Anda di halaman 1dari 21

Al-Quran dan Teori Evolusi (2)

Kamis, 28 Juni 2012 06:42


Berkenaan dengan hubungan teori Transformisme dengan ayat-ayat Al-Quran, pertanyaan
yang mencuat adalah apakah kita dapat menyesuaikan teori ini dengan ayat-ayat Al-Quran
yang berhubungan dengan penciptaan manusia? Apakah manusia memiliki penciptaan yang
bersifat derivatif?

Efek dan Pengaruh Teori Darwin

Pandangan dan pemikiran Darwin, seperti persepsi dan teori Newton, memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap dunia pemikiran yang berkembang di dunia ini. Dengan mencetuskan
teori naturalistis dan interpretasi vehikularnya terhadap dunia biologis, Newton telah berhasil
mengubah Monoteisme yang bersandarkan pada ajaran wahyu menjadi Monotoisme Naturalis
atau Deisme. Darwin, dengan teori Evolusinya di dunia biologis, juga telah berhasil
menanamkan efek dan pengaruhnya dalam bidang agama, akhlak, sosiologi, dan antropologi.
Atas dasar ini, hendaknya kita senantiasa memperhatikan satu poin. Yaitu, meskipun Darwin
dikenal sebagai seorang ahli biologi, akan tetapi teori Evolusinyayang notabene banyak
dipengaruhi oleh aliran pemikiran logika dan pondasi dasar teori dialektika Hegel, serta
dasar-dasar pemikiran Lamarck dan para pemikir yang lainmemiliki pengaruh yang sangat
luas terhadap mayoritas aliran pemikiran filsafat, teologi, sosiologi, humanisme, dan biologi.

Proses ilmiah ini berhasil mewujudkan relasi-relasi baru antara bidang-bidang ilmu
pengetahuan dalam kerangka pemikiran manusia. Sebelum Darwin, banyak ilmuwan dan ahli
biologi seperti Boufon, Lamarck, dan lain-lain yang mengusulkan teori Evolusi dalam bidang
ilmu biologi, geologi, kimia, dan bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain. Akan tetapi,
lantaran beberapa alasan seperti kelemahan argumentasi dan bukti-bukti yang diajukan, teori
mereka tidak berhasil menarik perhatian dan reaksi masyarakat kala itu, dan para penafsir
kitab-kitab suci dalam usaha memerangi mereka dengan mudah berhasil menyelamatkan
kitab-kitab suci mereka dari kemelut kontradiksi antara ilmu pengetahuan dan agama dengan
sedikit justifikasi dan penafsiran. Sebagai contoh, ketika David Hume dan August Comte
melontarkan kritik terhadap banyak argumentasi tentang pembuktian Tuhan seperti
argumentasi kekokohan ciptaan alam semesta, mereka membela argumentasi tersebut dan
akhirnya berhasil mempertahankan opini masyarakat umum.

Akan tetapi, kemunculan teori Evolusi Darwin mewujudkan sebuah gebrakan baru. Penafsiran
perubahan alam biologis dengan unsur pertikaian untuk kekal, unsur pilihan natural,
1 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
perpindahan karakteristik akuisitif kepada generasi berikut, pergantian spicies lama menjadi
spicies baru, klaim bahwa makhluk hidup yang sekarang kita lihat ini terwujud dari makhluk
masa lalu yang bersel tunggal dan manusia memiliki hubungan kefamilian dengan
spicies-spicies makhluk hidup yang lain, danringkasnyausulan teori Transformisme, semua
pondasi dan dasar pemikiran ini berhasil mendatangkan sebuah pukulan yang sangat telak
terhadap pemikiran religius di dunia Eropa dan imbas ledakan pukulan ini juga mempengaruhi
dunia Islam. Hingga kini, lebih dari satu abad, teori Darwin berhasil menghadapkan kedua teori
pemikiran itu sebagai dua musuh yang saling berjibaku.

Pada kesempatan ini, kami akan mengemukan sebagian efek dan imbas teori Evolusi Darwin
sehingga akhirnya nanti kita bisa menilai kebenaran atau kesalahan sebagian klaim yang
diajukan oleh sebagian pemikir dan ilmuwan dunia.

1. Kontradiksi Darwinisme dengan Makrifatullah
Seperti telah dijelaskan sebelum ini, terdapat dua pandangan berkenaan dengan penciptaan
spicies: (1) teori Fixisme yang meyakini penciptaan independen yang bersifat tiba-tiba dan (2)
teori Transformasi yang meyakini bahwa seluruh makhluk hidup terderivasi dari sesamanya.
Pertanyaan yang ada adalah apakah kita dapat mengasumsikan bahwa teori Fixisme sejalan
dengan konsep makrifatullah dan teori Transformisme menentang konsep tersebut?

Sebagian pemikir mengklaim bahwa teori Darwin kontradiktif dengan argumentasi kekokohan
ciptaan alam semesta (itqan-e son) atau argumentasi teleolgikal (pengetahuan tentang tujuan
ciptaan) sehingga dengan argumentasi iniyang merupakan argumentasi terpenting tentang
konsep makrifatullahkita tidak akan mampu membuktikan keberadaan Tuhan. Tidak
diragukan bahwa argumentasi kekokohan ciptaan alam semesta di samping argumentasi
ontologikal (hasti-shenakhti) dan kosmodogikal (jahan-shenakhti) adalah salah satu
argumentasi terpenting dari tiga argumentasi klasik (tentang keberadaan Tuhan). Ringkasan
argumentasi ini adalah sebagai berikut:

Alam semesta ini adalah manifestasi keteraturan yang memiliki tujuan (proyek, managemen,
dan kesesuaian). Atas dasar ini, pewujud alam semesta ini adalah sebuah Dzat yang cerdas,
manager, dan bijaksana. Kualifikasi utama sebuah keteraturan yang memiliki tujuan adalah
keteraturan itu membentuk seluruh proses dan struktur alam semesta ini sedemikian rupa
sehingga memiliki keserasian dan dapat menelurkan sebuah hasil tertentu. Ketika menjelaskan
srgumentasi ini, William Paley (1743-1805 M.), seorang teolog dan filosof berkebangsaan
Inggris, menulis, Jika seseorang menemukan sebuah jam di pulau Barhuti, ia berhak memiliki
pikiran bahwa seorang yang sangat cerdas telah menciptakan jam itu. Menurut persepsi teori
Evolusi, struktur organik masa kini lantaran sebuah proses yang bersifat antural terwujud dari
2 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
batin organisme yang sangat sederhana. Berdasarkan keyakinan teori ini, terdapat dua faktor
yang memainkan peran yang sangat penting: (a) mutasi dan (b) meluapnya jumlah penduduk.
Mutasi bisa terjadi apabila makhluk hidup yang masih bayi berbeda dengan kedua orang tuanya
dan ia memindahkan perbedaan ini kepada keturunannya dan keturunannya itu memindahkan
perbedaan itu kepada makhluk yang lain. Seluruh keinginan dan mimpi Darwin adalah ia ingin
menjelaskan bagaimana organisme yang sangt rumit terwujud dari organisme yang lebih
sederhana. [42]

Untuk menjelaskan argumentasi keteraturan, mereka telah menyebutkan banyak riwayat dan
penjelasan. Menurut penjelasan Iseley, Darwin tidak membatalkan argumentasi kekokohan
ciptaan alam semesta. Akan tetapi, ia hanya menolak riwayat pencipta jam dan masa
argumentasi itu. [43]Mungkin lantaran alasan ini, dalam sebagian karya tulisnya, ia
memperkenalkan kaidah evolusi kehidupan sebagai sebuah ciptaan Tuhan. Akan tetapi, ia
meyakini bahwa sebagian spicies yang terwujud lantaran sebuah evolusi terjadi secara
aksidental, bukan karena sebuah rencana dan managemen sebelum itu. [44]

Ya, kita juga harus memperhatikan poin ini; dari sebagian karya Darwin dapat dipahami bahwa
maksud dia dari secara aksidental adalah ketidaktahuan terhadap kausa dan faktor yang
mewujudkan sebuah spicies. Akan tetapi, ia juga sangat menentang konsep bahwa segala
sesuatu memiliki tujuan.

Ala kulli hal, ketika menafsirkan relasi antara alam biologis dan Tuhan, sebagian ilmuwan
berpendapat bahwa Tuhan beraktifitas melalui jalan evolusi dan memanagemen sebuah
proyek. Proyek ini secara perlahan-lahan akan bertambah luas dan lebar. [45]

Dari satu sisi, ada beberapa ilmuwan lain yang hingga penerbitan buku Mansha-e Anva
menegaskan bahwa dalam proses evolusi, Tuhan tidak memiliki campur tangan tentang aktifitas
makhluk dan atas nama undang-undang yang permanen dan tak akan mengalami perubahan,
Dia tidak ikut campur dalam mengurusi alam semesta. [46]

Kemunculan teori Darwin dan relasinya dengan konsep makrifatullah telah berhasil
menimbulkan hiruk-pikuk di dunia Eropa sehingga para pembela dan penentangnya mengambil
dua front yang saling berperang. Sebagian orang, dengan mengingkari teori Darwin, berusaha
membela kesucian konsep makrifatullah. Sebagian yang lain menolak argumentasi keteraturan
alam semesta dan menjadi para penganut aliran atheisme. Dan ada juga sebagian kelompok
yang menyatukan antara dua teori dengan sangat lihai. Sebagai contoh, sebagian teman
3 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
sejawat Darwin seperti Charles Line dan Herctshel meyakini bahwa teori Evolusi dan konsep
pilihan natural Darwin tidak pernah bertentangan dengan mazhab dan kebijaksanaan Ilahi.
Mayoritas pemikir Islam juga meyakini bahwa Darwinisme tidak pernah kontrakdiktif dengan
hikmah dan kebijaksanaan ciptaan alam semesta, dan teori ini tidak pernah mampu
membuktikan bahwa gerakan materi bersifat mandiri dan tidak memerlukan sebuah faktor
eksternal. Hal ini karena keteraturan materi adalah pertanda kebijaksanaan alam semesta dan
terwujudnya spicies-spicies baru di dunia benda mati, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk hidup
adalah juga pertanda atas kebijaksanaan alam semesta dan adanya campur tangan faktor yang
gaib dalam penciptaan makhluk.

Keyakinan terhadap teori Evolusi dengan segala bentuknya, sebagaimana keyakinan terhadap
teori Fixisme, tidak bertentangan dengan konsep tauhid dan makrifatullah. Kedua teori ini
menetapkan bahwa di alam semesta ini terdapat sebuah keteraturan yang sangat dalam dan
penuh misteri, dan keteraturan ini adalah bukti atas keberadaan Tuhan. Apakah ada
keteraturan yang lebih agung daripada realita bahwa Tuhan telah menciptakan seluruh makhluk
yang sangat menakjubkan ini dari sebuah makhluk yang bersel tunggal dan sangat
sederhana?! [47]

Ustadz Syahid Mutadha Mutahhari menulis, Jika pondasi pemikiran Lamarck dan Darwin cukup
untuk membuktikan terwujudnya keteraturan alam semesta, niscaya argumentasi keteraturan
alam semesta untuk membuktikan keberadaan Tuhan akan sirna. Akan tetapi, pondasi
pemikiran dua ilmuwan ini tidak mampu menjustifikasi alam semesta. Terwujudnya struktur
batang tumbuh-tumbuhan dan tubuh binatang yang berlangsung secara gradual dan aksidental
tidak cukup untuk menjustifikasi keteraturan alam semesta yang sangat jeli dan detail ini. Setiap
organ tubuh kita; pencernaan, pernapasan, penglihatan, pendengaran, dan lain-lain, memiliki
struktur yang sangat menakjubkan dan seluruhnya mengikuti sebuah aktifitas dan tujuan yang
tunggal. Dengan ini semua, tidak dapat kita terima bahwa sebuah perubahan aksidental,
meskipun terjadi secara gradual, telah menwujudkan semua organ tubuh itu. Teori Evolusi,
lebih dari itu, membuktikan bahwa sebuah kekuatan pengatur dan pemberi petunjuk memiliki
campur tangan dalam hal ini. [48]

Syahid Mutahhari berkeyakinan bahwa faktor kontradiksi antara teori Evolusi dan argumentasi
kekokohan ciptaan alam semesta bersumber dari kelemahan aliran-aliran pemikiran filosofis
yang ada, dan dalam karyanya yang lain, ia juga mengakui bahwa teori Evolusi kontradiktif
dengan argumentasi tersebut. Akan tetapi, menurut persepsinya, pondasi teori Evolusi tidak
sempurna dan memiliki banyak kejanggalan. Dalam menjelaskan kotradiksi tersebut, ia menulis,
Ketika sebuah makhluk yang lebih kuat berhasil bertahan hidup dalam sebuah pertikaian untuk
kekal, dan dari satu sisi, anak keturunan makhluk hidup berhasil menang dalam pertikaian itu
lantaran keistimewaan dan karakteristik khusus yang mereka miliki, serta keistimewaan yang
bersifat aksidental itu berpindah kepada anak-anak mereka lantaran hukum waris-mewarisi,
4 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
maka dengan ini sistem alam penciptaan adalah hasil terwujudnya keistimewaan yang
berlangsung secara silih berganti dan masing-masing keistimewaan itu terwujud secara
aksidental dan berdasarkan kaidah pertikaian untuk kekal serta konsep kekekalan makhluk
yang lebih pantas. Jika sistem ini terwujud dengan keistimewaan dan kualifikasi tersebut dari
sejak permulaan, semua itu tidak dapat dijustifikasi kecuali dengan adanya campur tangan
sebuah Dzat Yang Maha Pengatur dan Bijaksana. Akan tetapi, jika kita menerima bahwa sistem
ini terwujud berdasarkan sebuah gerakan gradual yang berlangsung selama jutaan tahun, maka
terwujudnya sistem itu tanpa keberadaan seorang Dzat Yang Maha Mengatur dapat
dijustifikasikan. [49]

Menurut keyakinan kami, teori pilihan natural tidak bertentangan dengan pembuktian
keberadaan Tuhan sama sekali. Alasannya:

a. Hasil dan asumsi ilmu pengetahuan empiris senantiasa mengalami perubahan dan evolusi.

b. Argumentasi kekokohan ciptaan alam semesta bukanlah satu-satunya, bahkan bukan
argumentasi keberadaan Tuhan yang paling utama. Dalam bidang ini, kita masih memiliki
argumentasi yang paling urgen dan serius.

c. Sistem penciptaan alam semesta tidak hanya terbatas pada tumbuh-tumbuhan dan makhluk
hidup sehingga dengan menerima teori Evolusi Darwin kita dapat membebaskan diri dari
kepengaturan Ilahi yang sangat bijaksana. Hanya dengan bersandar pada pondasi teori
Darwinisme, bagaimana mungkin kita dapat menjelaskan dan menjustifikasi keteraturan yang
terdapat di alam atas dan planet-planet yang terdapat di langit?

d. Konsep tujuan dan finalisme adalah sebuah konsep filosofis murni. Bagaimana mungkin para
ahli biologi dapat mampu membuktikan atau menafikan konsep ini? Adanya sebuah kekuatan
supra natural dan kontrol atas seluruh peristiwa yang terjadi di alam biologis adalah sebuah
klaim yang hanya dapat dibuktikan atau dinafikan dalam pembahasan-pembahasan filsafat.

e. Perubahan aksidental tidak pernah menafikan tujuan dan kausa final, karena kebodohan
manusialah sumber klaim tersebut. Menurut Allamah Thabatabai, keyakinan terhadap konsep
aksiden dan kebetulan bermuara dari kebodohan terhadap sebab-sebab hakiki dan juga
terhadap hubungan antara tujuan dan pemilik tujuan. [50]
5 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42

Sebagian penulis, berbeda dengan harapan yang kita harapkan, membenarkan adanya
kontradiksi itu. Mereka menulis, Darwin berhasil menciptakan revolusi Newtonis di dunia ilmu
biologi. Revolusi itu tidak lain adalah membasmikan interpretasi-interpretasi final (ghai) dari
dunia kehidupan dan memposisikan interpretasi-interpretasi kausatif di posisi
interpretasi-interpretasi tersebut. Pada hakikatnya, teori Evolusi mengusulkan sebuah
interpretasi kausatif terhadap realita dunia organisme sedemikian rupa sehingga interpretasi ini
dapat membuat seorang ilmuwan tidak merasa perlu untuk memanfaatkan sebuah interpretasi
final (ghai).

Di samping itu, teori ini juga membuka pintu interpretasi aksidental dalam dunia kehidupan
lebar-lebar. Berdasarkan teori penciptaan dalam sekejap mata, kita tidak dapat meyakini bahwa
aneka ragam makhluk dengan seluruh keagungan dan kerumitan yang dimiliknya tercipta tanpa
adanya seorang pengatur; karena kemungkinan sebuah materi yang tidak memiliki roh menjadi
seorang manusia sangat sedikit sekali sehingga kita tidak mungkin dapat mempercayainya.
Adapun dalam persepsi teori Evolusi, karena di dunia ini terjadi sebuah evolusi dan aneka
ragam makhluk terwujud berdasarkan sebuah evolusi dari aneka ragam makhluk yang lebih
sederhana, maka terwujudnya aneka ragam makhluk secara aksidental sangatlah tidak aneh.
Dengan kata lain, teori Evolusi mengatakan bahwa indikasi sebuah keteraturan terhadap
adanya seorang pengatur dapat berfungsi ketika kita tidak mengetahui syarat-syarat
kemunculan aksidental sebuah peristiwa dan kita juga tidak dapat menjelaskan interpretasinya
berdasarkan mekanisme material. [51]

Secara ilmiah, persepsi ini memiliki banyak kejanggalan dan kelemahan. Di sini, kami akan
menjelaskannya dengan ringkas.

a. Jika Darwin dengan mencetuskan revolusi biologisnya ingin memberangus seluruh jenis
interpretasi final (ghai) dan menempatkan teori interpretasi kausatif (illi) dalam posisinya, harus
kita tegaskan kepadanya bahwa revolusi ini pernah terjadi dari sejak masa Galileo Galilei pada
abad ke-17. Pada masa itu, interpretasi final gaya Aristotelian menyerahkan posisinya kepada
teori interpretasi kausatif. Dalam hal ini, Ayan Barbour pernah menulis, Setelah semangat
menggunakan konsep kausalitas final (illiyyah ghaiyyah) memudar, sebagai ganti dari definisi
dan gambaran tentang Allah bahwa Dia adalah kebaikan tertinggi yang menjadi tempat kembali
segala sesuatu, satu definisi lain sebagai kausa prima menduduki posisinya. Definisi lain ini
menegaskan bahwa Allah termasuk salah satu silsilah pertama dari kausa-kausa nominatif (ilal
failiyyah). [52]

6 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
b. Dengan memperhatikan kecenderungan para ilmuwan sejak empat ratus tahun yang lalu
kepada alam biologis, tidak selayaknya seorang ilmuwan melontarkan interpretasi final tentang
alam biologis. Pada hakikatnya, para ilmuwan dipandang dari sisi tugas ilmiah yang mereka
miliki terbebaskan dari jenis interpretasi semacam ini. Akan tetapi, para filosof tidak boleh acuh
tak acuh menghadapi kecenderungan semacam ini.

c. Jika seseorang menerima adanya konsep interpretasi kausatif tentang alam semesta ini dan
menyatakan bahwa silsilah kausalitas berakhir pada kausa prima yang memiliki sifat-sifat
seperti Wajibul Wujud, bijkasana, pengetahuan yang universal, kekuatan yang mutlak, kebaikan
yang tak terbatas, dan lain sebagainya, maka ia juga terpaksa harus menerima kausa final dan
interpretasi kausatif tentang alam semesta ini. Hal ini karena kebijaksanaan dan ketidakbutuhan
Dzat Yang Maha Wajib membuktikan kebertujuan sebuah tindakan yang Dia lakukan.

d. Jika kita menambahkan kalkulasi kemungkinan rasionalis dan matematis kepada teori
Evolusi Darwin yang bersifat gradual itu, kita baru bisa membuktikan adanya sebuah sistem
penciptaan dan seorang pencipta yang memiliki tujuan secara matematis pula.

2. Teori Darwin Bertentangan dengan Kemuliaan Manusia
Darwin meyakini bahwa kesempurnaan manusia adalah hasil perubahan yang bersifat
aksidental dan pertikaian untuk kekal. Atas dasar ini, naluri etika yang merupakan kekuatan
batin manusia yang paling unggul dan berbeda sekalipun muncul dari sebuah pilihan natural.
Ya, banyak ahli biologi seperti Wallace memiliki asumsi yang berbeda dengan asumsi Darwin
itu. Mereka mengklaim bahwa pilihan natural tidak mampu menjustifikasi kekuatan-kekuatan
naluri manusia yang lebih tinggi. Hal itu karena pilihan natural hanya memberikan kepada
manusia liar sebuah otak yang lebih unggul dibandingkan otak seekor kera. [53]

Dengan demikian, dalam hal ini terdapat dua kubu; Darwinisme dan para pengikut mazhab
spiritualitas, yang saling bertentangan. Kubu pertama memperkenalkan manusia sebagai
sebuah makhluk yang melintas dari gang dan perjalanan yang pernah dilalui oleh kera. Secara
otomatis, kubu ini mengingkari kedudukan tinggi dan utama yang dimiliki oleh manusia.
Sementara itu, kubu kedua meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, dan
oleh karena itu, ia tidak mungkin berasal dari bangsa kera.

Dari ayat-ayat Al-Quran dan hadis dapat kita pahami bahwa:

7 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
(1) Seluruh manusia memiliki dua sisi kejiwaan: sisi kejiwaan yang rendah dan sisi kejiwaan
yang tinggi. Sisi kejiwaan yang rendah akan menyeretnya menuju ke jurang keburukan dan sisi
kejiwaan yang tinggi menuntunnya kepada kebaikan. Oleh karena itu, ketika manusia telah
berhasil menggapai tingkat kesempurnaan, ia akan bernilai.

(2) Dalam meniti kedua sisi kejiwaan tersebut, manusia memiliki hak untuk menentukan pilihan
sendiri. [54]

(3) Barang siapa yang berusaha untuk memperkuat sisi kejiwaannya yang rendah dan hewani
tersebut dan meniti jalan kesesatan dengan pilihannya sendiri, niscaya ia lebih rendah daripada
binatang. [55]Dan barang siapa yang berusaha mengangkat dan menyempurnakan sisi
kejiwaannya yang tinggi, niscaya ia berhak menjadi khalifah Allah di muka bumi, [56]menjadi
pengajar para malaikat, [57]dan berhak memiliki kemuliaan Ilahi. [58]

(4) Jika kelebihmuliaan adalah sebuah nilai dan bersifat akhlaki, kemuliaan manusia hanya
bergantung pada seluruh tindakannya yang bersifat ikhtiyari. Apabila tingkah laku baik manusia
muncul dari sebuah pilihan yang dimilikinya sendiri, ia berhak menyandang label kemuliaan
akhlak. Jika yang kita maksud adalah kemuliaan ontologis, maka lantaran manusia memiliki
kesempurnaan-kesempurnaan yang bersifat dzati dan washfi (illustratif), tidak diragukan lagi
bahwa ia memiliki aneka ragam kemampuan dan kelayakan untuk menggapai kesempurnaan;
tingkatan kesempurnaan wujudnya juga memiliki kemuliaan filosofis, sekalipun kesempurnaan
wujud ini adalah hasil perubahan yang bersifat aksidental dan pertikaian untuk kekal.

(5) Dalam memberikan nilai, manusia yang ada sekarang ini adalah tema pembahasan kita,
bukan nenek moyang dan masa lalunya. Jika kita terima bahwa manusia berasal dari bangsa
kera atau bahkan berasal dari sebuah benda yang lebih hina dari itu seperti air sperma,
kehinaan yang dimiliki oleh makhluk asal yang sedang dalam proses evolusi tidak lantas
menyebabkan kehinaan bagi makhluk tersebut pada periode berikutnya. Sebaliknya juga dapat
dibenarkan; yaitu kemuliaan dan keutamaan yang dimiliki oleh sebuah makhluk pada periode
sebelumnya tidak lantas menyebabkan kemuliaan baginya pada periode berikutnya.

(6) Tolok ukur hakikat manusia adalah ruhnya, bukan tubuh materinya. Atas dasar ini, jika
manusia berasal dari bangsa kera atau makhluk yang lain sekalipun, hal ini tidak memiliki andil
dalam kemuliaan yang dimilikinya. Oleh karena itu, teori Darwinisme tidak kontradiksi sama
sekali dengan kemuliaan manusia.
8 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42

c. Kontrakdiksi antara Etika Darwinisme dan Nilai-Nilai Etis
Pembahasan lain sehubungan dengan teori Darwinisme adalah kontradiksi teori ini dengan
nilai-nilai etis. Dalam sebagian karya tulisnya, Darwin pernah menyatakan bahwa setiap tingkah
laku yang dilakukan oleh manusia adalah manifestasi dari sebuah pilihan natural. Jika menukik
menuju kesempurnaan adalah sebuah realita yang bersifat fitrah, maka tidak ada satu pun dari
keputusan manusia yang akan dapat menyetop lajunya.

Dalam sebagian karya tulisnya yang lain, Darwin menyatakan bahwa manusia harus mengikuti
setiap prasangka dan ide yang dimiliki oleh makhluk yang lain di alam semesta ini. Ia juga
mengingatkan, kesempurnaan mendatang lantaran tindakan-tindakan naluris yang notabene
membela makhluk yang lebih lemah seperti orang-orang yang sakit atau yang cidera akan
berhenti total. Persaingan bebas harus terwujud di kalangan seluruh manusia dan manusia
yang paling mampu tidak boleh terhalangi untuk memproduksi hal-hal yang paling utama
lantaran alasan undang-undang atau adat istiadat. [59]Yaitu sebagaimana alam semesta ini
adalah tempat bagi makhluk yang lebih layak dan terkuat, serta alam semesta tidak akan
pernah memberikan perhatian kepada makhluk yang lemah dan akan menyingkirkannya, maka
manusia dalam arena etika juga harus bertindak sesuai dengan undang-undang alam semesta,
dan sebagai ganti dari bertindak sesuai dengan tuntunan naluri, memberikan perhatian kepada
orang-orang yang lemah, lebih mementingkan orang lain, mencintai orang lain, dan lain
sebagainya, ia malah harus bersaing dan meniti tangga-tangga (evolusi).

Darwinisme sosial terlahirkan berkat usaha Herbert Spencer dan Nitczhe dengan tujuan untuk
memberangus ras-ras yang hina nan tak diinginkan dan menunjukkan etika evolusiatif. Kaum
Nazi juga mengangkat teori ini sebagai sebuah pondasi utama. Di dunia Barat masih ditemukan
para pemikir seperti Hackselly yang memiliki persepsi yang bertentangan dengan persepsi
Darwin dan meyakini bahwa nilai-nilai etis tidak bisa disimpulkan dari dunia evolusi. Mereka
juga menekankan bahwa melakukan sebuah tindakan yang memiliki nilai lebih utama dari sisi
etika; yaitu suatu tindakan yang kita beri nama kebaikan dan keutamaan, menuntut adanya
sebuah suluk yangdari setiap segibertentangan dengan sebuah realita yang akan
memperoleh kemenangan di arena pertikaian untuk kekal. Meskipun demikian, sebagai ganti
dari menyingkirkan atau melecehkan seluruh pihak oposisi yang berdiri di hadapannya,
manusia selayaknya tidak hanya menghormati makhluk sejenisnya, akan tetapi ia juga harus
memberikan pertolongan kepada mereka. [60]Sangat aneh sekali, dengan adanya perbedaan
yang sangat mencolok antara alam yang tidak berperasaan, tidak berpengetahuan, dan tidak
memiliki kehendak dan keinginan untuk memilih dan antara manusia yang berpengetahuan dan
memiliki keinginan untuk memilih ini, bagaimana orang-orang Barat bersiteguh memegang
analogi itu? Lebih dari itu, menghukumi sebagian kabilah mereka dengan kabilah yang lebih
hina adalah sebuah penilaian gegabah dan terburu-buru yang alamsebelum hasil yang
ditelurkan oleh teori pertikaian untuk kekaltidak mampu memberikan penilaian demikian.
9 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42

Salah satu bentuk fuzzy logic (mughalathah) lain para pengikut Darwinisme adalah mereka
menyimpulkan keharusan dan ketidakharusan etis yang sebenarnya berhubungan dengan
filsafat praktis dari undang-undang natural yang berhubungan dengan filsafat teoritis.
Undang-undang yang berlaku di alam natural tidak memiliki hubungan sama sekali dengan
undang-undang etis yang berlaku di dunia manusia sehingga salah satunya dapat dijadikan
sebagai prolog bagi yang lain. Kecuali apabila manusia digambarkan sebagai sebuah makhluk
natural yang tidak memiliki ruh dan tidak berperasaan. Konsekuensinya, hal ini tidak akan
membuahkan sesuatu kecuali sebuah alegori logis belaka. Sebagian pemikir muslim menerima
kontradiksi semacam ini dan menulis, Teori pertikaian untuk kekal sebagai salah satu pondasi
fundamental teori Darwin mengajak manusia untuk selalu bertikai dan melupakan kasih sayang
dan cinta. Menurut teori ini, perang dan pertumpahan darah di dunia masyarakat manusia
sebagaimana layaknya di dunia binatang adalah suatu hal yang pasti dan tidak dapat dihindari,
dan kosa kata-kosa kata seperti keakraban, persaudaraan, kasih sayang, saling gotong royong,
dan lain sebagainya telah kehilangan artinya yang sejati. Hal itu lantaran pondasi teori Darwin
juga berlaku bagi dunia manusia. Manusia lantaran perkembangbiakan yang melebihi batas
juga mengalami kekurangan bahan-bahan yang diperlukan dalam kehidupan. Sebagai
konsekuensinya, pertikaian untuk mempertahankan hidup dimulai. Dan pertikaian ini adalah
sebuah prolog untuk memilih manusia yang lebih layak (untuk hidup). [61]

Sebagian pemikir yang lain menolak adanya kontradiksi tersebut dan menulis, Nilai-nilai etis
berhubungan dengan akal dan ruh, bukan dengan badan materi. Karena keutamaan manusia
bergantung pada akalnya, kita harus mengambil ilham dari akal untuk menjelaskan nilai-nilai
etis dan menimbang kemaslahatan serta kemudaratan individu dan masyarakat dengan analogi
logis, bukannya kita lantas menjalankan seluruh undang-undang alam materiyang semestinya
hanya berhubungan makhluk yang lebih rendah daripada manusiadalam kehidupan manusia
secara membabi-buta dan tanpa perhitungan. Mereka yang mengklaim bahwa undang-undang
yang berlaku di alam natural sesuai dengan undang-undang yang berlaku di sebuah
masyarakat manusia telah mencampur-adukkan antara makhluk yang lebih pantas dalam
pandangan dunia natural dan makhluk yang lebih pantas dalam pandangan dunia etika.
Pencampur-adukan ini muncul dari tindak ketidakacuhan terhadap perbedaan-perbedaan logis
dan spiritualis yang dimiliki oleh manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk natural yang
lain. [62]

d. Kontradiksi Teori Evolusi dengan Ajaran-Ajaran Agama
Sebagian pemikir Barat mengangkat pembahasan kontradiksi antara teori Evolusi dan ajaran
agama ini. Mereka berasumsi bahwa lahiriah ayat-ayat Kitab Suci Perjanjian Lama, kitab
Kejadian yang menegaskan independensi penciptaan manusia bertentangan dengan teori
Evolusi yang mengklaim gradualisasi keterwujudan manusia. Sebagai contoh, seorang pendeta
yang bernama Willber Mourie pernah menyerang teori Darwinisme di hadapan masyarakat
Inggris dengan pedas seraya berkata, Konsep pilihan natural secara mutlak bertentangan
10 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
dengan firman Tuhan. [63]

Dalam menanggapi kontradiksi ini, para pemikir muslim dan non-muslim mengambil sikap dan
menampakkan reaksi yang beraneka ragam berikut ini.

Reaksi Para Pemikir Barat tentang Penciptaan Manusia

1. Pendapat Charles Hodge
Charles Hodge adalah salah seorang pemikir konservatif berkebangsaan Amerika yang berasal
dari kalangan Seminari Princeton. Karena keyakinannya yang khusus terhadap Kitab Suci,
Hodge tidak menyerah di hadapan teori Evolusi. Ia membedakan antara hakikat penting yang
telah diberikan kepada para rasul dan diajarkan kepada umat manusia dan antara
keyakinan-keyakinan yang diyakini masyarakat lantaran sebuah hasil kesepakatan. Akhirnya, ia
membela teori astrologi yang dicetuskan oleh Coppernic. Hal ini karena meskipun para penulis
Kitab Suci meyakini bahwa bumi adalah pusat alam semesta, akan tetapi mereka tidak pernah
memberikan pengajaran demikian. Hodge tidak menerima teori Evolusi manusia lantaran teori
ini bertentangan dengan ajaran Kitab Suci dan para rasul.

2. Pendapat James Mccosh
James Mccosh adalah seorang filosof berkebangsaan Skotlandia dan rektor universitas
Princeton. Ia berkata, Tuhan tidak hanya menentukan program permulaan untuk seluruh
jenjang kesempurnaan. Akan tetapi, setelah itu, Dia juga meneruskan program-Nya melalui
suatu realita yang dalam pandangan kita adalah suatu perkembangan yang bekerja secara
otomatis. Perubahan aksidental yang tidak bisa dicerna dan dijelaskan oleh Darwin sangat
mungkin merupakan sebuah akibat dari campur tangan dan pilihan bersifat supra natural yang
dimiliki oleh Dzat Pengatur yang sangat berpengaruh. Dzat ini mengarahkan seluruh perubahan
yangpada lahiriahnyabersifat aksidental sesuai dengan maksud dan kehendak diri-Nya.

3. Pendapat Para Pemikir Fundamentalis
Berbeda dengan kaum konservatif, para pemikir fundamentalis meyakini kemaksuman Kitab
Suci. Mereka juga meyakini bahwa Al-Masih telah wafat dan akan kembali lagi ke dunia ini.
Para pemikir fundamentalis yang lebih ekstrim tidak hanya menyerang teori Evolusi
habis-habisan. Mereka juga menolak seluruh ilmu pengetahuan modern dan menganggapnya
sebagai sebuah realita materialis dan atheis.

11 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
4. Pendapat Aliran Kristen Katholik
Aliran Katholik tidak hanya meyakini bahwa hakikat wahyu tersembunyi dalam Kita Suci. Aliran
ini juga meyakini bahwa interpretasi gereja yang berlandaskan pada ijtihad juga termasuk
bagian dari hakikat ini. Atas dasar ini, Kristen Katholik memiliki persepsi bahwa Kitab Suci
memiliki tingkatan dan sisi yang beraneka ragam. Oleh karena itu, agama ini memperkenankan
kita menakwilkan ayat dan ungkapan-ungkapan Kitab Suci yang masih ambigu (mutasyabih).
Meskipun penolakan yang tegas terhadap teori Evolusi adalah reaksi pertama yang diambil oleh
Roma, akan tetapi lama kelamaan teori ini memperoleh tempat yang semakin luas dalam
agama Katholik. Lantara adanya keyakinan asli dan resmi dalam agama Katholik tersebut,
agama ini terpaksa harus memisahkan ajaran Kitab Suci dari seluruh persepsi dan keyakinan
yang non-resmi dan sampingan itu, dan lantas memperkenalkan keyakinan kategori kedua
sebagai sebuah keyakinan yang memuat keyakinan ilmiah para penulis Kitab Suci yang tidak
benar.

5. Keyakinan Para Pemikir Modernis
Golongan ini menyatakan bahwa Kitab Suci adalah hasil tulisan tangan manusia biasa, bukan
wahyu Ilahi yang secara langsung diwahyukan kepada manusia. Artinya, pengalaman suluk
dan usaha manusia untuk mencari Tuhan, perjalanan kesempurnaan ide-ide (Ilahi), dan
kesempurnaan kalbu agamis (dalam dirinya) memaksanya untuk menulis Kitab Suci tersebut.
Menurut keyakinan para pemikir ini, Kitab Suci bukanlah sebuah kitab ilham atau kita yang
ditulis berdasarkan ilham Ilahi. Meskipun demikian, Kitab Suci dapat memancarkan ilham. Bab
permulaan kitab Keluaran berisi penjelasan poetikal tentang akidah agama berkenaan dengan
kebutuhan manusia kepada Tuhan dan juga memuat ungkapan literar yang teratur tentang
sistem alam semesta yang lebih bagus. Atas dasar ini, golongan ini tidak pernah kebingungan
menyikapi isu kontradiksi antara ilmu pengetahuan modern dan ajaran Kitab Suci. Karena hal
yang penting bagi mereka adalah keyakinan terhadap Tuhan dan Makrifatullah, bukan terhadap
teks Kitab Suci.

6. Pandangan Sistem Ketuhanan Moderat
Founder sistem ketuhanan ini adalah Friedrich Schleiermacher, seorang filosof dan teolog
berkebangsaan Jerman. Menurut keyakinannya, pondasi agama bukan ajaran wahyu seperti
diyakini oleh kaum konvensionalis dan juga bukan akal yang telah berpengetahuan seperti
diyakini oleh sistem ketuhanan natural. Atas dasar ini, kelompok ini memperkenalkan
pengalaman beragama sebagai pondasi untuk menjustifikasi keyakinan-keyakinan agama.
Kecenderungan pemikiran ini adalah hasil penelitian dan riset yang pernah dilakukan terhadap
Kitab Suci. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa kitab Perjanjian Lama berisi kumpulan
riwayat-riwayat yang berhubungan dengan beberapa periode yang berbeda-beda dan kitab
Perjanjian Baru hanya memuat sejarah kehidupan Al-Masih dan ditulis setengah abad setelah
ia disalib. Lebih mengutamakan etika dan nilai-nilai etis dalam beragama adalah satu peristiwa
sosial lain yang menyebabkan kemunculan sistem ketuhanan yang beraliran moderat ini.

12 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
Dengan seluruh penjelasan ini, kita dapat memahami persepsi sistem ketuhanan moderat
tentang teori Evolusi. Pemahaman yang moderat dari ajaran Kitab Suci memberikan peluang
yang sangat luas baginya untuk mengutarakan kesepakatan tanpa syarat dengan bukti-bukti
ilmiah teori Evolusi. Akan tetapi, kesepakatan ini tidak lantas membuahkan kritik yang
fundamental terhadap seluruh keyakinan agama. Hal ini lantaran kelompok ini hanya mencari
landasan ketuhanan dalam relung kalbu, bukan dalam sistem ketuhanan rasional atau tekstual.

7. Aliran-Aliran Filsafat Natural
Beberapa kelompok yang telah dipaparkan di atas meyakini theisme (khoda-shenasi) agamis
dan logis. Sebagian dari kelompok tersebut sedikit banyak telah berusaha untuk
menyelematkan Kitab Suci dari kehancuran yang sedang mengancam. Di kalangan masyarakat
Barat, terdapat beberapa interpretasi dan persepsi yangsecara mutlakmengingkari theisme
agamis. Sebagai contoh, Darwin lantaran keyakinan yang ambigu terhadap sebuah kekuatan
yang maha tinggi pada saat menulis buku Mansha-e Anva tertimpa keyakinan agnostik tentang
masalah-masalah agama. Hackselly lantaran tidak menerima argumentasi kekokohan ciptaan
alam semesta meyakini bahwa manusia adalah hasil ciptaan kekuatan-kekuatan yang tidak
bertujuan. Herbert Spencer menggunakan agnostisme transformistis dalam membentuk sebuah
sistem yang komprehensif. Dan lebih penting dari semua itu adalah peluluh-lantakkan nilai-nilai
etis yang pernah dilakukan oleh Friedrich Nitczhe.

Reaksi Para Pemikir Muslim tentang Penciptaan Manusia

Di era seratus tahun terakhir ini, para pemikir, penafsir, dan intelektual muslim juga
menampakkan reaksi dan sikap yang berbeda-beda dalam menanggapi teori Transformisme,
khususnya teori Evolusi Darwin.

Berkenaan dengan hubungan teori Transformisme dengan ayat-ayat Al-Quran, pertanyaan
yang mencuat adalah apakah kita dapat menyesuaikan teori ini dengan ayat-ayat Al-Quran
yang berhubungan dengan penciptaan manusia? Apakah manusia memiliki penciptaan yang
bersifat derivatif (berasal dari yang lain)? Apakah ayat-ayat Al-Quran memiliki indikasi bahwa
ciptaan manusia adalah derivasi dari makhluk hidup yang lain atau dari Al-Quran hanya dapat
dipahami penciptaan manusia yang bersifat independen?

Sebagian pemikir muslim meyakini bahwa lahiriah sebagian ayat Al-Quran menyatakan
derivasi penciptaan manusia dan mengindikasikan teori Transformisme dengan cukup tegas.
Sementara itu, sekelompok pemikir muslim yang lain menentang pendapat kelompok pertama
13 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
dan meyakini bahwa lahiriah, bahkan penegasan ayat Al-Quran menyatakan independensi
penciptaan manusia. Akan tetapi, ada kelompok pemikir muslim ketiga yang mengambil
langkah dengan lebih hati-hati dan meyakini bahwa ayat Al-Quran memiliki indikasi lahiriah
pada kedua konsep itu. Paling tidak mereka tidak bisa mengambil kesimpulan yang
bertentangan dengan teori Darwin dari ayat Al-Quran. Atau mereka memisahkan bahasa
Al-Quran dari ruang lingkup bahasa ilmu pengetahuan dan menyelesaikan kontradiksi yang
terjadi antara keduanya secara mendasar, filosofis, dan lenguistik.

Pada kesempatan ini, kami akan memaparkan beberapa pandangan dan persepsi para pemikir
muslim tersebut.

Pandangan Dr. Sahabi dan Ir. Bazargan
Dr. Sahabi dan kemudian diikuti oleh Ir. Bazargan menegaskan bahwa ayat-ayat Al-Quran
tentang penciptaan manusia tidak hanya kontradiksi dengan teori Evolusi Darwin. Akan tetapi,
Islam selalu sejalan dengan perkembangan-perkembangan ilmiah. Dalam prolog buku
Khelqat-e Insan, Dr. Sahabi menulis, Filsafat materialis memaparkan teori Darwin dengan tidak
benar dan menyatakan bahwa teori ini mengingkari keberadaan Tuhan. Secara otomatis,
pemaparan semacam ini menimbulkan reaksi keras dari kalangan kaum monotheis dan para
tokoh gereja sehingga mereka memfonis teori evolusi spicies yang berlangsung secara gradual
itu sebagai kafir dan menyesatkan. Penentangan semacam ini juga merambat ke dunia Islam
sehingga teori Transformisme dianggap sebagai sebuah teori yang menentang keyakinan dan
ajaran agama. Dalam hal ini, keyakinan agama banyak terpengaruh oleh keyakinan fiktif dan
dogmatis Taurat tentang penciptaan manusia. Padahal, Al-Quran sendiri meyakini penciptaan
makhluk hidup yang berlangsung secara gradual sebagai sebuah sunah yang telah diterima
dalam sistem penciptaan alam semesta. Mengingkari konsep kebersinambungan seluruh
makhluk dan membela ajaran Taurat yang telah mengalami distorsi adalah sebuah stempel
kebatilan yang telah kita capkan sendiri di atas kebenaran agama kita.

Di bagian pertama bukunya, Dr. Sahabi memaparkan bukti dan saksi tentang evolusi spicies
dan mengkritisi tiga contoh analisa komparatif, embriologis, dan paleontologis. Sementara itu, di
bagian kedua bukunya, ia memaparkan berbagai ayat Al-Quran tentang penciptaan manusia
dan seluruh makhluk, dan lantas menganalisa tiga masalah fundamental berikut ini:

a. Apakah manusia dan Adam dalam Al-Quran memiliki satu arti?

b. Menurut pandangan Al-Quran, apakah manusia memiliki penciptaan yang independen?
14 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42

c. Dengan mukadimah apakah penciptaan Adam terlaksana?

Poin-poin utama pandangan Dr. Sahabi adalah berikut ini:

1. Teori Transformisme; yaitu perubahan gradual sifat dan karakteristik makhluk hidup, pernah
dipaparkan oleh sebagian ulama Islam. Konsep penciptaan manusia yang bersifat khusus dan
independen adalah sebuah kisah fiktif yang berhasil menyusup di kalangan para ulama dan
mufasir muslim dari riwayat palsu kitab Taurat dan dogma Israiliyyat tentang penciptaan
manusia.

2. Al-Quran adalah satu-satunya kitab samawi yang belum mengalami distorsi dan berada di
tangan umat manusia. Seluruh isi kitab ini sesuai dengan ilmu pengetahuan, hakikat, dan
kemaslahatan. Atas dasar ini, kita jangan memperkenalkan Islam suci iniyang bertujuan
membina seluruh kemampuan manusia untuk mengenal hakikat alam semesta dan menggapai
kesempurnaan dan kebahagiaan abadisebagai sebuah kumpulan agama yang berisi ajaran
khurafat.

3. Pembahasan tentang transformasi dan evolusi makhluk hidup yang berlangsung secara
gradual dan berkesinambungan ini adalah salah satu ajaran yang tidak mengandung
kontradiksi dalam ajaran Al-Quran dan penemuan-penemuan ilmiah modern.

4. Dalam Al-Quran, kosa kata insan disebutkan sebagai sebuah arti yang bersifat umum dan
kosa kata Adam hanya disebutkan sebagai sebuah nama khusus. Seperti dalam surah
An-Najm, ayat 39 disebutkan, Manusia tidak menanggung kecuali apa yang telah ia usahakan
, dan ayat, Dan Kami berkata kepada Adam, Diamlah kamu dan istrimu di surga. Dalam ayat
ini, kosa kata Adam tidak disebutkan dengan menggunakan alif dan lam
.(alhasanain/wisdoms4all)

Oleh: Abdulhusein Khusrupanah
15 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42


[1]Dampyer, Trkh-e Ilm, terjemahan Abdul Husain Azarang, penerbitan Semat, hal. 316.

[2]Fredrick Capelston, Trkh-e Falsafeh-ye Yunan va Rum, terjemahan Sayyid Jalaluddin
Mujtabavi, hal. 51-52.

[3]Ibid.

[4]Ibid, hal. 34.

[5]Trkh-e Ilm, hal. 318.

[6]Bertrand Russel, Ilm va Mazhab, terjemahan Ir. Reza Mashayekhi, hal. 48.

[7]Layak kita renungkan bersama bahwa untuk pertama kalinya Lanier mengklafikasikan
makhluk hidup di dunia ini dalam dua klasifikasi besar: binatang dan tumbuh-tumbuhan. Ia juga
menetapkan bahwa masing-masing klasifikasi itu memiliki spicies, genus, klan, tipe, dan phyla
(cabang). Klasifikasi ini menjadi faktor kemunculan teori Evolusi. Dalam bidang ilmu Biologi,
untuk pertama kalinya ia menyejajarkan manusia dengan binatang.

[8]Untuk pembahasan bagian ini, kami telah menyadur kandungan beberapa buku:

a. Darwinism va Mazhab, karya Dr. Nuruddin Fahikhteh.

b. Bahs va Barresiy-ye Darwinism va Akharin Farziyyeh-ha-ye Takamol, Husain Haqqani
16 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
Zanjani.

c. Darwinisme ya Takamol-e Anva, kuliah Ayatullah Makarim Syirazi dan Ayatullah Jafar
Subhani.

d. Tavhid, Syahid Murtadha Mutahhari.

[9]Dimulai dari bulan Desember 1831 hingga Oktober 1836.

[10]Seir-e Hikmat dar Orupa, Muhammad Ali Furughi, jilid 3, hal. 146.

[11]Silakan Anda rujuk buku Darwinism va Mazhab, hal. 47.

[12]Charles Darwin, Mansha-e Anva, terjemahan Dr. Nuruddin Fahikhteh, hal. 7.

[13]Ayan Barbour, Ilm va Din, terjemahan Bahauddin Khorramshahi, hal. 106.

[14]Charles Darwin, Mansha-e Anva, terjemahan Dr. Nuruddin Fahikhteh, hal. 5.

[15]Ibid., hal. 180.

[16]Ilm va Din, hal. 106.

[17]Charles Darwin, Mansha-e Anva, terjemahan Dr. Nuruddin Fahikhteh, hal. 96.
17 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42

[18]Ibid., hal. 97-102 dan 110.

[19]Ibid.

[20]Ibid., hal. 183.

[21]Ibid., hal. 118.

[22]Ibid., hal. 116.

[23]Ibid., hal. 177.

[24]Ibid., hal. 166.

[25]Ibid., hal. 143.

[26]Ibid., hal. 526.

[27]Ibid., hal. 524.

[28]Ibid., hal. 522.

18 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
[29]Ibid., hal. 157.

[30]Ibid., hal. 67.

[31]Ibid., hal. 57.

[32]Ibid., pasal 6.

[33]Silakan Anda rujuk Danesh va Arzesh, karya Abdul Karim Soroush, hal. 104-114.

[34]Ibid., hal. 115.

[35]Tawhid, karya Murtadha Mutahhari, penerbit Shadra, hal. 273.

[36]Darvinism va Mazhab, hal. 75.

[37]Majalah Daneshmand, edisi Ordibehesht 1343.

[38]Darvinism ya Takamol-e Anva, hal. 5-94.

[39]Kantor Pusat Berita Negara, edisi 18, 21-4-1976, Politik.

[40]Darvinisme va Mazhab, hal 77; Darvinism ya Takamol-e Anva, hal. 119.
19 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42

[41]Tawhid, hal. 276.

[42]Khoda dar Falsafeh, Bahauddin Khorramshahi, hal. 84.

[43]Ilm va Din, hal. 113.

[44]Ibid., hal. 111.

[45]Ibid., hal. 113.

[46]Ilm va Mazhab, hal. 53.

[47]Bahs va Barresi dar bareh-ye Darwinism, hal. 5-153; Majalah Spesialisasi Teologi Islam,
Tahvvol-e Anva va Hekmat-e Son, edisi no. 15.

[48]Elal-e Gerayesh be Madigari, Syahid Murtadha Mutahhari, hal. 122.

[49]Tawhid, hal. 50-248.

[50]Nihayah Al-Hikmah, Muhammad Husain Thabatabai, hal. 190.

[51]Mawze-e Ilm va Din dar Khelqat-e Ensan, Ahmad Faramarz Qaramaleki, hal. 44-45.

20 / 21
Al-Quran dan Teori Evolusi (2)
Kamis, 28 Juni 2012 06:42
[52]Ilm va Din, hal. 37.

[53]Ibid., hal. 114.

[54]QS. Al-Kahf [18]:29.

[55]QS. Al-Araf [7]:179.

[56]QS. Al-Baqarah [2]:30.

[57]Ibid.:31.

[58]QS. Al-Isra [17]:7.

[59]Ilm va Din, hal. 118.

[60]Ibid., hal. 119.

[61]Bahs va Barresi dar bareh-ye Darwinism, hal. 2-161.

[62]Majalah Spesialisasi Teologi Islam: Tahavvol-e Anva va Andisheh-ye Moarezeh ba
Kotob-e Islami, edisi no. 16.

[63]Ilm va Mazhab, hal. 52.
21 / 21

Anda mungkin juga menyukai