1. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi dari hidung?
FISIOLOGI HIDUNG 1. Jalan nafas a. pada inspirasi : udara masuk melalui nares anterior naik ke atas setinggi konka media turun ke bawah arah nasofaring b. pada ekspirasi : udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi 1. engatur kondisi udara ! air "onditioning a. #engatur kelembaban udara $ilakukan oleh palu lendir dimana pada musim panas udara jenuh dengan uap air, penguapan pada lapisan ini sedikit sedangkan pada musim dingin terjadi sebaliknya b. #engatur suhu : %ungsi ini diungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas sehingga radiasi berlangsung optimal &. enyaring dan pelindung #embersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dilakukan oleh : a. 'ambut pada (estibulum nasi b. Silia ". alut lender d. $ebu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel& yang besar akan dikeluarkan dengan reflek bersin ). *ndra penghidu $engan adanya mukosa olfaktorius pada atap rogga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum +. 'esonansi suara 'esonansi penting untuk kualitas suara ketika berbi"ara dan menyanyi ,. -urut membantu proses bi"ara .ata& dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole. ada pembentukan konsonan nasal /m, n, ng0 rongga mulut tertutup dan hidung terbuka , palatum mole turun untuk aliran udara 1. 'efleks nasal #ukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan sauran "erna , kardio2askuler, dan pernapasan misal : iritasi mukosa hidung sebabkan bersin, Berdasarkan teori struktural, teori re2olusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 10 fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara /air conditioning0, penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal 3 &0 fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius /pen"iuman0 dan reser2oir udara untuk menampung stimulus penghidu 3 )0 fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbi"ara dan men"egah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang 3 +0 fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas3 ,0 refleks nasal. (Soetjipto D & Wardani RS,2007) FISIOLOGI PN!IU"#N Sensasi penghidu diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius oleh 4at 5 4at kimia yang mudah menguap. 6ntuk dapat menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat dalam udara harus mengalir melalui rongga hidung dengan arus udara yang "ukup turbulen dan bersentuhan dengan reseptor. %aktor5faktor yang menentukan efekti2itas stimulasi bau meliputi durasi, 2olume dan ke"epatan menghirup. -iap sel reseptor olfaktorius merupakan neuron bipolar sensorik utama. /,,7,70 $alam rongga hidung rata5rata terdapat lebih dari 188 juta reseptor. 9euron olfaktorius bersifat unik karena se"ara terus menerus dihasilkan oleh sel5 sel basal yang terletak dibawahnya. Sel5sel reseptor baru dihasilkan kurang lebih setiap )8518 hari. /,,10 ada inspirasi dalam, molekul udara lebih banyak menyentuh mukosa olfaktorius sehingga sensasi bau bisa ter"ium. -erdapat beberapa syarat 4at54at yang dapat menyebabkan perangsangan penghidu yaitu 4at54at harus mudah menguap supaya mudah masuk ke dalam ka2um nasi, 4at54at harus sedikit larut dalam air supaya mudah melalui mukus dan 4at54at harus mudah larut dalam lemak karena sel5sel rambut olfaktoria dan ujung luar sel5sel olfaktoria terdiri dari 4at lemak. /7,70 :at54at yang ikut dalam udara inspirasi akan larut dalam lapisan mukus yang berada pada permukaan membran. #olekul bau yang larut dalam mukus akan terikat oleh protein spesifik /;5<'0. ;5protein ini akan terstimulasi dan mengakti2asi en4im =denyl Siklase. =kti2asi en4im =denyl Siklase memper"epat kon2ersi =- kepada "=#. =ksi "=# akan membuka saluran ion <a >> , sehingga ion <a >> masuk ke dalam silia menyebabkan membran semakin positif, terjadi depolarisasi hingga menghasilkan aksi potensial. =ksi potensial pada akson5akson sel reseptor menghantar sinyal listrik ke glomeruli /bulbus olfaktorius0. $i dalam glomerulus, akson mengadakan kontak dengan dendrit sel5 sel mitral. =kson sel5sel mitral kemudiannya menghantar sinyal ke korteks piriformis /area untuk mengidentifikasi bau0, medial amigdala dan korteks enthoris /berhubungan dengan memori0. /,0 2.1.1.2 Anatomi hidung luar Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), ) batang hidung (dorsum nasi), !) pun"ak hidung (hip),#) ala nasi,$) kolumela, dan %) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot ke"il yang ber&ungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 'erangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , ) prosesus &rontalis os maksila dan !) prosesus nasalis os &rontal ; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, ) sepasang kartilago nasalis lateralis in&erior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan !) tepi anterior kartilago septum. ((oetjipto ) * +ardani ,(,--.) 2.1.1.3 Anatomi hidung dalam Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasoå. 'a/um nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka in&erior. 0elah antara konka in&erior dengan dasar hidung dinamakan meatus in&erior, berikutnya "elah antara konka media dan in&erior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior. (Ballenger 11,122# ; )hingra 34, --.; Hilger 35,122.) 2.1.1.3.1 Septum nasi Septum membagi ka2um nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum /kuadrilateral0 , premaksila dan kolumela membranosa3 bagian posterior dan inferior oleh os 2omer, krista maksila , .rista palatine serta krista sfenoid. /Ballenger JJ,1??+ 3 $hingra @, &8870 2.1.1.3.2 Kavum nasi 'a/um nasi terdiri dari: Dasar hidung $asar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus hori4ontal os palatum. . /Ballenger JJ,1??+0 Atap hidung 5tap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan in&erior, os nasal, prosesus &rontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. (ebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh &ilament-&ilamen n.ol&aktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus ol&aktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. . (Ballenger 11,122#) Dinding Lateral )inding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus &rontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka in&erior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial. . (Ballenger 11,122#) Konka 6osa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; "elah antara konka in&erior dengan dasar hidung disebut meatus in&erior ; "elah antara konka media dan in&erior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. 'adang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. 'onka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka in&erior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum. (Ballenger 11,122#) 2.1.1.3.3 Meatus superior 7eatus superior atau &isura etmoid merupakan suatu "elah yang sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. 'elompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya ber/ariasi. )i atas belakang konka superior dan di depan korpus os s&enoid terdapat resesus s&eno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus s&enoid. (Ballenger 11,122#) 2.1.1.3.4 Meatus media 7erupakan salah satu "elah yang penting yang merupakan "elah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. )i sini terdapat muara sinus maksila, sinus &rontal dan bahagian anterior sinus etmoid. )i balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat "elah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai in&undibulum. 5da suatu muara atau &isura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius dengan in&undibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. )inding in&erior dan medial in&undibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti la"i dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. )i atas in&undibulum ada penonjolan hemis&er yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. 8stium sinus &rontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di in&undibulum. (inus &rontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus &rontal. 5dakalanya sel-sel etmoid dan kadang- kadang duktus naso&rontal mempunyai ostium tersendiri di depan in&undibulum. (Ballenger 11,122# ; )hingra 34, --.) 2.1.1.3.5 Meatus Inerior #eatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira5kira antara ) sampai ),, "m di belakang batas posterior nostril. /Ballenger JJ,1??+ 3 $hingra @, &8870 2.1.1.3.! "ares 9ares posterior atau koana adalah pertemuan antara ka/um nasi dengan nasoå, berbentuk o/al dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. :iap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os /omer, bagian atas oleh prosesus /aginalis os s&enoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus. (Ballenger 11,122#) )i bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, &rontalis dan sphenoid. (inus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke &ossa nasalis dan pun"aknya menghadap ke arah apeks prosesus ;ygomatikus os maksilla. (Ballenger 11,122# ; )hingra 34, --. ; Hilger 35,122.) Sinus paranasal adalah rongga5rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus al2eolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan 4ygomatikus. Sinus5 sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel5sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel5sel goblet /Sobol SA, &8870. 2.1.1.5 #erdarahan hidung Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan "abang dari a. o&talmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari "abang a. maksilaris interna, di antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.s&enopalatina yang keluar dari &oramen s&enopalatina bersama n.s&enopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari "abang < "abang a.&asialis. ((oetjipto ) * +ardani ,(,--.) 3ada bagian depan septum terdapat anastomosis dari "abang-"abang a.s&enopalatina,a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut pleksus 'iesselba"h (4ittle=s area). 3leksus 'iesselba"h letaknya super&isial dan mudah "idera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan hidung) terutama pada anak. ((oetjipto ) * +ardani ,(,--.) (ena52ena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya . (ena di 2estibulum dan struktur luar hidung bermuara ke 2.oftalmika yang berhubungan dengan sinus ka2ernosus. (ena52ena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intra"ranial. /Soetjipto $ B Cardani 'S,&8870 &. .enapa hidung salalu tersumbat dan bertambah berat? Didung tersumbat: Adem : Dipertrofi mukosa : akibat paparan infeksi yg sifatnya kronis Beda hidung buntu karena alergi, infeksi dan septum de2iasi a. Septum deviasi Sumbatan biasa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi terdapat konka hipotrof, sedangkan pada sisi sebelahnya terdapat konka yg hipertrof sebagai akibat kompensasi. Gejala lain: nyeri kepala dan sekitar mata, kurang penciuman, dapat menyumbat ostium sinus sinusitis. b. Infeksi Biasanya disertai tanda infeksi, ada demam, jenis secret tergantung etiologi c. !lergi Biasanya disertai tanda alergi bersin, ingus encer dan banyak, hidung dan mata gatal, kadang lakrimasai, dan tidak ada demam. Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007 ). =pa hubungan pekerjaan dengan keluhan? +. #engapa keluar ingus en"er, bersin& dan hitung gatal, dan pen"etus lain selain bersih& rumah.? Berdasarkan "ara masuknya alergen dibagi atas : =lergen inhalan, yang masuk bersama udara pernafasan, misalnya tungau debu rumah, ke"oa, serpihan epitel kulit binatang /ku"ing,anjing0, rerumputan serta jamur =lergen ingestan yang masuk ke saluran "erna, berupa makanan, misalnya susu, sapi, telur, "oklat, iklan laut, udang kepiting, dan ka"ang5ka"angan. =lergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,misalnya penisilin dan sengatan lebah. =lergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,misalnya bahan kosmetik, perhiasan. #ekanisme 'inore, hidung tersumbat dan gatal Distamin akan merangsang reseptor D1 pada ujung saraf 2idianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin5bersin. Distamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. ;ejala lain adalah hidung tersumbat akibat 2asodilatasi sinusoid. http:!!repository.usu.a".id!bitstream!1&)+,177?!&1+?)!+!<hapterE&8**.pdf (etelah penderita bekerja di mebel dimungkinkan menghirup allergen spesi&ik yang menyebabkan suatu reaksi alergi tipe "epat maupun lambat hasil dari reaksi hipersensiti/itas ini mengakibatkan keluarnya mediator in&lamasi seperti histamine yang akan merangsang reseptor pada ujung sara& /idianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terbentuk rinore. >ejala lain adalah hidung tersumbat akibat /asodilatasi sinusoid. Sumber : buku ajar ilmu kesehatan THT dan KL FKUI edisi keenam ,. #engapa dokter mendiagnosis polip? 3olip nasi dapat timbul pada hidung yang tidak terin&eksi kemudian menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan rinosinusitis, tetapi dapat juga timbul setelah ada rinosinusitis kronis. 3ada pato&isiologi sinusitis, permukaan mukosa ditempat yang sempit di komplek osteomeatal sangat berdekatan dan jika mengalami oedem, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. 7aka terjadi gangguan drainase dan /entilasi dari sinus maksila dan sinus &rontal, sehingga akibatnya akti&itas silia terganggu dan terjadi genangan lendir sahingga lendir menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuh bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga bakteri anaerob pun akan berkembang biak. Bakteri juga memproduksi toksin yang akan merusak silia. (elanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan menjadi hiperto&i, polipoid atau terbentuk polip dan kista 384?3 #endahuluan 'ata polip berasal dari @unani (3olypous) yang kemudian dilatinkan (polyposis) dan berarti berkaki banyak. 3olip hidung adalah masa yang tumbuh dalam rongga hidung, sering kali multiple dan bilateral%. 7assa ini lunak berwarna putih keabu-abuan, agak transparan, permukaan li"in mengkilat, bertangkai dan mudah digerakkan. Berasal dari epitel dimeatus medius, ethmoid atau sinus maksila. )apat menjadi besar dan dapat memenuhi rongga hidung dan sampai keluar dari nares anterior,.. 5da polip yang tumbuh ke posterior ke arah nasoå dan disebut polip koanal, sering tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. 3olip koanal paling sering berasal dari sinus maksila (antrum). (ehingga disebut juga polip antrokoanal. 3olip koanal yang lain adalah s&enokoanal dan etmoidokoanalA,2,1- Klasiikasi dan stadium polip nasi (tadium polip nasi menurut ma"kay1 : (tadium - : tidak ada polip (tadium 1 : polip terbatas dimeatus media (77) tidak keluar ke rongga hidung. :idak tampak dengan pemeriksaan rinoskopi anterior hanya terlihat dengan pemeriksaan endoskopi. (tadium : polip sudah keluar dari 77 dan tampak dirongga hidung tetapi tidak memenuhi B menutupi rongga hidung. (tadium ! : polip sudah memenuhi rongga hidung. $tiologi dan patogenesis (ampai sekarang etiologi polip masih belum diketahui dengan pasti tapi ada ! &aktor yang penting dalam terjadinya polip, yaitu. : 1. 5danya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus. . 5danya gangguan keseimbangan /asomotor. !. 5danya peningkatan tekanan "airan interstisial dan edema mukosa hidung. 6enomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan menyebabkan tekanan negati& pada daerah sekitarnya. 1aringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negati& ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan menyebabkan polip. 6enomena ini menjelaskan mengapa polip banyak berasal dari area yang sempit di in&undibulum etmoid, hiatus semilunaris dan area lain di meatus medius.,. 3ada awal pembentukan polip ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terjadi didaerah meatus medius. 'emudian stroma akan terisi oleh "airan interseluler, sehingga mukosa yang sembab akan menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun kedalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.,.,2 %istopatologi Makroskopis 3olip merupakan masa bulat atau lonjong dengan permukaan li"in berwarna pu"at keabuan, lobuler , dapat multiple dan bersi&at sangat tidak sensiti&. +arna polip yang pu"at tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah yang memasok polip tersebut. Bila terjadi trauma berulang atau suatu proses in&lamasi dapat berubah jadi kemerahan. Mikroskopis Cpitel pada polip merupakan epitel bertingkat semu bersilia yang serupa dengan mukosa sinus dan mukosa hidung normal. 7embran basal tebal, stoma edematosa, sel-selnya terdiri dari "ampuran lim&osit, sel plasma, eosino&il dan makro&ag, kadang-kadang di dapati banyak neutro&il. 7ukosa mengandung sel- sel goblet. 3embuluh darah sangat sedikit, dan terlihat melebar, tidak mempunyai serabut syara&. 3olip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran aliran udara menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa kertinisasi, yang tingginya ber/ariasi. (elain sel goblet, polip juga mengandung kelenjer di submukosa yang berbeda dengan kelenjer dimukosa hidung. 'elenjerkelenjer ini mun"ul setelah polip terbentuk.,.,1!. HellDuist membagi polip nasi menjadi # sub-tipe histologis, yaitu, tipe ? polip alergik dengan eosino&il yang dominan, tipe ?? polip &ibroin&lamatorik dengan netro&il yang dominan, tipe ??? polip dengan hiperplasia kelenjer seromusinosa dan tipe ?E polip dengan sroma atipik1#.(>ambar !) &e'ala Klinik dan Diagnosis >ejala primer adalah hidung tersumbat, terasa ada masa dalam hidung, sukar mengeluarkan ingus dan hiposmia atau anosmia. >ejala sekunder termasuk ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip), rinore, nyeri wajah, sakit kepala, telinga rasa penuh, mengorok, gangguan tidur, dan penurunan prestasi kerja..,11 Biasanya polip sudah dapat terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. 3olip yang sangat besar dapat mendesak dinding rongga hidung sehingga menyebabkan de&ormitas wajah (hidung mekar). 3olip ke"il yang berada di "elah meatus medius sering tidak terdeteksi pada rinoskopi anterior dan baru terlihat pada nasoendoskopi.2 3ada pemeriksaan &oto sinus paranasal sering menunjukkan rinosinusitis. 3ada pemeriksaan CT scan akan terlihat bagaimana selsel ethmoid dan kompleks ostio-meatal tempat biasanya polip tumbuh. CT scan perlu dilakukan bila ada polip unilateral, bila tidak membaik dengan pengobatan konser/ati& selama #-% minggu, bila akan dilakukan operasi BC(6 dan bila ada ke"urigaan komplikasi sinusitis.1- (>ambar #) 3emeriksaan lain yang mungkin perludilakukan adalah tes alergi pada pasien yangdiduga atopi, biopsi bila ada ke"urigaan keganasandan kultur polip nasi .1- Diagnosis (anding )iagnosis banding polip nasi termasuktumor-tumor jinak yang dapat tumbuh dihidungseperti kondroma, neuro&ibroma, angio&ibroma danlain-lain. 3apiloma in/ersi (Inverted papiloma adalah tumor hidung yang se"ara histologis jinaktapi perangai klinisnya ganas dapat menyebabkanpendesakan B destruksi dan sering kambuhkembali, penampakannya sangat merupai polip. :umor ganas hidung seperti karsinoma atausarkoma biasanya unilateral, ada rasa nyeri dan mudah berdarah, sering menyebabkan destruksitulang.)iagnosis banding lain adalah meningokelB meningoense&alokel pada anak. Biasanya akanmenjadi lebih besar pada saat mengejan ataumenangis. #enatalaksanaan (kema 3enatalaksanaan ,hinosinusitis 'ronisdengan 3olip Hidung 3ada )ewasa untuk )okter(pesialis :H:! (lampiran) Bagian :elinga Hidung :enggorok Bedah 'epala 4eher (:H:-'4) 6akultas 'edokteran Fni/ersitas 5ndalas 3adang 1. .enapa didapatkan ingusnya kental dan berwarna kuning dan mengapa terasa juga ada "airan yg mengalir ditenggorok dan merasa demam? 3ada dasarnya bagian tubuh seperti hidung, sinus, saluran pen"ernaan, mulut dan paru-paru memiliki "airan lendir yang terdapat dibagian permukaanya. 4endir ini bekerja sebagai selimut mulut atau pelindung pada permukaan jaringan tersebut, yang mana dapat men"egah jaringan bawahnya dari kekeringan, bertindak sebagai antikuman (sistem pertahanan) dan menjalankan &ungsinya dengan normal. 3ada kondisi normal lendir tersebut atau ingus ini diproduksi dalam jumlah yang normal dan tidak sampai melebihi batas hingga keluar hidung dan dengan warna tertentu yakni bening dan putih. Berubahnya warna se"ret karena respon dari rekasi hipersensiti2itas yang terjadi terus menerus sehingga terjadi peningkatan jenis dan jumlah sel inflamasi /eosinofil,limfosit,neutrofil,basofil,sitokin0. 1ika sinus mengalami in&eksi rongga hidung akan menghasilkan dan mengeluarkan "airan kental yang kita kenal sebagai ingus. 3engeluaran "airan atau ingus ini dapat berwarna kuning kental atau kehijauan. 4endir atau mukus yang berwarna kuning atua kehijauan ini diakibatkan oleh sel darah putih yang menandakan sebagai sistem imun yang sedang melawan in&eksi sehingga pengeluaran "airanBingus terlihat kental dan berwarna kuning atau kehijauan. 7. =pakah ada hubungan antara keluhan dan riwayat mimisan, o$at pi%e& dan darah tinggi? 1. Apistaksis anterior : paling sering dan mudah dikontrol Sumber F @ittleGs area / pleksus .iesselba"h 0 &. Apistaksis superior /ant5superior dan post5superior0 Sumber F "abang medial ! lateral a.etmoidalis ant. ! post. ). Apistaksis posterior : paling sukar ditanggulangi F org tua / hipertensi, arteriosklerose 0 Sumber F ruptur arteri sfenopalatina Berdasarkan lokasinya epistaksis dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu: 1. Apistaksis anterior #erupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai terutama pada anak5anak dan biasanya dapat berhenti sendiri.erdarahan pada lokasi ini bersumber dari pleksus .iesselba"h /little area0, yaitu anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior tepat di ujung postero superior 2estibulum nasi. erdarahan juga dapat berasal dari bagian depan konkha inferior. #ukosa pada daerah ini sangat rapuh dan melekat erat pada tulang rawan dibawahnya. $aerah ini terbuka terhadap efek pengeringan udara inspirasi dan trauma. =kibatnya terjadi ulkus, ruptur atau kondisi patologik lainnya dan selanjutnya akan menimbulkan perdarahan &. Apistaksis posterior Apistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. endarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardio2askuler. http:!!repository.usu.a".id!bitstream!1&)+,177?!&8177!1!mkn5sep&8815E&8sup E&8/1,0.pdf Cpistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. 1. penyebab lo"al : - ?dopatik (A$G kasus) biasanya merupakan epistaksis ringan dan berulang pada anak dan remaja. - :rauma ; epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan misalnya mengorek hidung, bersin, mengeluarkan ingus dengan kuat, atau sebagai akibat trauma yang hebat seperti terpukul, jatuh, ke"elakaan lalu lintas. - ?ritasi ; epistaksis juga timbul akibat iritasi gas yang merangsang, ;at kimia, udara panas pada mukosa hidung. - 3engaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan udaranya sangat kering. - Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan unilateral disertai ingus yang berbau busuk. - ?n&eksi, misalnya pada rhinitis, sinusitis akut maupun kronis serta /estibulitis. - :umor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal maupun nasoå. - ?atrogeni", akibat pembedahan atau pemakaian semprot hidung steroid jangka lama. . penyebab sistemik : - 3enyakit kardio/askular, misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti yang dijumpai pada arterios"lerosis, ne&ritis kronis, sirosis hepati", si&ilis dan diabetes mellitus. Cpistaksis juga dapat terjadi akibat peninggian tekanan /ena seperti pada em&isema, bron"hitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung. Cpistaksis juga dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat anti koagulan (aspirin, wal&arin, dll). - ?n&eksi, biasanya in&eksi akut pada demam berdarah, in&luen;a, morbili, demam ti&oid. - 'elainan endokrin misalnya pada kehamilan, menar"he, menopause. "enurut #erkner dkk, ada dua hipotesis yang menerangkan kenapa epistaksis dapat terjadi pada pasien$pasien dengan hipertensi.% &. 'asien dengan hipertensi yang lama memiliki kerusakan pembuluh darah yang kronis. #al ini berisiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan tekanan darah yang abnormal. . 'asien epistaksis dengan hipertensi cenderung mengalami perdarahan berulang pada bagian hidung yang kaya dengan persarafan autonom yaitu bagian pertengahan posterior dan bagian diantara konka media dan konka inferior. #ubungan antara hipertensi dengan kejadian epistaksis masih merupakan suatu yang kontroversial. !danya kecendrungan peningkatan kejadian epistaksis pada pasien dengan hipertensi yang lama dan hipertrof ventrikel kiri. (etapi sebagian penulis menemukan sebaliknya. )ubianca dkk *&+++,, menyatakan tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara peningkatan tekanan darah dengan kejadian epistaksis.&% 'adgham dkk, dikutip dari (emmel, menemukan adanya hubungan antara hipertensi dengan epitaksis terutama epitaksis yang berasal dari meatus medius, tapi tidak ditemukan hubungan dengan beratnya epistaksis. Sedangkan Beran dkk melaporkan common cold, stres, dan kelelahan dilaporkan sering mendahului terjadinya epistaksis.&- Ibrashi dkk mengatakan bah.a lesi lokal di hidung yang menyebabkan stagnan aliran pembuluh darah seperti infeksi, atau penyebab lainnya yang menghancurkan dinding pembuluh darah atau mukoperiostealnya yang dapat menjadi pemicu terjadinya epistaksis, maka hipertensi dan aterosklerosis baru akan memainkan peranannya dalam memperberat epistaksis.&/ 0ari )ubianca mengatakan ada tiga faktor lain yang dapat membuat samar diagnosis epistaksis yang disebabkan oleh hipertensi yaitu: &, kelainan anatomi hidung, , bukti adanya kerusakan organ target lain dan %, kelainan hemostasis. 7. .enapa lebih berat pada pagi hari dan menghilang siang hari? Bersin biasanya terjadi ketika partikel asing atau stimulan eksternal yang "ukup melewati rambut hidung untuk men"apai mukosa hidung. Dal ini memi"u pelepasan histamines, yang mengiritasi sel5sel saraf di hidung, sehingga sinyal yang dikirim ke otak untuk memulai bersin melalui jaringan saraf trigeminal. Htak kemudian berhubungan sinyal awal ini, mengaktifkan faring dan trakea otot dan men"iptakan lubang besar dari hidung dan rongga mulut, sehingga dalam rilis yang kuat dari udara dan bioparti"les. Sifat kuat bersin dikaitkan dengan keterlibatannya berbagai organ tubuh bagian atas 5 itu adalah respon refleksif yang melibatkan wajah, tenggorokan, dan otot dada. Bersin juga dipi"u oleh stimulasi saraf sinus yang disebabkan oleh hidung tersumbat dan alergi. Selain menjengkelkan partikel asing, alergi atau penyakit yang mungkin, stimulus lain adalah paparan tiba5tiba "ahaya terang 5 sebuah kondisi yang dikenal sebagai photi" refleks bersin. emi"u jarang, diamati pada beberapa indi2idu, adalah kepenuhan perut segera setelah makan besar. Dal ini dikenal sebagai snatiation dan dianggap gangguan medis diteruskan genetik sebagai sifat dominan autosomal. Bersin tidak dapat terjadi selama tidur 'A# karena atonia 5 keadaan tubuh dimana motor neuron yang tidak dirangsang dan sinyal refleks tidak diteruskan ke otak. Stimulan eksternal yang "ukup, bagaimanapun, dapat menyebabkan seseorang untuk bangun dari tidur mereka untuk tujuan bersin, meskipun setiap bersin terjadi setelah itu akan terjadi dengan status sebagian terjaga minimal. I&J 'efleks bersin melibatkan kontraksi sejumlah otot yang berbeda dan kelompok otot seluruh tubuh, biasanya termasuk kelopak mata. Saran umum yang tidak mungkin bersin dengan mata seseorang terbuka, bagaimanapun, tidak akurat. 1 2Snee3e2. 4etrieved !pril,56, 5&. 1 2! "oment of Science: Sleep 7n, Snee3e 8ot2. 4etrieved 559$ &&$&-. 1 2"yth: :an snee3ing .ith your eyes open make your eyeballs pop out;2. ?. #engapa pada polip penderita tidak bisa men"ium bau yg tidak tajam? 18. $$? $efinisi ,;ejala, 555555 komplikasi olip Sinusitis Sin'(iti( )a&(i%%ari( $emam, malaise 9yeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit dirasa mulai dari pipi / di bawah kelopak mata 0 dan menjalar ke dahi atau gigi. Sakit bertambah saat menunduk. Cajah terasa bengkak dan penuh 9yeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi. .adang ada batuk iritatif non5produktif Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk =danya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus media, dan nasofaring. Sin'(iti( et*)oida%i( Sering bersama dengan sinusitis maksillaris dan sinusitis frontalis 9yeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung menjalar ke arah temporal 9yeri sering dirasakan di belakang bola mata dan bertambah apabila mata digerakkan Sumbatan pada hidung ada anak sering bermanifestasi sebagai selulitis orbita karena lamina papira"ea anak seringkali merekah #ukosa hidung hiperemis dan udem =danya pus dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media Sin'(iti( +ronta%i( Dampir selalu bersamaan dengan sinusitis ethmoidalis anterior 9yeri kepala yang khas di atas alis mata. 9yeri biasanya pada pagi hari, memburuk pada tengah hari dan berangsur angsur hilang pada malam hari. embengkakan derah supraorbita 9yeri hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi Sin'(iti( (p*enoida%i( 9yeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke 2erteks atau oksipital $r. $endy, 'S6 %atmawati 1. Nyeri di dahi merupakan gejala khas sinusitis frontalis. 2. Nyeri pada rahang atas dan gigi merupakan gejala infeksi sinus maksilaris. 3. Nyeri di antara kedua mata, rasa nyeri kalau pinggiran hidung disentuh, hidung tersumbat dan tidak dapat mencium. (ethmoidalis) 4. timbul sakit kepala apalagi jika melakukan sujud seaktu sholat. (sphenoidalis) !"N#! $%&"''%("! )erkembangan sinus paranasal dimulai pada fetus usia 3*4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. !inus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, saat itu sinus maksila sudah terbentuk dengan sangat baik dengan dasar agak lebih rendah daripada batas atas meatus inferior. $erupakan sinus pertama yang terbentuk, diperkirakan pembentukan sinus tersebut terjadi pada hari ke +, masa kehamilan. )erkembangan maksimum tercapai antara usia 1- dan 1. tahun. (/allenger 00,11142 $angunkusumo 3., !oetjipto 4. 2,,+) $ari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah : 10 dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas , yaitu premolar /1 dan &0 , molar /#1 dan #&0, kadang5kadang juga gigi taring /<0 dan gigi molar /#)0 , bahkan akar5akar gigi tersebut tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. ;igi premolar kedua dan gigi molar kesatu dan dua tumbuhnya dekat dengan dasar sinus. Bahkan kadang5kadang tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. roses supuratif yang terjadi di sekitar gigi5gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah atau limfe, sedangkan pen"abutan gigi ini dapat menimbulkan hubungan dengan rongga sinus yang akan mengakibatkan sinusitis. &0 sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. )0 Hstim sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, dan drainase harus melalui infundibulum yang sempit. *nfundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis. /Ballenger JJ,1??+ 3 #angunkusumo A., Soetjipto $. &8870 S*96S %'H9-=@*S Sejak + bulan dan berkembang maksimal usia &8 tahun. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di ressus frontal yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. /#angunkusumo A., Soetjipto $. &8870 'initis