Disusun Untuk Melengkapi Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun Oleh :
2
LEMBAR PENGESAHAN
Referat dengan : Judul : Penanganan Efusi Pleura Pada Tuberkulosis Dan Keganasan Bagian : Ilmu Penyakit Dalam Diajukan : 25 Mei 2014
Semarang, 24 Mei 2014
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Dr.Bantar Suntoko, Sp.PD-KR, FINASIM
3
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ......................................................................................2 Daftar isi ...........................................................................................................3 Daftar Gambar ...................................................................................................4 BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................6 1.Anatomi dan Fisiologi Pleura ................................................................6 2 Efusi Pleura ...........................................................................................11 3 Diagnosis Efusi Pleura ........................................................................15 4 Penatalaksanaan Efusi pleura karena Tuberkulosis ..............................18 5 Penatalaksanaan Efusi Pleura Ganas (EPG) ...........................................20 Daftar Pustaka .................................................................................................18 4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Pleura Pada Paru Normal dan Paru yang Kolaps .............7 Gambar 2 Desain Morfofungsional Rongga Pleura ..........................................8 Gambar 3 hipotesis Neggard (1927) dan teori yang saat ini diterima ...............9 Gambar 4 Foto PA Penumpulan Sudut Kostrofrenikus Kiri dan Foto LLD ...12 Gambar 5 Algoritma Diagnosis Efusi Pleura ..................................................13 Gambar 6 Perbedaan antara efusi pleura akibat keganasan dan TBC .............16 Gambar 7 Obat anti tuberkulosis.....................................................................17
5
BAB I PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan penumpukan cairan melebihi normal di dalam rongga pleura yakni diantara pleura parietalis dan pleura visceralis dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml. Penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura diantaranya adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di Negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. 1 Efusi pleura ganas merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura. 2,3 Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura. Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. 1,4 Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa, dan penanganannya yang segera, penulis mengangkat kasus efusi pleura pada tuberkulosis dan keganasan dalam makalah ini agar dapat mempelajari bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan kasus yang umumnya merupakan keadaan akut. 6
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Fisiologi Pleura Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali manuver pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal. 4,5 Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antarmembran maupun yang mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang mendukung kontak antarmembran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang mendukung terjadi pemisahan antarmembran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2) elastisitas paru.Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus). 4 8
Gambar 1 Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak 0,3 ml kg -1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl -1 ). Secara umum, kapiler di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg -1 jam -1 . Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg -1 jam -1 . Dengan demikian rongga pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20 kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul efusi pleura. 1,4 9
Gambar 2 Desain Morfofungsional Rongga Pleura (s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner) Gambar 2 adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang tersimplifikasi. Terdapat lima kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik parietal, ruang interstisial parietal, rongga pleura, intestisium paru, dan mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan adalah kapiler endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik yang selain menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari rongga pleura (terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga pleura yang disebut sebagai stomata limfatik. Kepdatan stomata limfatik tergantung dari regio anatomis pleura parietal itu sendiri. Sebagai contoh terdapat 100 stomata cm -2 di pleura parietal interkostal, sedangkan terdapat 8.000 stomata cm -2 di daerah diafragma. Ukuran stomata juga bervariasi dengan rerata 1 m (variasi antara 1 40 m) 4 . 10
Gambar 3 Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang menggambarkan hipotesis tentang pembentukan serta drainase cairan pleura. Hipotesis ini terlalu sederhana karena mengabaikan keberadan interstisial dan limfatik pleura; sedangkan (b) merupakan teori yang saat ini diterima berdasarkan percobaan terhadap kelinci. 5 Filtrasi cairan pleura terjadi di pleura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke rongga interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke rongga pleura. 3 Nilai antara intersitisium parietal dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3), sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura relatif rendah (1 g dl -1 ) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl -1 ). 5
Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral (sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada 11
sebagian besar keadaan rongga pleura dan interstisium pulmoner merupakan dua rongga yang secara fungsional terpisah dan tidak saling berhubungan. Pada manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura parietal, sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relatif rendah. Saluran limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10 cmH 2 O. 5 2. Efusi Pleura Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampauai absoprsi (drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal, dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik). 4,6 Pada TBC patofisiologi efusi pleuranya adalah: 4,7 - Komplikasi dari jaringan nekrosis sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura menimbulkan hipersensitivitas tipelambat melalui fokus subpleura yang robek atau melalui kelenjar getah bening. - Hematogen dan menimbulkan efusi pleura blilateral. Pada Efusi pleura Ganas (EPG)yang terjadi karena keganasan, patofisiologi terjadinya EPG adalah: 2-4 - Akumulasi efusi di rongga pleura akibat peningkatan permaeabilitas pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh inflamasi sel kanker pada pleura parietal dan atau visceralis - Invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor primer pleura (mesothelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe pada pleura parietal akibat sel kanker menjadi penyebab akumulasi cairan efusi pleura. 12
- Peningkatan permeabilitas karena gangguan fungsi beberapa sitokin (TNF-), TGF-, dan vascular endothelial growth factor (VEGF)) - Gangguan metabolism, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang mempermudah perembesan cairan ke rongga pleura. Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter cairan pleura serta keadaan sistemik. Efusi perlu dibedakan antara transudat (yang umumnya terjadi akibat faktor sistemik) dan eksudat (akibat faktor lokal). Transudat dan eksudat dapat dibedakan dengan mengukur LDH dan protein, sehingga dapat disimpulkan bahwa eksudat dicirikan dengan 6 : 1. Rasio protein cairan pleura/serum > 0,5 2. Rasio LDH cairan pleura/serum >0,6 3. LDH cairan pleura lebih dari 2/3 batas atas LDH serum Perlu pula dilakukan pengukuran gradien protein antara serum dengan pleura, yang mana gradien yang lebih dari 3,1 g/dL menggambarkan jenis transudat. Temuan karakteristik eksudat membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, seperti kadar glukos, hitung jenis, studi mikrobiologis, dan sitologi. 6
Gambar 5 menggambarkan alur diagnosis efusi pleura menggunakan algoritma pemeriksaan tertentu. Sebagai contoh, cairan dengan kecenderungan transudat memerlukan kecurigaan ke arah: 8 1. Gagal jantung kiri (kongestif), sebab terjadi kongesti cairan di paru akibat kegagalan pompa jantung mengakibatkan peningkatan tekanan vaskular paru. NT-proBNP >1500 pg/mL mengonfirmasi efusi pleura akibat gagal jantung kongestif. 2. Hidrotoraks hepatik, akibat sirosis dan ascites. 3. Emboli paru 4. Sindroma nefrotik 5. Dialisis peritonela 6. Obsgtruksi sindroma kava superior 13
7. Miksedema Efusi akibat tuberkulosis sering disebut pleuritis tuberkulosis. Pleuritis tuberkulosis dikaitkan dengan eksudat yang dominan limfositnya (dapat >90% sel darah putih), serta marker TB yang sangat meningkat di cairan pleura (yakni adenosin deaminase/ADA> 40 IU/L atau interferon gamma lebih dari 140 pg/mL). Cairan pleura dapat pula dikultur, biopsi jarum pleura, atau torakoskopi. Efusi yang banyak mengandung sel darah merah menggambarkan keganasan, trauma, atau emboli paru. 7,8 Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah penumpulan sudut kostofrenikus pada foto posteroanterior. Jika foto polos toraks tidak dapat menggambarkan efusi, diperlukan apencitraan radiologi lain seperti ultrasound dan CT. Efusi yang sangat besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser mediastiunum ke sisi kontralateral. Efusi yang sedemikian masif umumnya disebabkan oleh keganasan, parapneumonik, empiema, dan tuberkulosis. Namun apabila mediastinum bergeser ke sisi di mana efusi pleura masif berada, perlu dipikirkan kejadian obstruksi endobronkial ataupun penekanan akibat tumor. 7
Gambar 4 Kiri: Foto PA yang Menggambarkan Penumpulan Sudut Kostrofrenikus Kiri; Kanan: Foto LLD Pasien yang Sama 7 14
Gambar 5 Algoritma Diagnosis Efusi Pleura 7
15
3. Diagnosis Efusi Pleura 7-9
Dari anamnesis ditemukan gejala berupa: - Nyeri dada ipsilateral - Sesak nafas/ dispneu deffort - Pernafasan dangkal - Tidur miring ke sisi yang sakit sehingga paru yang sehat leluasa bergerak - Batuk darah - Demam Dari pemeriksaan fisisk didapatkan: - Hemi thoraks yang sakit lebih cembung - Sela iga melebar, mendatar, dan tertinggal pada pernafasan - Stem fremitus menurun - Jantung terdorong ke kontra lateral - Perkusi: redup sampai dengan pekak pada sisi sakit. Didapatkan garis ellis Damoieseaux - Trakea terdorong ke sissi sehat - Auskultasi: suara napas melemah bahkan menghilang. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan: a. Foto Thoraks - PA: sudut kosto frenikus tumpul (efusi >500 ml) - Lateral : sudut kosto frenikus tumpul (efusi >200 ml) - PA/Lateral: gambaran perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah, permukaan atas cekung, radioopak. b. Thorakosentesis Untuk sarana diagnostik maupun terapi Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan: 16
- Makroskopik : transudat (jernih, sedikit kekuningan) atau eksudat (warna lebih gelap, keruh) - Mikroskopik: Sel leukosit <1000/mm 3 (transudat), sel leukosit , predominasi limfosit matur ( TBC, neoplasma, limfoma), sel leukosit predominan PMN (pneumonia, pankreatitis) - Kimiawi: protein pleura, LDH, bila cairan eksudata diperiksa kadar glukosa dan amylase, pH, hitung jenis, mikrobiologi dan sitologi, tes bakteriologi. 5
c. USG Menemukan adanya lokasi cairan di rongga pleura, membimbing aspirasi cairan terlokulasi (terutama bila cairan efusi <10 mm)
d. CT-Scan Dilaksanakan bila perlu. Menunjukkan efusi yang belumterdeteksi dengan radiologi konvensional, memperlihatkan parenkim paru, identifikasi penebalan pleura dan kalsifikasi karena paparan asbestos. Membedakan dengan abses paru perifer dan empyema terlokulasi. 9
17
Perbedaan mendasar antara efusi pleura akibat keganasan atau tuberkulosis adalah sebagai berikut: 8
Penyebab Tampilan Hitung jenis leukosit Eritrosit pH Glukosa Keterangan Keganasan Turbid hingga berdarah 1-10.000 limfosit <100.000 Normal hingga
Normal hingga Pemeriksaan sitologi TBC Serosang (campuran darah dan cairan serosa) 5-10.000 limfosit <10.000 Normal sampai
Normal sampai Pemeriksaan marker TB ADA: >70 IU/L TB, jika<40 IU/L bukan TB. Pewarnaan BTA: 0- 10% dengan pewarnaan TB kultur dan resistensi Gambar 6 Perbedaan antara efusi pleura akibat keganasan dan TBC
Kemungkinan bakteri lain sebagai penyebab dari efusi pleura dapat diperiksa melalui kultur bakteri aerobik dan anaerobik. Hasil dengan kultur meningkat apabila cairan pleura diinokulasikan langsung ke dalam botol kultur darah.Sedangkan untuk kecurigaan yang mengarah ke pleuritis TB, selain kultur cairan pleura, harus dilakukan pula kultur sputum. Untuk kecurigaan yang mengarah pada keganasan, dilakukan pemeriksaan sitologi. Pada keganasan, pemeriksaan sitologi cairan pleura memberikan hasil 60% positif. Jika negatif, kemungkinan besar keganasan berupa mesotelioma, sarkoma, dan limfoma. 7,9
18
4. Penatalaksanaan Efusi pleura karena Tuberkulosis Penatalaksanaan efusi pleura karena TBC adalah mengobati penyakit yang mendasari yakni dengan obat anti Tuberkulosis (OAT) selama 6-12 bulan. Efusi pleura karena TB paru dikelompokkan dalam TB ekstra paru. Dosis pemberiannya adalah 2RHZE/4R3H3. 4 Bila efusimengganggu pernafasan, perlu dilakukan torakosentesis. Umumnya eksudat ini teresolusi dengan sempurna. Namun kadang perlu juga pemberian kortikosteroid sistematik (prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu dan kemudian di-tape off). 1,9
Pengobatan TB bertujuan menyembuhkan pasien, mencegah kematian dan kekambuhan. Memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. 9
Jenis OAT Sifat Dosis harian (mg/kg) 3x/minggu (mg/kg) Iasoniazid Bakterisid 4-6 8-12 Rifampisin Bakterisid 8-12 8-12 Pyrazinamide Bakterisid 20-30 30-40 Streptomisin Bakterisid 12-18 12-18 Ethambutol Bakteriostatik 15-20 20-35 Gambar 7. Obat Anti Tuberkulosis
5. Penatalaksanaan Efusi Pleura Ganas (EPG) Efusi pleura ganas merupakan efusi yang terjadi disebabkan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura.1/3 kasus EPG berasal dari kanker paru. EPG merupakan faktor penyulit dalam penatalaksaan kanker paru. Kanker paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dengan EPG diklasifikasikan sbagai Stage IIIB (T4NxMx) yang prognosisnya tidak dapat disamakan dengan st. IIIB tanpa EPG. Prognosis EPG pada KPKBSK pada end-stage adalah buruk, tetapi dengan penatalaksanaan EPG yang baik dapat memperbaiki kualitas hidup 19
penderita. Kanker lain yang sering menyebabkan EPG adalah kanker payudara, limfoma, kanker sistem GI, dan genitourinaria. 2,3 Keluhan yang sering ditemukan adalah sesak napas dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairan kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Warna efusi dapat xantokrom ataupun hemoragika. Pengobatan OAT yang inadekuat mengobati gejala klinis delama 1 bulan pertama juga perlu dievaluasi dan dicurigai sebagai keganasan. 2,3 Diagnosis pasti EPG adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan pleura atau jaringan pleura. Efusi pleura massif harus juga dipikirkan sebagai keganasan. Pada EPG dengan volume sedikit dan tidak terlihat pada foto thoraks dapat dideteksi dengan CT- Scan thoraks dan sekaligus dapat melihat kelainan di parenkim paru serta mediastinum dna pembesaran kelenjar getah bening. 2,3 Penatalaksanaan EPG harus segera dilakukan dengan terapi paliatifsetelah diagnosis ditegakkan. EPG masif dapt dilakukan torakosentesis dan jika perlu dengan pemasangan Water sealed drainage (WSD). Pemberian obat anti kanker intra pleura mengharapkan terjadinya penyumbatan pada vena dan limfe di pleura parietalis sehingga produksi cairan dapat berkurang. Pada kasus kasus tertentu dapat dilakukan pleurodesis yaitu memasukkan bahan tertentu ke ronga pleura sehingga pleura visceral dan parietal menempel sehingga tidak terjadi efusi pleura kembali. Intervensi bedah dapat dilakukan jika semua usaha telah dilakukan dan gagal. Tujuan utamanya adalah mengatasi keluhan akibat volume cairan dan memperbaiki kualitas hidup penderita. 2-3,9
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60. 2. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am J Respir Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001. 3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru (kanker paru karsino bukan sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.;2001. 4. Bahar A. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam: Soeparman, Sukaton U, Waspadji S, et al. Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 1998; 785-97. 5. Khairani A, Syahruddin E, Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo. 2012; 32:155-60 6. Witmer LM. Clinical anatomy of the pleural cavity & mediastinum. [Internet]. Cited: 2014 May 23. Available from: http://www.oucom.ohiou.edu/dbms- witmer/Downloads/Witmer-thorax.pdf 7. ORahilly R, Muller F, Carpenter S, Swenson R. Basic human anatomy: A regional study of human strucutre. [Internet]. Cited: 2014 May 23. Available from: http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html 8. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal of Critical Care 2011; 20: 119-128. 9. Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. 1st edition. McGraw-Hill Companies.USA:2003.