Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Dr. Riyatno, S.H., LL.M.
Kepala Pusat Bantuan Hukum
Badan Koordinasi Penanaman Modal
2011
KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL
2
Materi Paparan
1. Target Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
2. Peringkat Indonesia Terkait Investasi Berdasarkan Survei Beberapa Lembaga Internasional
3. Alasan-Alasan Masuknya Modal Asing dan Syarat-Syarat Untuk Menarik Modal Asing
4. Peraturan Perundangan-Undangan Terkait Penanaman Modal:
a. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
b. Perundang-undangan Sektoral terkait Penanaman Modal
c. Perpres No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal
d. Daftar Negatif Investasi (DNI) 2007
5. Beberapa Fasilitas/Insentif Penanaman Modal:
a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
b. PP No. 81 Tahun 2007 Tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri
Yang Berbentuk Perseroan Terbuka
c. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 tentang Fasilitas PPN
d. Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2008 tentang perubahan atas PP No.1/2007 tentang Fasilitas Pajak
Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-daerah
Tertentu
e. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan
Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah
f. Permenkeu No. 176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang
dan Bahan Untuk Pembangunan Atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal
g. Permenkeu No. 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan
Pajak penghasilan Badan
2
3
1. TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INVESTASI
(1)
Pemerintah menjadikan investasi sebagai pilar pokok pertumbuhan ekonomi yang
ditargetkan 6,3 6,8% setiap tahun selama 5 tahun (2010 2014). Dengan
pertumbuhan tersebut ditargetkan untuk mengurangi angka kemiskinan menjadi 10 -
11% dan penurunan angka pengangguran sebesar 5 - 6%.
Untuk mencapai pertumbuhan makro ekonomi tersebut dibutuhkan realisasi investasi
rata-rata sebesar Rp. 2.000 Triliun per tahun atau total Rp. 10.000 Triliun dalam 5 tahun.
Sesuai Rencana Umum Penanaman Modal, fokus pengembangan investasi diarahkan
pada bidang pangan, energi dan infrastruktur yang menciptakan nilai tambah (value
added)
Dalam upaya pencapaian target pertumbuhan investasi, harus didukung adanya
kebijakan dan perangkat peraturan perundang-undangan penanaman modal yang
memberikan kemudahan dan daya tarik bagi investor serta menciptakan daya saing.
3
4
4
a Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Pertumbuhan
Ekonomi Riil (%)
4,4 5,5 5,6 6,0 6,3 6,4 6,9 6,7 7,4 7,0 7,7
Kebutuhan
*)
Investasi
(Rp. Triliun)
1.495,5
1.667,3
1.689,1
1.865,4
1.936,9
2.092,8
2.237,2
2.352,4
2.555,8
2.688,5
2.949,8
Sumber:
- Kerangka makro: Sasaran & Target Pembangunan, Kantor menko Perekonomian
- Bisnis Indonesia, November 2009
*) rata-rata Ro. 2.000 Triliun/Thn (sekitar US$ 200 Miliar/Thn)
1. TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INVESTASI
(2)
5
5
2. PERINGKAT INDONESIA TERKAIT INVESTASI BERDASARKAN
SURVEI BEBERAPA LEMBAGA INTERNASIONAL
(1)
World Investment Prospects Survey 2009-2012 oleh United Nations Conference on Trade and
Development (UNCTAD) yang diterbitkan tahun 2009:
Indonesia berada pada peringkat 9 dari 193 ekonomi dan dikategorikan sebagai the most
attractive economies for the location of FDI.
Survey Report on Overseas Business Operations by Japanese Manufacturing Companies oleh
Japan Bank for International Coorporation (JBIC) yang diterbitkan tahun 2009:
Indonesia berada pada peringkat 8 dari 20 negara tujuan utama investasi perusahaan-
perusahaan manufaktur Jepang.
Doing Business 2010 oleh International Finance Corporation (IFC) yang diterbitkan tahun
2009:
Indonesia berada pada peringkat 122 dari 183 ekonomi dan dikategorikan sebagai the most
active business regulatory reformer in East Asia and the Pasific.
6
Negara Prospektif Tujuan Investasi Menurut Pengusaha Jepang
Rank
1997 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 China China China China China China China China China
2 USA Thailand Thailand Thailand India India India India India
3
Indonesia
USA USA India Thailand Vietnam Vietnam Vietnam Vietnam
4 Thailand
Indonesia
Vietnam Vietnam Vietnam Thailand Thailand Rusia Thailand
5 India Vietnam India USA USA USA Rusia Thailand Rusia
6 Vietnam India
Indonesia
Rusia Rusia Rusia USA Brazil Brasil
7 Philippines Korea Korea
Indonesia
Korea Brazil Brazil USA USA
8 Malaysia Taiwan Taiwan Korea
Indonesia
Korea
Indonesia Indonesia Indonesia
9 Brazil Malaysia Malaysia Taiwan Brazil
Indonesia
Korea Korea Korea
10 Taiwan Brazil Russia Malaysia Taiwan Taiwan Taiwan Taiwan Malaysia
Sumber: Japan Bank for International Cooperation (JBIC), survey dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur Jepang
6
7
7
Peringkat Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business)
World Bank Survey/IFC - Doing Business 2010
Sumber: International Finance Corporation (IFC)
8
The 25 Most Attractive FDI Destination According to Corporate Executive
Country
2010
Rank
2007
Rank
Change
China 1 1 0
United States 2 3 +1
India 3 2 -1
Brazil 4 6 +2
Germany 5 10 +5
Poland 6 22 +16
Australia 7 11 +4
Mexico 8 19 +11
Canada 9 14 +5
United Kingdom
10 4 -6
United Arab Emirates 11 8 -3
Vietnam 12 12 0
France 13 13 0
Hong Kong 14 5 -9
Other Gulf States*) 15 17 +2
Romania 16 - N/A
Czech Republic 17 25 -8
Russia 18 9 -9
Saudi Arabia 19 - N/A
Indonesia 20 21 +1
Malaysia 21 16 -5
Chile 22 - N/A
Turkey 23 20 -3
Singapore 24 7 -17
Egypt 25 - N/A
The Foreign Direct Investment Confidence Index is a regular survey of global executives conducted by A. T. Kearney.
The Index provides a unique look at the present and future prospects for international investment flows.
Companies participating in the survey account for more than $ 2 trillion in annual global revenue.
*) Includes Bahrain, Kuwait, Oman and Qatar
8
9
3. ALASAN-ALASAN MASUKNYA MODAL ASING DAN SYARAT-
SYARAT UNTUK MENARIK MODAL ASING
a. Alasan-Alasan Masuknya Modal asing :
1) Upah buruh yang murah
2) Dekat dengan sumber bahan mentah
3) Menemukan pasar baru
4) Royalti dari alih teknologi
5) Penjualan bahan baku dan suku cadang
6) Insentif
7) Status khusus negara-negara tertentu dalam perdagangan
internasional
9
10
b. Syarat-Syarat Untuk Menarik Modal Asing :
1) Syarat adanya keuntungan ekonomi (economic opportunity)
2) Syarat stabilitas politik (political stability)
3) Syarat kepastian hukum (legal certainty)
10
11
4. PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN TERKAIT
PENANAMAN MODAL:
a. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
b. Perundang-undangan Sektoral terkait Penanaman Modal
c. Perpres No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal
d. Daftar Negatif Investasi (DNI) 2007
11
12
Penanaman Modal Asing adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha
di wilayah negara RI yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan
penanam modal DN
Penanaman Modal Dalam Negeri adalah
kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara RI
yang dilakukan oleh penanam modal DN
dengan menggunakan modal dalam
negeri
Penanaman Modal
adalah segala bentuk kegiatan
menanam modal baik oleh penanam
modal DN maupun penanam modal
asing untuk melakukan usaha di wilayah
negara RI
a. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Definisi Penanaman Modal
(Pasal 1)
12
13
3. Jaminan hak melakukan transfer dan repatriasi
dalam valuta asing yaitu: modal, keuntungan dan
dana yang diperlukan.
(Pasal 8 ayat (3))
5. Penyelesaian sengketa
(Pasal 7 ayat (3) dan
Pasal 11 ayat (3))
6. Penanam modal:
a. Hak pelayanan izin dan informasi
b. Hak fasilitas kemudahan
(Pasal 14)
4. Jaminan kepastian hak, hukum
dan perlindungan
(Pasal 14)
2. Memberikan perlindungan bagi
UMKMK
(Pasal 4 ayat (2) huruf e)
1. Perlakuan yang sama
(Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 6
Prinsip Dasar UU. No. 25 Tahun 2007
Prinsip Dasar
UU. 25/2007
13
14
Arah Kebijakan (Pasal 4 ayat 1)
Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk
penguatan daya saing perekonomian nasional.
Mempercepat peningkatan penanaman modal.
(Pasal 4 ayat 2)
Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal
asing, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam
modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman
modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada UMKM
dan Koperasi.
(Pasal 4 ayat 3)
Kebijakan Dasar Penanaman Modal diwujudkan dalam Rencana Umum Penanaman Modal
(RUPM)
Kebijakan Dasar Penanaman Modal
14
15
Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang
berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas (PT) berdasarkan
hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam
bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan:
a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
b. membeli saham; dan
c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(Pasal 5)
Bentuk Badan Usaha dan Kedudukan
15
16
Perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara
manapun.
Tidak akan dinasionalisasi, namun bila sampai terjadi nasionalisasi maka akan
diberikan kompensasi sesuai harga pasar.
Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta
asing, antara lain terhadap :
Modal;
Keuntungan, bunga bank, deviden dan pendapatan lain;
Kompensasi atas kerugian;
Kompensasi atas pengambilalihan.
(Pasal 6 s/d Pasal 8)
Perlakuan Terhadap Penanaman Modal
(1)
16
17
(1) Dalam hal adanya tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh
penanam modal:
a. penyidik atau Menteri Keuangan dapat meminta bank atau lembaga lain
untuk menunda hak melakukan transfer dan/atau repatriasi; dan
b. pengadilan berwenang menetapkan penundaan hak untuk melakukan
transfer dan/atau repatriasi berdasarkan gugatan.
(2) Bank atau lembaga lain melaksanakan penetapan penundaan berdasarkan
penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hingga
selesainya seluruh tanggung jawab penanam modal.
(Pasal 9)
Perlakuan Terhadap Penanaman Modal
(2)
17
18
Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus
mengutamakan tenaga kerja Warga Negara Indonesia (WNI).
Untuk jabatan dan keahlian tertentu, perusahaan penanaman modal berhak menggunakan
tenaga ahli Warga Negara Asing (WNA).
(Pasal 10)
Pasal 11
(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja.
(2) Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai hasil,
penyelesaiannya dilakukan melalui upaya mekanisme tripartit.
(3) Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai hasil, perusahaan
penanaman modal dan tenaga kerja menyelesaikan perselisihan hubungan industrial
melalui pengadilan hubungan industrial.
Ketenagakerjaan
18
19
Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka
dengan persyaratan.
Kriteria, persyaratan dan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan
persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.
Peraturan Presiden tersebut telah dituangkan dalam Perpres No. 76 dan No. 77
Tahun 2007 jo No. 111 Tahun 2007.
(Pasal 12)
Bidang Usaha
19
20
Pengembangan Penanaman Modal Bagi
Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Dan Koperasi
(1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk
usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi.
(2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya
saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran
informasi yang seluas-luasnya.
(Pasal 13)
20
21
Kepastian hak, hukum, dan perlindungan.
Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya.
Hak pelayanan.
Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(Pasal 14)
Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Penanam Modal
(1)
Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya
kepada BKPM.
Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal.
Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Pasal 15)
Hak Penanam Modal
Kewajiban Penanam Modal
21
22
Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal
menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain
yang merugikan negara.
Menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan pekerja.
Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Pasal 16)
Tanggung Jawab Penanam Modal
(Pasal 17)
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib
mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar
kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
22
Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Penanam Modal
(2)
23
Fasilitas Penanaman Modal Diberikan Kepada (Pasal 18):
Penanaman Modal Baru atau
Penanaman Modal yang melakukan perluasan usaha,
yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria tertentu.
Fasilitas Penanaman Modal
Memenuhi salah satu kriteria, antara lain :
Menyerap banyak tenaga kerja;
Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
Membangun infrastruktur;
Termasuk skala prioritas tinggi;
Bermitra dengan UMKM atau Koperasi;
Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang
dianggap perlu;
Melaksanakan alih teknologi;
Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di
dalam negeri.
Kriteria Penanam Modal Yang Memperoleh Fasilitas (Pasal 18 ayat 3)
23
24
Pajak Penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap
jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu.
Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk
keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri.
Pembebasan atau Keringan Bea Masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan
produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu.
Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin
atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama
jangka waktu tertentu.
Penyusutan atau Amortisasi yang dipercepat, dan
Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau
daerah atau kawasan tertentu.
Pembebasan dan Pengurangan PPH Badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat
diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industri pionir.
(Pasal 18 ayat 4)
Catatan :
Industri Pionir adalah Industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi,
memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional
Bentuk Fasilitas Penanaman Modal
24
25
Hak Atas Tanah
(1)
Pasal 22 Ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007, semula:
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal
21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbarui kembali atas permohonan
penanaman modal.
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas
permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara
dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat
diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara
dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat
diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan
dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui
selama 25 (dua puluh lima) tahun.
Menjadi :
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21-22/PUU-V/2007 tanggal 25 Maret 2008
25
26
(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan
diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan
persyaratan antara lain:
Ayat (2) Semula:
(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan
diperpanjang untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:
Menjadi:
Hak Atas Tanah
(2)
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21-22/PUU-V/2007 tanggal 25 Maret 2008
26
27
Menjadi :
(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan dan yang dapat
diperbarui sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) dapat dihentikan
atau dibatalkan ...
Ayat (4), Semula :
(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka
dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2)
dapat dihentikan atau dibatalkan ...
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21-22/PUU-V/2007 tanggal 25 Maret 2008
Hak Atas Tanah
(3)
27
28
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dapat diberikan untuk:
a. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam
merealisasikan penanaman modal;
b. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat
sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan
pelayanan purnajual; dan
c. calon penanam modal yang akan melakukan penjajakan penanaman modal.
(2) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan
kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal.
Pasal 23
Fasilitas Keimigrasian
(1)
28
29
(3) Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:
a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun;
b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap
dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling
lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan;
d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan
e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung
sejak izin tinggal tetap diberikan.
(4) Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dan huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari
Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Pasal 23
Fasilitas Keimigrasian
(2)
29
30
Pengesahan Dan Perizinan Perusahaan
(1)
(1) Penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus sesuai dengan
kententuan Pasal 5 Undang-Undang ini.
(2) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal dalam negeri yang berbentuk
badan hukum atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan
terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh
izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki
kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh melalui pelayanan terpadu satu
pintu.
Pasal 25
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan
yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki
kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan
sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
(Ketentuan Umum Pasal 1 angka 10)
30
31
(1) Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam
memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai
penanaman modal.
(2) Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang
di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan
wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan
nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang
mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.
(3) Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 26
Pengesahan Dan Perizinan Perusahaan
(2)
31
32
(1) Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi
antarinstansi Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan Bank Indonesia,
antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antarpemerintah
daerah.
(2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin
oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(4) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Koordinasi dan Pelaksanaan Kebijakan Penanaman Modal
(1)
Pasal 27
32
33
(1) Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan Koordinasi
Penanaman Modal mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
a. melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;
b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;
c. menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;
d. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan
usaha;
e. membuat peta penanaman modal Indonesia;
f. mempromosikan penanaman modal;
g. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain
meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan
menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;
h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal
dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;
i. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar
wilayah Indonesia; dan
j. mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu.
(2) Selain tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Badan Koordinasi Penanaman Modal
bertugas melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
Koordinasi dan Pelaksanaan Kebijakan Penanaman Modal
(2)
33
34
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta pelayanan terpadu
satu pintu, Badan Koordinasi Penanaman Modal harus melibatkan
perwakilan secara langsung dari setiap sektor dan daerah terkait
dengan pejabat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.
Pasal 29
Koordinasi dan Pelaksanaan Kebijakan Penanaman Modal
(3)
34
35
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Penanaman Modal
(1)
PASAL 30
Penyelenggaraan penanaman modal yg ruang lingkupnya :
lintas provinsi urusan Pemerintah
lintas kabupaten/kota urusan pemerintah provinsi
dalam satu kabupaten/kota urusan pemerintah kabupaten/kota
Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat
risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;
Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau
ruang lingkupnya lintas propinsi;
Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;
Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing yang berasal
dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan
Pemerintah Negara lain;
Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang.
Kewenangan Pemerintah (Pasal 30 ayat 7)
35
36
Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi
kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemerintah
menyelenggarakan sendiri, melimpah kannya kepada Gubernur selaku wakil
Pemerintah, atau menugasi pemerintah kabupaten/kota.
Kewenangan Pemerintah (Pasal 30 ayat 8)
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Penanaman Modal
(2)
36
37
Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang
bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk
menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan
dikembangkan kawasan ekonomi khusus.
Ketentuan KEK diatur dengan Undang-Undang.
(Pasal 31)
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
37
38
Dengan berlakunya UU ini, UU No. 1/1967 jo No. 11/1970 tentang PMA
dan UU No. 6/1968 jo No. 12/1970 tentang PMDN dinyatakan tidak
berlaku.
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung
dengan penanaman modal wajib mendasarkan dan menyesuaikan
pengaturannya pada UU ini.
(Pasal 38)
Ketentuan Penutup
38
39
Perjanjian Internasional dalam bidang Penanaman Modal yang disetujui Pemerintah RI sebelum
berlakunya UU ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tersebut. (Pasal 35)
Rancangan Perjanjian Internasional dalam bidang Penanaman Modal yang belum disetujui
Pemerintah RI wajib menyesuaikan dengan UU ini. (Pasal 36)
Pada saat UU ini berlaku, seluruh Peraturan Pelaksanaan dari UU NO. 1/1967 tentang PMA dan
UU NO. 6/1968 tentang PMDN tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur
dengan peraturan pelaksanaan yang baru. (Pasal 37 ayat 1)
Persetujuan Penanaman Modal dan Izin Pelaksanaan yang telah diberikan pemerintah
berdasarkan UU No. 1/1967 dan UU No. 6/1968, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya
Persetujuan Penanaman Modal dan Izin Pelaksanaan tersebut; (Pasal 37 ayat 2)
Permohonan penanaman modal yg telah disampaikan kepada instansi yg berwenang dan pada
tanggal disahkannya UUPM wajib disesuaikan dgn ketentuan dlm UU ini (Pasal 37 ayat 3)
Perusahaan yang telah memperoleh Izin Usaha berdasarkan UU No. 1/1967 dan UU No. 6/1968
yang telah berakhir masa berlakunya, dapat diperpanjang berdasarkan UU ini. (Pasal 37 ayat 4)
Ketentuan Peralihan
39
40
40
1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
2. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral & Batubara
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
4. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata
5. Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
6. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
7. Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
8. Undang-Undang No. 38 Tahun 2009 tentang Pos
9. Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
b. Perundang-undangan Sektoral terkait Penanaman Modal
antara lain:
41
41
1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah
(1)
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau
Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha
nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal :
42
42
Kriteria UMKM
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50. juta tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300 juta.
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak
termasuk tanah & bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300
juta sampai dengan paling banyak Rp. 2,5 milyar.
(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10
milyar tidak termasuk tanah & bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2,5 milyar sampai dengan paling banyak Rp. 50
milyar.
1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah
(2)
43
43
2. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral & Batubara
(1)
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal:
1. Usaha pertambangan dikelompokkan atas pertambangan mineral dan pertambangan batubara;
2. Hanya ada satu jenis izin usaha pertambangan (IUP), tidak ada lagi kontrak antara perusahaan dan
pemerintah;
3. Perizinan dikeluarkan melalui proses lelang untuk mineral logam dan batubara dengan perlakuan
sama dan prinsip transparansi;
4. Sistem perizinan disederhanakan menjadi dua bagian yaitu izin eksplorasi dan izin operasi;
5. Izin usaha kegiatan pertambangan mineral & batubara yang baru diberikan oleh Pemerintah dalam
bentuk Izin Usaha Pertambangan, tidak lagi dalam bentuk Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
6. KP, KK, PKP2B, SIPD, SIPR yang telah dikeluarkan tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu
kontrak/ijin;
7. Pengolahan dan pemurnian harus dilakukan di dalam negeri.
8. Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki
oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.
44
44
IUP EKSPLORASI
IUP OPERASI PRODUKSI
MINERAL
JANGKA WAKTU
(Tahun)
LUAS
JANGKA WAKTU
+ Perpanjangan (Tahun)
LUAS
Logam
Max. 8 Max. 100.000
Min. 5.000
Max. 20 th + (2x 10 th) Max. 25.000
Batubara
Max. 7 Max. 50.000
Min. 5.000
Max. 20 th + (2x 10 th) Max. 15.000
Bukan Logam
Bukan Logam Jenis Tertentu
Max. 3
Max. 7
Max. 25.000
Min. 500
Max. 10 th + (2x 5 th)
Max. 20 th + (2x 10 th)
Max. 5.000
Batuan Max. 3
Max. 5.000
Min. 5
Max.5 th + (2x 5 th) Max. 1.000
Izin Usaha Pertambangan (IUP )
Jangka Waktu (Tahun) dan Luas (Ha)
2. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral & Batubara
(2)
45
45
Usaha Jasa Pertambangan
1. Pemegang IUP atau IUPK wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dan/atau nasional, jika tidak
terdapat dapat menggunakan perusahaan jasa pertambangan lain yang berbadan hukum Indonesia.
2. Jenis usaha jasa pertambangan meliputi:
a. konsultasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian peralatan di bidang:
1) penyelidikan umum;
2) eksplorasi;
3) studi kelayakan;
4) konstruksi pertambangan;
5) pengangkutan;
6) lingkungan pertambangan;
7) pascatambang dan reklamasi; dan/atau
8) keselamatan dan kesehatan kerja.
b. konsultasi, perencanaan, dan pengujian peralatan di bidang:
1) penambangan; atau
2) pengolahan dan pemurnian.
3. Pelaksana usaha jasa pertambangan dapat berupa badan usaha, koperasi, atau perseorangan sesuai dengan
klasifikasi dan kualifikasi yang telah ditetapkan oleh Menteri.
4. Pemegang IUP atau IUPK dilarang melibatkan anak perusahaan dan/atau afiliasinya dalam bidang usaha jasa
pertambangan di wilayah usaha pertambangan yang diusahakannya, kecuali dengan izin Menteri.
2. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral & Batubara
(3)
46
46
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(1)
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal:
1. Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan
hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan
pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut
pembayaran.
2. Kegiatan angkutan udara terdiri atas:
a. angkutan udara niaga; dan
b. angkutan udara bukan niaga.
Dapat dilakukan secara berjadwal dan/atau tidak berjadwal oleh badan usaha angkutan udara niaga
nasional dan/atau asing untuk mengangkut penumpang dan kargo atau khusus mengangkut kargo.
3. Angkutan udara niaga dalam negeri (berjadwal dan/atau tidak berjadwal) dilakukan oleh badan usaha
angkutan udara nasional yang mendapat izin usaha angkutan udara niaga (berjadwal dan/atau tidak
berjadwal).
4. Dalam hal modal badan usaha angkutan udara niaga nasional yang dimiliki oleh badan hukum Indonesia
atau warga negara Indonesia terbagi atas beberapa pemilik modal, salah satu pemilik modal nasional
harus tetap lebih besar dari keseluruhan pemilik modal asing (single majority).
47
47
1. Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri dilakukan oleh badan usaha angkutan udara
niaga berjadwal nasional dan/atau perusahaan angkutan udara niaga berjadwal asing untuk
mengangkut penumpang dan kargo berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral.
2. Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri yang dilakukan oleh perusahaan angkutan
udara niaga asing wajib mendapatkan persetujuan terbang dari Menteri setelah mendapat
persetujuan dari menteri terkait
3. Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dapat berupa:
a. rombongan tertentu yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama bukan untuk tujuan wisata
(affinity group);
b. kelompok penumpang yang membeli seluruh atau sebagian kapasitas pesawat untuk
melakukan paket perjalanan termasuk pengaturan akomodasi dan transportasi lokal (inclusive
tour charter);
c. seseorang yang membeli seluruh kapasitas pesawat udara untuk kepentingan sendiri (own use
charter);
d. taksi udara (air taxi); atau
e. kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal lainnya.
4. Perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal asing khusus pengangkut kargo yang melayani rute
ke Indonesia dilarang mengangkut kargo dari wilayah Indonesia, kecuali dengan izin Menteri.
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(2)
48
48
1. Izin usaha angkutan udara niaga, harus memenuhi persyaratan:
a. akta pendirian badan usaha Indonesia yang bergerak di bidang angkutan udara niaga
berjadwal/angkutan udara niaga tidak berjadwal, disahkan Menteri yang berwenang;
b. nomor pokok wajib pajak (NPWP);
c. surat keterangan domisili;
d. surat persetujuan dari instansi yang bertanggung jawab di bidang penanaman
modal apabila yang bersangkutan menggunakan fasilitas penanaman modal;
e. tanda bukti modal yang disetor;
f. garansi/jaminan bank; dan
g. rencana bisnis untuk kurun waktu paling singkat 5 (lima) tahun.
Dokumen pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e diserahkan dalam bentuk salinan
yang telah dilegalisasi oleh instansi yang mengeluarkan, dan dokumen aslinya ditunjukkan
kepada Menteri.
2. Izin usaha angkutan udara niaga berlaku selama pemegang izin masih menjalankan kegiatan
angkutan udara sesuai dengan izin yang diberikan.
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(3)
49
49
Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara terdiri atas pelayanan jasa :
a. kebandarudaraan; dan
b. terkait bandar udara.
Pelayanan jasa kebandarudaraan meliputi pelayanan jasa pesawat udara, penumpang, barang, dan pos
Pelayanan jasa terkait bandar udara meliputi kegiatan:
a. pelayanan operasi pesawat udara di bandar udara,
b. pelayanan penumpang dan barang,
c. yang memberikan nilai tambah bagi pengusahaan bandar udara.
Pelayanan jasa kebandarudaraan dapat diselenggarakan oleh:
a. badan usaha bandar udara untuk bandar udara yang diusahakan secara komersial setelah
memperoleh izin dari Menteri; atau
b. unit penyelenggara bandar udara untuk bandar udara yang belum diusahakan secara komersial.
Pelayanan jasa kebandarudaraan diselenggarakan berdasarkan konsesi dan/atau bentuk lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan dituangkan dalam perjanjian serta dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau
lebih bandar udara yang diusahakan secara komersial.
Pelayanan jasa terkait dengan bandar udara dapat diselenggarakanoleh orang perseorangan warga negara
Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
Jasa Pengusahaan Kebandarudaraan
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(4)
50
50
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di
bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.
Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
i. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta; dan
m. spa.
Usaha pariwisata lainnya diatur dengan Peraturan Menteri.
Pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
4. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata
51
51
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal:
Perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbentuk
badan hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengelola usaha peternakan dengan
kriteria dan skala tertentu.
Setiap orang adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum, yang melakukan kegiatan di bidang peternakan dan kesehatan
hewan.
Usaha di bidang peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang
menunjang usaha budi daya ternak.
5. Undang-Undang No. 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
(1)
52
52
1. Yang wajib memperoleh Izin dan/atau rekomendasi dari Menteri sesuai ketentuan perundang-undangan:
a. pemasukan dan/atau pengeluaran sumber daya genetik ke dan dari wilayah NKRI.
b. pemasukan benih dan/atau bibit.
c. Pengeluaran benih, bibit, dan/atau bakalan.
2. Yang wajib memiliki izin usaha peternakan dari pemerintah daerah kabupaten/kota dan/atau Bupati/Walikota:
a. budi daya ternak dengan jenis dan jumlah ternak di atas skala usaha tertentu.
b. pelayanan kesehatan hewan
c. rumah potong hewan
d. tenaga kesehatan hewan yang melakukan pelayanan kesehatan hewan
3. Yang wajib memperoleh izin usaha sesuai peraturan perundang-undangan:
a. memproduksi pakan dan/atau bahan pakan untuk diedarkan secara komersial.
b. pembuatan, penyediaan, dan/atau peredaran obat hewan.
4. Bidang usaha lainnya:
- memasukkan produk hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memperoleh
izin pemasukan dari menteri yang terkait di bidang perdagangan setelah memperoleh rekomendasi:
a. untuk produk hewan segar dari Menteri; atau
b. untuk produk hewan olahan dari pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang pengawasan
obat dan makanan dan/atau Menteri.
- penelitian dan pengembangan peternakan dan kesehatan hewan wajib mendapatkan izin dari BPPT.
Bidang-Bidang Usaha
5. Undang-Undang No. 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
(2)
53
53
Pajak provinsi terdiri dari 5 jenis:
1. Pajak kendaraan bermotor
2. Bea balik nama kendaraan bermotor
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
4. Pajak air permukaan, dan
5. Pajak rokok (pajak baru provinsi yang dibagihasilkan ke kabupaten/kota, 70% untuk kabupaten/kota dan
30% untuk provinsi)
Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari 11 jenis:
1. Pajak hotel
2. Pajak restoran
3. Pajak hiburan
4. Pajak reklame
5. Pajak penerangan jalan
6. Pajak mineral bukan logam dan batuan
7. Pajak parkir
8. Pajak air tanah
9. Pajak sarang burung walet
10. Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak Daerah
6. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (PDRD)
(1)
54
54
Retribusi Daerah
(1)
Terdapat 30 jenis retribusi yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah yang dibagi menjadi tiga
kelompok obyek retribusi, yaitu:
1. jasa umum,
2. jasa usaha, dan
3. perizinan tertentu.
Retribusi atas jasa umum ada 14 jenis, yaitu:
1. Pelayanan kesehatan;
2. Pelayanan persampahan atau kebersihan;
3. Penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil;
4. Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat;
5. Pelayanan parkir di tepi jalan umum;
6. Pelayanan pasar;
7. Pengujian kendaraan bermotor;
8. Pemeriksaan alat pemadam kebakaran;
9. Penggantian biaya cetak peta;
10. Penyediaan dan atau penyedotan kakus;
11. Pengolahan limbah cair;
12. Pelayanan tera atau tera ulang;
13. Pelayanan pendidikan; serta
14. Pengendalian menara telekomunikasi.
6. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (PDRD)
(2)
55
55
Adapun retribusi untuk jasa usaha ada 11 jenis, yaitu :
1. Pemakaian kekayaan daerah;
2. Pasar grosir dan atau pertokoan;
3. Tempat pelelangan;
4. Terminal;
5. Tempat khusus parkir;
6. Penginapan/Pesanggrahan/vila;
7. Rumah potong hewan;
8. Pelayanan kepelabuhanan;
9. Tempat rekreasi dan olahraga;
10. Penyeberangan di air; dan
11. Penjualan produksi usaha daerah.
Perizinan tertentu ada lima jenis retribusi, yaitu :
1. Izin mendirikan bangunan;
2. Izin tempat penjualan minuman beralkohol;
3. Izin gangguan;
4. Izin trayek; dan
5. Izin usaha perikanan.
Retribusi Daerah
(2)
6. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (PDRD)
(3)
56
56
Beberapa Sifat dan Ketentuan dalam PDRD
Bersifat closed list (daftar tertutup) yakni pemerintah daerah tidak dapat lagi memungut jenis pajak
selain yang telah ditentukan dalam UU PDRD tersebut, agar tercipta kepastian hukum dan iklim
investasi dapat berkembang.
Pajak progresif hanya diperuntukkan untuk pajak kendaraan bermotor pada kepemilikan kedua dan
seterusnya dengan tarif 2% s/d 10% yang besaran tarif aktualnya untuk setiap jenis kendaraan
bermotor ditetapkan melalui Perda Provinsi.
(pajak progresif ini tidak dikenakan pada kendaraan angkutan umum, ambulan, pemadam kebakaran,
sosial keagamaan, lembaga sosial/pemerintah/ TNI/Polri, pemerintah daerah dan kendaraan lain yang
ditetapkan dengan perda).
Kewajiban alokasi penerimaan (earmarking) dari pajak tertentu ke sektor publik yang terkait langsung
dengan sektor perpajakannya. Misal:
1. Minimal 10% dari hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor wajib dialokasikan untuk
pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi
umum.
2. Mewajibkan 50% dari hasil penerimaan pajak rokok, dialokasikan untuk belanja publik di bidang
kesehatan masyarakat dan penegakan hukum terutama untuk mengatasi perdagangan rokok
ilegal.
6. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (PDRD)
(4)
57
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal:
1. Usaha perfilman adalah penyelenggaraan perfilman yang langsung berhubungan dengan film
dan bersifat komersial.
2. Usaha perfilman meliputi:
a. pembuatan film;
b. jasa teknik film;
c. pengedaran film;
d. pertunjukan film;
e. penjualan dan penyewaan film;
f. pengarsipan film;
g. ekspor film; dan
h. impor film.
3. Peraturan tentang penanaman modal asing dalam perfilman diserahkan kepada rezim
penanaman modal berdasarkan UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan
peraturan pelaksanaannya.
7. Undang Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
(1)
57
58
58
1. Setiap jenis usaha perfilman wajib memiliki izin usaha, kecuali jenis usaha penjualan dan/atau penyewaan
film oleh pelaku usaha perseorangan.
2. Izin usaha diberikan oleh Menteri untuk setiap jenis usaha:
a. usaha pembuatan film;
b. usaha jasa teknik fllm;
c. usaha pengedaran film;
d. usaha ekspor film; dan/atau
e. usaha impor film.
3. Izin usaha diberikan oleh bupati atau walikota untuk setiap jenis usaha:
a. usaha penjualan dan penyewaan film;
b. usaha pengarsipan film; dan/atau
c. usaha pertunjukan film untuk yang dilakukan di dalam bioskop dan/atau di tempat yang
diperuntukkan bagi pertunjukan film.
4. Izin usaha dilaksanakan tanpa dipungut biaya dan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari.
5. Izin usaha yang diberikan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
usaha pertunjukan yang dilakukan melalui penyiaran oleh lembaga penyiaran atau media elektronik
lainnya. Syarat dan tata cara permohonan izin usaha diatur dalam peraturan Menteri.
6. Pembuatan film oleh pihak asing yang menggunakan lokasi di Indonesia dilakukan dengan izin Menteri.
7. Undang Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
(2)
59
59
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal:
1. Pos adalah layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan
transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos untuk kepentingan umum.
2. Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan pos dengan keseluruhan kegiatan
pengelolaan dan penatausahaan layanan pos.
3. Penyelenggaraan Pos dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.
4. Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. badan usaha milik swasta; dan
d. koperasi.
5. Badan usaha tersebut dapat melakukan kegiatan:
a. layanan komunikasi tertulis atau surat elektronik;
b. layanan paket;
c. layanan logistik;
d. layanan transaksi keuangan; dan
e. layanan keagenan pos.
6. Badan usaha mendapat izin Penyelenggaraan Pos dari Menteri dan Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dan tata cara pemberian izin diatur dalam peraturan pemerintah.
8. Undang Undang No. 38 Tahun 2009 tentang Pos
(1)
60
60
1. Penyelenggara Pos dapat melakukan kerja sama dengan:
a. Penyelenggara Pos dalam negeri;
b. Penyelenggara Pos asing;
c. badan usaha dalam negeri bukan Penyelenggara Pos; dan/atau
d. badan usaha asing bukan Penyelenggara Pos.
Kerja sama Penyelenggara Pos dengan badan usaha asing bukan Penyelenggara Pos tidak termasuk kepemilikan
modal dan saham serta terbatas pada wilayah operasional masing-masing.
2. Penyelenggara Pos asing dapat menyelenggarakan pos di Indonesia dengan syarat:
a. wajib bekerja sama dengan Penyelenggara Pos dalam negeri;
b. melalui usaha patungan dengan mayoritas saham dimiliki Penyelenggara Pos dalam negeri; (Pengiriman
antarkota dilaksanakan oleh Penyelenggara Pos dalam negeri bukan usaha patungan)
c. Penyelenggara Pos dalam negeri yang akan bekerja sama sahamnya tidak boleh dimiliki oleh warga negara
atau badan usaha asing yang berafiliasi dengan Penyelenggara Pos dalam negeri;
d. Penyelenggara Pos asing dan afiliasinya hanya dapat bekerja sama dengan satu Penyelenggara Pos dalam
negeri; dan
e. kerja sama Penyelenggara Pos asing dengan Penyelenggara Pos dalam negeri dibatasi wilayah operasinya
pada ibukota provinsi yang telah memiliki pelabuhan udara dan/atau pelabuhan laut internasional.
3. Kerja sama Penyelenggara Pos dengan Penyelenggara Pos asing dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Penyelenggara pos dapat menjadi perusahaan publik atau perusahaan terbuka setelah mendapat izin dari
Menteri.
8. Undang Undang No. 38 Tahun 2009 tentang Pos
(2)
61
61
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal:
1. KEK merupakan suatu pengembangan kawasan dengan batas tertentu yang memiliki keunggulan tertentu
dengan memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan dalam memfasilitasi kegiatan industri, ekspor,
impor dengan penyederhanaan proses bisnis, jaminan ketertiban dan keamanan termasuk fasilitas
keringanan fiskal.
2. Terdapat 2 fasilitas yaitu fiskal dan non fiskal.
Fasilitas fiskal mencakup bidang-bidang:
- perpajakan,
- kepabeanan,
- cukai,
- pajak daerah dan retribusi daerah, serta
- kemudahan lain yang akan diatur kemudian.
Fasilitas non-fiskal mencakup:
- kemudahan di bidang pertanahan, keimigrasian, perizinan, dan
- tidak memberlakukan ketentuan yang mengatur bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di
bidang penanaman modal, kecuali yang dicadangkan untuk UMKM dan koperasi.
Keseluruhan fasilitas dan kemudahan tersebut akan dilaksanakan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) yang dibentuk disetiap KEK
9. Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
(1)
62
62
a. Impor barang di KEK dapat diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, dan pembebasan cukai
bagi barang yang merupakan bahan baku atau bahan penolong produksi.
b. KEK tetap berada dalam wilayah kepabeanan namun berbeda dengan Free Trade Zone (FTZ) karena
tidak dipungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai), Bea masuk, dan lain-lain sebagai fasilitas selama
pengusaha ekspor dan jika dijual ke dalam Indonesia akan tetap dikenai PPN.
c. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, diantaranya pengolahan ekspor, logistik, industri,
pengembangan teknologi, pariwisata, energi dan atau ekonomi lainnya dan lokasi (zona khusus) bagi
usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi baik sebagai pelaku usaha maupun pendukung kegiatan
perusahaan yang ada di kawasan ekonomi khusus.
d. Terdapat Dewan Nasional yang bertugas untuk menyusun rencana induk, menetapkan kebijakan umum
untuk mempercepat pembentukan dan pengembangan KEK dan Dewan Kawasan untuk membentuk
administrator KEK serta mengawasi, mengendalikan dan mengoordinasikan pelaksanaan administrator
KEK.
Penyelenggaraan KEK
9. Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
(2)
63
63
Pokok-pokok pikiran yang terkait penanaman modal:
a. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki
Izin Usaha Kawasan Industri.
b. Izin usaha KI diberikan kepada perusahaan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia,
dapat berbentuk BUMN, BUMD, koperasi, badan usaha swasta.
c. Luas lahan paling rendah 50 Ha dalam satu hamparan tetapi untuk UMKM paling rendah 5 Ha dalam satu
hamparan.
d. Diberikan fasilitas kepabeanan & perpajakan sesuai ketentuan di bidang perpajakan.
e. Untuk optimalisasi KI, Gubernur/Bupati/Walikota dapat memberikan insentif, kemudahan pembebasan lahan &
pelayanan terpadu.
f. Perusahaan industri yang didirikan setelah tanggal 3 Maret 2010 wajib berlokasi di KI kecuali:
- Perusahaan yang memerlukan lokasi khusus (bahan baku/proses produksi)
- Industri Mikro, Kecil dan Menengah.
- Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri dan berlokasi di daerah
kabupaten/kota yang belum memiliki Kawasan Industri atau yang telah memiliki Kawasan Industri namun
seluruh kaveling industri dalam kawasan industrinya telah habis.
g. Selain kegiatan industri, setiap perusahaan di KI dapat melakukan kegiatan penyimpanan barang & wajib
memiliki Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri.
10. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
64
c. Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal
64
65
Untuk memudahkan pelayanan penanaman modal dan menciptakan efisiensi serta daya saing investasi
maka perlu diselenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal.
Perpres ini mengatur pembentukan dan penyelenggaraan PTSP untuk perizinan dan nonperizinan yang
mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki
kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan
sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
Perizinan contohnya persetujuan penanaman modal, sedangkan nonperizinan misalnya segala bentuk
kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.
PTSP dibentuk dan diselenggarakan di pusat di PTSP BKPM. Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang
penanaman modal di Pusat, Kepala BKPM mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari
Menteri Teknis/Kapolri untuk memberikan perizinan dan nonperizinan terkait penanaman modal yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat seperti Izin Penanaman Modal Asing; penanaman modal yang
Lintas Provinsi, terkait SDA tidak terbarukan dengan tingkat risiko lingkungan tinggi, Industri prioritas
tinggi skala nasional, terkait fungsi pemersatu & penghubung antar wilayah, terkait strategi
pertahanan & keamanan nasional; dan bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan
Pemerintah menurut UU.
Pokok-Pokok Substansi
(1)
65
66
66
Penyelenggaraan PTSP di daerah:
Di PTSP Perangkat Daerah Provinsi di bidang Penanaman Modal (PDPPM) di masing-
masing Provinsi, dengan kewenangan meliputi: Penanaman Modal ruang lingkup
lintas Kabupaten/Kota, Penanaman Modal urusan Pemerintah Provinsi berdasarkan
PP No. 38/2007, dan Penanaman Modal urusan Pemerintah yang diberikan
Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur.
Di PTSP Perangkat Daerah Kabupaten/Kota di bidang Penanaman Modal (PDKPM) di
masing-masing Kabupaten/Kota, dengan kewenangan meliputi: Penanaman Modal
ruang lingkup satu Kabupaten/Kota, Penanaman Modal urusan Pemerintah
Kabupaten/Kota berdasarkan PP No. 38/2007, dan Penanaman Modal urusan
Pemerintah yang diberikan Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota.
Pokok-Pokok Substansi
(2)
67
67
1. Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal
oleh Pemerintah dilaksanakan oleh BKPM
2. Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman
Modal oleh Pemerintah Provinsi dilaksanakan oleh
PDPPM
3. Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh
PDKPM
Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal
Menteri/Kepala LPND,
Gubernur,
Bupati/Walikota,
sesuai dengan kewenangannya
masing-masing.
Berdasarkan mekanisme
pelimpahan/pendelegasian
wewenang dari :
68
Pelimpahan
Penugasan
Pelimpahan
Pendelegasian
Pendelegasian
Penghubung Penghubung
Penghubung
Pendelegasian
Bagan Pendelegasian dan Pelimpahan Kewenangan
68
69
Tugas Tim Pertimbangan:
a. mendorong percepatan,
b. melakukan pemantauan dan meminta laporan,
c. menetapkan langkah-langkah penyelesaian kendala,
pelaksanaan pendelegasian wewenang dan pelimpahan
wewenang.
e. memberikan Saran &
Pertimbangan
Keberatan
Ya
Selesai ?
Tidak
Pengaduan
d. memberikan Saran &
Pertimbangan
69
Tim Pertimbangan PTSP
70
70
Telah ada pendelegasian/pelimpahan wewenang pemberian perizinan dan
nonperizinan dari 14 Menteri dan Kapolri kepada Kepala BKPM, yaitu:
1. Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi
2. Menteri Hukum & HAM
Penempatan pejabat teknis di BKPM dari:
1. Menteri Pekerjaan Umum
2. Menteri Pertanian
3. Menteri Perindustrian
4. Menteri Perdagangan
5. Menteri Keuangan
6. Menteri Kebudayaan & Pariwisata
7. Menteri Kesehatan
8. Menteri Perhubungan
9. Menteri Perumahan Rakyat
10. Menteri Komunikasi & Informatika
11. Menteri Kelautan & Perikanan
12. Menteri Kehutanan
13. Mentri ESDM
14. Menteri Pendidikan Nasional
15. Kapolri
Tindak Lanjut Pelaksanaan Perpres No. 27/2009
(1)
71
71
Manfaat dari PTSP di bidang penanaman modal adalah:
a. Pemohon cukup berinteraksi dengan satu institusi PTSP.
b. Pengurusan perizinan dan nonperizinan lebih pasti, singkat dan transparan, dari sisi :
- Kejelasan jangka waktu dan biaya (Service Level Arrangement)
- Persyaratan/kelengkapan data permohonan tidak berulang
- Hasil proses perizinan dan nonperizinan (data elektronik) tidak perlu menjadi
kelengkapan bagi perizinan lainnya (paperless of required documents)
- Penyederhanaan bisnis proses (streamlining) perizinan dan nonperizinan
c. Seluruh proses terekam untuk memudahkan pengecekan keabsahan dokumen perizinan
dan nonperizinan.
d. Mempermudah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan pusat dengan daerah.
e. Mempermudah interrelasi proses antara BKPM dengan instansi terkait di pusat dan BKPM
dengan PTSP daerah.
Untuk percepatan proses pelayanan perizinan dan nonperizinan di PTSP, BKPM membangun
Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE). SPIPISE akan
mengintegrasikan pelayanan perizinan dan nonperizinan dan interkoneksi antara BKPM dengan
instansi terkait di pusat serta BKPM dengan PTSP-PTSP di provinsi dan Kabupaten/Kota. Sesuai
dengan program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II, pada tanggal 15 Januari 2010 telah
dilakukan launching penggunaan SPIPISE di Batam.
Tindak Lanjut Pelaksanaan Perpres No. 27/2009
(2)
72
72
No. Perka BKPM Pokok-Pokok Substansi
1.
No. 11/2009 tentang Tata Cara
Pelaksanaan, Pembinaan dan
Pelaporan PTSP di Bidang Penanaman
Modal (Berita Negara Tahun 2009 No.
507)
- Mengatur standar pelayanan yang harus dimiliki PTSP dilihat dari ketersediaan dan
kualitas sumber daya manusia, serta infrastruktur di setiap instansi yang menjalankan
fungsi PTSP.
- Mengatur sistem pembinaan, pengawasan maupun evaluasi PTSP termasuk mengatur
dan mensinkronisasikan pelaksanaan pelayanan penanaman modal berdasarkan
pembagian urusan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi maupun Pemerintahan
Kabupaten/Kota sesuai dengan PP No. 38 Tahun 2007.
2.
No. 12/2009 tentang Pedoman dan Tata
Cara Permohonan Penanaman Modal
(Berita Negara Tahun 2009 No. 508)
- Mengatur pedoman dan tata cara pengajuan permohonan perizinan dan nonperizinan
(fasilitas penanaman modal) yang dibutuhkan investor di PTSP di bidang Penanaman
Modal.
- Penyelesaian izin dan fasilitas penanaman modal menjadi lebih mudah dan cepat.
3.
No. 13/2009 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pengendalian Pelaksanaan
Penanaman Modal (Berita Negara
Tahun 2009 No. 509)
- Mengatur kewajiban penanam modal yang harus dilakukan terkait realisasi penanaman
modalnya, dan mengatur fasilitasi bagi penanam modal yang memerlukan bantuan dalam
mengatasi masalah atau hambatan dalam kegiatan penanaman modalnya, baik oleh
instansi penanaman modal di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
4.
No. 14/2009 tentang Sistem Pelayanan
Informasi dan Pelayanan Investasi
Secara Elektronik (SPIPISE) (Berita
Negara Tahun 2009 Nomor 510).
- Mengatur mengenai proses pengajuan aplikasi perizinan dan nonperizinan yang
dilakukan secara elektronik (internet) yang memiliki keterhubungan antara BKPM dengan
PTSP daerah, serta instansi teknis terkait yang bertujuan untuk mendorong tercapainya
transparansi dan akuntabilitas pengurusan perizinan dan nonperizinan di bidang
penanaman modal.
BKPM telah mengeluarkan 4 Peraturan Kepala (Perka) BKPM yang menjadi Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria (NSPK) sebagai pedoman acuan bagi aparatur pemerintah di PTSP pusat, PTSP provinsi dan PTSP
Kabupaten/Kota didalam melayani pemberian perizinan dan nonperizinan, serta bagi investor (dunia usaha).
Ke-4 Perka tersebut yaitu:
Tindak Lanjut Pelaksanaan Perpres No. 27/2009
(3)
73
73
1. Peraturan Kepala BKPM No. 11 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
di Bidang Penanaman Modal
74
74
Tolok Ukur:
a. sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi yang handal;
b. tempat, sarana dan prasarana kerja, dan media informasi;
c. mekanisme kerja dalam bentuk petunjuk pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman
Modal yang jelas, mudah dipahami dan mudah diakses oleh Penanam Modal;
d. layanan pengaduan (help desk) Penanam Modal; dan
e. SPIPISE.
Sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009
Standar Kualifikasi:
1. Persyaratan Dasar,
2. Persyaratan Tambahan, dan
3. Keunggulan Lain
Tolok Ukur Penyelenggaraan
PTSP di Bidang Penanaman Modal
75
75
No.
Tolok
Ukur
Persyaratan
Dasar Tambahan Keunggulan Lain
1. SDM Ka. PDPPM min Es. II.b.
Ka. PDKPM min Es. III.a
Ada sertifikat pelatihan sektoral Ada SDM S2.
Ka. PDPPM min S1 atau
pengalaman kerja min. 15
tahun
Ka. PDKPM min S1 atau
pengalaman kerja min. 10
tahun
Menguasai min. Satu bahasa
resmi PBB dan menguasai
internet
Ada program peningkatan
kapasitas kepegawaian
Ada 3 petugas FO (min. S1)
dan 5 BO (min. SMA)
Min. 75% SDM pernah mengikuti
pelatihan tingkat dasar.
Ada min. 2 petugas
administrasi/TU
2. SPIPISE Min. 1 orang SDM di bidang IT Menggunakan SPIPISE Mengikuti Updating
SPIPISE
Memiliki koneksi internet Pelayanan telah online dan
interkoneksi dengan SPIPISE
Ada server dan program
otomasi
CONTOH STANDAR KUALIFIKASI
76
76
Tolok Ukur
PTSP Di Daerah:
Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM)
Perangkat Daerah kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM)
Penilaian
Penetapan
Kualifikasi
Tolok Ukur Tolok Ukur Tolok Ukur Tolok Ukur
Penilaian dan Penetapan Kualifikasi
PTSP di Bidang Penanaman Modal
77
77
Ketua Kepala BKPM
Wakil Ketua Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri
Ketua Pelaksana Harian Deputi Kepala BKPM yang membidangi Pengendalian Pelaksanaan
Penanaman Modal
Anggota Wakil dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara,
Departemen Dalam Negeri, BKPM, dan instansi terkait lainnya
Tim Teknis Dibentuk oleh Ketua Pelaksana Harian:
Tim Teknis Penilai PTSP-PDPPM:
beranggotakan wakil instansi terkait pusat
Tim Teknis Penilai PTSP-PDKPM:
beranggotakan wakil instansi terkait pusat dan provinsi
Penilaian dapat diserahkan kepada lembaga independen yang akan bekerja sesuai dengan standar yang
dibuat oleh Tim Penilai PTSP dan penunjukan lembaga independen sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tim Penilai PTSP-PDPPM dan PTSP-PDKPM
78
Catt: *) Dalam hal perbaikan untuk memenuhi standar kualifikasi PTSP telah dilakukan, PDPPM atau PDKPM dapat melakukan kembali
penilaian mandiri (self assesment) dan menyampaikan hasil penilaian tersebut kepada BKPM.
*) Penilaian PTSP paling lama dilakukan 1 (satu) tahun.
78
1. Memenuhi standar kualifikasi:
a. Persyaratan dasar
b. Persyaratan tambahan
c. Keunggulan lainnya
2. Belum memenuhi standar kualifikasi persyaratan dasar
Self
Assesment *)
Oleh PDPPM/
PDKPM
Verifikasi hasil self
assesment
Tim
Penilai
Lembar Verifikasi
Penilaian Mandiri
Pedoman dan
Lembar Penilaian
Penetapan
Peringkat Kualifikasi
Bintang 1
(Nilai 60 69)
Bintang 2
(Nilai 70 79)
Bintang 3
(Nilai 80 89)
Bintang 4
(Nilai 90 99)
Bintang 5
(Nilai 100)
Non Bintang
(Nilai 059)
Diagram Penilaian PTSP
79
79
Peringkat Kualifikasi
Bintang 5 Bintang 4
Menyelenggarakan:
a. Urusan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan
sesuai dengan kewenangannya;
b. PTSP-PDPPM: Urusan Penanaman Modal Dalam
Negeri lintas Kabupaten/Kota dan urusan
Penanaman Modal Dalam Negeri yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan mengenai
pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah,
pemerintahan daerah provinsi, dan Pemerintahan
daerah kabupaten/ kota, menjadi kewenangan
pemerintah Provinsi.
PTSP-PDKPM: Urusan Penanaman Modal Dalam
Negeri yang ruang lingkupnya berada dalam satu
kabupaten/kota yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan mengenai pembagian urusan
pemerintahan antara Pemerintah, pemerintahan
daerah provinsi, dan pemerintahan daerah
kabupaten/ kota, menjadi kewenangan pemerintah
kabupaten/kota
c. Perbaikan untuk memenuhi standar kualifikasi PTSP
Bintang 1 3 dan Non Bintang
Menyelenggarakan:
a. Pelayanan
Perizinan dan
Nonperizinan
sesuai dengan
kewenangannya
b. Dapat menerima
pelimpahan
urusan
Pemerintahan di
bidang
Penanaman
Modal tertentu
yang lebih luas
yang menjadi
kewenangan
Pemerintah
Menyelenggarakan:
a. Pelayanan Perizinan
dan Nonperizinan
sesuai dengan
kewenangannya
b. Dapat menerima
pelimpahan urusan
Pemerintahan di
bidang Penanaman
Modal tertentu yang
menjadi kewenangan
Pemerintah
c. Perbaikan untuk
memenuhi standar
kualifikasi bintang 5
Kualifikasi PTSP
80
80
Merupakan perwakilan Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota.
Penghubung yang ditunjuk oleh Menteri Teknis/Kepala LPND atau Gubernur yang ditugaskan di BKPM.
Penghubung yang ditunjuk oleh Menteri Teknis/Kepala LPND atau Gubernur dapat menggunakan fasilitas kantor
yang disediakan oleh BKPM
Penghubung yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota dapat ditempatkan di kantor perwakilan pemerintah provinsi atau
perwakilan pemerintah kabupaten/kota yang telah ada di Jakarta atau di PTSP PDPPM.
Penghubung harus memenuhi persyaratan minimal:
a. Pendidikan Sarjana (S1) dan mempunyai sertifikat kursus-kursus/seminar terkait bidang ekonomi yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan terakreditasi.
b. Minimal pengalaman kerja 10 tahun di unit kerja terkait pembangunan ekonomi daerah.
c. Menguasai bisnis proses perizinan dan nonperizinan Kementerian Teknis/LPND atau daerah masing-masing.
d. Menguasai bahasa Inggris secara aktif.
Pembinaan kepegawaian pejabat penghubung menjadi kewenangan Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau
Bupati/Walikota masing-masing sebagai instansi induknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penghubung
81
81
Tugas dan fungsi antara lain:
a. membantu pengurusan perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan
Menteri Teknis/Kepala LPND yang tidak dilimpahkan kepada Kepala BKPM;
b. membantu memfasilitasi penyelesaian berbagai permasalahan perizinan dan
nonperizinan sektor;
c. memberikan berbagai informasi sektor antara lain peluang usaha, jenis-jenis
perizinan dan nonperizinan, dan mitra usaha potensial;
d. melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/Kepala LPND
untuk mempermudah dan mempercepat pelaksanaan penanaman modal.
Penghubung yang ditunjuk Menteri Teknis/Kepala LPND
82
82
Tugas dan fungsi antara lain:
a. membantu pengurusan perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Provinsi;
b. membantu memfasilitasi penyelesaian berbagai permasalahan Perizinan dan
Nonperizinan provinsi;
c. memberikan berbagai informasi daerah antara lain peluang usaha, jenis-jenis
Perizinan dan Nonperizinan, ketersediaan infrastruktur dan tenaga kerja, dan mitra
usaha lokal;
Dapat melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Gubernur untuk mempermudah dan
mempercepat pelaksanaan penanaman modal di Provinsi, antara lain mendapat
pendelegasian dari Gubernur untuk menandatangani perizinan dan nonperizinan tertentu
yang menjadi wewenang pemerintah provinsi.
Penunjukan dan penetapan tugas dan fungsi penghubung dilakukan paling lambat 12 (dua
belas) bulan sejak peraturan ini berlaku.
Penghubung yang ditunjuk oleh Gubernur
83
83
Tugas dan fungsi antara lain:
a. membantu pengurusan perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota;
b. membantu memfasilitasi penyelesaian berbagai permasalahan perizinan dan nonperizinan
Kabupaten/Kota; dan
c. memberikan berbagai informasi daerah antara lain peluang usaha, jenis-jenis perizinan dan
nonperizinan, ketersediaan infrastruktur dan tenaga kerja, dan mitra usaha lokal.
Dapat melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota untuk mempermudah dan
mempercepat pelaksanaan penanaman modal di kabupaten/kota, antara lain mendapat
pendelegasian dari Bupati/Walikota untuk menandatangani perizinan dan nonperizinan tertentu
yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota.
Penunjukan dan penetapan tugas dan fungsi penghubung dilakukan paling lambat 12 (dua belas)
bulan sejak peraturan ini berlaku.
Penghubung dapat menggunakan fasilitas kantor yang disediakan oleh PTSP-PDPPM atau kantor
perwakilan pemerintah provinsi di Jakarta, sesuai dengan Peraturan Gubernur.
Penghubung atau contact person yang ditunjuk Bupati/Walikota
84
84
Pembinaan
Dilakukan oleh BKPM, meliputi:
a.Pendidikan dan pelatihan Sumber Daya Manusia tentang Penanaman Modal
b. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi kepada pemerintah daerah tentang pelaksanaan PTSP di
bidang Penanaman Modal
c. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan PTSP
Jenis pembinaan yang berupa pendidikan dan pelatihan SDM tentang penanaman modal, meliputi
pendidikan dan pelatihan :
a. Penanaman Modal tingkat dasar, yaitu pelatihan di bidang pelayanan perizinan penanaman modal
dalam negeri
b. Penanaman Modal tingkat lanjutan pertama, yaitu pelatihan di bidang pelayanan perizinan penanaman
modal asing
c. Penanaman Modal tingkat lanjutan kedua, yaitu pelatihan SPIPISE dan teknis sektoral penanaman modal
d. Pelayanan informasi Penanaman Modal
PEMBINAAN DAN EVALUASI
PTSP-PDPPM DAN PTSP-PDKPM
85
85
Dalam rangka menjaga kesinambungan kualitas pelayanan perizinan dan nonperizinan kepada
penanam modal, BKPM melaksanakan evaluasi secara berkala atas penyelenggaraan PTSP-
PDPPM dan PTSP- PDKPM
Dilakukan berdasarkan:
a. laporan terbaru hasil penilaian secara mandiri, oleh PDPPM atau PDKPM yang
bersangkutan
b. adanya saran dan pertimbangan dari Tim Pertimbangan PTSP kepada Kepala BKPM:
1) atas keberatan yang diajukan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota terkait dengan penyelenggaraan sementara PTSP
2) atas pengaduan Penanam Modal mengenai penyelenggaraan PTSP di PDPPM atau
PDKPM.
Dilaksanakan oleh Tim Teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Evaluasi
86
86
Penyelenggaraan
PTSP
Evaluasi
Tim Penilai:
Melakukan
evaluasi
penyelenggaraan
PTSP-PDPPM
dan PTSP-
PDKPM
1. Pengukuran Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM), yang
dikategorikan Sbb:
- Sangat baik
- Baik
- Kurang baik
- Tidak baik
2. Penilaian atas penguasaan
ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang
penanaman modal, mencakup
kesesuaian penerapan NSPK
serta peraturan perundang-
undangan di bidang
penanaman modal, dalam
menerbitkan perizinan dan
nonperizinan
Tim Teknis melaporkan hasil evaluasi kepada Kepala BKPM
Hasil evaluasi akan ditetapkan dalam Keputusan Kepala BKPM
Kegiatan Evaluasi PTSP dilakukan paling lama 2 (dua) tahun sekali.
Diagram Evaluasi PTSP-PDPPM/PTSP-PDKPM
87
87
Biaya BKPM dibebankan pada APBN
Biaya PDPPM dan PDKPM dibebankan
pada APBD masing-masing
Pembiayaan
Segala penerimaan negara dari
pelayanan urusan Pemerintah
diserahkan kepada
Kementerian/LPND sesuai peraturan
penerimaan negara bukan pajak
Penerimaan
Pembiayaan & Penerimaan Negara
88
88
Kepala BKPM kepada Presiden, paling lambat bulan April tahun berikutnya
Kepala PDPPM kepada Kepala BKPM, paling lambat 2 (dua) bulan
sebelum laporan Kepala BKPM kepada Presiden
Kepala PDKPM kepada Kepala PDPPM, paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum laporan Kepala PDPPM kepada Kepala BKPM
Laporan Penyelenggaraan PTSP
Laporan Data Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal
Belum ada SPIPISE memfaksimili setiap Pendaftaran/Izin Prinsip Penanaman Modal/Izin Usaha
yang diterbitkan oleh:
a. Kepala PDPPM kepada Kepala BKPM
b. Kepala PDKPM kepada Kepala PDPPM dengan tembusan kepada Kepala BKPM
Telah ada SPIPISE melakukannya secara otomasi (on-line)
Ketentuan mengenai Laporan Kegiatan Penanaman Modal oleh penanam modal berpedoman
pada peraturan Kepala BKPM No. 13 tahun 2009.
PELAPORAN
89
89
2. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman
dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal
90
90
Perizinan penanaman modal dibedakan atas :
1. Bidang Usaha yang tidak mendapat fasilitas fiskal
2. Bidang Usaha yang mendapat fasilitas fiskal *):
- Perusahaan tidak memerlukan fasilitas fiskal
- Perusahaan memerlukan fasilitas fiskal
Fasilitas Fiskal *) :
1. Peraturan Menteri Keuangan No. 176 Tahun 2009
- Pembebasan bea masuk impor mesin/peralatan
- Pembebasan bea masuk bahan baku/penolong
2. Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 1
Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang
Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu
PROSEDUR PERIZINAN INVESTASI
91 91
PENDAFTARAN
Pem. Daerah, antara lain :
1. Izin Lokasi
2. Hak Atas Tanah
3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
4. Izin Gangguan (HO/UUG)
IZIN USAHA
KOMERSIAL
PERSIAPAN
PENDAFTARAN
Notaris
Pengesahan Badan Hukum
Dep. Hukum dan HAM
PENDAFTARAN
KONSTRUKSI
Izin Operasional Departemen Teknis
1. API-P
2. RPTKA/TA.01/IMTA
Non FISKAL
PENDAFTARAN diterbitkan dalam 1 HARI KERJA - Wajib bagi PMA - Dapat dilakukan oleh PMDN bila diperlukan
*) Sesuai Kewenangan
*)
Pemerintah Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota
Mekanisme Perizinan Penanaman Modal
Di Bidang Usaha Yang Tidak Mendapat Fasilitas Fiskal dan
Di Bidang Usaha Yang Mendapat Fasilitas Fiskal Tetapi Perusahaan Tidak Memerlukan Fasilitas Fiskal
92
92
Pemerintah Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota
PENDAFTARAN
Pemerintah Daerah, antara lain :
1. Izin Lokasi
2. Hak Atas Tanah
3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
4. Izin Gangguan (HO/UUG)
KOMERSIAL
PERSIAPAN
Notaris
PENDAFTARAN
1. API-P
2. RPTKA/TA.01/IMTA
IZIN USAHA
Pengesahan Badan Hukum
Dep. Hukum dan HAM
IZIN PRINSIP
1. SP PABEAN BARANG MODAL
2. USULAN FASILITAS PPh BADAN
FISKAL
Non FISKAL
Izin Operasional Departemen Teknis
SP PABEAN BAHAN BAKU
FISKAL
IZIN PRINSIP diterbitkan dalam 3 HARI KERJA
*) Sesuai kewenangan
*)
KONSTRUKSI
PENDAFTARAN
*)
Mekanisme Perizinan Penanaman Modal
DI Bidang Usaha Yang Mendapat Fasilitas Fiskal dan Perusahaan Memerlukan Fasilitas Fiskal
93
93
3. Peraturan Kepala BKPM No. 7 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal
94
94
Kepastian hak, hukum dan perlindungan;
Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang
dijalankan;
Hak pelayanan; dan
Berbagai bentuk fasilitas kemudahan
Hak Penanam Modal
95
95
Meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui
pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja
warga negara Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja asing;
Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
Menyampaikan LKPM;
Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal;
Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi
standar kelayakan lingkungan hidup bagi perusahaan yang mengusahakan
sumber daya alam yang tidak terbarukan, yang pelaksanaannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Penanam Modal
96
96
1. Pemantauan : sesuai dengan yang menerbitkan pendaftaran/ izin prinsip
Penanaman Modal
2. Pembinaan dilakukan secara berjenjang:
PDKPM terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota;
PDPPM terhadap penyelesaian masalah penanaman modal yang tidak
dapat diselesaikan di tingkat kabupaten/kota; dan
BKPM terhadap penyelesaian masalah penanaman modal yang tidak dapat
diselesaikan di tingkat provinsi.
3. Pengawasan :
PDKPM terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota;
PDPPM terhadap penanaman modal yang kegiatannya bersifat lintas
kabupaten/kota dan menjadi kewenangan provinsi sesuai peraturan
perundang-undangan; dan
BKPM terhadap penggunaan fasilitas penanaman modal.
Pembagian Urusan Dalak
97
1. Perusahaan yang telah mendapat Pendaftaran PenanamanModal dan/atau Izin Prinsip Penanaman
Modal dan/atau Persetujuan Penanaman Modal dan/atau Izin Usaha wajib menyampaikan Laporan
Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) secara berkala kepada Kepala BKPM melalui Deputi Bidang
Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Kepala PDPPM, dan Kepala PDKPM.
2. Kewajiban menyampaikan laporan dilakukan oleh perusahaan sebagai berikut :
a. Perusahaan yang kegiatan penanaman modalnya masih dalam tahap pembangunan wajib
menyampaikan LKPM setiap 3 (tiga) bulan (triwulan) dengan dengan periode laporan sebagai
berikut:
1) Laporan Triwulan I disampaikan paling lambat pada tanggal 5 April tahun yang bersangkutan;
2) Laporan Triwulan II disampaikan paling lambat pada tanggal 5 Juli tahun yang bersangkutan;
3) Laporan Triwulan III disampaikan paling lambat pada tanggal 5 Oktober tahun yang
bersangkutan;
4) Laporan Triwulan IV disampaikan paling lambat pada tanggal 5 Januari tahun berikutnya.
b. Perusahaan yang mengajukan izin usaha sebelum periode pelaporan, wajib menyampaikan LKPM
dengan posisi realisasi terakhir penanaman modal sesuai tanggal pengajuan izin usaha.
c. Perusahaan yang kegiatan penanaman modalnya telah memiliki izin usaha, wajib menyampaikan
LKPM setiap 6 (enam) bulan (semester).
Laporan Kegiatan Penanaman Modal
(1)
97
98
3. Perusahaan yang memiliki kegiatan penanaman modal lebih dari satu kabupaten/kota, wajib
menyampaikan LKPM untuk masing-masing kabupaten/kota.
4. Perusahaan yang memiliki beberapa bidang usaha, wajib merinci realisasi investasi untuk
masing-masing bidang usaha dalam LKPM.
5. Perusahaan yang berlokasi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau
kawasan ekonomi khusus menyampaikan LKPM kepada badan pengusahaan kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau badan pengusahaan kawasan ekonomi
khusus yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala BKPM melalui Deputi Bidang
Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Kepala PDPPM, dan Kepala PDKPM.
6. Perusahaan yang telah melakukan penggabungan perusahaan (merger), perusahaan penerus
(surviving company) wajib menyampaikan LKPM untuk seluruh kegiatan penanaman modal
hasil penggabungan.
7. Penyampaian LKPM dilakukan secara online melalui SPIPISE.
8. Khusus untuk kantor perwakilan perusahaan asing wajib menyampaikan laporan kegiatannya
kepada BKPM setiap akhir tahun.
Laporan Kegiatan Penanaman Modal
(2)
98
99
9. Apabila penyampaian LKPM tidak dapat dilakukan, perusahaan dapat menyampaikan
secara langsung (hard copy atau facsimile) kepada Kepala BKPM melalui Deputi Bidang
Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Kepala PDPPM, dan Kepala PDKPM atau
melalui surat elektronik (e-mail) ke lkpm@bkpm.go.id.
10. Perusahaan yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk yang diterbitkan BKPM
wajib menyampaikan laporan realisasi impor setiap 3 (tiga) bulan (triwulan) dengan
periode laporan kepada Kepala BKPM melalui Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan
Penanaman Modal yang dilengkapi dengan rekaman Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Laporan Kegiatan Penanaman Modal
(3)
99
100
100
Pengawasan dalam bentuk pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman
modal atas adanya permohonan penanaman modal yang memerlukan
fasilitas impor bahan baku;
Permohonan pencabutan proyek penanaman modal yang menggunakan
fasilitas penanaman modal dengan masa importasi mesin/peralatan kurang
dari 5 (lima) tahun sejak pengimporannya;
Tindak lanjut dari ditemukannya bukti awal penyimpangan yang dilakukan
oleh perusahaan;
Pengenaan sanksi; dan
Pembatalan sanksi.
Berita Acara Pemeriksaan Proyek
101
101
1. Peringatan tertulis;
2. Pembatasan kegiatan usaha;
3. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas
penanaman modal; atau
4. Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas
penanaman modal.
Sanksi Administratif
102
102
4. Peraturan Kepala BKPM No. 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan
Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik
103
103
Subsistem Pelayanan Informasi
Menyajikan informasi Potensi Penanaman
Modal.
Menyajikan informasi mengenai tata cara
pengajuan perizinan dan nonperizinan
serta Service Level Arrangement (SLA).
Fasilitasi Matchmaking Investor.
Promosi Sektoral & Daerah.
Subsistem Utama
Pelayanan perizinan dan nonperizinan.
Tracking Dokumen (Penelusuran Posisi
Proses).
Jejak audit (Audit Trail).
Pelaporan Kegiatan Penanaman Modal
oleh Investor.
SUBSISTEM PELAYANAN
PENANAMAN MODAL
SUBSISTEM INFORMASI
SUBSISTEM PENDUKUNG
Pelayanan persetujuan, perizinan
dan fasilitas penanaman modal
Sarana Pendukung SPIPISE
(1)
104
104
Subsistem Pendukung
- Layanan Pengaduan (Help desk).
- Keamanan.
- Knowledge Management.
- Business Intelligence (Analysis
Tools)
- Simulator tools for policy
analysis and formulation.
- Reporting:
- Perkembangan Investasi.
- Kinerja masing-masing PTSP.
- Email
- Bandwidth Management.
SUBSISTEM PELAYANAN
PENANAMAN MODAL
SUBSISTEM INFORMASI
SUBSISTEM PENDUKUNG
Pelayanan persetujuan, perizinan
dan fasilitas penanaman modal
Sarana Pendukung SPIPISE
(2)
105
105
1. Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha
Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
2. Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 jo. No.111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang
Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
Dasar Hukum:
106
106
Lingkup Kegiatan dan Tujuan DNI
a. Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan
penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan
terbuka dengan persyaratan
b. Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang
diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal oleh penanam modal
c. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha
tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal
dengan persyaratan tertentu
107
Tujuan Pengaturan
Meletakkan landasan hukum yang pasti
Menjamin transparansi dalam proses penyusunan
Memberikan pedoman dlm penyusunan/ penetapan
Memberikan pedoman dlm pengkajian ulang
Memberikan pedoman apabila terjadi perbedaan penafsiran
Merupakan rujukan dalam melakukan pilihan bidang usaha kegiatan
penanaman modal
Pilihan bidang usaha menjadi persyaratan pembentukan badan usaha yg
berbadan hukum terutama bagi investasi asing
107
108
Prinsip Dasar
(Pasal 5 Perpres Nomor 76/2007)
1. Prinsip penyederhanaan
DNI berlaku secara nasional dan bersifat sederhana serta terbatas pada bidang usaha yang terkait
dengan kepentingan nasional (merupakan bagian kecil dari keseluruhan ekonomi dan bagian kecil dari
setiap sektor dalam ekonomi).
2. Prinsip kepatuhan
DNI tidak boleh bertentangan dengan kewajiban Indonesia yang termuat dalam perjanjian atas
komitmen internasional yang telah diratifikasi.
3. Prinsip transparansi
DNI harus jelas, rinci, dapat diukur dan tidak multi tafsir serta berdasarkan kriteria tertentu
4. Prinsip kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal
DNI tidak menghambat kebebasan arus barang, jasa, modal, sumber daya manusia dan informasi di
dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia
5. Prinsip Kepastian Hukum
DNI tidak dapat diubah kecuali dengan Peraturan Presiden
108
109
Kriteria Penetapan Bidang Usaha Tertutup
Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing
maupun dalam negeri ditetapkan dengan berdasarkan kriteria :
Kesehatan
Keselamatan
Pertahanan dan Keamanan
Lingkungan Hidup dan Moral/Budaya (K3LM)
Kepentingan nasional lainnya
(Pasal 8 Perpres No. 76 Th 2007)
109
110
110
Kriteria Penetapan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan
(Pasal 11 Perpres Nomor 76/2007)
1. Perlindungan SDA
2. Perlindungan dan pengembangan UMKMK
3. Pengawasan produksi dan distribusi
4. Peningkatan kapasitas teknologi
5. Pertisipasi modal dalam negeri
6. Kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh Pemerintah
111
111
(Pasal 6 Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007)
Ketentuan Peraturan Presiden ini tidak mengurangi kewajiban penanam modal
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku untuk
kegiatan penanaman modal tersebut untuk melakukan kegiatan usaha yang
dikeluarkan oleh instansi teknis yang berwenang yang membawahi bidang
usaha penanaman modal.
(Pasal 5 Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007)
Ketentuan Peraturan Presiden ini tidak berlaku bagi penanaman modal yang
telah disetujui pada bidang usaha tertentu sebelum Peraturan Presiden ini
ditetapkan, sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan, dan
perubahannya apabila ada (Grandfather Clause).
Ketentuan Teknis dan Grandfather Clause
112
Bidang Usaha Tertutup
Pasal 1 ayat (1) & Lampiran 1
Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan PM, antara lain:
Perjudian/Kasino;
Peninggalan Sejarah dan Purbakala;
Pemukiman/Lingkungan Adat;
Obyek Ziarah (Tempat Peribadatan, Petilasan, Makam, dsb);
Pemanfaatan (Pengambilan) Koral Alam;
Penangkapan Species Ikan yang Tercantum Dalam Appendix 1 CITES;
Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit;
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio dan Televisi;
Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal;
Pemasangan dan Pemeliharaan Perlengkapan Jalan;
Penyelenggaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang;
Penyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor;
Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor;
Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran;
Vessel Trafic Information System (VTIS);
Pemantauan Lalu Lintas Udara (ATS) Provider;
Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti : Penta Chlorophenol, Dichloro Diphenyl Trichloro Elhane (DDT), Dieldrin,
Chlordane, Carbon Tetra Chloride, Chloro Fluoro Carbon (CFC), Methyl Bromide, Methyl Chloroform, Halon, dan lainnya;
Industri bahan kimia Skedul-1 Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman, Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitixin, VX, dll);
Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Bahan Mengandung Merkuri;
Industri Logam Dasar Bukan Besi (Timah Hitam);
Budidaya Ganja
112
113
Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan
Terdiri dari bidang-bidang usaha yang terbuka dengan syarat :
a. Dicadangkan bagi UMKMK
b. Melakukan kemitraan dengan UMKMK
c. Pembatasan maksimum kepemilikan modal asing
d. Berada di lokasi tertentu
e. Perlu perizinan khusus
f. Modal dalam negeri 100% (tertutup bagi asing)
g. Dibatasi kepemilikan modal asing dan berada di lokasi tertentu
h. Perlu perizinan khusus dan dibatasi kepemilikan asingnya
i. Modal dalam negeri 100% (tertutup bagi asing) dan perlu perizinan khusus
113
114
Beberapa Arah DNI kedepan
Prinsip tidak lebih restriktif
Pengaturan bidang-bidang usaha dan kepemilikan modal didalam DNI agar tidak lebih restriktif atau
paling tidak tetap sebagaimana yang ada didalam DNI dan persyaratan atau ketentuannya diupayakan
lebih longgar dibanding yang berlaku saat ini didalam DNI. Usulan yang lebih restriktif hanya
dimungkinkan diajukan apabila ada ketentuan UU baru yang secara tegas mengaturnya
Prinsip ini penting agar :
a. ada kejelasan dan kepastian hukum bagi investor mengenai bidang-bidang usaha yang diatur
persyaratannya.
b. menjadi acuan bagi para tim negosiator Pemerintah Indonesia didalam melakukan berbagai
negosiasi dengan pemerintah negara-negara lain membahas hal-hal yang terkait investasi.
Penanaman modal tidak langsung atau portofolio yang transaksinya dilakukan melalui pasar modal
dalam negeri DNI tidak berlaku. Selama tidak menjadi saham pengendali, pembelian saham di pasar
modal dalam negeri tidak terkena ketentuan DNI.
Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah dari Perpres DNI tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan, dalam rangka menciptakan iklim investasi yang lebih baik serta kepastian berusaha bagi
investor.
114
115
5. BEBERAPA FASILITAS/INSENTIF PENANAMAN MODAL:
1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
2) PP No. 81 Tahun 2007 Tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak
Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseroan Terbuka
3) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 tentang Fasilitas PPN
4) Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2008 tentang perubahan atas PP No.1/2007
tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-
bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-daerah Tertentu
5) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif
dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah
6) Permenkeu No. 176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor
Mesin Serta Barang dan Bahan Untuk Pembangunan Atau Pengembangan Industri
Dalam Rangka Penanaman Modal
7) Permenkeu No. 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
115
116
Tarif PPh Perusahaan Diturunkan
Tahun Tarif PPh
2008 30%
2009 28%
2010 25%
UMKM diberikan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku.
Perusahaan yang menjual sahamnya minimal 40% ke pasar modal dalam negeri dengan minimal 300
orang pemegang saham, akan dikurangi tarif PPh nya sebesar 5%, yaitu dari 30% menjadi 25%.
Wajib Pajak yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri
sejak 2009, dan pemungutan fiskal luar negeri akan dihapus pada 2011.
Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan
1) UU No. 36 Tahun 2008
116
117
Tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan
Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseroan Terbuka
Tarif PPh Perusahaan Diturunkan 5%
Bagi Perusahaan go public di dalam negeri :
- Minimal menjual saham 40%
- Minimal 300 orang/pihak pemegang saham publik
Tahun Tarif PPh
2008 25%
2009 23%
2010 20%
2) PP No. 81 Tahun 2007
117
118
Perubahan Ketiga atas PP No. 12 Tahun 2007 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN
3) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007
Pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang
bersifat strategis, meliputi a.l. :
- barang modal, makanan ternak dan/atau bahan bakunya
- bibit/benih barang pertanian, perkebunan,kehutanan, peternakan, penangkaran,
perikanan
- penyerahan barang hasil oleh petani atau kelompok tani
118
119
Bentuk fasilitas :
jumlah bidang usaha dan daerah lokasi investasi yang dapat memperoleh fasilitas
PPh bertambah dari semula 15 bidang usaha tertentu dan 9 bidang usaha di daerah
tertentu pada PP 1/2007 menjadi 23 bidang usaha tertentu dan 15 bidang usaha di
daerah tertentu;
Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah investasi, dibebankan
selama 6 tahun masing-masing sebesar 5% per tahun;
Penyusutan dan amortisasi dipercepat;
Pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri
sebesar 10%;
Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Tentang perubahan atas PP No.1/2007 tentang fasilitas pajak penghasilan
untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-
daerah tertentu
4) Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2008
119
120
NO BIDANG USAHA KBLI CAKUPAN PRODUK
1 Pengembangan peternakan:
Pengembangan usaha peternakan besar/kecil
01211
01216
15111
Pembibitan, budidaya, penggemukan, pemotongan dan pengolahan terpadu:
Sapi potong (>5000 ekor)
Kambing potong (>20000 ekor)
RPH kambing/domba (>30000 ekor/bln)
2 Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman IUPHHK-HTI
(HTI)
a.Pengusahaan Hutan Jati 02011 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
b.Pengusahaan Hutan Pinus 02012 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
c.Pengusahaan Hutan Mahoni 02013 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
d.Pengusahaan Hutan Sono keling 02014 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
e.Pengusahaan Hutan Albasia/Jeunjing 02015 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
f.Pengusahaan Hutan Cendana 02016 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
g.Pengusahaan Hutan Akasia 02017 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
h.Pengusahaan Hutan Ekaliptus 02018 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
i.Pengusahaan Hutan Lainnya 02019 Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
Sungkai, Kayu Karet, Gmelina, Meranti
Minimal 50.000 Ha
Bidang Usaha Tertentu
Tambahan Pada Lampiran I PP No. 62 Tahun 2008
(1)
120
121
NO BIDANG USAHA KBLI CAKUPAN PRODUK
3 Penambangan dan Pemanfaatan Batubara Mutu
Rendah (Low Rank Coal) *)
10102 Coal Gasification
Hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
4 Pengusahaan Tenaga Panas Bumi 11102 Kelompok ini mencakup usaha pencarian, pengeboran dan pengubahan
panas bumi menjadi tenaga listrik
5 Kelompok Industri Susu dan Makanan dari Susu
Industri Susu
15201 Susu bubuk, Susu Kental Manis, Susu Cair
Kelompok Industri Bubur Kertas (Pulp), Kertas dan
Kertas Karton/Paper Board
(Tambahan Pada Sub Bidang Usaha)
c. Industri Kertas Berharga 21013 Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kertas bandrol, bank notes,
cheque paper, watermark paper, materai, perangko dan sejenisnya
(Terintegrasi dengan industri Bubur Kertas)
d. Industri Kertas Khusus 21014 Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kertas khusus, seperti
cardiopan, kertas litmus, metalic paper, acid proof paper, kerta pola, kertas
tersalut, kertas celopan dan sejenisnya
(Terintegrasi dengan Industri Bubur Kertas)
e. Industri Kertas Tissue 21014 Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kertas rumah tangga (towelling
stock, napkins stock, facial tissue, toilet tissue, lens tissue), kertas kapas,
kertas sigaret, dan cork tipping paper
(Terintegrasi dengan Industri Bubur Kertas)
Kayu yang diolah tidak boleh berasal dari hutan alam
Bidang Usaha Tertentu
Tambahan Pada Lampiran I PP No. 62 Tahun 2008
(2)
121
122
NO BIDANG USAHA KBLI CAKUPAN PRODUK
6 Pengilangan Minyak Bumi (Oil Refinary) *) 23201 Pemurnian pengilangan minyak bumi yang menghasilkan gas/LPG,
avtur, avigas, naphta, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel,
minyak bakar, lubricant, waz, solvent/pelarut, residu dan aspal
Prioritas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
7 Pembangunan kilang mini gas bumi (Industri
Pemurnian dan Pengolahan Gas Bumi)
23202 Kelompok ini mencakup usaha pemurnian dan pengolahan gas bumi
menjadi Liqufied Natural gas (LNG) dan Liqufied Petroleum Gas (LPG)
Kelompok Industri Barang-barang Kimia Lainnya
(Tambahan pada Sub Bidang Usaha)
Industri Bahan Kosmetik dan Kosmetik 24242 Kelompok ini mencakup usaha pembuatan macam-macam kosmetik
seperti: tata rias muka, preparat wangi-wangian, preparat rambut,
preparat kuku, preparat perawat kulit, preparat untuk kebersihan
badan, preparat cukur, dan kosmetik tradisional
Biaya investasi di Pulau Jawa USD 100 juta
Biaya investasi di luar Pulau Jawa USD 50 Juta
8 Kelompok Industri Serat Buatan
Industri Serat Stapel Buatan
24302 Viscose Rayon
Minimum tenaga kerja tahun pertama 1000 orang
Untuk perluasan, tambahan tenaga kerja 500 orang untuk tahun
pertama
Bidang Usaha Tertentu
Tambahan Pada Lampiran I PP No. 62 Tahun 2008
(3)
122
123
NO BIDANG USAHA KBLI CAKUPAN PRODUK DAERAH/PROVINSI
1 Pengembangan tanaman pangan
a. Pertanian Padi 01111 Industri perbenihan (2000-3000 ton/thn)
Budidaya, dengan prosesing terpadu (>5000 Ha)
Papua
Papua, Kalimantan Selatan, Sumsel
b. Palawija 01112 Industri perbenihan (jagung >3000 ton, kedele
>1000 ton)
Jagung: Gorontalo, Lampung
Kedele: Jawa Timur, Sumut, Nanggroe Aceh
Darussalam, Sulawesi Selatan, NTB, Jambi
2 Pengembangan Budidaya Hortikultura:
a.Pertanian buah-buahan sepanjang
tahun
01132
01132
Pisang (>500 Ha)
Nenas (>500 Ha)
NAD, Kaltim, Sulawesi Utara
Lampung
b. Pertanian buah-buahan musiman 01131 Mangga (>500 Ha) Jawa Timur
3 Kelompok Industri Kulit, Barang dari
Kulit, dan Alas Kaki
Industri Penyamakan Kulit
19112 Kelompok ini mencakup usaha penyamakan kulit
yang berasal dari ternak (sapi, kerbau), ternak kecil
(domba, kambing), reptil (buaya, ular, biawak), ikan
(ikan pari, hiu/cucut, kakap, belut) dan hewan
lainnya yang dimasak dengan chrome nabati,
sintesis, samak minyak dan samak kombinasi
menjadi kulit tersamak, seperti: wet kulit hiasan,
kulit berbulu, kulit laminasi, kulit patent, kulit jaket,
kulit hewan besar, hewan kecil, reptil, ikan/biota
perairan, dan hewan lainnya yang tidak dipisahkan
dari usaha peternakan atau penangkaran/budidaya,
dimasukkan dalam golongan 012
Khusus untuk kulit reptil bahan kulit yang berasal
dari Indonesia harus berasal dari penangkaran/
budidaya
Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat,
Sumatera Barat
Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu
Tambahan Pada Lampiran II PP No. 62 Tahun 2008
(1)
123
124
NO BIDANG USAHA KBLI CAKUPAN PRODUK DAERAH/PROVINSI
Kelompok Industri Semen, Kapur, dan
Gips
Industri Semen
(Tambahan pada Cakupan Produk)
26411 Kelompok ini mencakup usaha pembuatan
macam-macam semen, seperti: portland,
natural dan jenis semen lainnya
Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku
Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara
Barat dan Nanggroe Aceh Darussalam
4 Kelompok Industri Akumulator Listrik
dan Batu Baterai
Industri Batu Baterai Kering (Batu Baterai
Primer)
31401 Industri Batere Lithium Jawa Barat
5 Kelompok Industri Pembuatan dan
Perbaikan Kapal dan Perahu
3511
a.Industri Kapal dan Perahu 35111 &
35113
Kelompok ini mencakup usaha pembuatan dan
perbaikan macam-macam kapal ukuran 5.000 sd
50.000 DWT yang terbuat dari baja atau bahan
logam lainnya
Jawa Timur
a.Industri Peralatan dan Perlengkapan
Kapal
35112 Kelompok ini mencakup usaha pembuatan
perlengkapan, peralatan dan bagian kapal,
seperti: perlengkapan lambung, akomodasi
kerja mesin gladak, alat kemudi, baling-baling,
rantai kapal, jangkar kapal, dan alat bongkar
muat
Jawa Timur
6
Transhipment Port Meru-pakan
kesat-uan dari:
63100
63210
63220
63321
63290
Kelompok ini mencakup usaha jasa pelayanan
pelabuhan transhipment internasional (dermaga,
gedung, penundaan kapal, pemanduan, jasa labuh,
jasa tambat, jasa dermaga dan penumpukan
barang/kontainer, terminal peti kemas, terminal curah
cair, terminal curah kering)
Pulau Batam
Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu
Tambahan Pada Lampiran II PP No. 62 Tahun 2008
(2)
124
125
Tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian
Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah (1)
(2) Pemberian kemudahan dapat berbentuk:
a. Penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal;
b. Penyediaan sarana dan prasarana;
c. Penyediaan lahan atau lokasi;
d. Pemberian bantuan teknis; dan/atau
a. Percepatan pemberian perizinan.
Pasal 3
PP. 45/2008
(1) Pemberian insentif dapat berbentuk:
a. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah;
b. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah;
c. Pemberian dana stimulan; dan/atau
d. Pemberian bantuan modal.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008
(1)
125
126
(Pasal 5)
Pemberian insentif dan pemberian kemudahan diberikan kepada penanaman modal yang
sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan;
b. Menyerap banyak tenaga kerja lokal;
c. Menggunakan sebagain besar sumberdaya lokal;
d. Memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan publik;
e. Memberikan kontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto;
f. Berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
g. Termasuk alih teknologi;
h. Melakukan industri pionir;
i. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, atau daerah perbatasan;
j. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
k. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi;atau
l. Industri yang menggunakan barang modal, mesin, atau peralatan yang diproduksi di dalam
negeri.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008
(2)
126
127
(Pasal 7)
Ketentuan mengenai pemberian insentif dan/atau pemberian kemudahan
penanaman modal di daerah diatur dengan Perda yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Tata cara memperoleh pemberian insentif dan pemberian kemudahan
2. Kriteria pemberian insentif dan pemberian kemudahan
3. Dasar penilaian pemberian insentif dan pemberian kemudahan
4. Jenis usaha atau kegiatan penanaman modal yang diprioritaskan memperoleh
insentif dan kemudahan
5. Bentuk-bentuk insentif dan kemudahan yang dapat diberikan
6. Pengaturan pembinaan dan pengawasan
5) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008
(3)
127
128
Diberikan Bagi Perusahaan di Bidang:
Bahan
Barang
Mesin
1. Industri Yang Menghasilkan Barang
2. Industri Yang Menghasilkan Jasa:
a. Pariwisata dan kebudayaan
b. Transportasi/perhubungan
(untuk jasa transportasi publik)
c. Pelayanan kesehatan publik
d. Pertambangan
e. Konstruksi
f. Industri telekomunikasi
g. Kepelabuhanan.
Sepanjang:
1. Belum diproduksi di dalam negari
2. Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum
memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan
3. Sudah diproduksi di dalam negeri namun
jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri,
berdasarkan daftar mesin, barang dan bahan
yang ditetapkan oleh Menperin.
6. Permenkeu No. 176/PMK.011/2009
(1)
Tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang dan Bahan Untuk
Pembangunan Atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal
128
129
Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang Dan Bahan
Tujuan
Untuk
Importasi
Jangka waktu impor
Perpanjangan waktu
Impor
Pembangunan industri
mesin 2 tahun
Dapat diperpanjang sesuai
jangka waktu pembangunan
industri
barang &
bahan
2 tahun untuk produksi selama 2 tahun Dapat diperpanjang 1 tahun
Pengembangan industri
mesin 2 tahun
Dapat diperpanjang sesuai
jangka waktu pembangunan
industri
barang &
bahan
2 tahun untuk produksi selama 2 tahun
bagi penambahan kapasitas minimal 30%
dari kapasitas terpasang*)
Dapat diperpanjang 1 tahun
Pembangunan/pengembangan
industri*) dengan menggunakan mesin
produksi dalam negeri minimal 30%
dari total mesin
barang &
bahan
4 tahun untuk produksi/ tambahan
produksi selama 4 tahun
Note: *) kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa
Pembebasan bea masuk tidak berlaku untuk industri perakitan kendaraan bermotor kecuali industri komponen kendaraan bermotor.
6. Permenkeu No. 176/PMK.011/2009
(2)
129
130
Permohonan disampaikan kepada Kepala BKPM dilampiri dengan:
1. Akta pendirian perusahaan
2. Surat Persetujuan Penanaman Modal
3. NPWP dan tanda terima pengajuan sebagai Pengusaha Kena Pajak
4. Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)
5. Angka Pengenal Impor (API/APIT/API-P)
6. Daftar mesin meliputi jumlah, jenis, spesifikasi teknis secara rinci
7. Uraian ringkas proses produksi bagi industri yang menghasilkan barang atau uraian
ringkas kegiatan usaha bagi industri jasa.
Persetujuan pembebasan bea masuk diberikan oleh Kepala BKPM
Permohonan dan Persetujuan Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Dan Bahan
6. Permenkeu No. 176/PMK.011/2009
(3)
130
131
Fasilitas pajak penghasilan badan yang diberikan berupa :
1. Pembebasan pajak penghasilan badan dalam jangka waktu 5 s/d 10 tahun, terhitung sejak
tahun pajak dimulainya produksi komersial.
2. Tambahan fasilitas berupa pengurangan pajak penghasilan badan sebesar 50% dari pajak
penghasilan terutang selama 2 tahun sejak berakhirnya fasilitas pembebasan pajak penghasilan
badan sebagai masa transisi sebelum melaksanakan kewajiban perpajakan secara penuh.
Bentuk Fasilitas Pajak penghasilan
7. Permenkeu No. 130/PMK.011/2011 (1)
131
132
1. WP badan yang termasuk industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas,
memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan
memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
2. Mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari
instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp 1 Triliun.
3. Menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% dari total penanaman
modal dan tidak boleh ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman
modal.
4. Berstatus badan hukum Indonesia yang pengesahannya dilakukan 12 bulan sebelum PMK ini
mulai berlaku.
Wajib Pajak Yang Mendapatkan Fasilitas
7. Permenkeu No. 130/PMK.011/2011 (2)
132
133
Industri pionir yang berhak mendapatkan fasilitas mencakup :
Industri logam dasar;
Industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak
bumi dan gas alam;
Industri permesinan;
Industri di bidang sumberdaya terbarukan; dan/atau
Industri peralatan komunikasi.
Cakupan Industri Pionir
7. Permenkeu No. 130/PMK.011/2011 (3)
133
134
Terima Kasih
Badan Koordinasi Penanaman Modal
www.bkpm.go.id
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44 Jakarta
Telp. 021. 5252008