fasilitas akses, infrastruktur, faktor ekonomi, informasi
yang belum tersebar luas secara merata, kondisi geografis, hingga pada segi politik,
dimana kontrol negara akan memegang peranan yang vital.

C. Eliminasi Marginal
Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, peribahasa yang menggambarkan
kondisi sosial masyarakat yang memiliki toleransi terhadap sesamanya. Dunia
internasional dengan gamblangnya mencetuskan bahwa sebuah negara harus memberi
akses sebesar-besarnya pada rakyatnya untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan akses
teknologi tinggi sehingga memberi peran besar terhadap kemajuan negaranya, dikutip dari
Pertemuan G8 di Kyushu-Okinawa, Jepang, tahun 2000 yang mengambil tema Global
Divide to The Global Opportunity.
Techno realism, penyeimbang dari kaum techno-utopian, mereka berpendapat
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi ditempatkan sebagai salah satu alat bantu untuk
menyelesaikan suatu masalah, bukan sebagai solusi mutlak. Berikut prinsip-prinsip yang
dipegang oleh techno-realism :
- Technologies are not neutral
Pengembangan dan penetrasi teknologi pada masyarakat tidak mutlak sebagai
pengetahuan, namun diboncengi oleh kepentingan-kepentingan politik, sosial, dan budaya.
Sehingga tetap diperlukan pertimbangan terhadap penggunaannya.
- The internet is revolutionary, but no utopian
Internet menjadi salah satu perangkat komunikasi revolusioner yang menyediakan peluang
antar komunitas, masyarakat luas, dunia bisnis, dan pemerintah. Dan sudah pasti, akan ada
sisi buruknya, seperti kejahatan yang menggunakan media internet dan berbagai problem
sosial masyarkat lainnya.
- Government has an important role to play on the eletronic frontier
Pemerintah, sebagai kontrol atas penggunaan teknologi atas rakyatnya dan juga sebagai
pengevaluasi terhadap lalu lintas informasi, sehingga akses terhadap kebutuhan teknologi
dapat tercapai merata. Sebagai wakil rakyat dan pengawal nilai-nilai demokrasi, negara

3
memiliki hak dan tanggung jawab untuk membantu mengintegrasikan teknologi dengan
masyarakat umum.
- Information is not knowledge
Informasi adalah data yang telah diolah, sehingga esensinya hanya sebagai salah satu
rujukan dalam mengambil keputusan. Awareness, perception, reasoning, judgement,
sebagai empat kemampuan dasar manusia yang diberikan Tuhan dalam bertindak yang
tidak dapat digantikan perannya oleh kemajuan teknologi.
- Wiring the schools will not save them
Kondisi belajar mengajar antara pendidik dengan yang dididik tidak dapat digantikan
dengan kehadiran teknologi yang ada, seperti belajar jarak jauh ataupun penggunaan
internet dan komputer, namun teknologi mendukung peningkatan kualitas pendidikan.
- Information wants to be protected
Sebagai output dari data-data yang telah ada, informasi yang ada tidak bisa disebarluaskan
begitu saja tanpa adanya kontrol, sehingga dapat meminimalisir implikasi yang akan terjadi
jika informasi tersebut tersebar.
- The public owns the airwaves, the public should benefit from their use
Warga negara harus memperoleh manfaat dan keuntungan dari penggunaan frekuensi
publik, dan harus mempertahankan sebagian dari spektrum untuk pendidikan, budaya, dan
penggunaan akses publik lainnya.
- Undestanding technology should be an essential component of global citizenship
Dalam dunia yang didorong oleh arus informasi, yang membuat informasi terlihat menjadi
kekuatan sosial yang sangat kuat. Memahami kekuatan dan keterbatasan informasi, dan
bahkan berpartisipasi dalam penciptaan perangkat komunikasi yang lebih baik, harus
menjadi bagian penting dalam keterlibatan bangsa-bangsa dunia.

Dari hal tersebut diatas, teknologi dipandang dan diletakkan apa adanya dan
sewajarnya, tidak bergantung dan tidak pula menjadi momok bagi masyarakat. Lalu,
bagaimana dengan mereka yang notebene menjadi the have not ? . Ini menjadi isu sosial
masyarakat dunia, dan sudah seharusnya diselesaikan bersama, tidak perlu menghakimi
dan tidak perlu adanya pemaksaan. Dan perlu diingatkan sekali lagi, apapun istilah bagi
mereka, karena dipandang dalam ruang lingkup teknologi. Dalam keterlibatan mereka bagi
penunjang perkemangan teknologi harus diperhatikan, sehingga terwujud suatu transisi
yang kondusif pada masyarakat.

4
Tidak terlepas dari kenyataan bahwa hampir disemua pekerjaan, penggunaan
komputer menjadi salah satu prioritas yang harus terpenuhi, baik dari sisi sumber dayanya
maupun dari infrastrukturnya, sehingga menimbulkan suatu komunitas bersama dalam
menangani berbagai permasalahan yang terjadi, demikian embrio tersebut terlahir sebagai
masyarakat informasi. Apakah akan begitu saja tebentuk?tentu diperlukan hal-hal yang
akan menjadi penunjangnya, seperti knowledge, infrastructure, dan affordability.
a. Knowledge, ada pengetahuan minimal yang harus dimiliki untuk menjadi
masyarakat informasi. Apa saja, siapa yang bertanggung jawab, dan seperti apa
realisasinya, tentunya fleksibel dengan kondisi setempat.
b. Infrastructure, ketersediaan infrastruktur jelas memainkan peran dalam realisasi
memasyarakatkan teknologi, namun ada banyak cara untuk mendapatkannya serta
tidak selalu di biayai dengan harga tinggi. Namun perlu diingat bahwa ketersediaan
infrastruktur tidak serta merta membentuk masyarakat informasi, dan sekali lagi,
langkah awal dalam implementasinya diawali dengan pengetahuan yang mumpuni.
c. Affordability, keterjangkauan dalam hal ini menjadi problema tersendiri dalam
realisasinya. Bagaimana mempermudah akses terhadap internet, keringanan dalam
memiliki perangkat-perangkat teknologi, serta legitimasi dalam pelaksanaannya
dan dukungan pemerintah dalam pengembangan serta kontrol.

Dan teori evolusi bahwa yang kuat akan bertahan menjadi gambaran realitas
masyarakat informasi. Agar tidak terjadi ketimpangan didalamnya, hendaknya langkah-
langkah penunjang masyarakat informasi diatas, dapat diaplikasikan.
Lalu bagaimana pemerintah Indonesia sendiri dalam kaitannya menjembatani
kesenjangan ini? Telah lama pemerintah melakukannya, mulai dari penyediaan
infrastruktur, pembentukan wadah pendidikan, kemudahan transfer informasi antar negara
serta dukungan peraturan dan undang-undang, yang salah satunya melindungi hak
kekayaan intelektual. Berikut beberapa inisiatif pemerintah bersama masyarakat demi
meminimalisir kesenjangan teknologi pada masyarakat:
1. Penghargaan terhadap karya anak bangsa, berupa program tech-life, penghargaan
kepada pelaku bisnis dalam bidang teknologi, dan BIC(Bussiness Innovation
Center) untuk mengapresiasi produk inovatif karya anak bangsa.
2. Sekolah 2000: sosialisasi kepada sekolah (khususnya level SMU), akses Internet di
sekolah.

5
3. Pengadaan BPPT Warintek (Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi -
Warung Infomasi & Teknologi) pada berbagai institusi pendidikan.
4. Pengembangan SMK-TI: tenaga terampil di bidang Teknologi Informasi pada level
SMK, termasuk peningkatan sumber daya pendidiknya.
5. Program 100 desa komputer dalam 100 hari kerja pertama Depkominfo periode
2009-2014.
6. Beasiswa pendidikan, dalam rangka mendongkrak mutu sumber daya manusia di
bidang teknologi dan informasi.
7. Bandung High Tech Valley, pengembangan ekonomi wilayah Bandung dsk.
dengan dukungan penuh dari riset dan teknologi informasi.
8. Penyebarluasan materi pembelajaran secara gratis dan online serta
memperbanyaknya dalam bahasa Indonesia.
9. Pembentukkan IGADD, Investor Group Against Digial Divide, untuk membentuk
rencana strategis bersama para investor dalam membantu penyediaan teknologi
informasi pada masyarakat terpencil, oleh ITB, Habibie Center dan University Of
Washington.

D. Penutup
Sebagai bagian dari masyarakat global, kita tidak menutup mata atas kemajuan
yang terjadi dalam berbagai bidang, terutama dalam dunia teknologi. Menjadi lebih baik
adalah harapan tiap individu dengan latar belakang apapun, dan teknologi menjawabnya,
namun bukan berarti segala hal tergantung pada teknologi. Awareness, perception,
reasoning, dan judgement tetap melandasi atas pertimbangan penggunaan teknologi dalam
kehidupan sehari-hari, dan seusatu yang tidak bijak jika tidak ada improvisasi pada diri
sendiri dalam menghadapi kemajuan global.

Anda mungkin juga menyukai