oleh virus campak. Penyakit yang sangat infeksius dapat menular, penularan melalui droplet. Definisi : Pneumonia adalah radang parenkim paru. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis).
Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua Etiologi : famili Paramyxovirus Etiologi : Bakteri : Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa.
Jamur : Histoplasmosis, Candida albicans, Aspergillus species Epidemiologi : Di Indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga, campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%).
Epidemiologi : Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Patofisiologi : Percikan ludah yang mengandung virus (droplet infection) Kontak langsung dengan penderita Penggunaan peralatan makan dan minum bersama 5-6 hari infeksi awal , fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus. hari ke-9-10 fokus infeksi yang berada di Patofisiologi : Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.
Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring 2. Inhalasi aerosol yang infeksius 3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. epitel saluran nafas dan konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Virus masuk lagi ke pembuluh darah dan timbulkan manifestasi klinis mulai dari batuk, pilek, disertai konjungtiva yg tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit- berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tampak suatu ulser kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis. Hari ke 14 sesudah awal infeksi, mulai muncul ruam pd kulit
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Tejadi pengaktifan sel-sel mediator inflamasi seperti histamin dan prostaglandin. Degranulasi jg aktifkan jalur komplemen. Komplemen, histamin, dan prostaglandin akibatnya melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Terjadi penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II Hepatisasi merah terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III Hepatisasi kelabu Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Gejala klinis :
Stadium Prodromal 4-5 hari disertai panas (38,5 C) batuk, pilek, malaise, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis. Bisa muncul bercak koplik namun sangat jarang sekali terjadi. Secara klinis mirip dengan gejala influenza Stadium erupsi pilek dan batuk bertambah. Demam tinggi dan mulai muncul ruam yg diawali di belakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk. Ruam sampai kebawah memakan waktu 3 hari. Bisa muncul diare dan muntah. Stadium kovalensi Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama- kelamaan akan hilang sendiri. Urutan penyembuhan sesuai dengan awal pertama kali ruam muncul
1. infeksi saluran nafas bagian atas 2. Demam 3. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut 4. Pd pemfis ronki basah gelembung halus sampai sedang Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukopeni Pemeriksaan penunjang : 1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000 / mm3. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. 2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 3. Peningkatan LED. 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). 5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis meyabolik. Penatalaksanaan : Tirah baring Obati gejala yang ada Vit A 100.000 IU < 1 th Vit A 200.000 IU > 2 th Antibiotik bila ada infeksi sekunder Penatalaksanaan :
Bed rest Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus. Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan : Untuk kasus pneumonia community base : - Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base : - Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral Komplikasi : Bronkopneumonia o Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari o Oksigen 2 liter/menit Ensefalopati o Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari o Deksametason 1 mg/kgbb/hari dosis awal lalu lanjutkan 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis sampai kesadara membaik Komplikasi : Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai adalah empyema dan otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat. Fungsi Vit A adalah sebagai sistem kekebalan tubuh (mencegah infeksi), juga berfungsi di sistem penglihatan