Zolrina Binti Zolkapli Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester 5 Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Tanjung Duren Selatan 2, Gang 3, No.23 zoeyzolkapli@yahoo.com
PENDAHULUAN Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat tubuh kekurangan zat besi (depleted iron store). Keadaan ini dapat disebabkan oleh kemasukan zat besi yang tidak mencukupi kebutuhan, peningkatan ekskresi, gangguan absorpsi atau kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat. ADB ditandai oleh anemia mikrositik hiokrom dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropic atau negara dunia ketiga oleh karena sangat berkaitan dengan taraf sosio-ekonomi. Masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi, karena itu prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi, terutama anemia defisiensi nutrisi seperti besi, asam folat, atau vitamin B 12 . ISI I . ANAMNESIS Anamnesis adalah menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi pasien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan. Dalam berkomunikasi ini perawat mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaannya yang diistilahkan teknik komunikasi terapeutik. Teknik tersebut mencakup keterampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka maupun tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan kontak mata. 2
Anamnesis terbagi kepada 2 yaitu auto anamnesa yang merupakan wawancara dengan klien langsung dan allo anamnesa yaitu wawancara dengan keluarga atau orang terdekat. 1,2
Mendapatkan anamnesis rinci adalah penting dalam evaluasi anemia defisiensi besi. Elemen penting termasuk evaluasi diet, keadaan lingkungan, dan gejala yang dialami, trauma perdarahan, respon terhadap obat-obatan, kondisi komorbiditas, riwayat keluarga, riwayat enyakit menahun dan efek pada kualitas hidup. Anamnesis menyeluruh dapat membantu mengidentifikasi penyebab atau etiologi spesifik anemia defisiensi besi tersebut.Antara yang penting yang bisa dilihat adalah :
1. Riwayat Faktor Predisposisi Dan Etiologi : Kebutuhan meningkat secara fisiologi - sering kebutuhan tinggi saat hamil dan laktasi - masa pertumbuhan yang cepat Menstruasi - Rimayat penyakit menorrhagia, dan sekiranya ada ditanyakan apakah ada mengkonsumsi suplemen ferum. Infeksi kronis Asupan diet tidak adekuat/gaya hidup tidak sehat - Konsumsi makanan tinggi besi apakah cukup, seperti buah-buahan dan sayuran, daging merah, ikan tuna, oat dll - Seorang vegan akan terjadi kekurangan vitamin B12 - Konsumsi alkohol berat meningkatkan resiko kekurangan asam folat Malabsorpsi besi - Pada pasien penyakit celiac, atau baru selesai operasi lambung Perdarahan/ Kehilangan darah - Terutama pada perdarahan gastrointestinal, karena tersering disebabkan infeksi cacing tambang atau karena tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa - Sering donor darah Penggunaan aspirin atau NSAID jangka lama 3
Riwayat hemodialisis, pada pasien gagal ginjal menyebabkan kekurangan besi dan asam folat. ( Anemia penyakit kronik) 2. Riwayat Keluhan Keluhan umum pasien anemia - Badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang Gejala melena , epistaksis, hematochezia , hematemesis mengindikasikan adanya perdarahan. (anemia defisiensi besi) Terjadinya ikterus, dan warna urin gelap pada penyakit hati ( anemia penyakit kronik) Ada penurunan berat mendadak pada kanker ( anemia penyakit kronik) Gejala parestesia , gangguan neurologi. (Anemia defisiensi B12) 1
II. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemia. Sewaktu pemeriksaan fisik dilakukan terutama sewaktu inspeksi, akan tampak tanda-tanda khas berikut pada pasien dengan anemia defisiensi besi: Badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. 2,3,7
4
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium Penurunan cadangan zat besi Pada stadium ini, aspirasi sum-sum tulang dengan pewarnaan prusian blue jelas menunjukkan penurunan atau tidak adanya simpanan zat besi dalam makrofag. Kondisi ini diikuti oleh penurunan kadar feritin serum. 1,3,5
Eritropoisis kekurangan zat besi Kapasitas ikat besi total (TIBC) serum pertama-tama meningkat, lalu diikuti penurunan mendadak zat besi serum. Akibatnya saturasi fungsional transferin turun secara mencolok. Kadar saturasi transferin yang penting untuk mendukung eritropoisis adalah sekitar 15%. Dibawah nilai ini, eritropoisis kekurangan zat besi tidak dapat dihindarkan. Sel darah merah dalam sirkulasi menjadi lebih mikrositik dan hipokromik. Hal ini diikuti oleh peningkatan FEP (Free Erytrocyte Protoporphyrin). 3,5 Anemia defisiensi besi yang mencolok (stadium akhir). Sel darah merah menjadi sangat hipokromik dan mikrositik Sering hanya kerangka tipis sitoplasma yang muncul di tepi sel darah merah. Fragmen kecil dan poikilositosis yang aneh juga dapat terlihat. Membran eritrosit kaku, kelangsungan hidup sel darah merah ini lebih pendek dalam sirkulasi. Retikulosit (N: 50.000/ml) Leukosit N Trombosit N/ Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia eritrosit sedang.
Reseptor transferin dilepaskan dari membran plasma sel dan dapat dideteksi dalam plasma. Sumber utama transferin adalah sel hematopoitik di sum-sum tulang. Jumlah reseptor transferin dalam plasma meningkat pada pasien dengan defisiensi besi, sehingga memberikankemungkinan tes diagnostik lain untuk kondisi ini. 5
Gender / Umur (tahun) Hemoglobin < g/dL Hematokrit < % Wanita 12-14.9 15-17.9 18+
11.8 12.0 12.0
35.7 35.9 35.9 Pria 12-14.9 15-17.9 18+
12.5 13.3 13.5
37.3 39.7 39.9 Tabel 1 : Nilai normal Hb dan Ht
Tes laboratorium Nilai Ferritin <15 g/L Serum Iron (SI) < 50mg/dl Total Iron Binding Capacity (TIBC) > 350mg/dl Serum transferrin receptor concentration (TfR) >8.5 mg/L Saturasi transferin <16% Mean cell volume (MCV) <82/85 fL* Red cell distribution width (RDW) >14% Erythrocyte protoporphyrin (FEP) >70 g/dL
*umur <15 tahun />15 tahun Tabel 2 : Nilai bagi anemia defisiensi besi Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit, didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. 6
RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia. 3,5.8 Sediaan hapus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo- blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel.Kadar serum ferritin yang rendah (<15 g/L), disertai kadar yang rendah dari hemoglobin atau hematocrit, menguatkan diagnosa dari anemia defisiensi besi. Sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik Peningkatan serum transferrin receptor concentration (TfR) (>8.5 mg/L) merupakan indikator paling awal dan paling sensitif dari defisiensi besi. Akan tetapi peningkatan TfR juga dapat terjadi pada Talasemia dan anemia hemolitik. Beberapa istilah 3,4,6
Mean corpuscular volume (MCV) = nilai hematokrit 10 Jumlah eritrosit (juta/mm3) Normal: 76-96 c. MCV <76 c disebut mikrositik, sedangkan bila > 96 c disebut makrositik.
7
Mean corpuscular hemoglobin (MCH)= nilai Hb 10 Jumlah eritrosit (juta/mm3) Normal: 27-32 g. Bila MCH <27 g disebut hipokrom, sedangkan bila > 32 g disebut hiperkromik ( istilah hiperkromik ini sekarang sudah tidak digunakan lagi , karena biasanya normokromik). Mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC) = Nilai Hb (g%)100 Nilai hematokrit Normal : 32-37 % . bila MCHC <32 % disebut hipokromik, sedangkan bila > 37 % disebut hiperkromik
Gambar 1: Anemia Defisiensi Besi
III. GEJALA KLINIS Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah sel dari sumsum tulang,setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini: o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis. o Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut. 8
o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka panjang. o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku. o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi. Satu gejala aneh yang cukup k arakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica, dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan seperti tepung(amilofagia),es(pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan, sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal disebabkan paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi zat besi. 4,9
Symptoms Associated With Iron Deficiency Anemia Fatigue Lethargy Dizziness Headaches Shortness of breath Ringing in ears Taste disturbance Restless leg syndrome Pallor Flattened, brittle nails (spoon nail) Angular stomatitis (crack at mouth corners) Glossitis Blue sclera (whites of eyes) Pale conjungtiva Pica Tabel 3 : Simptoms Anemia Defisiensi Besi
9
IV. WORKING DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi, harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat sebagai pendukung diagnosis. Terdapat tiga tahap diagnosis untuk ADB. Tahap-tahapnya adalah seperti berikut : i. Tahap pertama : menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin dan hematokrit. ii. Tahap kedua : menentukan adanya defisiensi besi iii. Tahap ketiga : menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi Berdasarkan kasus Tuan S,beumur 55 tahun,berdiet sudah 4 bulan datang dengan keluhan mudah lelah,nafas menjadi lebih berat dan pada pemeriksaan fisik didapati pasien tampak pucat dan konjungtivanya anemis. 3,4,5,6 Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis ADB (tahap satu dan dua) dapat dipakai kriteria seperti berikut; anemia mikrositik hipokrom pada sediaan hapus darah tepi, atau MCV <80 dan MCHC <31% dengan salah satu dari parameter di bawah ini : Besi serum <50 mg/dl TIBC > 350mg/dl Saturasi transferin : <15% atau Serum feritin <20mg/dl atau Pengecatan sumsum tulang dengan biru Prussia (Perls Stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2g/dl Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini sering meruakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetai merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik sekitar 20% kasus ADB adalah idiopatik. 10
Untuk pasien dewasa fokus utama dalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis tentang menstruasi sangat penting. Untuk lelaki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feces untuk mencari telur cacing tambang. Jika ditemukan infeksi ringan tidak serta merta data dianggap sebagai penyebab utama ADB, harus dicari penyebab lainnya. 3,10 Kriteria diagnosis ADB menurut WHO: 1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia 2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-35%) 3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N:80-180ug/dl) 4. Saturasi Transferin <15% (N:20-50%)
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen 1. Anemia hipokrom mikrositik 2. Saturasi transferin < 16% 3. Nilai FEP > 100 % Ug/dl eritrosit 4. Kadar feritin serum<12 ug/dl Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria ( ST, feritin serum dan FEP ) harus dipenuhi. V. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik. Penyebab anemia megaloblastik adalah defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, efek samping obat, congenital dan Sindrom Di Guglielmo. Defisiensi B12 kebanyakan selalu berkaitan dengan malabsopsi.sering dijumpai pada wanita 40- 70 tahun. Perjalanan penyakit ini lambat dan sering disertai gangguan saraf perifer. Defisiensi folat pula sering terjadi pada pecandu alkohol di wilayah dengan udara dingin. 11
Anemia pada Penyakit Menahun (Anemia of Chronic Disease) Penyebab anemia pada penyakit menahun adalah inflamasi kronik dan penyakit keganasan. Inflamasi kronik dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya abses paru,pneumonia, TBC paru) dan penyakit bukan infeksi (misalnya rheumatoid artiritis, SLE, sarkoidosis, penyakit Crohn). Penyakit keganasan yang dapat menyebabkan ACD antara lain adalah limfoma, sarcoma dan karsinoma.Anemia pada penyait menahun mempunyai karakteristik yaitu anemia bervariasi dari normositik sampai mikrositik, dari normositik hiokromik, anemia ringan, kadar Hb jarang kurang dari 9 g/dl, sifat anemia tidak progresif dari penyakit utama. 2,4,5 Alasan untuk mengatakan bahawa anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan klinis kronis berhubungan karena mereka mempunyai banyak macam gambaran klinis, yakni ; Kadar Hb berkisar 7-11g/dl Kadar Fe serum menurun disertai TIBC rendah Cadangan Fe jaringan tinggi Produksi sel darah merah berkurang Pada anemia derajat ringan dan sedang, sering kali gejala ditutui oleh gejala penyakit dasarnya karena kadar Hb 7-11g/dl umumnya asimptomatik. Pada pemeriksaan fisik tidak kelainan yang khas dari anemia jenis ini, diagnosis biasanya tergantung dari hasil laboratorium. Tabel 4: Perbedaan nilai-nilai normal Anemia Thalassemia Anemia Anemia Defisiensi Besi Penyakit Menahun Sideroblastik
Zat Besi N
TIBC N N
Feritin Serum N
Protoporfirin sel darah N atau N
HBA2 N 12
VI. ETIOLOGI Anemia defisiensi besi dapat disebabkan olehkarena rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun: Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: i. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang. ii. Saluran genitalia perempuan: monorrhagia atau metrorhagia. iii. Saluran kemih: hematuria iv. Saluran napas: hemoptoe Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin c, dan rendah daging) Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir sering disebabkan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan yang sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena menor-metrorhagia. 2,7 Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Bakta, pada penelitian di Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran hanya pada sekitar 30% kasus, faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus, terutama pada anemia derajat ringan sampai sedang. Sedangkan di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik memegang peran penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang (54%) dan 13
hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing-masing 17%. 2,7
VII. EPIDEMIOLOGI Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran prevelensi anemia defesiensi besi seperti tertera pada tabel di bawah.
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki dewasa 6% 3% 16-50% Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48% Wanita hamil 60% 39-46% 46-92% Tabel 5. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia
Belum ada data yang pasti mengenai prevelensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalens ADB sebesar 27%. Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di India, Amerika Latin dan Filipina prevelensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%. Sedangkan di Bali, pada suatu pengunjung puskesmas didapatkan prevalens anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survey pada 42 14
desa di Bali yang melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan prevalens ADB sebesar 46%, sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi. Di Amerika Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun 1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2- 4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa produksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause. 2,7
VIII. METABOLISME BESI Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostatis besi dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa.Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai enzim. Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung atau zat makanan yang dikonsumsi. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam lambung (HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion 15
fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi. Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. 3-7
IX. FISIOLOGI PRODUKSI HEMOGLOBIN Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel darah merah (SDM). Pada fetus, eritropoietin dihasilkan dari monosit/makrofag di hati. Setelah lahir, eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal. Dalam differensiasi sel darah merah , kondensasi material inti sel merah, menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari masa sel darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari, sementara abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari. Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis. 2,4
16
X. PATOFISIOLOGI Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, Penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free photophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia mikrositik hipokrom disebut sebagai anemia defisiensi besi. Pada saat ini uga kekurangan besi terjadi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulot dan faring serta berbagai gejala lainnya. Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. 2,6
17
Hb Tahap 1 Normal Tahap 2 sedikit menurun Tahap 3 menurun jelas (mikrositik/hipokrom) Cadangan besi (mg) Fe serum (ug/dl TIBC (ug/dl) Saturasi tansferin(%) Feritin serum (ug/dl) Sideroblas (%) FEP(Ug/dl SDM MCV <100 normal 360-390 20-30 <20 40-60 >30 Normal 0 <60 >390 <15 <12 <10 <100 normal 0 <40 >410 <10 <12 <10 >200 Menurun Tabel 4 : Tahap kekurangan besi . XI. PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Terapi kausal dilakukan tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan. 6,9
Pemberian preparat besi peroral Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri, preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai adalah ferrous sulfat (sulfas ferosus) karena harganya yang lebih murah. Ferrous glukonat, ferrous fumarat dan ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal. 18
Dosis anjuran adalah 3 x 200mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg menyebabkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis meningkat dua hingga tiga kali normal. Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal berupa rasa mual, muntah dan konstipasi. Sebagai tambahan zat besi yang dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik dari pada ditelan pada saat peut kosong, meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.
Pengobatan besi diberikan 3-6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100-200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali. Pemberian preparat besi parenteral
Besi parenteral dapat diberikan secara intramuscular dalam dan intravena. Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Indikasi pemberian besi parenteral adalah : 1. Intoleransi terhadap pemberian besi oral. 2. Kepatuhan terhadap obat yang rendah. 3. Gangguan pencernaan seperti colitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi. 4. Penyerapan besi terganggu, misalnya pada gastrektomi 5. Keadaan di mana kehilangan banyak darah sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti pada hereditary haemorrhagic telangiectasia 6. Kebutuhan besi yang besar dalam jangka waktu pendek, seperti pada kehamilan trimester tiga dan sebelum operasi. 7. Defisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik. 19
Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Terdapat juga iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Dosis dapat dihitung berdasarkan: Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB X2,4 + 500 atau 1000 mg. Transfusi darah Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan membahayakan kerana dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti furesemid. Indikasi transfuse darah pada anemia defisiensi besi adalah : 1. Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung. 2. Anemia yang sangat simptomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat mencolok. 3. Pasien yang memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat seperti kehamilan trimester akhir dan preoperasi. Vitamin C Vitamin C diberikan 3x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi. Diet Sebaiknya pasien anemia defisiensi besi diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani.
20
XII. KOMPLIKASI Di samping pada hemoglobin, besi juga menjadi komponen penting dari mioglobin dan berbagai enzim yang dibutuhkan dalam penyediaan energi dan transport elektron. Oleh karena itu, defisiensi besi di samping menimbulkan anemia, juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif, misalnya pada 1) sistem neuromuskular yang mengakibatkan gangguan kapasitas kerja, 2) gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan, 3) gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi, dan 4) gangguan terhadap ibu hamil dan janin. Gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan atau bahkan sebelum anemia bermanifestasi. Anemia yang berat dapat menyebabkan hipoksia dan meningkatkan resiko terjadi insufiensi koroner dan myocardial infarct. Ia juga dapat memperburuk status paru pada pasien dengan gangguan paru kronik. Selain itu defek dalam struktur dan fungsi juga dapat terlihat pada defisiensi besi. Misalnya kuku menjadi kasar dan timbul koilonychia. Kadang-kadang dapat terjadi atrofi papilla lingual dan memperlihatkan permukaan yang mengkilap atau glossy. Angular stomatitis dapat terjadi pada fissure di sudut mulut. Gastritis atrofi juga dapat terjadi pada defisiensi besi, dengan sekresi asam yang berkurang secara progresif, pepsin, faktor intrinsik dan timbul antibodi terhadap sel parietal. Villi pada usus kecil akan menjadi tumpul. 2,7
XIII. PREVENTIF Tindakan pencegahan anemia defisiensi besi dapat berupa: 1. Pendidikan kesehatan a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang. 21
b. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi. 2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan antielmentik dan perbaikan sanitasi. 3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat. 4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di Negara Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi. XIV.PROGNOSIS Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena defisiensi besi sahaja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan tatalaksana yang adekuat. KESIMPULAN Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi , kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat 22
DAFTAR PUSTAKA 1. John W. Adamson. Anemia Defisiensi Besi. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Harrison edisi 17, volume 3, 2008; 1919-21. 2. Sudoyo AW et al. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam, 2009.hal 634-642 3. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S.,Editor. Pendekatan terhadap Pasien Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006; hal 632-636. 4. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; hal 30-42. 5. Harrison, Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper; PRINSIP ILMU PENYAKIT DALAM edisi 13, volume 3; 1919-1921; penerbit buku kedokteran EGC 6. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam : kapita selekta hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44. 7. Alan E. Lichtin. Evaluation of anemia. The Merck Manuals Online Medical Library. Last full review/revision June 2008. Diunduh dari http://www.merckmanuals.com/professional/sec11/ch129/ch129c.html pada tanggal 22 April 2011. 8. Anemia defisiensi besi. Diunduh dari http://metiychan.wordpress.com/2010/05/06/anemia- defisiensi-besi-dan-anemia-aplastik/ pada 22 April 2011.Terbitan Mei 2010. 9. Iron Defficiency anemia. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/202333- overview pada tanggal 22 April 2011.Terbitan 10. Goerge N, Ioannou, Specter J.dkk, Prospective Evaluationof Clinical Guideline for the Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia, The American Journal of Medicine by Excerpta Medica. Inc. 2002 ; p.281-287.