Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No.

2
ISSN : 1978 - 0303
1

KAJIAN KUALITAS FISIKO KIMIA DAGING SAPI DI PASAR
KOTA MALANG
Study on Physico-chemical Quality Of Beef In The Market Of Malang City
Heru Prasetyo
1
, Masdiana Ch Padaga
2
, Manik Eirry Sawitri
2
1)
Alumni Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang,
65145, Indonesia
2)
Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang, 65145,
Indonesia
Diterima 3 September 2013; diterima pasca revisi 23 September 2013
Layak diterbitkan 1

Oktober

2013

ABSTRACT
Results of this research indicate that the physical qualities of the beef include the
average value of pH 5.6 for Dinoyo market; Blimbing market was 5.7; Besar market was 5.6.
Average WHC values of Dinoyo market was 36.13%; 30.79% for Blimbing market, and
29.67% for Besar market. Average texture value of Dinoyo market was 10.56%, 12.82% for
Blimbing market; and 12.89% for Besar market. As for the chemical quality include the value
of the average moisture content of 77.65% for Dinoyo market; 76.05% for Blimbing market,
and 76.03% for Besar market. Value of the average fat content was 14.7% for Dinoyo market;
14.34% for Blimbing market, and 15.43% for Besar market. The value of an average protein
content was 18.26% for Dinoyo market; 18.1% for Blimbing market, and 19.19% for Besar
market.
Key words: beef, pH, WHC, texture, water, fat, protein
PENDAHULUAN
Daging sapi merupakan salah satu
sumber protein hewani yang paling disukai
oleh konsumen karena lezat rasanya. Secara
umum, komposisi daging terdiri atas air, lemak,
protein, mineral dan karbohidrat. Kandungan
gizi yang lengkap dan keanekaragaman produk
olahannya menjadikan daging sebagai bahan
pangan yang hampir tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia, namun demikian
kualitas daging yang beredar di masyarakat
seringkali tidak terjamin dengan baik. Bagian
terpenting yang menjadi acuan konsumen
dalam pemilihan daging adalah sifat fisik.
Sifat fisik memegang peranan penting
dalam proses pengolahan dikarenakan sifat
fisik menentukan kualitas serta jenis olahan
yang akan dibuat. Sifat fisik sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebelum
pemotongan dan setelah pemotongan. Faktor
penting sebelum pemotongan adalah perlakuan
istirahat yang dapat menentukan tingkat
cekaman (stres) pada ternak. Menurut Aberle,
Forrest, Hendrick, Judge and Merkel (2001),
ternak yang tidak diistirahatkan akan
menghasilkan daging yang berwarna gelap,
bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH
tinggi dan daya mengikat air tinggi. Faktor
setelah pemotongan yang mempengaruhi
kualitas daging adalah metode pelayuan
metode pemasakan, tingkat keasaman (pH)
daging, bahan tambahan (termasuk enzim
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
2

daging), lemak intramuskular (marbling),
metode penyimpanan dan pengawetan macan
otot daging, serta lokasi otot.
Kualitas kimia daging dipengaruhi oleh
faktor sebelum dan setelah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan yang dapat
mempengaruhi kualitas daging adalah genetik,
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,
umur, pakan dan bahan aditif (hormon,
antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres.
Faktor setelah pemotongan meliputi kualitas
kadar air, kadar lemak, dan kadar protein.
Rata-rata komposisi kimia daging sapi yaitu
protein bervariasi antara l6-22%, lemak 1,5-
l3%, senyawa nitrogen non protein l,5%,
senyawa anorganik l%, karbohidrat 0,5%, dan
air antara 65-80% (Soeparno, 2005).
Kondisi sosial pasar tradisional Kota
Malang (Pasar Dinoyo, Blimbing, dan Besar)
yang terdiri dari jenis pedagang, sumber
penerimaan, dan jumlah daging sapi ikut
mempengaruhi kualitas fisiko kimia daging
tersebut. Di pasar tradisional Kota Malang,
sebagian besar pedagang menjual daging sapi
dalam kondisi segar (tanpa pelayuan) dalam
bentuk wholesale (potongan besar). Daging ini
kemudian digantung bertujuan agar darah
ternak setelah disembelih dapat keluar dengan
cepat dan residu dolati tidak tertinggal dalam
karkas, sehingga daging yang dihasilkan tidak
berwarna gelap dan lemak tidak tercemar oleh
darah serta tanpa penanganan khusus antara
lain pengawasan suhu yang terdapat di pasar
modern.
Hampir tidak ada pedagang daging di
pasar tradisional yang memberi label/keterang
an tertulis tentang daging sapi yang dijualnya.
Belum lagi kondisi tempat yang relatif kurang
bersih dan banyak lalat. Kondisi tersebut tidak
menyurutkan konsumen untuk tetap membeli
daging sapi di pasar tradisional. Ada dua
alasan yang mendasari perilaku tersebut yaitu
harganya relatif lebih murah dibandingkan
dengan pasar modern dan daging lebih segar
karena langsung dibawa dari rumah
pemotongan hewan (Anonim, 2013).
MATERI DAN METODE
Materi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daging sapi segar
(sampel) yang diambil dipasar Kota Malang
(Pasar Dinoyo, Blimbing, dan Besar) sebanyak
100 gram setiap pengambilan sampel.
Pengambilan sampel dan pemilihan pedagang
dilakukan secara simple random sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang
dilakukan secara acak atau random. Sampel
seberat 100 gram dibawa dalam kemasan
plastik yang dimasukkan dalam sterofom box
yang diberi es batu untuk dibawa ke
laboratorium.
Metode penelitian yang digunakan
adalah dengan cara Sample Random Sampling
yaitu pengambilan sampel dari populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata dalam populasi tersebut. Dari hasil
pengambilan sampel dengan menggunakan
metode ini, diharapkan adanya sampel yang
mewakili populasi (Jamhari, 2000).
Variabel yang diamati meliputi
pengukuran pH, WHC, Tekstur, pengukuran
Kadar Air, Kadar Lemak, dan Kadar Protein.
HASIL DAN PEMBAHASAN
pH
Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil analisis
pH daging sapi dari 3 pasar di Kota Malang
(Pasar Dinoyo, Blimbing, dan Besar) diambil
3 pedagang disetiap pasar dalam kurun waktu
3 hari memiliki rata-rata nilai pH yang
beragam, yaitu 5,68; 5,76; dan 5,68. Hal ini
menunjukkan kandungan nilai pH ketiga pasar
diatas masih dalam taraf normal (5,4-5,8). pH
akhir daging yang dicapai merupakan petunjuk
untuk mengetahui mutu daging yang baik (pH
normal) memberikan warna daging merah
cerah. Kondisi pasar tradisional di Kota
Malang yang berkaitan dengan suhu
mempunyai andil dalam menentukan nilai pH
akhir yang berada pada suhu kamar (27
0
C)
yang dapat disebabkan pula oleh dua faktor,
yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik
berupa spesies, umur, jenis otot, glikogen otot,
dan variabel ternak. Faktor ekstrinsik antara
lain temperatur lingkungan, perlakuan bahan
aditif sebelum pemotongan dan tingkat stres
ternak sebelum pemotongan.
Menurut Lawrie (2003), pH daging segar
umumnya berkisar antara 5,4-5,8. Pada
penelitian kali ini didapat pH daging yang
sama. Pada penelitian Amri (2000), pH daging
sapi BX (Brahman Cross) berkisar pada 5,07-
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
3

Tabel 1. Rata-Rata Nilai pH Daging Sapi Di Pasar Kota Malang.
Perlakuan (Pasar)
Kelompok
(Pedagang)
Ulangan
Jumlah Rataan Deviasi
1 2 3
Dinoyo
A 5,7 5,6 5,9 17,2 5,73 0,15
B 5,7 5,7 5,6 17 5,66 0,05
C 5,7 5,7 5,6 17 5,66 0,05
Blimbing
A 5,8 5,8 5,7 17,3 5,76 0,05
B 5,7 5,8 5,8 17,3 5,76 0,05
C 5,8 5,8 5,7 17,3 5,76 0,05
Besar
A 5,7 5,7 5,6 17 5,66 0,05
B 5,6 5,7 5,6 16,9 5,63 0,05
C 5,8 5,7 5,8 17,3 5,76 0,05

5,12 yang kisarannya lebih rendah dengan pH
daging sapi BX yang dijual dipasar kota
Malang (Pasar Dinoyo, Blimbing, dan Besar).
Pada penelitian Setya Budi et al. (2005),
tentang kualitas daging sapi di pasar
Kabupaten Semarang menunjukkan nilai rata-
rata pH RPH Kabupaten Semarang 5,5;
pedagang Ungaran I 5,7; Ungaran II 5,6;
Babadan I 5,6; Babadan II 7,0; Projo I 5,8;
Projo 2 6,5; Surabaya I 6,2 dan Surabaya II
6.3.
Kondisi sosial pasar ikut memberikan
pengaruh pada penuruan nilai pH. Pengaruh
stres sesaat sebelum pemotongan terhadap
bermacam-macam otot sapi sangat bervariasi.
Misalnya, sejumlah otot mengalami
peningkatan cairan daging, sementara otot lain
dapat menjadi kering. Stres sebelum
pemotongan, seperti iklim, tingkah laku
agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang
berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang
besar terhadap penurunan atau habisnya
glikogen otot dan akan menghasilkan daging
yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar
dari 5,9).
Nilai pH daging akan berubah setelah
dilakukan pemotongan ternak. Ditambahkan
oleh Aberle et al. (2001), perubahan nilai pH
tergantung dari jumlah glikogen sebelum
dilakukan pemotongan, bila jumlah glikogen
dalam ternak normal akan mendapatkan
daging yang berkualitas baik, tetapi bila
glikogen dalam ternak tidak cukup atau
banyak akan menghasilkan daging yang
kurang berkualitas.
WHC
Rata-rata pengukuran WHC (Daya
Mengikat Air) pada daging sapi yang diambil
dari 3 pasar (Pasar Dinoyo, Blimbing, dan
Besar) yang terdiri dari 3 pedagang dalam
waktu 3 hari dapat dilihat di Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
bahwa setiap pasar mempunyai nilai WHC
yang beragam antara Pasar Dinoyo, Blimbing,
dan Besar memiliki nilai rata-rata WHC yang
berbeda yaitu 36,13%; 30,79%; dan 29,67%.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai
WHC dari ketiga pasar diatas. Daya mengikat
air sangat dipengaruhi oleh pH daging. Nilai
daya mengikat air meningkat seiring dengan
penurunan nilai pH daging. Penggunaan
daging segar sebagai sampel pada penelitian
ini dapat membantu peningkatan daya ikat air,
karena kemampuan daging segar dalam
mengikat air tinggi dibandingkan dengan
daging yang tidak segar dan pH yang
meningkat sehingga akan mengikat air lebih
banyak yang mengakibatkan permukaan
daging akan terlihat kering.
Penelitian Tantan (2011), melaporkan
nilai WHC dari daging sapi dara Brahman
Cross adalah 25,54%, 30,67%, dan 31,50%.
Sesuai pada penelitian kali ini, bahwa semakin
meningkatnya kadar air akan diikuti tingginya
nilai pH suatu daging.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
4

Tabel 2. Rata-Rata Nilai WHC (%) Daging Sapi Di Pasar Kota Malang.
Perlakuan (Pasar)
Kelompok
(Pedagang)
Ulangan
Jumlah Rataan Deviasi
1 2 3
Dinoyo
A 31,04 33,56 33,64 98,25 32,75 1,47
B 36,14 35,66 32,76 104,57 34,85 1,82
C 41,30 40,24 40,89 122,44 40,81 0,53
Blimbing
A 28,42 30,23 28,87 87,53 29,17 0,94
B 32,02 32,89 32,08 96,99 32,33 0,48
C 31,97 30,10 30,55 92,64 30,88 0,97
Besar
A 26,98 28,96 28,90 84,86 28,28 1,12
B 26,39 26,90 25,80 79,10 26,36 0,55
C 33,78 34,45 34,89 103,13 34,37 0,55

Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi meningkatnya nilai WHC yaitu
pH, bangsa, kelembaban, pelayuan daging,
tipe dan lokasi otot, fungsi otot, umur, pakan,
dan lemak intramuskular (Alvarado dan
McKee, 2007). Perbedaan WHC daging
diantara pasar Kota Malang dapat disebabkan
oleh pH daging, yaitu pH ultimat daging sapi
pasar Dinoyo lebih tinggi daripada pasar
Blimbing dan Besar. Ada hubungan antara pH
ultimat dengan WHC. Dalam keadaan pH
rendah karena banyaknya asam laktat, maka
gugus reaktif protein berkurang dan
menyebabkan makin banyaknya air daging
yang lepas, sehingga WHC daging turun
(Kadarsih, 2004). Faktor lain yang
mempengaruhi terhadap perbedaan WHC
daging diantara pasar Kota Malang, antara lain
umur dan tingkat aktivitas proteolitik yang
mendegradasi protein. WHC daging sapi pasar
Besar yang relatif rendah diduga juga
disebabkan oleh tingkat degradasi atau
denaturasi protein daging sapi pasar Besar
yang lebih besar daripada daging sapi pasar
Dinoyo dan Blimbing.
Riyanto (2004), menyatakan bahwa
daya ikat air akan meningkat jika nilai pH
daging meningkat. Hal ini disebabkan karena
rendahnya nilai pH daging mengakibatkan
struktur daging terbuka sehingga menurunkan
daya ikat air, dan tingginya nilai pH daging
mengakibatkan struktur daging tertutup
sehingga daya ikat air tinggi.
Tekstur
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
bahwa setiap pasar mempunyai nilai tekstur
yang beragam antara Pasar Dinoyo, Blimbing,
dan Besar memiliki nilai rata-rata tekstur yang
berbeda yaitu 10,56 mm/gr/detik, 12,82
mm/gr/detik, dan 12,89 mm/gr/detik. Tingkat
tekstur daging sapi segar diukur berdasarkan
nilai kecepatan tembus (penetrasi) oleh jarum
penetrometer. Semakin kecil nilai kecepatan
tembus daging menunjukkan tingkat tekstur
yang semakin rendah. Pasar Blimbing dan
Besar memiliki nilai tekstur daging segar
hampir sama yaitu rataan berkisar 12,82
mm/gr/detik dan 12,89 mm/gr/detik sedangkan
pasar Dinoyo paling rendah yaitu 10,56
mm/gr/detik.
Banyak faktor ytang mempengaruhi
keempukan daging, yaitu faktor sebelum
pemotongan, misalnya spesies, fisiologis,
umur, jenis kelamin dan pengelolaan,
sedangkan faktor setelah pemotongan seperti
metode pendinginan, prosesing, pembekuan
dan metode penyimpanan daging. Menurut
Soeparno (2005), ada tiga komponen yang
menentukan keempukan daging, yaitu struktur
miofibrilar dan status kontraksinya; kandungan
jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya;
WHC dan jus daging. Keempukan daging
yang berbeda diantara pasar Dinoyo, Blimbing,
dan Besar dapat disebabkan oleh adanya
perbedaan tekstur daging. Tekstur dagimg
yang relatif lebih halus akan menghasilkan
daging yang lebih empuk (Lawrie, 2003).
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
5

Tabel 3. Rata-rata Nilai Tekstur (mm/gr/detik) Daging Sapi Di Pasar Kota Malang.
Perlakuan (Pasar)
Kelompok
(Pedagang)
Ulangan
Jumlah Rataan Deviasi
1 2 3
Dinoyo
A 11,9 11,1 12,5 35,5 11,83 0,7
B 9,5 10,3 8,5 28,3 9,43 0,90
C 9,1 9,7 12,5 31,3 10,43 1,81
Blimbing
A 11,5 12,5 12,8 36,8 12,26 0,68
B 14,4 13,7 14,1 42,2 14,06 0,35
C 11,1 12,5 12,9 36,5 12,16 0,94
Besar
A 12,5 12,3 12,3 37,1 12,36 0,11
B 14,4 13,9 13,6 41,9 13,96 0,4
C 12,4 12,8 11,9 37,1 12,36 0,45

Nilai tekstur juga dipengaruhi oleh pH
dan WHC. Nilai pH yang tinggi
mengakibatkan WHC semakin besar sehingga
kandungan air semakin banyak dan daging
akan relatif lebih empuk (Prasetyo 2002).
Tekstur daging dapat menentukan
keempukan daging. Lokasi otot dapat
menentukan keempukan otot tersebut. Kadar
kolagen sebagai penyususun jaringan ikat otot
mempengaruhi kealotan atau keempukan
daging, otot yang aktif akan menghasilkan
daging yang lebih alot daripada otot yang
kurang aktif (Arif, Maheswari, dan Suryati,
2003).
Kadar Air
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat
bahwa setiap pasar mempunyai nilai kadar air
yang beragam antara Pasar Dinoyo, Blimbing,
dan Besar memiliki nilai rata-rata kadar air
yang berbeda yaitu 77,65%, 76, 05%, dan
76,03%. Hal ini berarati bahwa pasar Kota
Malang (Pasar Dinoyo, Blimbing, dan Besar)
menunjukkan nilai kadar air yang normal,
karena nilai kadar air yang dihasilkan tidak
melampaui batas ambang kadar air normal
untuk daging sapi segar yaitu antara 65-80%.
Selain itu menunjukkan tidak adanya daging
sapi gelonggongan yang beredar di pasar kota
Malang, karena sapi gelonggongan
mempunyai kadar air dan bobot daging yang
tinggi sehingga akan lebih cepat rusak.
Nilai rata-rata kadar air daging sapi
normal otot BF (Biceps Femoris) adalah
76,04%, dari otot LD (Longissimus Dorsi)
adalah 75,77%. Menurut Nugroho (2008),
bahwa nilai kadar air sapi adalah 77,50,4%
untuk bangsa sapi Bos Indicus, sedangkan
untuk sapi bangsa Bos Taurus adalah berkisar
antara 72,4 74,8% (Boles and Shand, 2008).
Hal ini menunjukkan dari ketiga pasar
tersebut tidak adanya perbedaan yang
mencolok atau bisa dikatakan masih dalam
keadaan normal untuk kadar air daging sapi
segar serta masih layak untuk dikonsumsi
masyarakat. Kadar air tersebut lebih tinggi dari
kadar air sapi normal (75,91%) akan
mempercepat kerusakan yang disebabkan
banyaknya air dalam daging.
Pasar Dinoyo yang mempunyai rataan
kadar air paling tinggi (77,65%) diantara pasar
Blimbing dan Besar. Hal ini mugkin
disebabkan karena keadaan sekitar pasar
Dinoyo yang lembab dan sumber penerimaan
daging yang beragam. Faktor teknis,
pemeliharaan ternak sapi ketika masih hidup
dapat mempengaruhi kadar air pada daging
sapi. Nilai pH akhir yang tinggi (diatas 5,9)
dapat mengakibatkan tingginya (diatas 75%)
kadar air karena air terikat secara kuat oleh
protein.
Kadar Lemak
Kandungan lemak sapi berkisar antara
(0,5 13,0%), yang terdiri dari lemak dan
lemak netral meliputi; fosfolipid, serebrosid
dan kolesterol berkisar antara (0,5 1,5%)
(Buckle et al., 2007).
Kadar lemak tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata diantara pasar Dinoyo,
Blimbing, dan Besar. Namun dari hasil
diperoleh, kadar lemak untuk Pasar Besar
cenderung paling tinggi (15,43%) daripada
pasar Dinoyo dan Blimbing. Menurut
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
6

Tabel 4. Rata-Rata Nilai Kadar Air (%) Daging Sapi Di Pasar Kota Malang.
Perlakuan (Pasar)
Kelompok
(Pedagang)
Ulangan
Jumlah Rataan Deviasi
1 2 3
Dinoyo
A 77,97 77,97 78,04 233,99 77,99 0,04
B 77,57 77,49 77,51 232,58 77,52 0,04
C 77,93 77,3 77,1 232,34 77,44 0,43
Blimbing
A 76,29 76,59 76,37 229,24 76,41 0,15
B 76,13 76,16 75,14 227,43 75,81 0,58
C 75,72 75,54 76,56 227,83 75,94 0,54
Besar
A 76,02 75,49 76,98 228,5 76,16 0,75
B 76,47 76,2 71,9 224,58 74,86 2,56
C 77,02 77,12 77,11 231,26 77,08 0,05

Tabel 5. Rata-Rata Nilai Kadar Lemak (%) Daging Sapi Di Pasar Kota Malang.
Perlakuan
(Pasar)
Kelompok
(Pedagang)
Ulangan
Jumlah Rataan Deviasi
1 2 3
Dinoyo
A 14,4 14,68 15,05 44,13 14,71 0,32
B 14.1 14,76 14,76 43,62 14,54 0,00
C 13,98 13,65 16,96 44,59 14,86 1,82
Blimbing
A 13,41 13,63 13,08 40,12 13,37 0,27
B 15,87 14,86 14,08 44,81 14,93 0,89
C 16,78 13,54 13,89 44,21 14,73 1,77
Besar
A 15,36 14,21 14,4 43,97 14,65 0,61
B 17 15,08 14,5 46,58 15,52 1,30
C 16,08 16,07 16,23 48,38 16,12 0,08

Nugroho (2008), kadar lemak daging
bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh bangsa,
umur, spesies, lokasi otot dan pakan.
Kadar Protein
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat
bahwa setiap pasar mempunyai nilai kadar
lemak yang beragam antara Pasar Dinoyo,
Blimbing, dan Besar memiliki nilai rata-rata
kadar protein yang berbeda yaitu 18,28%,
18,1%, dan 19,19%. Hal ini menunjukkan
tidak adanya perbedaan yang mencolok,
meskipun Pasar Blimbing mempunyai nilai
kadar protein paling tinggi (19,19%). Kadar
protein ini berada pada kisaran normal
kandungan protein daging. Buckle et al.
(2007), menyatakan bahwa protein daging sapi
berkisar antara 16 22%. Penelitian Wistuba
Kegley, and Apple (2006), memperoleh hasil
rata-rata kadar protein daging dari sapi Angus
Crossbred kastrasi sekitar 15,2%. Bila
dibandingkan dengan penelitian ini, penelitian
Witsuba et al. (2006), mendapatkan kadar
protein daging lebih rendah.
Kadar protein untuk pasar Besar lebih
besar (19,19%) dibandingkan dengan pasar
Dinoyo (18,28) dan Blimbing (18,10). Pada
umumnya, daging mengandung protein dalam
jumlah yang relatif konstan dan kemungkinan
tidak adanya perbedaan diantara bangsa ternak.
Perbedaan protein daging diantara pasar dapat
disebabkan oleh perbedaan struktur daging,
yang terutama terdiri dari protein miofibril dan
jaringan ikat (Nugroho, 2008). Kadar air yang
berbeda diantara pasar juga dapat
menyebabkan perbedaan kadar protein, karena
protein mempunyai hubungan yang erat
dengan kadar air daging, terutama sifat
hidrofilik protein otot dalam mengikat
molekul-molekul daging.
Perbedaan protein daging diantara
ketiga pasar diatas dapat disebabkan oleh
perbedaan struktur daging, yang terutama
terdiri dari protein miofibril dan jaringan ikat
(Bahendra, 2007). Kadar air yang berbeda
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
7

.
Tabel 6. Rata-Rata Nilai Kadar Protein (%) Daging Sapi Di Pasar Kota Malang.
Perlakuan
(Pasar)
Kelompok
(Pedagang)
Ulangan
Jumlah Rataan Deviasi
1 2 3
Dinoyo
A 18,44 18,54 18,79 55,77 18,59 0,18
B 18,12 18,75 18,98 55,85 18,61 0,44
C 18 17,98 17,01 52,99 17,66 0,56
Blimbing
A 18,96 18,71 18,94 56,61 18,87 0,13
B 17,4 18,3 17,83 53,53 17,84 0,45
C 16,8 18,05 17,94 52,79 17,59 0,69
Besar
A 18,92 19,23 19,09 57,24 19,08 0,15
B 19,02 18,88 18,45 56,35 18,78 0,29
C 20,6 19,03 19,54 59,17 19,72 0,80

diantara ketiga pasar (pasar Dinoyo, Blimbing,
dan Besar) dapat menyebabkan perbedaan
kadar protein, karena protein mempunyai
hubungan yang erat dengan kadar air daging,
terutama sifat hidrofilik protein otot dalam
mengikat molekul-molekul air daging.
Protein daging berperan dalam pengikatan air
daging. Kadar protein daging yang tinggi
menyebabkan meningkatnya kemampuan
menahan air daging sehingga menurunkan
kandungan air bebas, dan begitu pula
sebaliknya. Semakin tinggi jumlah air yang
keluar, maka daya mengikat airnya semakin
rendah (Lawrie, 2003).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan,
dapat disimpulkan bahwa kualitas fisik daging
sapi di pasar Dinoyo memiliki rataan pH 5,6 ,
WHC 36,13%, dan tekstur 10,56 mm/gr/detik.
Kualitas kimiawi meliputi kadar air 77,65%,
kadar lemak 14,7%, dan kadar protein 18,26%.
Kualitas fisik daging sapi di pasar Blimbing
memiliki rataan pH 5,7 , WHC 30, 79%, dan
tekstur 12,82 mm/gr/detik. Kualitas kimiawi
meliputi kadar air 76,05%, kadar lemak
14,34%, dan kadar protein 18,1%. Kualitas
fisik daging sapi di pasar Besar memiliki
rataan pH 5,6 , WHC 29,67%, dan tekstur
12,89 mm/gr/detik. Kualitas kimiawi meliputi
kadar air 76,03%, kadar lemak 15,43%, dan
kadar protein 19,19%. Keadaan daging sapi di
Pasar Kota Malang di tinjau dari nilai kualitas
fisik dan kimia masih layak untuk dikonsumsi
oleh masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E.D., J.C. Forrest, H.B. Hendrick,
M.D. Judge dan R.A. Merkel. 2001.
Principles of Meat Science. W.H.
Freeman and Co., San Fransisco.
Alvarado, C. and S. McKee. 2007. Marination
To Improve Functional Properties And
Safety Of Poultry Meat. J. Appl. Poult.
Res. 16:113- 120.
Amri, U. 2000. Kajian Produktivitas Dan Sifat
Fisik Kimia Daging Sapi Brahman
Cross Pada Ransum Yang Berbeda.
Disertasi. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonim. 2013. Daging Sapi. (http://2425-tata-
niaga-daging-sapi-di-pasar-tradisional-
.html). Diakses tanggal 27 Maret 2013.
Arief, I.I., R.R.A. Maheswari Dan T. Suryati.
2003. Proses Pengempukan Daging
Sapi Dark Firm Dry (DFD) Melalui
Teknologi Fermentasi oleh Bakteri
Asam Laktat Lactobacillus plantarum.
Laporan Penelitian Dasar. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Bahendra. 2007. Kualitas Daging Sapi Bali
(Bos Sundaicus) Di RPH Kota
Pekanbaru. Skripsi Fakultas Pertanian
Dan Peternakan Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
8

Boles, J.A., and P.J. Shand. 2008. Effect of
Muscle Location, Fiber Direction, and
Slice Thickness on the Processing
Characteristics and Tenderness of Beef
Stir-Fry Strips From the Round and
Chuck. Meat Sci., 78: 369

374.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and
W. Wooton. 2007. Ilmu Pangan.
Penerjemah: Hari Purnomo dan Adono.
International Development Program of
Australian Universities and Colleges,
UI Press.
Jamhari. 2000. Perubahan Sifat Fisik Dan
Organoleptik Daging Sapi Selama
Penyimpanan Beku. Buletin Peternakan
Vol. 24. hal 1.
Kadarsih, S. 2004. Performans Sapi Bali
Berdasarkan Ketinggian Tempat Di
Daerah Transmigrasi Bengkulu : I.
Performans Pertumbuhan. Jurnal Ilmu-
ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6.
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Edisi
Kelima. Terjemahan Aminudin
Parakkasi. UI Press. Jakarta.
Nugroho, W. A. 2008. Produktivitas Karkas
Dan Kualitas Daging Sapi Sumba
Ongole Dengan Pakan Yang
Mengandung Probiotik, Kunyit Dan
Temulawak. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Prasetyo, D. 2002. Sifat Fisik dan Palatabilitas
Bakso Daging Sapi dan Daging Kerbau
pada Lama Postmortem yang Berbeda.
Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Riyanto, J. 2004. Tampilan kualitas fisik
daging sapi Peranakan Ongole (PO). J.
Pengembangan Tropis. Edisi Spesial
(2): 28

32
Setya Budi M., Ahmad N Al. Baarri. 2005.
Kualitas Daging Pada Depot Daging
Tidak Resmi (Ilegal) Di Kabupaten
Semarang. Skripsi Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro.
Soeparno. 2005. Komposisi Karkas dan
Teknologi Daging. Fakultas Peternakan.
Pascasarjana UGM. Yogyakarta.
Tantan, R. 2011. Karakteristik Fisik Daging
Sapi Dara Brahman Cross Dengan
Pemberian Jenis Konsentrat Yang
Berbeda. Laporan Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Wistuba, T. J., E. B. Kegley And J. K. Apple.
2006. Influence of Fish Oil in Finishing
Diets on Growth performance, Carcass
Characteristics. J. Anim. Sci. 84: 902

909.

Anda mungkin juga menyukai