Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA


DIRUANG A1 BEDAH SYARAF RS. Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun oleh :

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG
2004

CIDERA KEPALA

A. Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).

2.

Anatomi Fisiologi

Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat liat,
tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2. Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih
karena tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan
serebrospinal (CSS) terdapat villi yang mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke
dalam sistem (akibat trauma, aneurisma, stroke).
3. Piamater
: Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang
menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan otak.
Serebrum, terdiri dari 4 lobus, yaitu:
1. Lobus frontal : Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian, dan menahan diri. Lobus terbesar.
2. Lobus parietal : Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi, mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
3. Lobus temporal : Sensasi kecap, bau, dan pendengaran, ingatan jangka pendek.
4. Lobus oksipital : menginterpretasikan penglihatan.
Diensefalon, terdiri dari talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipofisis.
1. Talamus

: Pusat penyambung sensasi bau dan nyeri.

2. Hipotalamus
: Bekerja sama dengan kelenjar hipofisis untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan mempertahankan pengaturan suhu tubuh. Sebagai pusat lapar
dan mengontrol BB, pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif, seksual, respon
emosional.
3. Kelenjar hipofisis : Dianggap sebagai master kelenjar, karena sejumlah hormon dan
fungsinya diatur oleh kelenjar ini. hipofisis lobus anterior memproduksi hormon
pertumbuhan, hormon prolaktin, TSH, ACTH, LH. Lobus posterior berisi hormon ADH.

Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.


1. Otak tengah/mesencephalon, bagian yang menghubungkan diencephalon dan pons.
Fungsi utama menghantarkan impuls ke pusat otak yang berhubungan dengan
pergerakan otot, penglihatan dan pendengaran.
2. Pons: Menghantarkan impuls ke pusat otak.
3. Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi involunter
seperti pernafasan, bersin, menelan, batuk, pengeluaran saliva, muntah.
Serebrum: merangsang dan menghambat dan tanggung jawab terhadap koordinasi gerak,
keseimbangan, posisi.
Sirkulasi Serebral
Menerima kira-kira 20% dari curah jantung/750 ml per menit. Sirkulasi ini sangat
dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara mempunyai kebutuhan
metabolisme yang tinggi.
Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
1)
Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba
dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pembuluh darah ini
setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :
A Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)

b) Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)


c) Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri
komunikan posterior.
2)
Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat
diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher,
pembuluh darah ini memperdarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh
darah tersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang
disebut anastomosis.
Suplay darah ke Medula Spinalis
Menerima nutrisi melalui cabang-cabang arteri vetebralis melalui cabang aorta thorakalis
dan aorta abdominalis. Arteri medula spinalis dan sistem vena berjalan secara paralel satu
dengan lainnya dan mempunyai hubungan percabangan yang luas untuk mencukupi
suplay darah ke jaringan-jaringan. Dibentuk oleh pleksus koroideus, dan bersirkulasi
dalam ventrikel-ventrikel dan ruang subaraknoid. CSF terdiri dari air, elektrolit, oksigen,
karbondioksida, glukosa dan sedikit protein, serta konsentrasi kalium dan klorida yg
tinggi. Produksi dan reabsorbsi CSF berlangsung konstan serta volume total CSF sekitar
125 cc dengan kecepatan sekresi CSF perhari 500 750 cc. Tekanan dalam cairan CSF
sekitar 5 sampai 12 cm H2O.

B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan,
dipukul dan terjatuh.
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

D. Patofisiologi

Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh,


dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya
gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan
karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus
menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan
meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan meneyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas.
C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut
dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu
dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting
diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa
sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai
tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat
(amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum
dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah
ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan
menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga
beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan
kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam
atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan
syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah
syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam.

Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
E. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
2. Cidera kepala tertutup
1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater
disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat
menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan
segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara bertahap.
Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala fractura di
depan:
1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan
arachnoidal.
2.

Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris
masuk ke lapisan selaput otak encepalon.

3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata
dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas
menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba
eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii selalu
hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu, dokter-dokter ahli forensik selalu
menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara
lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji mata
(III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian
bukan karena trauma octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada

umumnya, N. VIII - XII jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis
cranii. Kalau fractura disebut fractura impressio maka terjadi dislocatio pada
tulang-tulang sinus tengkorak kepala. Hal ini harus selalu diperhatikan karena
kemungkinan ini akibat contusio cerebri.
2. Cidera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakankeretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa
sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang
menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan
gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk
haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum
(mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma,
sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan
yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di
daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabangcabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr.
Capitis).
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto
rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan
terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau
Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi",
karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa
didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu
kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh
darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian
atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras

dan cepat, karena tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan
memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi
tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra
Kranial). Pada kejadian akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah
beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang
memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma
subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun
pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/ koma.
Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang pembuluh darah besar
seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai
kombinasi

dengan

intracerebral

haematoma

sehingga

mortalitas

subdural

haematoma akut sangat tinggi (80%).


c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan
pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik
sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan
lahir aneurysna pelebaran pembuluh darah. Ini sering menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak. Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit
tetapi terjadi gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut
Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks
dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada
jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah
pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
"subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe
centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syarafsyaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera
kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak
encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat
encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru -

jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu


badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat
dikendalikan (decebracio rigiditas).
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/
luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui
bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
F. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon
(bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per
jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila
preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden

hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0
mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan
neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat,
dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi
peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:

Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen


membran lain dari kerusakan.

Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.


Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
Menghambat pelepasan asam arakhidonat.

H. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke
otak.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra
kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan elektrolit
meningkat.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.
8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan
medula oblongata.

I. Intervensi
Diagnosa
Gangguan

Tujuan
Gangguan perfusi jaringan

perfusi jaringan tidak dapat diatasi setelah


b/

oedema dilakukan tindakan

Intervensi
- Pantau status neurologis
secara teratur.

Rasional
Mengkaji adanya
kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan

cerebri,

keperawatan selama 2x 24 jam

potensial peningkatan TIK

meningkatnya

dengan KH :

dan bermanfaat dalam

aliran darah ke -

Mampu mempertahankan

menentukan lokasi,

otak.

tingkat kesadaran

perluasan dan

Fungsi sensori dan motorik

perkembangan kerusakan

membaik.

SSP

Menentukan tingkat
kesadaran

- Evaluasi kemampuan

Mengukur kesadaran

membuka mata (spontan, secara keseluruhan dan


rangsang nyeri).

kemampuan untuk
berespon pada rangsangan
eksternal.

- Kaji respon motorik

Dikatakan sadar bila pasien

terhadap perintah yang

mampu meremas atau

sederhana.

melepas tangan pemeriksa.


Peningkatan tekanan darah

- Pantau TTV dan catat


hasilnya.

sistemik yang diikuti


dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan
tanda peningkatan TIK .
Peningkatan ritme dan
disritmia merupakan tanda
adanya depresi atau trauma
batang otak pada pasien
yang tidak mempunyai
kelainan jantung
sebelumnya.
Nafas yang tidak teratur
menunjukan adanya
peningkatan TIK
Ungkapan keluarga yang

- Anjurkan orang terdekat

menyenangkan klien

untuk berbicara dengan

tampak mempunyai efek

klien

relaksasi pada beberapa


klien koma yang akan

menurunkan TIK
Pembatasan cairan
- Kolaborasi pemberian

diperlukan untuk

cairan sesuai indikasi

menurunkan Oedema

melalui IV dengan alat

cerebral: meminimalkan

kontrol

fluktuasi aliran vaskuler,


tekanan darah (TD) dan

Gangguan

rasa Rasa nyeri berkurang setelah

- Teliti keluhan nyeri,

TIK
Mengidentifikasi

nyaman nyeri b/ dilakukan tindakan

catat intensitasnya,

karakteristik nyeri

lokasinya dan lamanya.

merupakan faktor yang

peningkatan keperawatan selama 2 x 24 jam

tekanan

intra dengan KH :

kranial.

pasien mengatakan nyeri

terapi yang cocok serta

berkurang.

mengevaluasi keefektifan

Pasien menunjukan skala

dari terapi.

nyeri pada angka 3.


-

penting untuk menentukan

Ekspresi wajah klien rileks.

- Catat kemungkinan

Pemahaman terhadap

patofisiologi yang khas,

penyakit yang

misalnya adanya infeksi,

mendasarinya membantu

trauma servikal.

dalam memilih intervensi


yang sesuai.

- Berikan kompres dingin


pada kepala

Meningkatkan rasa
nyaman dengan

- Evaluasi secara teratur

menurunkan vasodilatasi.
Fungsi cerebral bagian atas

persepsi sensori kembali normal setelah

perubahan orientasi,

biasanya terpengaruh lebih

b/ d penurunan dilakukan perawatan selama 3x

kemampuan berbicara,

dahulu oleh adanya

kesadaran,

24 jam dengan KH :

alam perasaan, sensori

gangguan sirkulasi,

peningkatan

dan proses pikir.

oksigenasi. Perubahan

Perubahan

tekanan
kranial.

Fungsi persepsi sensori

intra
-

mampu mengenali orang


dan lingkungan sekitar.

persepsi sensori motorik

Mengakui adanya

dan kognitif mungkin akan

perubahan dalam

berkembang dan menetap

kemampuannya.

dengan perbaikan respon


secara bertahap
- Kaji kesadaran sensori

Semua sistem sensori dapat

dengan sentuhan, panas/

terpengaruh dengan adanya

dingin, benda tajam/

perubahan yang

tumpul dan kesadaran

melibatkan peningkatan

terhadap gerakan.

atau penurunan sensitivitas


atau kehilangan sensasi
untuk menerima dan
berespon sesuai dengan
stimuli.

- Bicara dengan suara

Pasien mungkin

yang lembut dan pelan.

mengalami keterbatasan

Gunakan kalimat pendek

perhatian atau pemahaman

dan sederhana.

selama fase akut dan

Pertahankan kontak

penyembuhan. Dengan

mata.

tindakan ini akan


membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.

- Berikan lingkungan

Mengurangi kelelahan,

tersetruktur rapi, nyaman kejenuhan dan


dan buat jadwal untuk

memberikan kesempatan

klien jika mungkin dan

untuk tidur REM

tinjau kembali.

(ketidakadaan tidur REM


ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi

sensori).
- Gunakan penerangan
siang atau malam.

Memberikan perasaan
normal tentang perubahan
waktu dan pola tidur.

- Kolaborasi pada ahli

Pendekatan antar disiplin

fisioterapi, terapi

ilmu dapat menciptakan

okupasi, terapi wicara

rencana panatalaksanaan

dan terapi kognitif.

terintegrasi yang berfokus


pada masalah klien

Gangguan

Pasien dapat melakukan

mobilitas fisik

mobilitas fisik setelah

kemampuan dan keadaan kerusakan secara

b/d spastisitas

mendapat perawatan dengan

secara fungsional pada

fungsional dan

kontraktur,

KH :

kerusakan yang terjadi.

mempengaruhi pilihan

kerusakan saraf

motorik.
-

Mengidentifikasi

tidak adanya kontraktur,

intervensi yang akan

footdrop.

dilakukan.

Ada peningkatan kekuatan


dan fungsi bagian tubuh

- Periksa kembali

- Pertahankan kesejajaran

Penggunaan sepatu tenis

yang sakit.

tubuh secara fungsional,

hak tinggi dapat membantu

Mampu

seperti bokong, kaki,

mencegah footdrop,

mendemonstrasikan

tangan. Pantau selama

penggunaan bantal,

aktivitas yang

penempatan alat atau

gulungan alas tidur dan

memungkinkan

tanda penekanan dari

bantal pasir dapat

dilakukannya

alat tersebut.

membantu mencegah
terjadinya abnormal pada
bokong.

- Berikan/ bantu untuk


latihan rentang gerak

Mempertahankan mobilitas
dan fungsi sendi/ posisi

normal ekstrimitas dan


menurunkan terjadinya
vena statis.
- Bantu pasien dalam

Proses penyembuhan yang

program latihan dan

lambat seringakli

penggunaan alat

menyertai trauma kepala

mobilisasi. Tingkatkan

dan pemulihan fisik

aktivitas dan partisipasi

merupakan bagian yang

dalam merawat diri

sangat penting.

sendiri sesuai

Keterlibatan pasien dalam

kemampuan.

program latihan sangat


penting untuk
meningkatkan kerja sama

Tidak terjadi infeksi setelah

infeksi b/ d

dilakukan tindakan

aseptik dan antiseptik,

menghindari nosokomial

jaringan trauma,

keperawatan selama 3x 24 jam

pertahankan teknik cuci

infeksi.

kerusakan kulit

dengan KH :

tangan yang baik.

kepala.

Bebas tanda- tanda infeksi

Mencapai penyembuhan
luka tepat waktu

- Berikan perawatan

atau keberhasilan program.


Cara pertama untuk

Resiko tinggi

- Observasi daerah kulit

Deteksi dini perkembangan

yang mengalami

infeksi memungkinkan

kerusakan, daerah yang

untuk melakukan tindakan

terpasang alat invasi,

dengan segera dan

catat karakteristik

pencegahan terhadap

drainase dan adanya

komplikasi selanjutnya.

inflamasi.
Menurunkan pemajanan
- Batasi pengunjung yang

terhadap pembawa kuman

dapat menularkan infeksi infeksi.


atau cegah pengunjung

yang mengalami infeksi


saluran nafas atas.
Terapi profilaktik dapat
- Kolaborasi pemberian
atibiotik sesuai indikasi.

digunakan pada pasien


yang mengalami trauma,
kebocoran LCS atau
setelah dilakukan
pembedahan untuk
menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.

Gangguan

Setelah dilakukan tindakan

keseimbangan

keperawatan selama 3 x 24 jam

dehidrasi atau kelebihan

dapat mencegah

cairan dan

ganguan keseimbangan cairan

cairan.

kekurangan / kelebihan

elektrolit b/ d

dan elektrolit dapat teratasi

fluktuasi keseimbangan

haluaran urine

dengan KH :

cairan.

dan elektrolit

meningkat.

- Kaji tanda klinis

Deteksi dini dan intervensi

Menunjukan membran
mukosa lembab, tanda vital - Catat masukan dan

Kehilangan urinarius dapat

normal haluaran urine

haluaran, hitung

menunjukan terjadinya

adekuat dan bebas oedema.

keseimbangan cairan,

dehidrasi dan berat jenis

ukur berat jenis urine.

urine adalah indikator


hidrasi dan fungsi renal.

- Berikan air tambahan/

Dengan formula kalori

bilas selang sesuai

lebih tinggi, tambahan air

indikasi

diperlukan untuk
mencegah dehidrasi.

- Kolaborasi pemeriksaan

Hipokalimia/ fofatemia

lab. kalium/fosfor serum, dapat terjadi karena

Ht dan albumin serum.

perpindahan intraselluler
selama pemberian makan
awal dan menurunkan
fungsi jantung bila tidak
diatasi.

Gangguan

Pasien tidak mengalami

- Kaji kemampuan pasien

Faktor ini menentukan

kebutuhan

gangguan nutrisi setelah

untuk mengunyah dan

terhadap jenis makanan

nutrisi b/ d

dilakukan perawatan selama 3

menelan, batuk dan

sehingga pasien harus

kelemahan otot

x 24 jam dengan KH :

mengatasi sekresi.

terlindung dari aspirasi.

untuk menguyah

dan menelan

Tidak mengalami tandatanda mal nutrisi dengan

- Auskultasi bising usus,

Fungsi bising usus pada

nilai lab. Dalam rentang

catat adanya penurunan/

umumnya tetap baik pada

normal.

hilangnya atau suara

kasus cidera kepala. Jadi

Peningkatan berat badan

hiperaktif.

bising usus membantu

sesuai tujuan.

dalam menentukan respon


untuk makan atau
berkembangnya
komplikasi seperti paralitik
ileus.
- Jaga keamanan saat

Menurunkan regurgitasi

memberikan makan pada dan terjadinya aspirasi.


pasien, seperti
meninggikan kepala
selama makan atatu
selama pemberian
makan lewat NGT.
- Berikan makan dalam
porsi kecil dan sering

Meningkatkan proses
pencernaan dan toleransi

dengan teratur.

pasien terhadap nutrisi


yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama
pasien saat makan.

- Kaji feses, cairan


lambung, muntah darah.

Perdarahan subakut/ akut


dapat terjadi dan perlu
intervensi dan metode
alternatif pemberian
makan.

- Kolaborasi dengan ahli


gizi.
Gangguan
nafas

pola Tidak terjadi gangguan pola

b/

d nafas setelah dilakukan

- Pantau frekuensi, irama,

Metode yang efektif untuk


memberikan kebutuhan
kalori.
Perubahan dapat

kedalaman pernafasan.

menunjukan komplikasi

obstruksi

tindakan keperawatan selama

Catat ketidakteraturan

pulmonal atau menandakan

trakeobronkial,

2x 24 jam dengan KH :

pernafasan.

lokasi/ luasnya keterlibatan

neurovaskuler,

Memperlihatkan pola nafas

otak. Pernafasan lambat,

kerusakan

normal/ efektif, bebas

periode apneu dapat

medula

sianosis dengan GDA

menendakan perlunya

oblongata.

dalam batas normal pasien.

ventilasi mekanis.
- Angkat kepala tempat

Untuk memudahkan

tidur sesuai aturan posisi

ekspansi paru dan

miring sesuai indikasi.

menjegah lidah jatuh yang


menyumbat jalan nafas.

- Anjurkan pasien untuk


latihan nafas dalam yang
efektif jika pasien sadar.

Mencegah/ menurunkan
atelektasis.

- Auskultasi suara nafas.

Untuk mengidentifikasi

Perhatikan daerah

adanya masalah paru

hipoventilasi dan adanya

seperti atelektasis, kongesti

suara- suara tambahan

atau obstruksi jalan nafas

yang tidak normal.

yang membahayakan

(krekels, ronki dan

oksigenasi serebral atau

whiszing).

menandakan adanya
infeksi paru (umumnya
merupakan komplikasi
pada cidera kepala).

- Kolaborasi untuk

Menentukan kecukupan

pemeriksaan AGD,

oksigen, keseimbangan

tekanan oksimetri.

asam-basa dan kebutuhan


akan terapi.

- Berikan oksiegen sesuai


indikasi.

Mencegah hipoksia, jika


pusat pernafasan tertekan.
Biasanya dengan
mnggunakan ventilator
mekanis

DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin, (2008), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Batticaca Fransisca B, (2008), Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn, E (2000) Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, EGC, Jakarta
Hardjasaputra, S.L.P. dkk (2002). DOI Data Obat Indonesia. Edisi 10 Jakarta: Grafidian
Mediapress
Mansjoer Arif M. ( 2000 ). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aeusculapius.
Pearse Evelyn C, (2002), Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia Jakarta.
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, (2006). Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga
Price, Sylvia A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai