Anda di halaman 1dari 10

GANGGUAN DISTIMIK

1.1 Definisi
Gangguan distimik adalah suatu gangguan kronis yang ditandai oleh adanya mood yang
terdepresi (atau mudah marah pada anak-anak dan remaja) yang berlangsung hampir sepanjang
hari dan ditemukan pada sebagian besar hari. Istilah distimia, yang berarti humor yang buruk
(ill-hu-mored), diperkenalkan di tahun 1980 dan diganti menjadi gangguan distimik di dalam
DSM-IV Sebelum tahun 1980, sebagian besar pasien yang sekarang dikiasifikasikan mendenita
gangguan distimik, diklasifikasikan menderita neurosis depresif (juga disebut depresi neurotik),
walaupun beberapa pasien diklasifikasikan menderita kepribadian siklotimik. Diagnosis neurosis
depresif merupakan diagnosis psikiatrik yang paling sering di tahun 1970-an. Pada
kenyataannya, adanya heterogenitas yang jelas dan tidak adanya persetujuan klinis tentang
diagnosis telah membantu meningkatkan penghargaan akan perlunya manual diagnostik tertentu
seperti DSM edisi ketiga (DSM-I1l).
Bias teoretis dari berbagai sistem diagnostik adalah dicerminkan di dalam berbagai nama
gangguan DSM-IV dan non-DSM-LV. Distimia berarti suatu disforia temperamental yaitu,
suatu kecenderungan bawaan untuk mengalami mood yang terdepresi. Sebaliknya. neurosis
depresif menyatakan pola berpikir dan penilaku yang maladaptif dan berulang yang
menyebabkan depresi. Pasien yang digambarkan menderita neurosis depresif sering kali penuh
kecemasan, obsesif, dan rentan terhadap somatisasi. Depresi karakterologikal berarti suatu
mood disforik yang merupakan kesatuan (integral) dengan karakter pasien; di dalam DSM-IV,
pasien dengan keluhan tersebut mungkin lebih tepat dikiasifikasikan menderita gangguan
somatisasi.
1.2 Epidemiologi
Gangguan distimik merupakan gangguan yang sering ditemukan di antara populasi
umum, yang mengenai 3 sampai 5 persen dari semua orang, yang mengenai antara setengah dan
sepertiga dari semua pasien klinik. Sekurangnya satu penelitian melaporkan prevalensi gangguan
distimik di antara remaja yang muda adalah kira-kira 8 persen pada laki-laki dan 5 persen pada
perempuan. Gangguan distimik adalah lebih sering pada wanita yang berusia kurang dari 64
tahun dibandingkan laki-laki pada setiap usia. Gangguan distimik juga lebih sering ditemukan di
antara orang yang tidak menikah dan orang muda dan pada orang dengan penghasilan yang
rendah. Selain itu, gangguan distimik sering kali ada bersama-sama dengan gangguan mental
lain, khususnya gangguan depresif berat, gangguan kecemasan (khususnya gangguan panik).
penyalahgunaan zat, dan, kemungkinan. gangguan kepribadian ambang. Pasien dengan gangguan
distimik tersebut kemungkinan menggunakan berbagai macam medikasi psikiatrik, termasuk
antidepresan, obat antimanik-sebagai contoh, litium (Eskalith) dan carbamazepine (Tegretol) dan
sedatif-hipnotik.
1.3 Etiologi
Tema utama tentang penyebab gangguan distimik adalah apakah gangguan ini
berhubungan dengan diagnosis psikiatrik lain, termasuk gangguan depresif berat dan gangguan
kepribadian ambang. Pada saat ini, kita tidak dapat mencapai kesimpulan akhir; tetapi, sama
seperti sebagian besar diagnosis psikiatrik, pasien yang didefinisikan dengan kriteria DSM-IV
memiliki bermacammacam heterogenitas proses penyakit sebagai contoh, tidur REM (rapid eye
movement) yang menurun dan riwayat keluarga adanya gangguan mood.
Faktor biologis. Beberapa penelitian pararneter biologis di dalam gangguan distimik
mendukung klasifikasi gangguan distimik dengan gangguan mood; penelitian lain
mempertanyakan hubungan tersebut. Satu hipotesis yang diambil dari data adalah babwa dasar
biologis untuk gejala gangguan distimik dan gangguan depresif berat adalah serupa; tetapi. dasar
biologis untuk patofisiologi dasar kedua gangguan adalah berbeda.
PENELITIAN TIDUR. Penurunan latensi tidur REM dan meningkatnya densitas REM
adalah dua petanda keadaan depresi pada gangguan depresif berat yang juga ditemukan pada
sebagian pasien dcngan gangguan distimik. Beberapa peneliti menemukan data pendahuluan
yang mengarahkan adanya kelainan tidur tersebut pada pasien dengan gangguan distimik
memperkirakan respons terhadap obat antidepresan.
PEMERIKSAAN NEUROENDOKRIN. Dua sumbu neuroendokrin yang paling banyak
dipelajari dalam gangguan depresif berat dan gangguan distimik adalah sumbu adrenal dan
sumbu tiroid. yang masing-masing diuji dengan menggunakan dexamethasone-suppression test
(DST) dan thyrotropin-releasing hormone (TRH)-stimulation test. Walaupun penelitian tidak
sepenuhnya konsisten, sebagian besar penelitian menyatakan bahwa pasien dengan gangguan
distimik adalah lebih kecil kemungkinannya memiliki hasil yang abnormal pada DST
dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Penelitian TRH-stimulation test adalah
sedikit jumlahnya tetapi memberikan data pendahuluan yang menyatakan bahwa kelaman pada
sumbu tiroid mungkin merupakan suatu variabel sifat yang berhubungan dengan penyakit kronis.
Hipotesis tersebut didukung oleh meningkatnya persentasi umum pasien dengan gangguan
distimik yang memiliki kelainan sumbu timid jika dibandingkan dengan kontrol normal.
Faktor psikososial. Teori psikodinamika tentang perkembangan gangguan distimik
menyatakan bahwa ganggnan disebabkan oleh kesalahan perkembangan kepribadian dan ego,
yang memuncak dalam kesulitan dalam beradaptasi pada masa remaja dan dewasa muda.
Sebagai contoh, Karl Abraham berpendapat bahwa konflik depresi berpusat pada sifat oral dan
anal-sadistik. Sifat anal adalah termasuk pengurutan yang berlebihan (exc essive orderliness),
bersalah, dan permasalahan terhadap orang lain: sifat anak didalilkan merupakan pertahanan
terhadap preokupasi dengan masalah anal dan dengan disorganisasi, permusuhan, dan preokupasi
terhadap diri sendiri. Mekanisme pertahanan utama yang digunakan adalah pembentukan reaksi
(reaction formation). Harga diri yang rendah, anhedonia, dan introversi sering kali disertai
dengan karakier depresif.
FREUD. Di dalam Mourning and Melancholia Sigmund Freud berpendapat bahwa
suatu kerentanan terhadap depresi dapat disebabkan oleh kekecewaan interpersonal pada awal
kehidupan yang menyebabkan hubungan cinta ambivalen saat dewasa; kehilangan yang nyata
atau yang mengancam pada kehidupan dewasa selanjutnya memicu depresi. Orang yang rentan
terhadap depresi adalah yang tergantung secara oral dan memerlukan pemuasan narsitik yang
terus menerus. Jika tidak mendapatkan cinta, kasih sayang, dan perawatan, mereka menjadi
terdepresi secara klinis. Jika orang tersebut mengalani kehilangan yang nyata, mereka
menginternalisasikan atau mengintroyeksikan objek yang hilang dan mengalihkan kemarahannya
padanya dan. dengan demikian, kepada dirinya sendiri.
TEORI KOGNITIF. Teori kognitif tentang depresi juga berlaku pada gangguan distimik;
teori ini menyatakan bahwa ketidaksesuaian antara situasi nyata dan situasi yang dikhayalkan
menyebabkan menurunnya harga diri dan rasa putus asa. Keberhasilan terapi kognitif di dalam
pengobatan beberapa pasien dengan gangguan distimik mungkin mendukung model teoretis
tersebut.
1.4 Diagnosis
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk gangguan distimik (Tabel 15.2-1) adalah serupa
dengan kriteria diagnostik untuk distimia di dalam DSM-IIIR , kecuali dengan ditambahkannya
dalam DSM-IV beberapa gejala karakteristik di dalam kriteria B. Kriteria diagnostik
memerlukan adanya mood yang terdepresi pada sebagian besar waktu untuk sekurangnya dua
tahun (atau satu tahun untuk anak-anak dan remaja). Untuk memenuhi kriteria diagnostik. pasien
tidak boleh memiliki gejala yang lebih baik dilaporkan sebagai gangguan depresif berat. Pasien
tidak boleh memiliki episode manik atau hipomanik. DSM-IV memungkinkan klinisi untuk
menentukan apakah onset adalah awal (sebelum usia 21 tahun) atau akhir (usia 21 tahun dan
lebih).
1.5 Gambaran Klinis
Gangguan distimik merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai bukan saja oleh
episode penyakit, tetapi, malahan oleh adanya gejala secara menetap. Namun demikian, pasien
gangguan distimik dapat memiliki suatu variasi temporal di dalam keparahan gejalanya. Gejala
sendiri adalah serupa dengan gajala untuk gangguan depresif berat, dan adanya mood yang
terdepresi ditandai oleh perasaan muram, murung, kesedihan, atau berkurangnya dan tidak
adanya minat pada aktivitas pasien biasanya adalah pusat dari gangguan. Keparahan gejala
depresif dalam gangguan distimik biasanya lebih kecil daripada gangguan depresif berat, tetapi
tidak adanya episode yang terpisah adalah hal yang paling mengarahkan pada diagnosis
gangguan distimik.
Pasien dengan gangguan distimik kadang-kadang dapat sarkastik, nihilistik, memikirkan
hal yang sedih, membutuhkan, dan mengeluh. Mereka dapat juga tegang dan kaku dan menolak
intervensi terapeutik, kendatipun mereka datang secara teratur pada perjanjian. Sebagai
akibatnya, klinisi mungkin merasa marah terhadap pasien dan mungkin bahkan menjadi acuh tak
acuh terhadap keluhan pasien. Menurut definisinya, pasien gangguan distimik tidak memiliki
adanya gejala psikotik.
Gejala penyerta. Gejala penyerta adalah perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri
yang rendah, hilangnya energi, retardasi psikomotor, penurunan dorongan seksual, dan
preokupasi obsesif dengan masalah kesehatan. Pesimisme, keputusasaan, dan ketidakberdayaan
dapat menyebabkan pasien gangguan distimik terlihat sebagai masokistik, Tetapi, jika pesimisme
diarahkan ke luar, pasien dapat bersikap kasar terhadap dunia dan mengeluh bahwa mereka telah
diperlakukan buruk oleh sanak saudaranya, anak-anak, orang tua. teman sejawat, dan oleh
sistem.
Gangguan sosial. Gangguan di dalam fungsi sosial kadang-kadang merupakan alasan
mengapa pasien dengan gangguan distimik mencari pengobatan. Pada kenyataannya. Perceraian,
pengangguran, dan masalah sosial adalah masalah yang sering ditemukan pada pasien tersebut.
Mereka mungkin mengeluh bahwa mereka mengalami kesulitan di dalam berkonsentrasi dan
melaporkan bahwa prestasi sekolah atau kerjanya adalah terganggu. Karena keluhan penyakit
fisik, pasien dapat membolos dan kerja dan situasi sosial. Pasien gangguan distimik mungkin
memiliki rnasalah perkawinan yang disebabkan oleh disfungsi seksual (sebagai contoh,
impotensi) atau dan ketidak mampuan untuk mempertahankan keintiman secara emosional
Diagnosis penyerta. Seperti yang disebutkan sebelumnya. diagnosis gangguan distimik
sering kali dibuat untuk orang-orang yang juga menderita gangguan mental lainnya. Data
menyatakan bahwa komorbiditas gangguan distimik dengan gangguan mental lainnya
merupakan prediktor negatif yang penting dari suatu prognosis baik. Yaitu. adanya gangguan
depresif kronis. tidak terobati tampaknya membatasi kecepatan dan luasnya perbaikan yang
dapat diperoleh pasien pada gangguan lain. Gangguan komorbid yang sering ditemukan adalah
gangguan depresif beracclai gangguan berhubungan dengan zat.
DEPRESI GANDA Diperkirakan 40 persen pasien dengan gangguan depresif berat juga
memenuhi kriteria untuk gangguan distimik. Kombinasi gangguan tersebut sering kali
dinamakan depresi ganda (double deppression). Data yang ada mendukung kesimpulan bahwa
pasien dengan depresi ganda meimliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan
hanya gangguan depresif berat. Pengobatan pasien dengan depresi ganda harus diarahkan pada
kedua gangguan. karena pemulihan gejala episode depresif berat pada pasien tersebut masih
meninggalkan mereka dengan gangguan psikiatrik yang bermakna.
PENYALAHGUNAAN ALKOHOL DAN ZAT LAIN. Pasien dengan gangguan distimik
umumnya memenuhi kriteria diagnostik untuk suatu gangguan berhubungan zat. Komorbiditas
tersebut dapat terlihat sebagai logis, mengingat kecenderungan pasien gangguan distimik untuk
mengembangkan metode untuk mengalasi keadaan terdepresi kronis yang dialaminya. Dengan
demikian, pasien dengan gangguan distimik kemungkinan menggunakan alkohol, stimulan
(sebagai contoh, kokain), atau marijuana, pemilihan kemungkinan tergantung terutama pada
konteks sosial pasien. Adanya diagnosis komorbid penyalah gunaan zat menimbulkan suatu
dilema diagnostik bagi klinisi, karena banyak zat dapat menyebabkan gambaran gejala yang
tidak dapat dibedakan dari gejala gangguan distimik.
1.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk gangguan distimik pada dasarnya adalah serupa dengan
gangguan depresif berat. Banyak zat dan penyakit medis dapat mcnyebabkan gejala depresif
kronis. Dua gangguan khususnya penting untuk dipertimbangkan di dalam diagnosis banding
gangguan distimik gangguan depresif ringan dan gangguan depresit singkat rekuren.
Gangguan depresif ringan. Gangguan depresif ringan, ditandai oleh episode gejala
depresif yang kurang parah dibandingkan gejala pada gangguan depresif berat. Perbedaan antara
gangguan distimik dan gangguan depresif ringan terutama pada sifat episodik gejala pada
gangguan depresif ringan. Di antara episode, pasien dengan gangguan depresif ringan memiliki
mood yang eutimik, sedangkan pasien dengan gangguan distimik tidak memiliki periode
eutimik.
Gangguan depresif singkal rekuren. Gangguan depresif singkat rekuren, ditandai oleh
periode singkat (kurang dari dua minggu) selama terdapat episode depresif. Pasien dengan
gangguan dapat memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat jika episodenya
lebih panjang. Pasien dengan gangguan depresif singkat rekuren berbeda dari pasien gangguan
distimik atas dua hal: pertama, mereka memiliki gangguan episodik, dan, kedua. keparahan
gejalanya adalah lebih besar.
1.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Kira-kira 50 persen pasien gangguan distimik mengalami onset gejala yang samar-samar
sebelum usia 25 tahun. Walaupun onset yang awal, pasien sering kali menderita gejala selama
satu dekade sebelum mencari bantuan psikiatrik. Mereka yang terkena mungkin menganggap
gangguan distimik onset dini semata-mala sebagai bagian dan kehidupannya. pasien yang
memiliki onset gejala yang dini berada pada risiko untuk mengalami gangguan depresif berat
atau gangguan bipolar I di dalam perjalanan gangguannya. Penelitian pada pasien dengan
diagnosis neurosis depresif menyatakan bahwa kira-kira 20 persen dan mereka berkembang
menjadi gangguan depresif berat, 15 persen menjadi gangguan bipolar II, dan kurang dari 5
persen menjadi gangguan bipolar I.
Prognosis untuk pasien dengan gangguan distimik adalah bervariasi. Penelitian di masa
depan mungkin menyatakan bahwa penggunaan zaat antidepresif baru sebagai contoh, tluoxetine
(Prozac) dan bupropion (Wellbutrin) atau tipe psikoterapi spesifik (sebagai contoh, terapi
kogniiif dan perilaku) memiliki efek positif pada perjalanan dan prognosis gangguan distimik.
Data yang tersedia tentang pengobacan yang sebelumnya tersedia menyatakan bahwa hanya 10
sampai 15 persen pasien gangguan distimik yang berada dalam remisi satu tahun setelah
diagnosis awal. Kira-kira 25 persen dan semua pasien gangguan distimik tidak pernah mencapai
pemulihan yang lengkap.
1.8 Terapi
Menurut sejarahnya, pasien dengan gangguan distimik tidak mendapatkan pengobatan
atau dipandang sebagai calon untuk psikoterapi jangka panjang berorientasi-tilikan. Data
moderen menawarkan dukungan objektif bukan hanya untuk terapi kognitif, terapi perilaku, dan
farmakoterapi. Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif maupun perilaku mungkin
merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan. Terapi lain mungkin bermanfaat,
tetapi. rnanfaatnya masih perlu dibuktikan pada penelitian yang terkendali dengan baik.
Terapi kognitif. Terapi kognitif adalah suatu tcknik di mana pasien diajarkan cana
berpikir dan berkelakuan yang baru untuk menggantikan sikap negatif yang salah terhadap
dirinya sendini, dunia, dan masa depan. Terapi ini merupakan program terapi jangka pendek
yang diarahkan pada masalah saat ini dan pemecahannya.
Terapi perilaku. Terapi perilaku untuk gangguan depresif didasarkan pada tiori bahwa
depresi disebabkan oleh hilangnya pendorong positif sebagai akibat perpisahan, kematian, atau
perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Berbagai metode pengobatan berpusat pada tujuan spesifik
untuk meningkatkan aktivitas, untuk mendapatkan pengalaman menyenangkan. dan untuk
mengajarkan pasien bagaimana bersantai. Mengganti perilaku pribadi pada pasien terdepresi
dipercaya merupakan cara yang paling efektif untuk mengubah pikiran dan perasaan depresi
yang menyertai. Terapi perilaku sering kali digunakan untuk mengobati keputusasaan yang
dipelajari pada beberapa pasien yang tampaknya menghadapi setiap tantangan kehidupan dengan
rasa ketidak mampuan.
Psikoterapi berorientasi-tilikan (psikoanalitik). Psikoterapi individual berorientasi tilikan
adalah modalitas terapi yang paling sering dilakukan untuk gangguan distimik, dan banyak
klinisi percaya bahwa ini merupakan terapi yang terpilih. Pendekatan psikoterapeutik berusaha
untuk menghubungikan perkembangan dan pemeliharaan gejala depresif dan ciri kepribadian
maladaptif dengan konflik yang tidak terpecahkan pada masa anak-anak awal. Tilikan ke dalam
ekuivalen depresif (seperti penyalah gunaan zat) atau ke dalam kekecewaan masa anak-anak
sebagai pendahulu terhadap depresi dewasa dapat digali melalui terapi. Hubungan sekarang yang
ambivaten dengan orang tua, teman, dan orang lain di dalam kehidupan pasien sekarang ini
diperiksa. Pengertian pasien tentang bagaimana mereka mencoba memuaskan kebutuhan yang
berlebihan akan persetujuan luar untuk mengatasi harga diri yang rendah dan suatu superego
yang keras adalah tujuan penting di dalam terapi.
Gangguan distimik melibatkan suatu keadaan depresi kronis yang menjadi cara hidup
orang tertentu. Mereka secara sadar mengalami dirinya sendiri berada di dalam belas kasih dari
objek internal yang menyengsarakan yang tidak henti-hentinya menyiksa mereka. Biasanya
dipandang sebagai superego yang keras, perwakitan internal mengkritik mereka, menghukum
mereka atas tidak dimilikinya sifat-sifat yang dikehendaki oleh harapan. dan biasanya terlibat di
dalam perasaan kesengsaraan dan kesedihan mereka. Pola mungkin disertai dengan
kecenderungan mengalahkan diri sendiri, karena mereka tidak merasa bahwa mereka pantas
berhasil. Mereka juga memiliki perasaan putus asa yang berlangsung lama karena kebutuhan
emosional tidak pemah mereka dipuaskan oleh orang yang penting di dalam kehidupan mereka.
Pandangan pasien yang suram terhadap kehidupan dan pesimisme pasien tentang hubungan
menyebabkan ramalan pemenuhan diri banyak orang menghindari dirinya karena teman-
temannya tidak menyenangkan.
Terapi interpersonal. Di dalam terapi interpersonal untuk gangguan distimik, pengalaman
interpersonal pasien sekarang ini dan cara mereka mengatasi stres dinilai untuk menurunkan
gejala depresif dan meningkatkan harga diri. Terapi interpersonal terdiri kira-kira 12 sampal 16
sesi mingguan dan dapat dikombinasikan dengan medikasi antidepresan.
Terapi keluarga dan kelompok. Terapi keluarga dapat membantu pasien dan keluarganya
untuk menghadapi gejala gangguan, khususnya jika sindrom subafektif yang didasarkan secara
biologis tampaknya akan timbul. Terapi kelompok dapat membantu pasien yang menarik diri
untuk mempelajari cara baru mengatasi masalah interpersonalnya di dalam situasi sosial.
Farmakoterapi. Karena kepercayaan teoretis umum yang telah dipegang lama bahwa gangguan
distimik terutama merupakan gangguan yang ditentukan secara psikologis, banyak klinisi
menghindari penggunaan antidepresan pada pasien dengan gangguan ini. Banyak penelitian telah
mengalami keberhasilan terapeutik dengan penggunaan antidepresan pada gangguan. Tetapi,
pada umumnya data menyatakan bahwa inhibitor monoainin oksidase (MAOIs) mungkin lebih
bermanfaat dibanding obat trisikilk. Relatif baru diperkenalkannya inhibitor ambilan kembali
spesifik serotonin (SSRIs) yang ditoleransi dengan baik telah menyebabkan obat sering
digunakan oleh pasien dengan gangguan distimik; laporan pendahuluan menyatakan bahwa SSRI
mungkin merupakan obat terpilih untuk gangguan. Demikian juga, laporan awal menyatakan
bahwa bupropion mungkin merupak an pengobatan yang efektif untuk pasien dengan gangguan
distimik. Simpatomimetik, seperti amfetamin, Juga telah digunakan pada pasien tertentu.
KEGAGALAN PERCOBAAN TERAPEUT1K. Percobaan terapeutik suatu antidepresan
di dalam pengobatan gangguan distimik harus menggunakan dosis maksimal yang dapat
ditoleransi selama Sekurangnya delapan minggu sebelum klinisi menganggap bahwa percobaan
tersebut adalah tidak efektif. Jika percobaan suatu obat tidak berhasil, klinisi harus
mernpertimbangkan ulang diagnosis, khususnya tentang kemungkinan adanya gangguan medis
dasar (khususnya suatu gangguan tiroid) atau gangguan defisitatensi dewasa. Jika pertimbangan
ulang diagnosis banding masih memberikan gangguan distimik sebagai diagnosis yang paling
mungkin, klinisi dapat mengikuti strategi pengobatan yang sama yang dilakukan pada gangguan
depresif berat Secara spesifik. kilinisi dapat berusaha memperkuat antidepresan pertama dengan
menambahkan litium (Eskalith) atau triiodothyronine (Cytomel), walaupun stralegi penguatan
untuk gangguan distimik tersebut belum diteliti. Atau klinisi dapat memutuskan untuk mengganti
menjadi suatu antidepresan dan kelas obat yang berbeda sama sekali. Sebagal contoh, jika
percobaan dengan suatu SSRI tidak berhasil, klinisi dapat mengganti menjadi bupropion atau
suatu MAOI.
Perawatan di rumah sakit. Perawatan di rumah sakit biasanya tidak diindikasikan untuk
pasien gangguan distimik; tetapi, adanya gejala yang parah, inkapasitas sosial atau profesional
yang nyata, membutuhkan prosedur diagnostik yang luas, dan gagasan bunuh diri semuanya
merupakan indikasi untuk perawatan di rumah sakit.
Sumber: Sadock, B.J and Sadock, V.A. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai