Anda di halaman 1dari 4

IMUNISASI

Pengertian

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit
tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.

Macam Kekebalan

Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2, yakni :
1. Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance), yang dimaksud dengan faktor-
faktor non khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat
melindungi badan dari suatu penyakit. Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus
yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin
dan sebagainya.
2. Kekebalan Spesifik (Specific Resistance)
Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :

a. Genetik

Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan dengan ras (warna
kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro) cenderung lebih
resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai
hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang
mempunyai hemoglobin AA.

b. Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)
Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan.
Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif.
Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu.
Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia akan kebal terhadap
penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang berarti
ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen (bibit) penyakit.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah memperoleh
kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan tetanus maka
anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit tersebut untuk
beberapa bulan pertama. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi
dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara (dalam
waktu pendek saja).






Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekebalan

Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi dan
trauma.
1. Umur, untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih
mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih
rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin
disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
2. Seks, untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah
terjadi pada wanita daripada pria.
3. Kehamilan, wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-
penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta
amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita
hamil.
4. Gizi, gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap
penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan
seseorang terhadap penyakit infeksi.
5. Trauma, stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan
seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tententu.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah jarak waktu dari mulai terjadinya infeksi didalam diri orang sampai
dengan munculnya gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit pada orang tersebut. Tiap-tiap
penyakit infeksi mempunyai masa inkubasi berbeda-beda, mulai dari beberapa jam sampai
beberapa tahun.
Jenis-Jenis Imunisasi

Pada dasarnya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :
1. Imunisasi Pasif (Pasive Immunization), imunisasi pasif ini adalah immunoglobulin.
Jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).
2. Imunisasi Aktif (Active Immunization), imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin
adalah imunisasi tetanus toksoid. Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus
pada bayi yang dilahirkan. Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan
kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat
digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.
Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan
kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya
sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga
tahun). Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2
(perlindungan enam tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3
(perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25
tahun).
Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut
anak balita (bawah lima tahun). Berikut ini adalah Jenis-jenis imunisasi pada balita :
1. Imunisasi BCG, vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. Vaksin ini
mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak
50.000-1.000.000 partikel/dosis. Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11
bulan.
2. Imunisasi DPT, imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap
difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang
tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis
(batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk
hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung
selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak
tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan
komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah
infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang
3. Imunisasi DT, imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang
dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk
keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima
imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus. Setiap
orang dewasa harus mendapat vaksinasi lengkap tiga dosis seri primer dari difteri dan
toksoid tetanus, dengan dua dosis diberikan paling tidak berjarak empat minggu, dan
dosis ketiga diberikan enam hingga 12 bulan setelah dosis kedua. Jika orang dewasa
belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri maka diberikan seri primer
diikuti dosis penguat setiap 10 tahun.
4. Imunisasi Campak, imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat
anak berumur 9 bulan atau lebih.
5. Imunisasi MMR, imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak,
gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak
menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga
menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan
masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu
maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan
meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak.
Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga
terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam
kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebabkan
pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
6. Imunisasi Hib, imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus
influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi
tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Sampai saat ini, imunisasi
HiB belum tergolong imunisasi wajib, mengingat harganya yang cukup mahal. Tetapi
dari segi manfaat, imunisasi ini cukup penting. Hemophilus influenzae merupakan
penyebab terjadinya radang selaput otak (meningitis), terutama pada bayi dan anak
usia muda. Penyakit ini sangat berbahaya karena seringkali meninggalkan gejala sisa
yang cukup serius. Misalnya kelumpuhan. Ada 2 jenis vaksin yang beredar di
Indonesia, yaitu Act Hib dan Pedvax.
7. Imunisasi Varisella, imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air.
Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara
perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas.
8. Imunisasi HBV, imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan
kematian. Karena itu imunisasi hepatitis B termasuk yang wajib diberikan. Jadwal
pemberian imunisasi ini sangat fleksibel, tergantung kesepakatan dokter dan orangtua.
Bayi yang baru lahir pun bisa memperolehnya. Imunisasi ini pun biasanya diulang
sesuai petunjuk dokter. Orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis B
adalah individu yang dalam pekerjaannya kerap terpapar darah atau produk darah,
klien dan staf dari institusi pendidikan orang cacat, pasien hemodialisis (cuci darah),
orang yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat di mana infeksi hepatitis B
sering dijumpai, pengguna obat suntik, homoseksual/biseksual aktif, heteroseksual
aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena penyakit menular seksual,
fasilitas penampungan korban narkoba, imigran atau pengungsi di mana endemisitas
daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan tiga dosis dengan jadwal 0, 1, dan 6 bulan.
Bila setelah imunisasi terdapat respon yang baik maka tidak perlu dilakukan
pemberian imunisasi penguat (booster).
9. Imunisasi Pneumokokus Konjugata, imunisasi pneumokokus konjugata melindungi
anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini
juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan
bakteremia (infeksi darah).
10. Tipa, imunisasi tipa diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap demam tifoid
(tifus atau paratifus). Kekebalan yang didapat bisa bertahan selama 3 sampai 5 tahun.
Oleh karena itu perlu diulang kembali. Imunisasi ini dapat diberikan dalam 2 jenis:
imunisasi oral berupa kapsul yang diberikan selang sehari selama 3 kali. Biasanya
untuk anak yang sudah dapat menelan kapsul. Sedangkan bentuk suntikan diberikan
satu kali. Pada imunisasi ini tidak terdapat efek samping.
11. Hepatitis A, penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan
sendirinya. Tetapi bila terkena penyakit ini penyembuhannya memerlukan waktu yang
lama, yaitu sekitar 1 sampai 2 bulan. Jadwal pemberian yang dianjurkan tak berbeda
dengan imunisasi hepatitis B. Vaksin hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak
enam hingga 12 bulan pada orang yang berisiko terinfeksi virus ini, seperti penyaji
makanan (food handlers), mereka yang sering melakukan perjalanan atau bekerja di
suatu negara yang mempunyai prevalensi tinggi hepatitis A, homoseksual, pengguna
narkoba, penderita penyakit hati, individu yang bekerja dengan hewan primata
terinfeksi hepatitis A atau peneliti virus hepatitis A, dan penderita dengan gangguan
faktor pembekuan darah.
Kondisi Dimana Imunisasi Tidak Dapat Diberikan atau Imunisasi Boleh Ditunda:
Sakit berat dan akut
Demam tinggi
Reaksi alergi yang berat atau reaksi anafilaktik;
Bila anak menderita gangguan sistem imun berat (sedang menjalani terapi steroid
jangka lama, HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup (Polio Oral, MMR, BCG, Cacar
Air).
Alergi terhadap telur hindari imunisasi influenza
Posting by DR.sadeli ilyas for akfarsam.

Anda mungkin juga menyukai