Anda di halaman 1dari 28

1

KEGIATAN I
UPAYA PENDEKATAN KELUARGA TERHADAP SDR. SARWO REJO
DENGAN POST STSG ATAS INDIKASI RAW SURFACE
REGIO DORSAL PEDIS DAN CRURIS
ET CAUSA SELULITIS


TAHAP I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Tn. Sarwo Rejo
Alamat lengkap : Masaran Kulon Rt 06 Rw 02 Jati, Masaran, Sragen
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Tn. Sarwo Rejo yang Tinggal
dalam Satu Rumah

No Nama
Keduduka
n
L/P Umur
Pendidikan
Terakhir
Pekerjaan
Pasien/
Bukan
Ket.
1.
Tn. Sarwo
R
KK L 69 th -
Tidak
bekerja
pasien Selulitis
2.
Ny.
Mujiati
Istri P 45 th
Sekolah
Dasar
Buruh
serabutan
bukan -
3.
Sdr.
Sutikno
Anak L 21 th SMA
Karyawan
pabrik
bukan -
4. An. Fitri Anak P 17 th SMA Pelajar bukan -
5.
An.
Mustaqim
Anak L 14 th SMP Pelajar bukan -

Kesimpulan
Penderita atas nama Tn. Sarwo Rejo (78 th) merupakan kepala keluarga
yang menderita penyakit selulitis. Sebelum sakit penderita bekerja sebagai petani.
Bentuk keluarga Penderita nuclear family. Penderita tinggal dalam satu rumah
dengan seorang istri, Ny. Mujiati (45 th) dan tiga orang anak yaitu Sdr. Sutikno (21
th), An. Fitri (17 th), dan An. Mustaqim (14 th).


2

TAHAP II
STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang didapat dari seorang
pasien raw surface regio dorsal pedis dan cruris et causa selulitis, berjenis
kelamin laki-laki, usia 78 tahun, dengan berbagai permasalahan yang
dihadapi pasien.
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis
dan subkutis. Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan
antibiotik. Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh
tubuh jika terlambat dalam memberikan pengobatan.
Pemahaman penderita terhadap penyakit yang diderita serta dukungan
keluarga adalah kunci sukses pengobatan suatu penyakit. Ketidakpatuhan
meminum obat khususnya antibiotik serta pergantian perban yang lama
menyebabkan infeksi sukar sembuh dan bertambah berat. Terjadi gangguan
fungsional ekstremitas bawah kiri memunculkan masalah biopsikososial
karena pasein kehilangan mata pencarian dan tidak dapat menjalankan
perannya sebagai tulang punggung keluarga.

B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Sarwo Rejo
Umur : 78 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : -
Agama : Islam
Alamat : Masaran Kulon Rt 06 Rw 02 Jati, Masaran, Sragen
Status pernikahan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 17 April 2014, 26 April 2014 dan 29 April 2014.


3

A. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Luka terbuka di tungkai bawah kiri yang tidak sembuh-sembuh

2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan luka terbuka di tungkai bawah kiri yang tidak
sembuh-sembuh semenjak operasi split thickness skin graft (stsg). Pada
saat malam hari, nyeri memberat disertai panas yang terutama dirasakan di
bagian bawah tungkai, yang sangat mengganggu tidur pasien.
Pada bulan Agustus tahun 2013 pasien mengeluhkan bengkak di
punggung kaki kiri. Bengkak disertai nyeri dan panas saat dipegang.
Pasien tidak mengetahui secara pasti, sebelumnya terdapat luka atau tidak
pada punggung kakinya. Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani. Sehari
sebelum kaki pasien bengkak, pasien memupuk sawah seperti biasa.
Sehari-hari pasien tidak mengenakan alas kaki saat bekerja di sawah.
Bengkak diketahui muncul saat pagi hari seukuran telur ayam
setelah bangun tidur, malam harinya hanya didapatkan bentol-bentol kecil
berisi cairan jernih. Bengkak kemudian pecah dan mengeluarkan cairan
berwarna jernih, darah (-). Area yang rusak meluas hingga bagian atas
punggung kaki. Pasien tidak mengalami demam. Pasien tidak dapat
berjalan karena kaki terasa nyeri.
Pasien kemudian dibawa ke RSUD Soehadi Prijonagoro Sragen.
Selulitis terjadi hingga jaringan yang dalam dan telah terjadi necrotizing
fascilitis. Pasien menjalani operasi tunggal pengangkatan jaringan yang
rusak pada tanggal 13 Agustus 2013 dan dirawat selama 22 hari.
Selanjutnya pasien dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta
untuk melakukan operasi split thickness skin graft (stsg). Kulit diambil
dari region femur dekstra, femur sinistra dan cruris dekstra. Pasien juga
menjalani operasi pemasangan open reduction and eksternal fication (oref)
atas indikasi stsg. Pasien telah menjalani 8 kali operasi. Pasien kontrol
rutin setiap 4 hari sekali ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta.




4

3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat sakit asma : disangkal
d. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
e. Riwayat trauma : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat sakit asma : disangkal
d. Riwayat sakit serupa : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat olahraga : jarang
b. Riwayat merokok : disangkal
c. Riwayat mengkonsumsi jamu/obat-obatan : jamu pegal-linu

6. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 78 tahun dengan status
menikah. Istri pasien bernama Ny. Mujiati berusia 45 tahun yang bekerja
sebagai buruh serabutan. Pasien tinggal serumah dengan suami dan anak-
anaknya. Pasien mempunyai 3 orang anak, yaitu anak pertama Sdr.
Sutikno yang berusia 21 tahun, anak kedua An. Fitri yang berusia 17 tahun
dan anak ketiga An. Mustaqim yang berusia 14 tahun. Sebelum sakit
pasien bekerja sebagai petani. Namun, selama sakit pasien tidak dapat
bekerja.
Saat ini tulang punggung keluarga adalah anak pertama Tn. Sarwo
Rejo. Sdr. Sutikno bekerja sebagai karyawan pabrik. Penghasilan Sdr.
Sutikno kurang dari Rp. 1.000.000 per bulan. Untuk jaminan kesehatan,
pasien memiliki kartu JKN PBI.


5

7. Riwayat Gizi
Pasien makan dua sampai tiga kali dalam sehari dengan lauk tahu,
tempe dan sayur mayur. Pasien mengaku jarang mengkonsumsi lauk-pauk
hewani karena harganya yang tidak terjangkau. Pasien biasa makan buah-
buahan yang ditanam di halaman rumah sendiri seperti pisang dan pepaya.

8. Anamnesis Sistem
Keluhan Utama : Luka terbuka di tungkai bawah kiri yang tidak
sembuh-sembuh
1. Kulit : luka terbuka yang tidak sembuh-sembuh di
tungkai bawah kiri (+), nyeri (+), pucat (-).
2. Kepala : sakit kepala (-), leher cengeng (-), berputar (-),
luka(-), benjolan (-)
c. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-),
pandangan mata kabur (-)
d. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
e. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar cairan
(-)
f. Mulut : sariawan (-), mulut terasa asam (-), mukosa basah
(+), papil lidah atropi (-)
g. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
h. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-), batuk darah (-),
dahak (-), nyeri dada (-)
i. Kardiovaskuler : berdebar-debar (-)
j. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), mudah haus (-), diare (-), nafsu
makan menurun (-), nyeri perut (-), BAB tidak ada
keluhan.
k. Genitourinaria : BAK 4-5 kali sehari warna kuning jernih dan
jumlah dalam batas normal.
l. Muskuloskeletal : nyeri sendi (-), nyeri otot (-)
m. Ekstremitas :
Atas kanan :bengkak (-), luka (-), ujung jari tangan dingin (-)

6

Atas kiri :bengkak (-), luka (-), ujung jari tangan dingin (-)
Bawah kanan :bengkak (-), luka (+), ujung jari kaki dingin(-)
Bawah kiri :bengkak (-), luka (+), ujung jari kaki dingin(-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 14 April 2014
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E
4
V
5
M
6
), status gizi
kesan kurang.
2. Tanda Vital
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 19 x/menit
Suhu : 36,0
o
C per axiler
VAS : 4
3. Status Gizi
BB : 49 kg
TB : 163 cm
BMI : BB/TB
2
= 49 / (1,63)
2
= 18,44 kg/m
2

Status gizi : kesan kurang
4. Kulit
Sawo matang, rambut hitam, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-),
venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-), luka terbuka yang tidak
sembuh-sembuh di tungkai bawah kiri (+), nyeri (+), pus (+), jaringan
granulasi (+).
5. Kepala
Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut sukar dicabut.
6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea (+/+).
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deviasi septum (-).

7

8. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), gigi
tanggal (-)
9. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-)
10. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), faring hiperemis (-), dahak (-)
11. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, KGB tidak membesar
12. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider nevi
(-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-)
- Cor : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial LMCS
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
pinggang jantung : SIC III LPSS
batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ III intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo :
I : pengembangan dada kanan = dada kiri
P : fremitus raba kanan = kiri
P : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+ N/+ N)
ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
13. Abdomen
I: dinding perut sejajar dinding dada, venektasi (-)
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P: timpani seluruh lapang perut
A: bising usus (+) normal

8

14. Ektremitas : lihat status lokalis
Extremitas superior Extremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - +
Sianosis - - - -
Pucat - - - -
Akral dingin - - - -
Luka - - + +
Deformitas - - - -
Ikterik - - - -
Petekie - - - -
Sponn nail - - - -
Kuku pucat - - - -
Clubing finger - - - -
Hiperpigmentasi - - - -
Fungsi motorik 5 5 5 5
Fungsi sensorik Normal Normal Normal Normal
Reflek fisiologis +2 +2 +2 +2
Reflek patologis - - - -

Status Lokalis :
a. Regio femur dekstra et sinistra, region cruris dekstra et sinistra : Raw
surface (+), jaringan granulasi (-), jaringan nekrotik (-), pus (+)
ROM terbatas karena nyeri.
b. Regio dorsal, pedis sinistra : Raw surface (-), oedem (+)
minimal, NVD (-), ROM terbatas karena nyeri.









9

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah yang dilakukan tanggal 29 April 2014,
Tanggal Nilai Satuan Rujukan
HEMATOLOGI
RUTIN

Hb 10.0 g/dl 12.3 - 15.3
HCT 32.1 % 35-47
AL 4.4 10
3
/l 4.0 11.3
AT 251 10
3
/l 150 450
AE 3.79 10
6
/l 4.1 -5.1
INDEX
ERITROSIT

MCV 84.7 /um 80-96
MCH 26.4 Pg 28-33
MCHC 31.2 g/dl 33-36
HITUNG JENIS
Netrofil 52.5 % 55-80
Limfosit 32.7 % 22-44
KIMIA KLINIK
Gula darah sewaktu 128 mg/dl 60-140

E. RESUME
Pasien mengeluhkan Luka terbuka di tungkai kiri yang tidak sembuh-
sembuh yang nyeri dan mengeluarkan cairan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, compos mentis, status gizi kesan kurang. Tanda vital T: 120/80
mmHg, N: 86 x/menit, RR: `19 x/menit, S: 36,0C peraxiller, BB: 49 kg, TB:
163 cm (BMI = 18,44 kg/m
2
).
Pemeriksaan status lokalis di regio femur dekstra et sinistra, regio
cruris dekstra et sinistra terdapat raw surface, jaringan granulasi (+), jaringan
nekrotik (+), pus (+) ROM terbatas karena nyeri. Regio dorsal, pedis sinistra
oedem (+) minimal, NVD (-), ROM terbatas karena nyeri.
Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan anemia ringan.


10

J. FLOW SHEET
Nama : Tn. Sarwo Rejo
Diagnosis : Post STSG atas indikasi raw surface regio dorsal pedis dan cruris
sinistra et causa selulitis.
Tabel 2. Flow Sheet (14, 26 dan 29 April 2014)
No Tgl
Keluhan/
Kondisi
pasien
Pemeriksaan Fisik

Terapi Planning Target
1. 14-4
2014
Luka terbuka
di tungkai
bawah kiri
yang tidak
sembuh-
sembuh, terasa
nyeri.

Antibiotik
yang
diresepkan
dokter tidak
dihabiskan.

Perban hanya
diganti saat
kontrol ke
RSUD Dr.
Moewardi.

Pasien tidak
pernah berlatih
untuk mulai
menggerakkan
kaki.


Tensi: 120/80
mmHg
Nadi: 86 x/menit,
reguler, isi dan
tegangan cukup
Pernafasan :19x
/menit
Suhu :36,0oC
(axiler)
VAS : 4
BB/TB2 = 49 /
(1,63) 2 = 18,44
kg/m2 (gizi kesan
kurang)

Px Paru, jantung,
dan abdomen dalam
batas normal
Kuratif :
Na diclofenac 2 x 50 mg
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Vit B complex 3 x 5 mg
Promotif :
Edukasi pasien untuk
meminum obat, terutama
antibiotik dengan
benar.Menerangkan
bahaya resistensi
antibiotic

Menyarankan pasien dan
keluarga mengganti
perban setiap 2 hari sekali
di tempat pelayanan
kesehatan terdekat
dengan memanfaatkan
JKN PBI

Edukasi untuk mulai
melatih kaki bergerak,
langkah awal dengan
mulai menapakkan kaki
sambil duduk di tempat
tidur
1. Lanjut
terapi

2. Kontrol ke
RSUD Dr.
Moewardi
sesuai jadwal

3. Mengajari
cara
perawatan
luka kepada
keluarga
pasien pada
pertemuan
berikutnya



Menyele-saikan
pengobatan dan
memberikan
suasana yang
nyaman hingga
keluhan pasien
berkurang tiap
harinya

1. Antibiotik di
minum habis
sesuai jadwal

2.Perban diganti
2 hari sekali

3. Mulai berlatih
menggerakkan kaki









Menyele-saikan
pengobatan dan
memberikan
suasana yang
nyaman hingga
keluhan pasien
berkurang tiap
harinya

1.Antibiotik
harus habis, tepat
dengan aturan

2.

26-4
2014

Keluhan
belum
berkurang

Advice
pertemuan
sebelumnya
tidak
dilakukan
sama sekali.



Tensi: 110/85
mmHg
Nadi: 85 x/menit,
reguler, isi dan
tegangan cukup
Pernafasan :17x
/menit
Suhu :36,0oC
(axiler)
VAS : 4
BB/TB2 = 49 /
(1,63) 2 = 18,44

Kuratif :
Na diclofenac 2 x 50 mg
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Vit B complex 3 x 5 mg
Promotif :
Menekankan pada
seluruh anggota keluarga
untuk bertanya jika
perintah/advice tidak
dimengerti

Meminta anggota

1. Terapi
lanjut

2. Kontrol ke
RSUD Dr.
Moewardi
sesuai jadwal

3.Pemeriksaan
darah ulangan
pada pertemuan

11

kg/m2 (gizi kesan
kurang)

Px Paru, jantung,
dan abdomen dalam
batas normal
keluarga menjadi
pengawas minum obat.
Keluarga wajib
memastikan pasien
menelan obat.

Menekankan bahaya
resistansi antibiotik.

Meminta keluarga
menceritakan pada dokter
yang memegang pasien
bahwa selama ini
antibiotik tidak
dihabiskan. dan
menanyakan perlukah
antibiotic pengganti.

Mengajari secara
langsung cara merawat
luka
berikutnya minum obat.

2.Keluarga
mengetahui cara
merawat luka

3.Mendapat
informasi
mengenai
antibiotik yang
akan diberikan
untuk
melanjutkan
terapi berikutnya.


3. 29-2
2014
Penyembuhan
luka
berlangsung
lebih cepat.
Tensi: 120/80
mmHg
Nadi: 86 x/menit,
reguler, isi dan
tegangan cukup
Pernafasan :19x
/menit
Suhu :36,0oC
(axiler)
VAS : 4
BB/TB2 = 49 /
(1,63) 2 = 18,44
kg/m2 (gizi kesan
kurang)

Px Paru, jantung,
dan abdomen dalam
batas normal
Kuratif :
Na diclofenac 2 x 50 mg
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Vit B complex 3 x 5 mg
Promotif :
Membimbing anak kedua
untuk merawat luka.
Menyarankan keluarga
untuk kontrol ke
Puskesmas, agar
pengobatan menjadi cost
efektif karena tidak perlu
menjangkau RSUD Dr
Moewardi dengan
ambulance atau mobil
sewaan.
1. Terapi
lanjut
2. Perawatan
berkala 2x
sehari dengan
mandiri

Menyele-saikan
pengobatan dan
memberikan
suasana yang
nyaman hingga
keluhan pasien
berkurang tiap
harinya

.










12

TAHAP III
IDENTIFIKASI FUNGSI - FUNGSI KELUARGA


A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Penderita atas nama Tn. Sarwo Rejo (78 th). Bentuk keluarga
Penderita nuclear family. Penderita tinggal dalam satu rumah dengan
seorang istri, Ny. Mujiati (45 th) dan tiga orang anak yaitu Sdr. Sutikno
(21 th), An. Fitri (17 th), dan An. Mustaqim (14 th).
Keluarga memahami kondisi pasien dan berupaya memberikan
kondisi yang nyaman bagi pasien.

2. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dengan keluarganya sangat baik, mereka saling
perhatian. Keluarga mendukung pengobatan Tn. Sarwo Rejo dengan
menemani pasien untuk kontrol secara rutin.

3. Fungsi Sosial
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat. Tidak terdapat masalah dalam hubungan penderita dan
keluarga ataupun dengan masyarakat disekitar rumah. Keluarga ini cukup
aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan di lingkungannya seperti kerja
bakti. Selama sakit, interaksi social penderita berkurang. Namun, sesekali
penderita tetap keluar rumah ditemani salah satu anggota keluarga
dengan menggunakan kursi roda agar tidak bosan berada di dalam rumah.

4. Fungsi Ekonomi
Pemasukan utama keluarga ini berasal dari anak pertama yang
bekerja sebagai karyawan pabrik tekstil dibantu oleh Ny. Mujiati yang
bekerja sebagai buruh serabutan. Penghasilan yang didapat oleh kedua
anggota keluarga tersebut < Rp. 1.000.000,00.

13

Untuk jaminan kesehatan, pasien memiliki kartu BPJS PBI.

5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Keputusan-keputusan penting dalam keluarga diambil dengan
musyawarah, tidak ada yang mendominasi dalam pengambilan
keputusan. Baik kepala keluarga, istri, maupun anak-anaknya saling
mendukung satu sama lain dalam mengambil keputusan.

B. FUNGSI FISIOLOGIS
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain.
1. Adaption
Tn. Sarwo Rejo lebih nyaman bercerita kepada istrinya, Ny. Mujiati dan begitu
pula sebaliknya. Dalam menghadapi masalah, pasien sangat mendapatkan
perhatian dari istri dan anak-anaknya.
2. Partnership
Setiap ada permasalahan mengenai pasien, Tn. Sarwo Rejo selalu
mendiskusikan bersama istri dan anaknya, begitu pula sebaliknya.
3. Growth
Tn. Sarwo Rejo mendapat dukungan istri dan anak-anaknya dan peduli dengan
kesembuhan pasien.
4. Affection
Dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama lain dan saling
memberi dukungan.
5. Resolve
Kuantitas maupun kualitas kebersamaan anggota keluarga cukup.




14

Skoring
Hampir selalu : 2 poin
Kadang kadang : 1 poin
Hampir tak pernah : 0 poin

Kriteria nilai APGAR
8 - 10 : baik
5- 7 : sedang
1-4 : buruk
Tabel 3. APGAR keluarga Tn. Sarwo Rejo
APGAR keluarga Tn. Sarwo Rejo Tn. A Ny. S Sdr. Y Sdr. A
A
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga
saya bila saya menghadapi masalah
1 2 2 2
P
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
2 1 2 2
G
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
2 2 1 2
A
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
2 2 2 2
R
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
1 2 2 2
Total Nilai 8 9 9 10
Fungsi Fisiologis Keluarga = (8+9+9+10) : 4 = 9 (BAIK)
Kesimpulan
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Tn. Sarwo Rejo
adalah baik. Hal ini menunjukkan tidak ada masalah maupun hambatan pada
interaksi antar individu pada keluarga Tn. Sarwo Rejo.



15

C. FUNGSI PATOLOGIS SCREEM
Tabel 4. Tabel SCREEM

SUMBER PATOLOGI KET
SOCIAL Interaksi sosial baik antar anggota keluarga. Keluarga aktif
dalam kegiatan kemasyarakatan. Namun, selama sakit Tn.
Sarwo Rejo belum dapat mengikuti beberapa kegiatan
kemasyarakatan secara mandiri.
+
CULTURAL Banyak tradisi budaya yang masih diikuti seperti mengikuti
acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, dll. Pasien
menguasai bahasa jawa dan adat kesopanan jawa.
-
RELIGION Ketaatan pasien dan keluarga cukup baik, dapat dilihat dari
sholat wajib 5 kali setiap harinya dan mengaji.
-
ECONOMY Ekonomi keluarga ini tergolong rendah dan tidak menetap,
untuk kebutuhan sekunder dan tersier kadang sulit terpenuhi.
Rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas
untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
+
EDUCATION Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Tn. Sarwo
Rejo tidak bersekolah dan Ny. Mujiati hanya tamat SD.
Kedua anak tertua keluarga ini tamat SMA dan tidak
memiliki rencana melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Anak terakhir masih kelas 2 SMP.
+
MEDICAL Perhatian keluarga yang diberikan kepada pasien sudah
cukup baik seperti selalu mengantarkan pasien untuk
kontrol berobat. Namun, pengetahuan keluarga dan pasien
terhadap penyakit dan perilaku hidup bersih sehat masih
kurang.
Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga mendapat
pelayanan RSUD Dr. Moewardi dengan menggunakan kartu
JKN PBI (jamkesmas).
+



16

Kesimpulan
Dalam keluarga Tn. Sarwo Rejo ini, didapatkan beberapa fungsi yang
patologis, diantaranya adalah sosial pasien terhadap masyarakat, pendapatan
ekonomi yang masih rendah dan tidak menentu, tingkat pendidikan keluarga
yang masih rendah serta pengetahuan penyakit dan perilaku hidup bersih
sehat yang masih kurang.
D. GENOGRAM


Gambar 1. Genogram keluarga Tn. Sarwo Rejo
Keterangan :







Kesimpulan
Kakek maupun nenek dalam keluarga inti Tn Sarwo Rejo dan Ny.
Mujiati sudah meninggal dunia. Saat ini pasien, Tn. Sarwo Rejo tinggal
bersama istri kedua dan ketiga anaknya. Sebelumnya pasien telah satu kali
menikah, memiliki 6 anak dan 13 cucu. Di dalam garis keturunan Tn. Sarwo
Rejo tidak didapatkan penyakit yang diturunkan. Pada genogram tidak
ditemukan gejala penyakit menular maupun peyakit yang sama pada kerabat
yang lain.







Ny. M
45 thn

Tn. SR (pasien)
68 thn

: Laki-laki yang telah meninggal

: Wanita yang telah meninggal : Laki-laki yang masih hidup

: Tinggal dalam satu rumah : Wanita yang masih hidup

: Pasien


Ny. M
45 thn

Srr. S
21 thn

An. F
17 thn

An. M
14 thn


17

E. POLA INTERAKSI KELUARGA











Gambar 2. Pola interaksi keluarga
Keterangan
: Hubungan Harmonis
Kesimpulan
Hubungan antara tiap anggota keluarga Tn. Sarwo Rejo cukup harmonis.

F. FAKTOR-FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
1. Pemahaman
Pemahaman keluarga mengenai hygiene dan sanitasi masih
rendah. Pengetahuan mengenai penyakit juga masih kurang. Seluruh
anggota keluarga tidak mengetahui tata cara konsumsi antibiotik
sehingga selama ini antibiotik yang diresepkan tidak pernah habis di
minum.
Keluarga telah mendapat penjelasan untuk mengganti perban
setiap 2 hari sekali akan tetapi keluarga tidak melaksanakan karena
memahami perban telah diganti secara berkala setiap kali kontrol di
rumah sakit meskipun mereka telah mendapat pelatihan dan memiliki
peralatan sendiri di rumah. Akibatnya, penyembuhan luka berlangsung
Ny. M Sdr. S
An. F An. M
Tn. SR

18

lama selain karena pergantian perban yang terlambat, faktor utama
adalah antibiotik yang tidak dihabiskan.
2. Sikap
Sikap pasien terhadap penyakit yang dideritanya belum baik, pasien
sering mengeluhkan penyakitnya yang tidak segera sembuh namun jarang
meminum obat, pasien juga belum mau melatih kaki kirinya untuk bergerak
sehingga sering merasakan pegal dan linu.
Keinginan pasien dan keluarga untuk kesembuhan penyakit besar
akan tetapi saran dan nasehat dari dokter sering tidak disikapi secara serius,
dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang wajib dilaksankan. Apabila belum
faham, mereka cenderung diam dan tidak bertanya karena takut dimarahi.
3. Tindakan
Pasien dan keluarga memperlihatkan tindakan yang belum konsisten
untuk memperjuangkan kesembuhan penyakit. Beberapa tindakan seperti
tetap menyewa mobil untuk kontrol saat tidak ada ambulance gratis yang
dapat digunakan, menyediakan tempat tidur khusus yang diletakkan di
samping ruang tamu demi kenyamanan pasien, menunjukkan keluarga
pasien menyadari pentingnya pengobatan dan mengharapkan kondisi pasien
lebih baik. Namun, beberapa tindakan masih kontradiktif seperti kurang pro
aktifnya pasien dan keluarga untuk memdapatkan informasi sebanyak-
banyaknya mengenai penyakit, tidak ada pemantau minum obat sehingga
minum obat sering terlewat, perban tidak diganti lebih cepat meskipun telah
diberi pengertian bahwa mengganti perban dapat dilakukan secara mandiri
atau dengan memanfaatkan JKN PBI di PKD atau puskesmas.

G. FAKTOR-FAKTOR NON PERILAKU YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
1. Lingkungan
Rumah yang dihuni Tn. Sarwo Rejo dan keluarga adalah rumah
pribadi dengan kondisi sederhana, luas rumah sesuai dengan kriterian
kepadata hunian (10 x 10 m). Rumah terdiri dari ruang tamu, dua kamar
utama, mushola, ruang makan, dapur dan sumur. Pencahayaan di ruang

19

tamu cukup baik namun ruang-ruang tengah tampak gelap dengan ventilasi
sedikit. Rumah tampak rapi di ruang-ruang bersama akan tetapi beberapa
kamar tampak berantakan. Lantai dapur masih tanah dan keluarga ini tudak
memiliki jamban dan kamar mandi. Sumber air bersih untuk mandi,
mencuci dan masak berasal dari sumur. Sedangkan BAB biasa dilakukan di
sungai.
Halaman rumah cukup luas, berbatasan dengan tanah rendah
didepan rumah yang tergenang air dan ditumbuhi tanaman air.
2. Keturunan
Tidak didapatkan riwayat penyakit diturunkan dalam keluarga ini.
3. Pelayanan Kesehatan
Rumah penderita relatif dekat dengan pusat pelayanan kesehatan
primer. Pusat pelayanan kesehatan seperti PKD dan puskesmas dapat
dicapai dengan sepeda motor. Pasien juga menerima JKN PBI yang dapat
dimanfaatkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.
Untuk mencapai RSUD pasien memanfaatkan layanan ambulance
gratis dari puskesmas. Jika ambulance tidak tersedia, keluarga
mengusahakan mobil sewaan untuk mencapai rumah sakit.



















Gambar 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku
Lingkungan:
Penerangan dan ventilsi
tidak merata, dapur masih
tanah. Rumah tidak
dilengkapi jamban dan
kamar mandi.

Pemahaman:
Pasien dan keluarga
tidak cukup faham
mengenai penyakit dan
penanganannya di
rumah.
Sikap:
Sikap pasien terhadap
penyakit yang diderita
masih kurang baik.
Keluarga pasif
terhadap advice dokter
Keturunan:
Tidak ada faktor
keturunan yang
berpengaruh terhadap
penyakit
Tn. Sarwo Rejo
(78 tn)
Tindakan:
Obat tidak dimimun
rutin, perban hanya
diganti saat kontrol.
Pelayanan Kesehatan
Pasien cukup mudah ke
Puskesmas, namun
transportasi ke RSUD
kadang kesulitan

20


: Faktor Perilaku

: Faktor Non Perilaku


H. IDENTIFIKASI I NDOOR DAN OUTDOOR

Gambar 4. Denah Rumah Tn. Sarwo Rejo








Ruang
Tamu
Tempat Tidur
Tn. Sarwo R
Kamar
Tidur
Utama
Kamar
Tidur
Anak II
Kamar
Tidur
Anak I
Mushola
Ruang
Makan
Dapur
Teras
Sumur
Halaman
U

21

BAB IV
DIAGNOSIS HOLISTIK

A. Diagnosis Biologis
Post STSG atas indikasi raw surface regio dorsal pedis dan cruris et
causa selulitis

B. Diagnosis Psikologis
Hubungan penderita dengan anggota keluarga lain terjalin harmonis.

C. Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
Selama sakit Tn. Sarwo Rejo belum dapat mengikuti beberapa kegiatan
kemasyarakatan secara aktif. Namun, hubungannya dengan masyarakat
sekitar tetap terjalin baik.
Pendapatan keluarga berkurang karena semenjak sakit Tn, Sarwo Rejo
kehilangan mata pencarian sebagai petani. Tulang punggung keluarga
kini adalah anak tertua Tn. Sarwo Rejo dan Istrinya.





22

TAHAP V
PEMBAHASAN DAN SARAN KOMPREHENSIF

A. PEMBAHASAN
Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,
atau oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan
Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang
menyebabkan infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene yang
kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit.
Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis. Selulitis merupakan peradangan
akut terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis(Djuanda, 2008;
Fitzpatrick, 2008).
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh
getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.
Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di
tungkai bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise,
kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri
(dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut
(Djuanda, 2008; Pandaleke, 1997).
Tn Sarwo Rejo, memiliki faktor predisposisi untuk menderita selulitis
berupa hygiene yang kurang yaitu tidak mengenakan alas kaki, alat
perlindungan diri saat bekerja di sawah. Faktor risiko lain berupa trauma
lokal, luka terbuka, gangguan pembuluh darah / getah bening maupun
penyakit sistemik disangkal oleh pasien.
Gejala prodormal yang tergali selama anamnesis adalah bengkak
(tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area
dorsal pedis. Bengkak berukuran telur ayam, yang disertai bula yang
kemudian pecah pagi, hari selanjutnya. Onset penyakit berlangsung akut,
hanya 1 hari. Setelah bula pecah infeksi menyebar ke region cruris. Infeksi
memberat sehingga terjadi necrotizing fascilitis . Tn. Sarwo rejo dirujuk ke

23

RSUD Soehadi Prijonagoro Sragen. Pasien menjalani operasi tunggal
pengangkatan jaringan yang rusak pada tanggal 13 Agustus 2013 dan dirawat
selama 22 hari.
Selanjutnya Tn. Sarwo Rejo dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi
Surakarta untuk melakukan operasi split thickness skin graft (stsg). Kulit yang
digunakan untuk menutup area yang terbuka diambil dari region femur
dekstra, femur sinistra dan cruris dekstra. Pasien juga menjalani operasi
pemasangan open reduction and eksternal fication (oref) atas indikasi stsg.
Pasien telah menjalani 8 kali operasi. Pasien kontrol rutin setiap 4 hari sekali
ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan
antibiotik. Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh
tubuh jika terlambat dalam memberikan pengobatan. Namun, dalam kasus ini,
keluarga Tn. Sarwo tidak memiliki pemahaman yang baik mengenai
pengobatan yang harus dijalani. Keluarga bersikap pasif terhadap nasihat
dokter. Antibiotik yang diresepkan tidak habis diminum, perban juga hanya
diganti saat kontrol. Setelah mendapat edukasi tatalaksana minum obat,
antibiotik tetap tidak habis. Faktor yang diidentifikasikan berikutnya sebagai
penyebab adalah tidak adanya pemantau minum obat. Akibatnya meskipun
telah mendapat penanganan yang baik di rumah sakit, penyembuhan luka
berlangsung lama.
Lamanya masa penyembuhan menyebabkan masalah biopsiko sosial
yang baru. Pasien tidak dapat melansanakan fungsinya untuk mencari nafkah
bagi keluarga. Selain itu, pasien juga tidak dapat berperan aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan. Di dalam rumah sendiri, pasien menjadi tidak
mandiri untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dan amat tergantung kepada
anggota keluarga yang lain. Hal ini tidak sampai menyebabkan gangguan
depresi pada lansia. Namun, masalah depresi pada lansia adalah hal yang
sering terjadi sehingga perlu diwaspadai. Keluarga tetap diberi pengertian
untuk memberikan kondisi senyaman mungkin kepada pasien dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Kepedulian keluarga dan perhatian
merupakan kunci utama penyembuhan penyakit, terutama pada lansia. Lansia

24

memiliki kemampuan koordinasi diri yang telah menurun, untuk minum obat
atau merawat diri selain karena sakit yang diderita factor ini menambah
keterbantungan pasien sehingga pasien memerlukan pemantau minum obat
dan keluarga yang mengganti perban berkala secara rutin.
Ekonomi keluarga ini tergolong rendah dan tidak menetap, untuk
kebutuhan sekunder dan tersier kadang sulit terpenuhi. Rencana ekonomi
tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Oleh karena itu, perawatan pasien di rumah hendaklah dilakukan secara benar
agar penyembuhan berjalan cepat dan cost effective.

B. SARAN KOMPREHENSIF
1. Promotif dan Preventif
Edukasi kepada keluarga pasien berupa:
a. Pemahaman tentang hygiene dan sanitasi terhadap keluarga.
b. Pentingnya memiliki jamban sehat, mendorong untuk menyisihkan
penghasilan dan menjadikan pengadaan jamban sebagai salah satu
prioritas utama.
c. Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada secara optimal.
d. Komunikasikan terhadap antar anggota keluarga yang memiliki
masalah dan dicari pemecahan masalahnya bersama-sama.
e. Edukasi keluarga untuk senantiasa menerapka Perilaku Hidup Bersih
Sehat.
2. Kuratif
Non Medikamentosa
a. Edukasi pasien agar makan, istirahat dan olahraga yang cukup, serta
tetap rajin beribadah.
b. Edukasi untuk meminum obat secara benar. Menunjuk keluarga
sebagai pemantau minum obat. Keluarga harus memastikan obat
ditelan oleh pasien.



25

Medikamentosa
a. Na diclofenac 2 x 50 mg
b. Ciprofloxacin 2 x 500 mg
c. Vit B complex 3 x 5 mg
3. Rehabilitatif
a. Pada tahap pasien masih mendapatkan pengobatan, anjuran rehabilitasi
yang dianjurkan terutama melatih mobilitas kaki sedikit demi sedikit.
b. Hendaknya pelayanan kesehatan meningkatkan pelayanan
kunjungan rumah (home visit) kepada pasien agar kondisi dan
pemulihan pasien selalu terpantau.






















26

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008
Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill: 2008
Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas
Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117,
1997

























vii

27

LAMPIRAN










Rumah Tn. SR tampak dari depan Halaman rumah Tn. SR

Tempat tidur Tn. SR Dapur rumah Tn. SR


Dokter Muda FK UNS mengajarkan Anak Tn. SR berlatih merawat luka
cara merawat luka
viii

28















Luka pada kulit (21 April 2014) Luka pada kulit (29 April 2014)



Dokter Muda FK UNS bersama
dengan keluarga Tn. SR

ix

Anda mungkin juga menyukai