Anda di halaman 1dari 8

Transportasi memegang peran penting dalam setiap kehidupan seseorang.

Pada hakekatnya
transportasi menjadi sumber keberadaan kita, membentuk jejaring tidak hanya bagaimana kita
berpindah-pindah tempat, tetapi juga menjadi pengarah bagi rutinitas harian kita serta pilihan-
pilihan yang kita tentukan untuk dilakukan (TCRP Report 22, Project of Public Spaces, The Role
of Transit in Creating Livable Metropolitan Communities, New York, 1997, Chapter 2, p. 10).
Berangkat bekerja, sekolah, bertemu relasi, berbelanja, sosialisasi atau rekreasi adalah sekian
banyak dari tujuan-tujuan yang kita lakukan yang paling mendapat pengaruh dari model
transportasi yang tersedia (maupun tidak) untuk kita. Lokasi dari fasilitas transportasi,
perencanaan jalan dan jalur pejalan kaki dan bahkan lokasi sistem parkir akan menciptakan
pengalaman personal dari hari ke hari.
Begitu lekatnya sistem transportasi dengan kehidupan keseharian kita, maka kesempatan atau
peluang untuk memecahkan masalah sehubungan kenyamanan lingkungan tempat tinggal
masyarakat juga semakin berkembang. Sebagai contoh, apabila stasiun kereta, perhentian bis
kota atau halte untuk transit berlokasi secara terpusat, mudah dijangkau dengan koneksi-koneksi
yang nyaman, maka kita akan menemukan kemudahan dalam transportasi tanpa harus
memikirkan untuk mengendarai kendaraan pribadi. Jalur jalan kaki yang luas serta aman untuk
menyeberang jalan juga akan semakin memudahkan hidup kita terutama ketika kita berjalan
kaki, bersepeda atau sekedar berjalan-jalan santai, bertemu dan bergaul dengan orang lain untuk
bergabung dalam suatu aktivitas seperti berbelanja, makan atau hiburan.
Transportasi juga dapat meningkatkan kualitas kehidupan secara umum terutama jika mampu
mengakomodasi kebutuhan penggunanya. Ketika fasilitas transit tersedia dengan tempat duduk
yang nyaman dan menyenangkan, keberadaan tempat makan yang juga nyaman, tempat istirahat
yang bersih, terdapat tanda-tanda atau rambu-rambu yang mudah dikenali, pemandangan yang
indah, maka tempat ini menjadi penting untuk dinikmati masyarakat. Hal ini sama pentingnya
dengan perencanaan jalan yang berskala manusia, dengan tanaman hias yang beraneka warna,
street furniture yang menarik serta kegiatan-kegiatan yang positif akan memberikan pilihan
lingkungan yang aman dan nyaman bagi masyarakat.
Terlebih lagi, ketika sistem tansportasi berorientasi pada masyarakat, maka pembangunan
pembangunan masyarakat akan berhasil karena akses-akses untuk mengembangkan sisi bisnis
menjadi terbuka. Hal ini juga akan meningkatkan peluang untuk munculnya aspek
kewirausahaan dengan menata ruang-ruang publik dan fasilitas transportasi sehingga aspek
kewirausahaan tersebut muncul dan berkembang. Lebih lanjut, hal ini akan mendorong identitas
dan semangat kebersamaan masyarakat untuk terus tumbuh.
Namun nampaknya, kebijakan transportasi publik di negara ini belum sepenuhnya merupakan
kebijakan yang berorientasi pada masyarakat yaitu yang visioner dan berkelanjutan. Sebagai
contoh yang paling mutakhir adalah kebijakan penutupan kereta api Parahyangan yang melayani
rute padat Bandung-Jakarta belum lama ini (Kompas 29 April 2010). Alasan penutupan adalah
kerugian yang diderita PT KA mencapai 36 milyar per tahun untuk pengoperasian kereta ini.
Kerugian yang kemudian dilanjutkan dengan penutupan trayek ini disebabkan oleh
beroperasinya Jalan Tol Cikampek-Padalarang penghubung Jakarta dan Bandung, tahun 2005.
Melalui jalan tol, waktu tempuh dua kota itu (180 kilometer) terpangkas dari 4-5 jam menjadi 2-
2,5 jam (Kompas, 29 April 2010).
Keputusan tersebut merepresentasikan kebijakan pemerintah yang tidak mendukung transportasi
massal (kereta api) sebagai basis perencanaan pembangunan yang efisien. Pemerintah masih
memegang paradigma kebijakan pembangunan jalan tol untuk menyelesaikan masalah
transportasi. Menurut Frans Magnis Suseno (dalam Kompas, 26 Mei 2002, Jalan Tol atau Jalur
KA Cepat) kebijakan pembangunan jalan tol adalah kebijakan yang sudah ketinggalan zaman.
Semakin banyak negara di dunia, seperti China, kini menyadari, masa depan akan maju bukan di
atas jalan aspal, tetapi di atas rel kereta api. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa kereta api
4 kali lebih efisien daripada bus (Paul & Balchin dkk, 1995).
Menurut Frans Magnis Suseno lagi, tercekiknya perekonomian dan kehidupan di Jawa dalam
kemacetan hanya dapat diatasi melalui jaringan Kereta Api Cepat (KAC). Pulau Jawa kebetulan
cocok untuk jaringan seperti itu karena bentuknya memanjang. Dengan jalur utama Merak
SurabayaBanyuwangi di sebelah utara, dan jalur kedua menghubungkan pusat-pusat di jalur
utara dengan kota-kota di selatan (Bandung, Yogyakarta, Solo) sudah tersedia trayek jaringan,
tinggal ditingkatkan kapasitasnya. Jaringan ini harus segera diefektifkan dengan dibangun rel
ganda di seluruh trayek dan memperkuat bantalan agar kereta dapat lewat dengan kecepatan 160
km/jam sebagai normal crusing speed (kecepatan biasa di jalur datar lurus). Baru sesudah sistem
KAC se-Jawa selesai, jalan tol Trans-Jawa dapat dan perlu dibangun.
Apa dasar prioritas KAC terhadap jalan tol Trans-Jawa? Pertimbangannya kelihatan sederhana.
Di satu pihak, jalan tol MerakBanyuwangi tidak akan berhasil mencapai apa yang menjadi
tujuannya: mengatasi kemacetan permanen lalu lintas se-Jawa. Di lain pihak, sistem jaringan
KAC Trans-Jawa, seperti dirumuskan di atas, justru akan berhasil. Dibandingkan jalan tol, KAC
juga menghemat energi dan ikut menjaga pemeliharaan lingkungan. Mengapa jalan tol Trans-
Jawa tidak akan mengatasi kemacetan? Karena jika perekonomian di Jawa mulai betul-betul
berekspansi seperti diharapkan, pemakaian mobil akan selalu meningkat lebih cepat daripada
kemampuan memperluas jalan yang dilalui. Membangun jalan tol untuk membuat lancar lalu
lintas di Pulau Jawa sejak awal sudah percuma.
Jaringan rel ganda utara dan selatan membuat KA bisa menarik angkutan besar barang jarak
jauh. Padahal, begitu perekonomian di Jawa meluas, kebutuhan barang antarpusat industri akan
meledak. Kota-kota besar akan membangun terminal kontainer. Tak mungkin satu jalan Trans-
Jawa bisa menampungnya. Ke terminal itu barang dibawa untuk jarak jauh, pemindahan barang
ke KA barang bisa cepat dan efisien, dan tiap hari ada sekian KA barang cepat berangkat, dan
dipastikan barang akan tiba pada terminal berikut setengah hari kemudian. Para ahli dapat
memberi bobot pertimbangan ini. Sangat mengkhawatirkan bahwa pandangan tentang
transportasi yang memprioritaskan lalu lintas jalan jauh tertinggal. Padahal, ini bukan masalah
teoretis filosofis. Kekeliruan memilih sistem angkutan akan mahal taruhannya. Jadi kita perlu
belajar dari pengalaman negara lain.


Reformasi Sistem Transportasi Umum Sebagai Upaya
Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Transportasi darat merupakan salah satu sektor tekhnologi yang terus mengalami perkembangan.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah dan jenis kendaraan yang semakin banyak dan arus lalu lintas
yang dari hari ke hari semakin padat. Inovasi dalam bidang ini berjalan terus-menerus seiring
dengan kebutuhan manusia akan daya jangkau dan jelajah yang semakin besar. Akan tetapi di
sisi lain, apabila tidak ditangani dengan baik tekhnologi ini dapat berubah menjadi mesin
pembunuh yang sangat berbahaya.
Pernyataan diatas tidak berlebihan, menurut data yang diperoleh setidaknya di seluruh dunia
setiap tahunnya korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas hampir mencapai
angka 1 juta. Di Indonesia sendiri menurut data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
Departemen Perhubungan (Ditjen Hubdar Dephub) rata-rata korban meninggal dunia dalam 1
tahun sejumlah 10.696 jiwa atau setiap harinya lebih dari 20 keluarga yang harus kehilangan
anggota keluarganya. Bahkan menurut prediksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian tertinggi pada tahun 2020 yang akan
datang.
Sebagaimana kita ketahui faktor human error merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan.
Manusia disini memang identik dengan pengemudi, tetapi sebenarnya termasuk juga di dalamnya
penumpang, pejalan kaki, pedagang di sekitar jalan, polisi, pemborong jalan sampai pemerintah
sebagain penentu kebijakan. Selain itu faktor jalan, kendaraan, cuaca, peraturan dan lingkungan
juga merupakan faktor-faktor penyebab kecelakaan. Namun semuanya tetap saja kembali ke
faktor manusia, karena semua faktor lain seharusnya dapat diantisipasi dan dikendalikan oleh
manusia.
Berbagai upaya penanganan terus dilakukan
Kecelakaan lalu lintas yang didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993
tentang Prasarana dan Lalu Lintas sebagai "suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka
dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya,
mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda", memang menjadi perhatian semua
pihak yang menjadi stakeholders angkutan jalan. Sejumlah riset dan kebijakan untuk menangani
masalah lalu-lintas ini terus dilakukan, mulai dari perbaikan peraturan, perencanaan dan desain
jalan untuk keamanan, audit keamanan, sampai inovasi tekhnologi dan desain kendaraan yang
makin pintar sehingga mampu mengurangi jumlah dan korban kecelakaan.
Kalau kita analisa permasalahan lalu lintas di negara kita sebenarnya bukan pada peraturan yang
berlaku. Peraturan lalu lintas kita tidak jauh berbeda dengan negara lain yang memiliki tingkat
keselamatan lalu lintas yang lebih baik. Masalah utamanya lebih dikarenakan lemahnya
mekanisme control akibat rendahnya kesadaran dan kedisiplinan aparat dan pengguna jalan.
Untuk itu usaha untuk meningkatkan kesadaran aparat dan pengguna jalan perlu menjadi
perhatian khusus apabila ingin menyelesaikan permasalahan keselamatan lalu lintas di negara
kita tercinta ini.
Salah satu metode penangan permasalahan lalu lintas adalah 3 E, yakni kombinasi dari
engineering, education dan enforcement. Yakni, keterpaduan antara aspek tekhnologi yang
terdiri dari inovasi kendaraan dan pengaturan prasarana jalan, pendidikan kesadaran berlalu
lintas serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggar peraturan lalu lintas.
Disamping itu usaha yang dapat ditempuh adalah dengan mengurangi jumlah dan intensitas
kendaraan di jalan raya. Pengurangan jumlah kendaraan bermotor, khususnya di sejumlah tempat
di mana pengguna jalan berisiko mudah terkena kecelakaan atau yang dikenal dengan black area
diyakini dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan lalu lintas. Masyarakat perlu didorong
untuk menggunakan mode dan perjalanan yang lebih aman. Penyediaan transportasi publik baik
dengan menggunakan bus ataupun kereta akan mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan
raya, yang berarti mengurangi risiko kecelakaan lau lintas. Sebagaimana yang dilakukan negara
maju, dimana kebijakan transportasi nasional merupakan gabungan antara kombinasi dari
peyediaan sarana transportasi umum yang baik dan memperbaiki fasilitas bagi pejalan kaki dan
rute bersepeda.
Pembenahan trasportasi umum
Fenomena yang umum terjadi di kota-kota di Indonesia, kendaraan umum ukurannya kecil akan
tetapi berjumlah sangat banyak, tidak seimbang dengan jumlah penggunanya. Transportasi
umum lebih dititikberatkan pada kepentingan bisnis, tanpa memperhatikan aspek-aspek lain,
termasuk kepentingan dan keselamatan masyarakat selaku konsumen. Di satu sisi, pemberian
izin trayek merupakan kesempatan bagi para pejabat untuk mendapatkan pemasukan, di sisi lain,
pemberian izin trayek juga memberikan kesempatan menerapkan kebijakan populis yang mampu
memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Namun, akibat dari kebijakan itu hamper
tidak pernah diperhitungkan. Yakni, jumlah kendaraan kecil yang begitu banyak sehingga
akhirnya menjadi biang kemacetan dan kepadatan arus lalu lintas.
Masalah semakin bertambah dengan kurang disiplinnya pengemudi kendaraan umum, hal ini
dapat kita lihat dari semakin tingginya angka kecelakaan yang melibatkan transportasi umum
yang berawal dari pelanggaran yang dilakukan oleh supir. Pelanggaran yang dilakukan mulai
dari gaya menegemudi yang ugal-ugalan, ketidaklengkapan surat-surat, jumlah muatan yang
melebihi batas, pelanggaran markah jalan, maupun perlengkapan dan kondisi kendaraan yang
sudah tidak layak pakai. Di mata supir angkutan umum, penumpang yang berdiri di pinggir jalan
seolah-olah seperti uang yang berceceran dipinggir jalan yang harus dikumpulkan sebanyak dan
secepat mungkin. Soal kapasitas penumpang dan peraturan lalu lintas menjadi tidak penting.
Rebutan penumpang dengan cara berhenti sembarangan dan kebut kebutan sangat
membahayakan penumpang dan pengguna jalan lain.
Untuk itu pihak yang berwenang harus mengambil tindakan tegas terhadap supir angkutan yang
melanggar peraturan, sebab bahaya yang ditimbulkannya bisa sangat besar. Sistem kebijakan
pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM) untuk pengemudi angkutan umum juga harus
diperbaiki. Pengujian untuk mendapatkan SIM tidak hanya menyangkut kemampuan mengemudi
akan tetapi juga harus dilakukan pengujian mental, khususnya bagi pemohon SIM B.I dan B.II.
Selain kenyamanan dalam perjalanan, kalau dihitung-hitung ongkos dan waktu yang diperlukan
apabila menggunakan kendaraan umum akan jauh lebih besar ketimbang dengan kendaraan
sendiri. Belum lagi tingkat kejahatan seperti pencopetan di atas kendaraan umum yang semakin
meningkat. Kesemua faktor tersebut tentu saja menjadi pertimbangan masyarakat sehingga lebih
cenderung memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi ketimbang harus menggunakan
kendaran umum.
Oleh karena itu pemerintah dan pihak swasta perlu bekerjasama untuk memikirkan dan
selanjutnya menghadirkan sistem transportasi umum yang lebih baik. Sudah saatnya di setiap
kota diciptakan sebuah transportasi massal yang dikonsep dengan matang untuk mengatasi
problem lalu lintas dan sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi yang lebih
aman dan nyaman. Walaupun belum berjalan secara maksimal "transjakarta" yang mengadopsi
"transmilenio" yang telah teruji memperbaiki sistem lalu lintas di kota Bogota (Ibu kota
Kolombia) dapat dijadikan contoh yang baik. Cuma untuk selanjutnya perlu dilakukan sedikit
penyesuaian sistem dan kebijakan tergantung kondisi masing-masing kota.
Dan yang tidak kalah penting adalah keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat yang akan
sangat menentukan tingkat keberhasilan dari program yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Masyarakat akan merasa memiliki suatu program jika dilibatkan sejak awal dan diperhatikan apa
yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Sebagaimana pengalaman-pengalaman sebelumnya
banyak kebijakan dari pemerintah yang sebenarnya sudah sangat baik, akan tetapi karena
kurangnya sosialisasi sehingga disikapi negatif oleh masyarakat. Untuk kedepannya diharapkan
agar seluruh elemen dapat bekerja sama untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik.
(MuhammadSubair)










Kebijakan BBM Dibikin "Ribet" dan Berbelit

Pemerintah diharapkan berani dan benar-benar membenahi angkutan umum. Ketersediaan
angkutan umum yang andal, nyaman, aman, dan bertarif terjangkau tetap dipercaya sebagai
solusi kemacetan, kecelakaan, dan kejahatan.
Demikian diutarakan oleh pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, kepada Kompas, Sabtu
(18/5/2013). Melalui sejumlah pesan singkat dan wawancara, Djoko membeberkan data
sekaligus analisis mengapa angkutan umum harus dibenahi dan menjadi jawaban atas kekacauan
transportasi saat ini.
Pertumbuhan kendaraan kurun 1987-2012 terlampau pesat. Data dari Badan Pusat Statistik
menunjukkan, 7.791.480 kendaraan pada 1987.
Jumlah itu meningkat menjadi 8.291.838 kendaraan pada 1989. Penambahan jumlah kendaraan
250.179 unit per tahun.
Bandingkan dengan kondisi terkini. Data dari Korps Lalu Lintas Polri, 84.193.057 kendaraan
pada 2011 kemudian meningkat jadi 94.229.299 kendaraan pada 2012.
Dalam setahun, jumlah kendaraan naik 10.036.242 unit. Pertumbuhan kendaraan 25 tahun
terakhir yang gila-gilaan secara alami meningkatkan konsumsi bahan bakar minyak (BBM).
Di satu sisi, pemerintah masih menerapkan subsidi BBM demi menekan harganya agar
terjangkau masyarakat.
Padahal, subsidi BBM jelas memakan cukup banyak alokasi APBN. Di sisi lain, APBN adalah
nyawa pembangunan pemerintah.
Akhirnya, pemerintah pun menerapkan kebijakan pembatasan BBM dengan menerapkan
pengurangan subsidi dan menaikkan harga BBM.
Menurut Djoko, kebijakan itu sebenarnya sederhana, tetapi dibikin ribet dan berbelit-belit.
Diduga, ada kepentingan politik dan intrik.
Keputusan menaikkan harga BBM pun disambut "meriah" oleh masyarakat. Ada yang
demonstrasi, harga barang dan tarif pelbagai jasa pun terkerek naik.
Program bantuan langsung tunai atau pemberian uang kepada masyarakat yang dikategorikan
miskin banyak celah penyelewengan dan tidak efektif sebab jumlahnya tidak berimbang dengan
kenaikan pelbagai harga.
"Biaya subsidi itu sebenarnya bisa untuk membenahi angkutan umum hingga aksesnya sampai
kawasan permukiman," kata Djoko.
Ia berkeyakinan, jika ada pelayanan transportasi umum yang manusiawi, aman, nyaman, dan
bertarif terjangkau, masyarakat tidak perlu dipaksa untuk tidak membeli kendaraan pribadi dan
memakai BBM.
Masyarakat akan berhitung dan menemukan jawaban bahwa lebih murah, efektif, dan efisien
memakai angkutan umum sehingga secara sadar akan melepas ketergantungan terhadap
kendaraan pribadi walaupun ada godaan pelbagai insentif menarik dari produsen otomotif.
Djoko memaparkan, 99 persen perjalanan orang Indonesia berasal dari rumah atau hunian. Jika
transportasi umum tidak menjangkau sampai "depan rumah", fungsinya akan selalu kalah
dibandingkan dengan kendaraan pribadi.
Kondisi ini diduga salah satunya akibat keengganan pembangun perumahan menyediakan akses
dan prasarana bagi angkutan umum.
Dari sinilah tampaknya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman perlu direvisi.
Aturan itu hanya mewajibkan pembangun hunian menyediakan jalan, sanitasi, instalasi air
minum, saluran air, listrik, kawasan hijau, dan tempat ibadah.
Penyediaan angkutan umum perlu dilakukan sehingga penghuni tidak terdorong memakai
kendaraan pribadi untuk sekadar bepergian ke tempat dekat.
Saat ini, angkutan umum yang beroperasi hanya 40 persen dari kekuatan yang ada. Itu pun 90
persen unit yang beroperasi sudah berusia di atas 10 tahun.
Pengusaha angkutan umum terbebani banyak hal, seperti pungutan liar, kewajiban KIR, dan
bunga pembelian untuk peremajaan yang tinggi.
Di sisi lain, kepemilikan kendaraan pribadi dipermudah dengan pencicilan, uang muka, dan
bunga rendah.
Khusus untuk sepeda motor, Djoko menyoroti ada kebijakan pemerintah yang keliru terhadap
industri otomotif.
Pemerintah mengizinkan industri membuat sepeda motor dengan isi silinder (cc) di atas 100 cc.
Laju kendaraan ini bisa lebih dari 100 kilometer per jam.
Sepeda motor bukan kendaraan berkeselamatan. Sebanyak 77.722.658 unit atau 84,5 persen dari
94.229.299 unit kendaraan pada 2012 adalah sepeda motor.
Dampaknya sepeda motor terlibat dalam 72 persen kecelakaan lalu lintas, 60 persen pelanggaran
lalu lintas, menghabiskan 40 persen BBM bersubsidi, dan 70 orang tewas di jalan per hari.
Selain itu, muncul kecenderungan membentuk komunitas sepeda motor yang beberapa di
antaranya gemar mengadakan balapan ilegal, bahkan terlibat kejahatan keji dan bengis.
"Program safety riding tidak cukup mampu untuk menekan itu semua," kata Djoko. Dari
pelbagai kondisi tadi, doronglah angkutan umum sebagai penyedia transportasi andal
masyarakat.
Pemerintah perlu melibatkan semua pihak untuk menyelamatkan angkutan umum. Berpihaklah
pada pengembangan angkutan umum.
Pilih dan kembangkan operator yang andal dan jujur untuk mengelola angkutan umum baik yang
berbasis rel seperti kereta api, KRL, MRT, atau monorel atau yang berbasis jalan seperti bus, bus
rapid transit, antara lain, transjakarta, trem, angkutan kota, bahkan angkutan tradisional.
"Sinergikan dalam sistem yang terintegrasi, efektif, dan efisien," kata Djoko.

Anda mungkin juga menyukai