Anda di halaman 1dari 12

Pendahuluan

Warna kulit timbul dari perekrutan melanosom yang mengandung melanin, yang
dihasilkan oleh melanosit, ke dalam keratinosit-keratinosit pada epidermis, dan degradasinya
selanjutnya. pada orang-orang yang berpigmen gelap, melanosit menghasilkan lebih banyak
melanin, dan melanosom lebih besar dan mengandung banyak melanin, dan mengalami
degradasi lebih lambat dibanding pada orang yang berkulit lebih terang. Melanin dihasilkan
melalui hidroksilasi tirosin menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (DOPA) dengan menggunakan
enzim tirosin, yang selanjutnya mengoksidasi DIPA menjadi dopakuinon, mengarah pada
pembentukan melanin (eumelanin dan feomelanin).
Setelah melanin dibuat dalam melanosom, melanin selanjutnya bermigrasi ke dalam ujung-ujung
dendrit melanosit dengan menggunakan filamen miosin V dan motor dynein. Masing-masing
melanosit bersentuhan dengan beberapa keratinosit tetangga, membentuk sebuah unit melanin
epidermal. Melanin dalam melanosit kemudian direkrut ke dalam keratinosit lain dari unit
melanin epidermal, atau ke dalam dermis melalui sebuah proses yang masih belum dipahami
dengan baik. Beberapa mekanisme telah diusulkan untuk transfer melanin ini ke keratinosit
tetangga. Mekanisme pertama melibatkan fagositosis. Melanin dilepaskan ke dalam dermis
setelah kerusakan melanosit pada lapisan basal dan kemudian difagosit oleh melanofage.
Mekanisme transfermelanin lainnya yang diusulkan adalah endositosis. Proses ini melibatkan
melanosom yang dibuang secara langsung ke dalam ruang-ruang interseluler diikuti dengan
endositosis. Sementara peneliti lain menganggap bahwa inokulasi langsung atau injeksimelanin
ke dalam melanosit terjadi. Hipotesis akhir adalah bahwa transfer melanin terjadi melalui
penggabungan membran keratinosit-melanosit.

Walaupun proses pasti dari transfer melanin masih sedikit dipahami, penemuan-
penemuan baru telah didapatkan dalam bidang ini. Penelitian-penelitian terbaru telah
memberikan pengetahuan tentang bagaimana melanin direkrut ke dalam keratinosit. Sebagai
contoh, Seiberg dk., menemukan bahwa reseptor teraktivasi-protease 2 (PAR-2), yang
diekspresikan pada keratinosit tetapi tidak pada melanosit, penting dalam meregulasi pelumatan
melanosom oleh keratonist dalam kultur. PAR-2 merupakan sebuah reseptor berpasangan
protein-Gyang diaktivasi oleh perpecahan protease serin. Ini dianggap penting dalam gangguan
hiperpigmentasi karena telah ditemukan bahwa inhibitor serin proteaseyang mengganggu
aktivasi PAR-2 menimbulkan depigmentasi dengan cara mempengaruhi transfer dan distribusi
melanosom. Disamping itu, aktivasi PAR-2 dengan tripsin dan peptida-peptida sintetik lainnya
telah terbukti menghasilkan ppenggelapankulit yang tampak. Penemuan-penemuan seperti ini
bisa mengarah pada pemahaman baru mengenai gangguan-gangguan pigmentasi yang sulit
diobatiini.
A. Sinar Ultraviolet dan Warna Kulit
Radiasi ultraviolet (UV) merupakan sumber kerusakan kulit yang utama dari lingkungan.
Jika kulit yang terbuka terpapar sinar UV, melanogenesis atau pencoklatan terjadi dan
merupakan mekanisme pertahanan utama kulit terhadap kerusakan akibat UV lebih lanjut.
Penggelapan kulit ini terjadi ketika radiasi ultraviolet memberikan sebuah sinyal positif ke unit-
unit melanin epidermal yang terpapar. Jumlah melanosit yang secara aktif menghasilkan melanin
terus meningkat. Disamping itu, transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit juga
meningkat. Peningkatan melanin yang dihasilkan melindungi terhadap kerusakan UV lebih lanjut
dengan menyerap foton UV dan radikal bebas yang dihasilkan UV sebelum bisa bereaksi dengan
DNA dan komponen seluler penting lainnya. Penelitian terbaru oleh Gilerest dkk menunjukkan
bahwa intermediet kerusakan DNA atau reparasi DNA bisa menstimulasi melanogenesis tanpa
adanya sinar UV. Faktanya, fragmen-fragmen DNA berantai tunggalyang kecil seperti dimidin
dinukleotida (pTpT) mampu menstimulasi pencoklatan jika diaplikasikan secara topikal pada
kulit yang utuh tanpa adanya kerusakan DNA. Temuan-temuan ini bisa memberikan lebih
banyak pengetahuan tentang penyebab gangguan-gangguan pigmentasi, dan bisa memiliki
kegunaan dalam menyediakan proteksi dari kerusakanyang disebabkan oleh sinar UV (Seperti
produk kosmetik yang menghasilkan penyamakan yang aman). Menariknya, telah ditunjukkan
bahwa pTpT juga bisa menimbulkan respon-respon fotoprotektif lainnya seperti reparasi DNA
yang membaik dan induksi faktor nekrosis tumor (TNF)- melalui penimbulan dan aktivasi
penekan tumor p53 dan faktor transkripsi.
Pengertian pigmentasi kulit adalah Perubahan warna kulit seseorang yang disebabkan
adanya penyakit atau perlukaan yang bisa menimbulkan perubahan warna yang lebih gelap
(hyperpigmentation) atau lebih terang (hypopigmentation) .
Penyebab utama hiperpigmentasi adalah peningkatan jumlah melanin, substansi tubuh
yang bertanggung jawab terhadap tampilan warna kulit (pigmen). Memang ada kondisi tertentu
yang mempengaruhi jumlah melanin menjadi meningkat, seperti kehamilan atau penyakit
Addison (penurunan fungsi kelenjar adrenal). Paparan sinar Matahari yang intens juga diduga
sebagai penyebab utama hiperpigmentasi. Konsumsi obat-obat tertentu, seperti golongan
antibiotik atau amiodarone, chloroquine dan quinacrine menjadi faktor terjadinya
hiperpigmentasi.

Contoh pigmentasi kulit yang akan dipaparkan, yaitu sebagai berikut :
1. Melasma
Melasma, yang juga dikenal sebagai mask of pregnancy menunjuk pada sebuah kondisi
umum yang biasanya ditemukan pada wanita usia subur (Gambar 10-2). Ini merupakan
gangguan kronis yang bisa menyebabkan pasien frustrasi dan juga dokter karena sangat sulit
diobati. Melasma tampak sebagai ruam pigmentasi coklat-terang sampai coklat-gelap yang khas
dan berbentuk tidak beraturan. Bercak-bercak ini biasanya ditemukan pada bibir atas, hidung,
pipi, dagu, dahi, dan terkadang pada leher. Ada tiga pola distribusi utama; polayang paling
umum adalah sentrofasial, yang melibatkan pipi, dahi, bibir atas, hidung, dan dagu. Pola malar,
yang mengenai hidung dan pipi, dan pola mandibular kurang umum. Melasma paling umum
ditemukan pada daerah-daerah yang mengalami keterpaparan sinar matahari; akan tetapi,
melasma juga telah dilaporkan terjadi pada puting, dan di sekitar genitalia eksternal.

1.a Etiologi
Melasma merupakan kejadian fisiologis yang cukup tipikal yang paling sering selama
kehamilan atau penggunaan kontrasepsi oral. Gangguan ini bisa terjadi kapanpun selama usia
subur seorang wanita, dan lebih umum pada wanitayang memiliki tipe kulit lebih gelap.
Walaupun telah banyak yang mengusulkan faktor-faktor penyebab, estrogen dan sinar ultraviolet
tampaknya merupakan biang keladi yang paling potensial. Gangguan ini sangat umum pada
masa kehamilan, itulah sebabnya terkadang disebut mask of pregnancy. Saat ini belum
diketahui bagaimana kadar estrogenyang berkurang dapat mempengaruhi sel-sel lain yang
berasal dari saraf, yang secara signifikan meningkatkan aktivitas tirosinase ketika ditambahkan
ke kultur melanosit. Akan tetapi, melasma juga terjadi pada pria, pada sekitar 10 persen kasus,
paling sering pada pria asal Timur Tengah, Caribbean, atau keturunan Asia. Sebenarnya,
melasma telah dilaporkan kurang pada bulan-bulan musim dingin, ketika keterpaparan matahari
biasanya lebih rendah.
Penyebab melasma yang diusulkan lainnya mencakup predisposisi genetik, kekurangan gizi, dan
hormon-hormon lain seperti progesteron, walaupun etiologi pastinya masih samar. Disamping
itu, obat-obatan antiepilepsi Hydantion dan Dilantin memiliki pengaruh terhadapmelasma pada
pria dan wanita. Sekitar sepertiga kasus pada wanita, dan kebanyakan kasus pada pria, bersifat
idiopatik. Beberapa peneliti telah menghipotesiskan sebuah mekanisme kausal endokrin tetapi
belum ada mekanisme seperti ini yang dibuktikan. Walaupun telah ada beberapa kasus yang
terkait dengan hubungan kekerabatan dilaporkan, bukti bahwamelasma bisa diwariskan masih
sangat sedikit. Panas bisa memegang sebuah peranan dalam melasma juga. Banyak wanita yang
mengalami melasma pada bibir atas setelah menggunakan lilin panas sebagai metode
penghilangan rambut. Walaupun ini bisa hanya kebetulan, tetapi umum dilaporkan oleh pasien
sehingga penulis yakin bahwa panas bisa memegang peranan dalammelasma seperti halnya pada
eritema ab igne. (eritema ab Igne merupakan sebuah erupsi hiperpigmentasi eritematosa
teretikulasi yang terjadi setelah keterpaparan kronis terhadap panas).
Peneliti telah menemukan bahwa melasma paling sering tampak pada wanita muda
yang sedang menggunakan kontrasepsi oral. Melasma juga umum diantara wanita hamil, dan
secara bersama-sama kedua kondisi ini penggunaan kontrasepsi oral dan kehamilan
mendasari kebanyakan kasus melasma. Persentasi menopausal dan pra-menopausal terkadang
juga terjadi. Walaupun estrogen dianggap memegang peranan utama dalam etiologi melasma,
terdapat sedikit kejadian kasus melasma diantara wanita postmenopausal yang sedang menjalani
terapi penggantian estrogen. Walaupun melasma bisa berkurang pada bulan-bulan setelah
kehamilan pasien atau setelah dia menghentikan kontrasepsi oral, kondisi ini tetap berlanjut,
dengan waktu mencapai sampai lima tahun untuk sembuh. Perjalanan kondisi ini sangat berbeda
dari pasien ke pasien dan bahkan pada seorang wanita, dari kehamilan yang satu ke kehamilan
yang lain. Kejadian melasma yang meningkat juga bersamaan dengan beberapa gangguan
ovarian. Sayangnya, ketika pasien mengalami melasma, memiliki peluang yang tinggi untuk
mengalami rekurensi gangguan yang rumit ini.



1.b Histopatologi
Pada melasma epidermal, yang tampak kecoklatan, lapisan basal dan suprabasal memiliki
kadar melanin yang lebih dari normal, yang juga bisa terhadap di seluruh epidermis. Dengan
presentasi dermal, yang tampak abu-abu kebiru-biruan, makrofage yang mengandung melanin
terjadi pada sebuah tatanan perivaskular dalam tingkat superfisial dan tingkat tengah dari dermis.
Belum ada pengobatan efektif yang diketahui untuk melasma dermal. Hipermelanosis campuran,
yang tampak berwarna abu-abu kecoklatan, juga bisa terjadi. Hanya komponen epidermal yang
bisa diobati.

1.c Pengobatan
Formula Kligman merupakan sebuah campuran yang terdiri dari 0,1% tretinoin, 5,0%
hidroquinon, 0,1% dexamethason, dan salep hidrofil.
larutan Jessner dan asam glikolat 70% (dikombinasikan dengan tretinoin dan hidrokuinon
diantara peel) bekerja sama baiknya dalam pengobatan melasma.
hidrokuinon 2 sampai 4%, steroid potensi rendah, asam kojic, arbutin, asam azelat, asam
hidroksi, dan retinoid



2. Lentigo Surya
Sebanyak 90 persen pasien yang berusia 65 tahun atau lebih memiliki satu atau lebih
lentigo surya. Seperti namanya, matahari adalah biang keladi disini, dengan keterpaparan akut
dan kronis yang terkait dengan timbulnya lesi-lesi coklat makular ini, biasanya berdiameter 1
cm. Wajah dan punggung tangan adalah daerah khusus yang terkena. Karena lesi-lesi ini jarang
ditemukan pada pasien yang berusia di bawah 50 tahun, maka disebut juga sebagai lentigo
uzur. Akan tetapi, sinar matahari merupakan faktor penyebab dan bukan usia. Lesi-lesi ini tidak
terjadi pada kulit yang terlindungi dari sinar matahari, bahkan pada lansia (Gambar 10-5).
Lentigo surya, bintik-bintik (ephelides), dan lentigo simplex sulit dibedakan satu sama lain
secara klinis. Secara bersama-sama, tipe-tipe lesi ini menjadi faktor risiko yang signifikan untuk
melanoma dan karsinoma sel basal.
2.a Histopatologi
Lentigo surya menunjukkan rete ridge memanjang yang mengandung sel-sel basaloid
berpigmen dalam yang bercampur baur dengan melanosit. Dan juga, lentigo memiliki jumlah
melanosit yang meningkat, yang memiliki kapasitas meningkat untuk produksi melanin. Lentigo
surya bisa dibedakan dari freckle (bercak kecoklatan) secara histologis karena freckle tidak
memiliki rete ridge yang memanjang dan memiliki jumlah melanosit yang normal atau lebih
rendah.
Pencegahan lentigo surya dapat dicapai paling baik melalui penggunaan sunscreen dan
penghindaran sinar matahari. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam JAMA menunjukkan
bahwa penggunaan sunscreen membantu mengurangi kejadian nevi pada anak-anak kulit putih.
Karena jumlah nevi yang meningkat terkait dengan meningkatnya risiko melanoma, maka
pentingnya pencegahan onset lesi-lesi seperti ini tidak bisa dibesar-besarkan.

2.b Pengobatan
Lentigo surya bisa diobati dengan berbagai metode tergantung pada kenyamanan pasien.
Sebagai contoh, beberapa pasien ingin diobati dengan metode lebih lambat yang tidak
memerlukan waktu pendahuluan; pasien-pasien lain mungkin ingin lesi-lesinya dihilangkan
dalam kunjungan medis yang sesedikit mungkin dan tidak keberatan tentang adanya waktu
pendahuluan. Semua pasien harus diobati dengan resimen sunscreen di rumah dan kombinasi
retinoid-retinoid topikal, agen bleaching topikal, dan asam hidroksi. Untuk mereka yang
menginginkan hasil yang lebih cepat dan lebih nyata peel TCA, laser (Q-switch ruby,
Alexandirite, dan Nd;Yag), dermabrasi lokal, dan krioterapi bisa digunakan. Beberapa penelitian
telah membandingkan efikasi dari berbagai pengobatan ini. Metode yang mahir dikembangkan
oleh Hexsel yang menggunakan instrumen dermabrasi kecil untuk menghilangkan lentigo surya.
Dia mengobati 10 pasien wanita yang mengalami lentigo surya pada punggung tangan baik
dengan dermabrasi lokal maupun dengan krioterapi. Lebih dari 50 pasien yang diobati dengan
krioterapi terus mengalami hipokromia pada daerah yang diobati enam bulan stelah pengobatan,
dibandingkan dengan 11 persen pasien yang diobati dengan dermabrasi. Persentase rekurensi
lentigo usrya sama antara kedua pengobatan (55,55 persen). Terapi laser juga efektif dalam
mengobati lentigo surya. Salah satu penelitian yang meneliti efikasi laser rubi Q-switched dalam
pengobatan lentigo surya menunjukkan tingkat respons 70 persen setelah satu atau dua
pengobatan. Walaupun laser sangat efektif untuk lesi-lesi ini, pasien harus diperingatkan bahwa
daerah yang diobati akan memiliki keropeng (scab) selama sekitar 7 sampai 10 hari. Pasien
biasanya tidak senang dengan keberadaan keropeng ini. Untuk pasien yang memiliki keterlibatan
aktif dalam sosial, beberapa lesi per kunjungan bisa diobati untuk menghindari kenampakan
keropeng.
Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien yang memiliki banyak lentigo surya berisiko
meningkat untuk mengalami kanker kulit. Belum ada bukti untuk mempercayai bahwa
pengobatan yang berhasil untuk lesi-lesi ini mengarah pada risiko melanoma yang lebih kecil.
Dengan demikian, pasien yang memiliki banyak lentigo surya, yang diobati atau tidak diobati,
harus mengalami pemeriksaan kanker kulit secara rutin.
Secara singkat, pengobatan lentigo surya yaitu :
Laser (Q-switch ruby, Alexandirite, dan Nd;Yag).
Dermabrasi lokal
Krioterapi

3. Vitiligo
Vitiligo adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan sejumlahmelanosit yang
menyebabkan timbulnya bercak-bercak halus berwarna putih di kulit. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi diduga melibatkan sistem kekebalan (reaksi autoimun).
Vitiligo bisa terjadi setelah trauma fisik yang tidak biasa, terutama cedera kepala dan cenderung
timbul bersamaan dengan penyakit tertentu, seperti:
penyakit Addison
diabetes
anemia pernisiosa
penyakit tiroid.

Secara psikis, vitiligo bisa mengganggu penderitanya karena perubahan pigmentasi pada
kulitnya tidak enak dipandang mata.
Adapun gejala dari penyakit ini yaitu Pada beberapa penderita tampak 1-2 bercak
berbatas tegas; pada penderita lainnya bercak vitiligo menutupi suatu bagian tubuh yang luas.
Perubahan ini tampak sangat jelas pada orang yang berkulit gelap. Bercaknya datar, berbatas
tegas dengan bentuk yang tidak beraturan. Sering ditemukan di wajah, sikut, lutut, tangan, kaki
dan alat kelamin. Kulit yang tidak memiliki pigmen ini sangat peka terhadap luka bakar karena
matahari. Rambut yang tumbuh di atas kulit yang terkena vitiligo juga berwarna putih karena
melanosit juga hilang dari selubung akar rambut (folikel). Diagnosis ditegakan berdasarkan hasil
test dan pemeriksaan fisik.

3.a pengobatan
Belum ada pengobatan yang memuaskan. Bercak yang kecil bisa disamarkan dengan
kosmetika. Psoralen dan sinar ultraviolet A (PUVA) kadang efektif, tetapi harus terus dipakai
sampai waktu yang tidak dapat ditentukan. Untuk mencegah terjadinya luka bakar karena
matahari bisa digunakan tabir surya sebagai pelindung terhadap sinar matahari.



4. Hyperpigmentation Post Inflamatory
Hiperpigmentasi postinflammatory, yang juga dikenal sebagai perubahan pigmen
postinflammatory (PIPA), disebabkan oleh berbagai gangguan kulit. Terkadang, terapi untuk
penyakit kulit bisa menyebabkan atau memperburuk diskromia. Walaupun hiperpigmentasi
postinflammatory tampak paling sering diantara pasien yang memiliki tipe kulit gelap, namun
gangguan ini bisa mengenai orang dengan tipe kulit apa pun. Kondisi-kondisi kecil seperti acne,
eczema, danreaksi alergi bisa mengarah pada PIPA. Dan juga, kejadian-kejadian kutaneous yang
lebih serius, seperti luka bakar, bedah, dan trauma, atau pengobatan, seperti peel kimia dan
resurfacing laser, bisa memicu kondisi ini. Sayangnya, fenomena ini cenderung kambuh pada
orang-orang yang rentang.
PIPA tampak sebagai bercak-bercak berpigmentasi gelap tidak beraturan yang muncul
di daerah-daerah inflamasi sebelumnya. Hiperpigmentasi postinflammatory bisa tampak pada
bagian kulit manapun, tetapi merupakan sumber distres yang signifikan terhadap seorang pasien
ketika terjadi pada wajah. Disamping itu, PIPA merupakan salah satu dari kondisi paling umum
yang bertanggungjawab untuk menyebabkan pasien mengunjungi seorang spesialis dermatologi.


4.a Etiologi
Hiperpigmentasi postinflammatory merupakan dampak dari meningkatnya sintesis
melanin sebagai respon terhadap gangguan kutaneous. Gangguan ini bisa difus atau lokal, dan
distribusinya tergantung pada lokasi cedera pertama.

4.bHistopatologi
PIPA ditandai dengan banyak melanofage dalam dermis permukaan. Infiltrat
limfohistiosit bisa ditemukan di sekitar pembuluh darah superfisial dan pada papillae dermal.

4.c Pengobatan
PIPA sulit untuk diobati karena terjadi pada orang-orang yang rentan terhadap
hiperpigmentasi setelah inflamasi. Inflamasi lebih lanjut, seperti yang ditimbulkan oleh peel
atau laser, akan memperburuk kondisi ini. Akibatnya, hanya produk-produk topikal non-iritasi,
seperti hidroquinon, asam kojic, dan retinoid, yang berpotensi bermanfaat untuk mengobati
kondisi ini. Akan tetapi gen-agen ini memiliki efikasi minimal. Pendekatan pengobatan yang
paling baik adalah menghindari sinar matahari, memakai sunscreen, dan sabar karena lesi-lesi
ini cenderung membaik seiring dengan waktu.

Lingkaran-lingkaran di bawah mata merupakan sebuah keluhan umum baik pria
maupun wanita. Penyebab lingkaran-lingkaran gelap di bawah ini belum diketahui dengan baik.
Banyak yang yakin bahwa kulit tipis pada daerah ini memungkinkan pembuluh darah menjadi
dapat dilihat. Setiap inflamasi atau vasodilatasi pada daerah ini bisa bermanifestasi sebagai
penebalan. Akan tetapi, juga kemungkinan ada komponen pigmentasi yang belum diketahui
dengan baik. Ada banyak laporan tentang penggunaan laser-laser lesi berpigmen seperti Ruby
atau Nd:Yg untuk mengobati lesi-lesi ini: akan tetapi, belum ada data resmi yang mengevaluasi
terapi-terapi ini.




Sebuah penelitian oleh Elson yang mengevaluasi penggunaan vitamin K (phytonadion)
yang digabungkan dengan retinol 0,15% untuk pengobatan hiperpigmentasi periorbital
menunjukkan bahwa preparasi ini efektif dalam meningkatkan lingkaran di bawah mata pada 93
persen pasien yang diteliti.

Banyak perusahaan kosmetik yang mengklaim bahwa krim-krim mereka dapat
menghilangkan lingkaran-lingkaran gelap tersebut. Krim-krim ini biasanya mengandung agen-
agen depigmentasi; akan tetapi, belum terbukti apakah kondisi ini disebabkan oleh produksi
melanin yang berlebihan. Sebenarnya, beberapa dokter telah beranggapan bahwa lingkaran-
lingkaran tersebut disebabkan oleh deposisi hemosiderin. Sayangnya, belum ada penelitian yang
dipublikasikan tentang kondisi ini untuk menjelaskan penyebab dan pengobatan terbaik untuk
lingkaran-lingkaran di bawah mata ini. Sampai sekarang, kelihatannya bahwa opsi pengobatan
yang paling baik adalah sunscreen dan banyak istirahat. Tentunya, gen-gen yang baik bisa
membuat kondisi ini kurang mungkin, tetapi tidak dengan kontrol pasien atau dokter. Saat ini
belum ada pengobatan yang efektif.
Secara ringkas, dapat dijelaskan bahwa hyperpigmentation postinflamatory dapat diobati
dengan cara sebagai berikut :
Hidroquinon (Vitaquin, Melanox, Pabanox, dan lain-lain)
Asam kojic (Topsyne, Obagi Nu derm, Quints Yen, dan sebagainya)
Retinoid (Carronne, Plentiful, QL day cream, dan lain sebagainya)


5. Albinisme
Albinisme merupakan suatu penyakit keturunan yang jarang ditemukan dimana tubuh
tidak dapat membentuk melanin. Orang yang menderita albinisme disebut albino.
Dalam keadaan normal, suatu asam amino yang disebut tirosin oleh tubuh diubah
menjadi pigmen (zat warna) melanin. Albinisme terjadi jika tubuh tidak mampu menghasilkan
atau menyebarluaskan melanin karena beberapa penyebab. Secara khusus, kelainan metabolisme
tirosin menyebabkan kegagalan pembentukan melanin sehingga terjadi albinisme.
Albinisme bisa diturunkan melalui beberapa pola, yaitu resesif autosom, dominan autosom
atau X-linked. Penyakit lainnya yang berhubungan dengan albinisme parsial atau albinisme
terlokalisir(hilangnya pigmen hanya pada daerah tertentu):



Sindroma Waardenberg (rambut di dahi berwarna putih atau salah satu maupun kedua
iris tidak memiliki pigmen)
Sindroma Chediak-Higashi (pigmentasi kulit berkurang secara difus tetapi tidak total)
Sklerosis tuberosa (terdapat bintik putih yang kecil dan terlokalisir)
Sindroma Hermansky-Pudlak (albinisme menyeluruh disertai kelainan perdarahan).

Albinisme komplit terjadi jika sama sekali tidak ditemukan pigmen pada rambut, mata
dan kulit (disebut juga albinisme okulokutaneus tanpa tirosin), sehingga rambutnya putih,
matanya pink dan kulitnya pucat. Merupakan jenis albinisme yang paling berat. Penderita
memiliki rambut, kulit dan iris mata yang berwarna putih, disertai gangguan penglihatan.
Penderita juga mengalami fotofobia (takut sinar matahari) dan mudah mengalami luka bakar
karena matahari serta bisa menderita kanker kulit karena tidak memiliki melanin yang berfungsi
melindungi kulit terhadap sinar matahari.
Albinisme okuler adalah jenis albinisme yang hanya menyerang mata.Warna kulit
biasanya normal dan warna mata juga masih dalam batas normal, tetapi pemeriksaan retina
menunjukkan bahwa retina tidak memiliki pigmen.
Albinisme komplit biasanya disertai oleh beberapa dari gejala berikut:
- pergerakan mata yang sangat cepat (nistagmus)
- strabismus (juling)
- penurunan ketajaman penglihatan
- kebutaan fungsional.


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat
diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan retina ole dokter ahli mata.Elektroretinogram adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan gelombang otak yang dihasilkan oleh cahaya di
dalam mata dan bisa menunjukkan adanya kelainan pada sistem penglihatan dari penderita
albinisme okuler.


5.a Pengobatan
Kulit dan mata harus dilindungi dari sinar matahari. Kacamata anti UV bias meringankan
fotofobia. Resiko luka bakar karena matahari bisa dikurangi dengan cara menghindari sinar
matahari langsung, memakai tabir surya atau memakai pakaian pelindung. Sebaiknya digunakan
tabir surya dengan SPF (sun protection factor yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai