Dimana : P = Pengenceran = 10/5 = 2
35
d. Kadar Protein (Sudarmadji,. dkk, 1997)
Kadar protein ditentukan dengan metode kjedahl
menggunakan destruksi Gerhardt Kjeldaterm. Prosedur kerja
sebagai berikut :
1. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan ke
dalam labu kjedahl 100 ml.
2. Ditambahkan kurang lebih 1 gram campuran selenium dan 10 ml
H
2
SO
4
pekat kemudian dihomogenkan.
3. Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Bahan dibiarkan
dingin, kemudian dibuang ke dalam labu ukur 100 ml sambil
dibilas dengan aquadest.
4. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquades sampai tanda
tera. Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H
2
BO
3
2%
tambah 4 tetes larutan indikator dalam erlenmeyer 100 ml.
5. Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest, di suling hingga
volume penampung menjadi kurang lebih 50 ml. Dibilas ujung
penyuling dengan aquades kemudian ditampung bersama isinya.
6. Dititrasi dengan larutan HCL atau H
2
SO
4
0,02 N, perhitungan
kadar protein dilakukan sebagai berikut:
Keterangan :
V1 = volume titrasi contoh
N = normalitas larutan HCL atau H
2
SO
4
0,02 N
P = faktor pengenceran = 100/5
36
e. Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997)
Kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Prosedur kerja
penentuan kadar abu sebagai berikut :
1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian dan didinginkan
3 - 5 menit lalu ditimbang.
2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah
dihomogenkan dalam cawan.
3. Dimasukkan dalam cawan pengabuan kemudian dimasukkan ke
dalam tanur dan dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu
atau sampai beratnya tetap.
4. Bahan didinginkan kemudian ditimbang.
5. Dihitung kadar abunya dengan rumus:
% 100
) (
) (
% x
gr sampel berat
gr abu berat
abu
f. Karbohidrat by Difference (Winarno,2004)
Kandungan karbohidrat dihitung secara perbedaan antara
jumlah kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100
karbohidrat (g/100g) = 100% %(protein + lemak + abu + air).
E. Daya Patah (Matz, 2001)
Disiapkan alat tekstur analyzer dengan memasang plat
silinder dengan diameter 100mm. Sampel disiapkan , kemudian
tempatkan sampel pada alat uji tekstur analyzer dengan posisi
37
horizontal. Lakukan proses pengujian dengan alat tekstur analyzer.
Pengujian dilakukan dengan tiga kali ulangan.
Daya Patah =
(mN/s)
Keterangan :
F : Force (kg)
D : Distance
S : Time
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam peneitian ini adalah data yang diperoleh
diolah dengan menggunakan Deskriptif Kuantitatif dengan 3 kali
ulangan.
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang biasanya
dibuat dari bahan dasar tepung terigu atau tepung jenis lainnya. Biasanya,
dalam proses pembuatan biskuit, ditambahkan lemak atau minyak yang
berfungsi untuk melembutkan atau membuat renyah, sehingga menjadi
lebih lezat.
Menurut Matz and Matz (1978) mendefinisikan biskuit sebagai
bahan makanan kering hasil pemanggangan, dengan bahan dasar tepung
terigu dan bahan tambahan lain yang membentuk suatu formula adonan,
yang pada gilirannya akan membentuk produk dengan sifat dan struktur
tertentu serta mempunyai umur simpan relatif lama dan mudah dibawa
karena volume dan beratnya relatif kecil sebagai akibat dari proses
pengeringan.
A. Penelitian Pendahuluan
Pembuatan Tepung Ikan Gabus
Pembuatan tepung ikan pada penelitian ini kulit dan isi perut
ikan dibuang. Pembuangan kulit bertujuan agar tepung ikan yang
dihasilkan memiliki warna yang lebih cerah, sedangkan pembuangan
isi perut bertujuan untuk menghambat kerusakan ikan sebelum
ditangani. Hal ini sesuai dengan Hasbullah (2001), yang menyatakan
bahwa dalam pembuatan filet ikan isi perut yang menjadi sumber
enzim dan bakteri harus disiangi agar tidak mencemari daging ikan.
39
Persiapan utama dalam pembuatan biskuit pada penelitian ini
adalah pembuatan tepung ikan gabus. Pembuatan tepung ikan gabus
diawali dengan sortasi ikan. Ikan yang telah dimatikan dikuliti dan
dibuang isi perutnya. Setelah itu dipisahkan antara bagian badan ikan
dan kepala ikan lalu daging dari ikan tersebut diambil dan direbus.
Daging ikan gabus selanjutnya diproses untuk dijadikan tepung.
Selanjutnya tepung kemudian digunakan pada penelitian utama pada
pembuatan biskuit.
Gambar 4. Tepung Ikan Gabus
B. Penelitian Utama
Pembuatan Biskuit dengan Penambahan Konsentrasi Tepung
Ikan Gabus
Penelitian utama adalah lanjutan dari penelitian pendahuluan,
dimana hasil perlakukan terbaiknya akan dilanjutkan kepenelitian
selanjutnya. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui berapa
komposisi terbaik antara tepung ikan gabus dan tepung terigu yang
menghasilkan biskuit terbaik. Bagaimana hasil daya patah, kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat serta analisa
40
sensori biskuit yang dihasilkan. Dalam penelitian ini dilakukan
suplementasi tepung ikan gabus ke dalam biskuit dengan konsentrasi
tepung ikan sebagai berikut : 0%(A
1
), 90%(A
2
), 80%(A
3
), 70%(A
4
),
60%(A
5
). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung ikan
gabus dan tepung terigu yang berbeda dalam pembuatan produk
biskuit berpengaruh terhadap kadar air, protein, lemak, dan total abu
produk tersebut. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap hasil uji
organoleptik dengan menggunakan metode hedonik.
Gambar 5. Biskuit Ikan Gabus dengan Penambahan Konsentrasi
Tepung Ikan Gabus
C. Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Uji kesukaan merupakan faktor terpenting untuk mengetahui
penerimaan panelis terhadap suatu produk baik makanan maupun
minuman. Suatu produk yang diproduksi sasaran utamanya adalah
konsumen jadi salah satu pemenuhan mutu suatu produk tersebut
harus dengan kriteria konsumen dimana kenampakan, citarasa, dan
41
nilai gizi suatu produk merupakan faktor utama. Uji organoleptik yang
dilakukan terhadap rasa biskuit tepung ikan gabus karena disini kita
ingin melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap produk karena
kita ketahui bahwa konsumen menerima suatu produk hanya melihat
dari segi rasa, maka dilakukan uji organoleptik terhadap tingkat
kesukaan rasa saja. Menurut Setyaningsih, (2010) bahwa, tujuan
analisa sensori adalah sebagai pengujian terhadap bahan makanan
berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu
produk. Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menetukan diterima
atau tidak suatu produk adalah sifat indrawi. Hasil uji kesukaan
panelis terhadap produk biskuit ikan gabus dengan parameter rasa
adalah sebagai berikut.
Rasa
Rasa merupakan hal yang terpenting dalam menentukan
penerimaan atau penolakan suatu bahan pangan oleh panelis.
Dalam penelitian ini rasa juga merupakan salah satu uji untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan karena inti dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan hasil yang terbaik yang telah di uji oleh
beberapa panelis. Hasil uji organoleptik terhadap rasa bertujuan
untuk mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai
kesukaannya terhadap biskuit yang dihasilkan pada
masing-masing perlakuan.
42
Cita rasa makanan merupakan salah satu faktor penentu
bahan makanan. Makanan yang memiliki rasa yang enak dan
menarik akan disukai oleh konsumen.
Rasa lebih banyak melibatkan indera lidah. Rasa yang enak
dapat menarik perhatian sehingga konsumen lebih cenderung
menyukai makanan dari rasanya. Cita rasa dari bahan pangan
sesungguhnya terdiri dari tiga komponen, yaitu bau, rasa, dan
rangsangan mulut (Rampengan dkk., 1985).
Hasil uji organoleptik terhadap rasa biskuit tepung ikan
gabus yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 6. Hasil Uji Organolpetik Terhadap Rasa Biskuit Ikan Gabus
Hasil uji organoleptik biskuit pada gambar histogram diatas
menunjukan bahwa perlakuan dengan penambahan tepung ikan
gabus 90 g, 80 g, 70 g dan 60 g, yaitu dengan rata-rata 3,38%,
3.69
3.38 3.38
3.92
2.54
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
KONTROL 10%+90% 20%+80% 30%+70% 40%+60%
N
I
L
A
I
R
A
S
A
(
S
K
A
L
A
1
-
5
)
TEPUNG IKAN GABUS (%) + TEPUNG TERIGU (%)
RASA
keterangan:
kontrol 100%
tepung terigu
43
3,38%, 3,92% dan 2,54% yang menghasilkan 3 kategori yaitu suka,
agak suka dan tidak disukai panelis. Pada uji rasa kali ini yang
agak disukai (skor 3) panelis yaitu perlakuan A
2
dan A
3,
yang
disukai (skor 4) panelis yaitu perlakuan A
1
dan A
4
dan tidak disukai
(skor 2) panelis yaitu perlakuan A
5
. Berdasarkan hasil penelitian,
terhadap penambahan tepung ikan gabus pada produk biskuit
menunjukkan bahwa batas penerimaan yang disukai oleh panelis
yakni pada perlakuan A
4
(30% tepung ikan gabus+70% tepung
terigu). Hal ini diduga karena selera dari masing-masing panelis
yang lebih menyukai biskuit dengan penambahan 30% tepung ikan
gabus serta penambahan tepung ikan gabus sudah tidak bisa
menutupi bahan yang mempengaruhi rasa biskuit yang dihasilkan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Winarno (2004), bahwa
konsistensi bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan
oleh bahan tersebut. Perubahan tekstur atau viskositas bahan
dapat ditimbulkan oleh bahan tersebut dapat merubah bau dan
rasa karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya ransangan
terhadap sel reseptor oleh faktor dari kelenjar air liur.
D. Analisa Uji Proximat
Pemilihan formulasi terbaik pada biskuit ikan gabus yaitu
perlakuan (A
4
) yakni 30% tepung ikan gabus + 70% tepung terigu.
Kandungan gizi pada biskuit diuji dengan melakukan analisis
44
proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar
lemak. Hasil analisis proksimat biskuit dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Hasil Keseluruhan Uji Proksimat Terhadap Biskuit Ikan Gabus
Pengukuran kadar air, abu, lemak dan protein pada biskuit
tepung ikan gabus ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan dari
bahan yang digunakan dan kemudian dibandingkan dengan
komposisi pada umumnya, agar dapat menjadi acuan untuk
pembuatan produk. Kadar air, abu, lemak dan protein pada biskuit
tepung ikan gabus pada penelitiaan ini sesuai dengan standar yang
yang ada.
1. Kadar Air
Menurut Winarno (1997), kandungan air dalam bahan pangan
ikut menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan
tersebut. Pada proses pemanggangan biskuit, terjadi proses
33.87
16.1
1.423
3.898
44.72
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
K. LEMAK K. PROTEIN K. ABU K. AIR K.
KARBOHIDRAT
A
n
a
l
i
s
a
P
r
o
k
s
i
m
a
t
(
%
)
UJI PROKSIMAT
45
pemanasan dan proses pengurangan kadar air. Kandungan air pada
biskuit akan mempengaruhi penerimaan konsumen terutama
pada atribut tekstur (kerenyahan). Biskuit dengan kadar air tinggi
cenderung tidak renyah sehingga teksturnya kurang disukai.
Kadar air biskuit yang dihasilkan 3,89 Syarat mutu biskuit
berdasarkan SNI 01-2973-1992 menyatakan kadar air maksimum
yang terdapat pada biskuit adalah 5% (bb). Kadar air biskuit yang
dihasilkan masih berada di bawah persyaratan SNI, sehingga dapat
dikatakan bahwa kadar air biskuit dengan substitusi tepung ikan
gabus dan tepung terigu memenuhi persyaratan mutu biskuit
berdasarkan SNI.
2. Kadar Abu
Menurut Soebito (1988), kadar abu merupakan unsur mineral
sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas
unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang
tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan
pemijaran senyawa organik.
Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar abu
maksimum pada biskuit adalah 1.5% (bb). Kadar abu biskuit yang
dihasilkan pada penelitian ini adalah 1.41%. Kadar abu biskuit
memenuhi persyaratan mutu biskuit SNI. Tinggi rendahnya kadar abu
pada biskuit yang dihasilkan diduga karena penambahan
46
tepung ikan gabus. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukami (1979)
bahwa ikan gabus selain sebagai sumber protein juga sebagai
sumber mineral.
3. Kadar Lemak
Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang
dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti sehingga menjadi lebih
lezat dan renyah. Lemak nantinya akan memecah struktur kemudian
melapisi pati dan gluten, sehingga dihasilkan biskuit yang
renyah (Gaman, P, M, dan K, B, Sherrington, 1992). Lemak dapat
memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan,
tekstur, dan aroma (Matz, 1978).
Kadar lemak biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini
yakni 33,87%. Nilai tersebut telah memenuhi standar menurut SNI
No. 01-2973-92 yang diatas 9,5% (minimal 9,5%). Hal ini diduga
karena penambahan tepung ikan gabus, margarin dan butter dimana
pada bahan tersebut yakni margarin dan butter mengandung lemak
masing-masing 25% - 30%. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sunaryo (1985), bahwa pada adonan ini gluten mengembang penuh
karena air yang ditambahkan memungkinkan terjadi pengembangan
yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk akhir, penyusutan
panjang setelah pencetakan dan pemanggangan. Biasanya produk
akhir mempunyai sifat cryspinnes tertentu dengan
kadar lemak 25% - 30%.
47
4. Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi
tubuh kita, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar
dalam tubuh juga berfungsi sebagai pembentuk jaringan-jaringan baru
yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein juga berfungsi untuk
mengganti jaringan tubuh yang rusak dan perlu dirombak. Sehingga
fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang sudah ada.
Protein adalah komponen terbesar setelah air. Protein juga
merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur
C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul
protein juga mengandung fosfor dan belerang dan ada juga jenis
protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga (Winarno, 2004).
Kadar protein biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
16,1%. Nilai tersebut telah memenuhi standar menurut SNI
No. 01-2973-92 yaitu minimal 9%. Hal tersebut disebabkan karena
porsi karbohidrat digantikan oleh bahan yang disuplementasikan yaitu
tepung ikan gabus. Semakin banyak tepung ikan gabus yang
disuplementasikan atau ditambahkan kedalam biskuit makan kadar
protein yang ada pada biskuit menjadi tinggi.
48
5. Kadar Karbohidrat
Menurut Whiteley (1971), kandungan karbohidrat dalam daging
ikan berupa polisakarida, yaitu yang terdapat di dalam sarkoplasma
diantara miofibril-miofibril. Kadar karbohidrat tepung ikan cukup tinggi
dibandingkan pada ikan segar. Hal ini dikarenakan terjadi
pengurangan sejumlah besar air dan lemak pada proses pengepresan
ikan sehingga kadar karbohidrat meningkat.
Bahan yang menjadi sumber karbohidrat pada pembuatan
biskuit antara lain tepung terigu, gula, dan susu. Kadar karbohidrat
pada biskuit dihitung dengan penentuan kadar karbohidrat secara
kasar menggunakan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan
bahwa kadar karbohidrat biskuit menggunakan formulasi tepung ikan
gabus 30% dan tepung terigu 70% sebesar 44.72% (bb). Jika
dibandingkan dengan persyaratan minimum kadar karbohidrat biskuit
terigu yang tercantum pada SNI (70%), kadar karbohidrat biskuit
dengan substitusi tepung ikan gabus lebih rendah. Pengurangan kadar
karbohidrat ini dikarenakan terjadi penggantian sebagian tepung terigu
yang menjadi sumber utama karbohidrat pada biskuit dengan tepung
ikan gabus yang tinggi protein dan rendah karbohidrat.
E. Daya Patah
Daya patah merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan mutu sebuah biskuit. Daya patah ini biasa juga dikenal
dengan kerenyahan, daya patah dapat dipengaruhi oleh kadar air
49
biskuit atau protein jenis gluten yang dikandung oleh tepung terigu
yang digunakan dalam pembuatan biskuit, dengan membandingkan
daya patah pada sebuah biskuit kita akan mengetahui tingkat
kekuatan suatu biskuit. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
penambahan jumlah tepung ikan tidak berpengaruh besar terhadap
tekstur biskuit yang dihasilkan berdasarkan hasil uji dengan
menggunakan uji Tekstur Analyzer. Nilai rata-rata tingkat kerenyahan
dari biskuit yang dihasilkan yakni dapat dilihat pada
gambar 8 dibawah ini:
Gambar 8. Hasil Analisa Daya Patah Pada Biskuit Ikan Gabus
Pada gambar diatas menunjukan bahwa biskuit ikan gabus
dengan perlakuan (100% tepung terigu) memiliki daya patah
6.242 mN/s, perlakuan (90% tepung terigu+10% tepung ikan gabus)
dengan daya patah 5.748 mN/s, perlakuan (80% tepung terigu+20%
tepung ikan gabus) dengan daya patah 5.999 mN/s,
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
KONTROL 10%+90% 20%+80% 30%+70% 40%+60%
6.242
5.748
5.999
5.562
5.417
D
a
y
a
P
a
t
a
h
m
N
/
s
Daya patah
TEPUNG IKAN GABUS (%) + TEPUNG TERIGU GABUS (%)
50
perlakuan (30% tepung terigu+70% tepung ikan gabus) memiliki daya
patah 5.562 mN/s, dan perlakuan (40% tepung terigu+60% tepung
ikan gabus) dengan daya patah 5.417 mN/s.
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa penambahan
tepung ikan gabus tidak berpengaruh besar terhadap tingkat
kerenyahan biskuit yang dihasilkan. Tingkat kerenyahan biskuit
ditentukan dari jenis tepung yang digunakan, semakin tinggi
kandungan protein pada tepung maka, biskuit yang dihasilkan kurang
renyah. Hal ini dikarenakan pada tepung yang berprotein tinggi
memiliki kandungan gluten yang tinggi. Sebaliknya, penggunaan
tepung dengan kadar protein rendah akan menghasilkan biskuit yang
renyah. Hal ini disebabkan tepung terigu yang digunakan pada
pembuatan biskuit ini memiliki kandungan protein yang rendah. Hal ini
sesuai dengan Whiteley (1971), bahwa tepung terigu yang baik untuk
pembuatan biskuit adalah tepung terigu yang memiliki protein yang
rendah.
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Hasil analisis biskuit yang disubstitusi tepung ikan gabus
diperoleh perlakuan yang mendekati Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk biskuit ikan gabus dengan kadar air 3.89%, kadar abu
1.41% dan kadar protein 16.1%
2. Perlakuan terbaik pada biskuit tepung ikan gabus yang dihasilkan
dan berdasarkan uji penetapan perlakuan terbaik dengan metode
organoleptik terhadap rasa adalah perlakuan A
4
(30% tepung
ikan gabus + 70% tepung terigu) dengan nilai 3.92%.
3. Pembuatan biskuit tepung ikan gabus dimulai dari adonan dibuat
sampai kalis, dicampurkan bahan, dicetak dengan memakai
sendok lalu dibentuk pipih dan dipanggang selama 20 menit
dengan suhu 160
0
C.
B. Saran
Saran yang dapat saya berikan adalah sebaiknya dilakukan
pembuatan biskuit dengan perlakuan terbaik menggunakan
konsentrasi tepung ikan gabus yang lebih tinggi serta penelitian
mengenai umur masa simpan biskuit.
52
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011a. Suplemen Ikan Gabus. http:// /PUJIMIN suplemen ikan
gabus.htm. Akses tanggal 27 November 2012.
Anonim, 2011b. Lemak Makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/lemak-
makanan/. Akses Tanggal 27 November 2012. Makassar.
Anonim, 2012a. Mengenal Ikan gabus. http://www.
penyuluhpi.blogspot.com/.../mengenal-ikan-gabus-ophiocephalus.
Akses tanggal 27 November 2012.
Anonim, 2012b. Sehat dengan Ikan Gabus. http://id.
http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/05/30/sehat-
dengan-ikan-gabus-461026.html. Akses tanggal 27 November 2012.
Anonim, 2012c. Khasiat dan Manfaat Ikan Gabus / Haruan. http://id
Khasiat dan Manfaat Ikan Gabus Haruan ~ Artikel Kesehatan
Julak.htm. Akses tanggal 27 November 2012.
Apandi, 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni. Bandung.
Apriyantono, A., 2006. Bahan Pembuat Bakery dan Kue.
http://dunia.pelajar-islam.or.id. Akses tanggal 6 desember 2011.
Makassar.
Astawan ,Made. Tepung Terigu. 2004. Dan Nasi http://www.gizi.net
Akses Tanggal 10 januari 2012.
Astuti, Puji. 2003. Gabus Temuan Sang Profesor. Gatra Kesehatan.
Surabaya.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu
Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Cavallo. 1998. Penelitian Ekstrak Ikan Gabus. Jurnal pengabdian
Kepada Masyarakat. Akses tanggal 27 November 2012.
Dep. Perindustrian.1990. Standar Industri Indonesia (SII). Standar Mutu
Biskuit (SII 0177 90). 1990. Akses tanggal 27 November 2012.
Dep. Perindustirian. 2003. Biskuit. Penanganan Gizi Buruk. Jakarta.
Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Capman
and Hall. New York.
53
Fellous, P, J. 1990. Food Processing and Technology, Principles and
Practise. Ellis Harwod. New York.
Gaman, P, M dan K,B, Sherington, 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi
dan Mikrobiologi Terjemahan M, Gardjito, S, Naruki, A, Murdiati,
Sardjono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty.
Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri. Dewan Ilmu
pengetahuan Teknologi dan Industri, sumatera Barat.
Hiswaty. 2002. Pengaruh Penambahan Tepung ikan Nila Merah
(Oreochromus sp) Terhadap Karakteristik Biskuit. Teknologi
Hasil Pertanian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor.
Hui, A, Y. 1992. Encyclopedia of Food and Technology. John Wiley and
sons Company Inc. New York.
Matz & Matz TD.1978. cooke & cracer technology.
AVI.co.Inc,Westport.connecticut.
Munandar, Aliem Iskak. 1995. Teori Pastry. Yogyakarta : Akademi
Kesejahteraan Sosial Tarakanita Yogyakarta.
Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar
Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi
Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.
Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology
Production and Management. London : Aplied Science Publisher :
LTD.
Sunaryo E, 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Jurusan
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Suprayitmo. 2006. Jumlah Protein Ikan Gabus.
.blogspot.com/2011/09/ikan-gabus.html. Akses tanggal 27
November 2012.
Taib, Gunarif., 1987. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil
Pertanian. PT. Melton Putra. Jakarta.
Whitely PR. 1971. Biskuit Manufacture. Applied Science Publishing, Ltd.
London.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.
Pengolahan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
54
55
Lampiran 01a. Tabel Hasil Uji Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan
Gabus Perlakuan A
1
(Tepung Terigu 100 gr)
Bagian
Force
(kg)
Force
(mN)
Distance Time FxD/S
FxD/S
(mN)
A1 0.2976 2976 4.621 2.203 0.006 6.242
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 01b. Tabel Hasil Uji Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan
Gabus Perlakuan A
2
(Tepung Ikan Gabus 10 gr : Tepung
Terigu 90 gr)
Bagian
Force
(kg)
Force
(mN)
Distance Time FxD/S
FxD/S
(mN)
A2 0.2875 2875 4.878 2.44 0.006 5.748
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 01c. Tabel Hasil Uji Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan
Gabus Perlakuan A
3
(Tepung Ikan Gabus 20 gr : Tepung
Terigu 80 gr)
Bagian
Force
(kg)
Force
(mN)
Distance Time FxD/S
FxD/S
(mN)
A3 0.3001 3001 3.438 1.72 0.006 5.999
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 01d. Tabel Hasil Uji Mekanik Analisa Daya Patah Biskuit
Tepung Ikan Gabus Perlakuan A
4
(Tepung Ikan Gabus
30 gr : Tepung Terigu 70 gr)
Bagian
Force
(kg)
Force
(mN)
Distance Time FxD/S
FxD/S
(mN)
A4 0.2643 2643 4.954 2.354 0.006 5.562
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 01e. Tabel Hasil Uji Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan
Gabus Perlakuan A
5
(Tepung Ikan Gabus 40 gr : Tepung
Terigu 60 gr)
Bagian
Force
(kg)
Force
(mN)
Distance Time FxD/S
FxD/S
(mN)
A5 0.2621 2621 4.865 2.354 0.005 5.417
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
56
Lampiran 01f. Tabel Hasil Analisa Daya Patah Biskuit Tepung Ikan
Gabus
FxD/s (N/m) total
standar
devisiasi
perlakuan1 perlakuan2 perlakuan3 perlakuan4 perlakuan5
6.242 5.748 5.999 5.562 5.417 28.968 0.331963
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 02. Hasil Analisis Proksimat Terhadap Formulasi Biskuit yang
Dihasilkan
No. Komponen Rata-rata
1. Kadar Air 3.89%
2. Kadar Abu 1.41%
3. Kadar Lemak 33,87%
4. Kadar Protein 16,1%
5. Kadar Karbohidrat 44,72%
Sumber: Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 03. Tabel Hasil Analisa Kadar Air Biskuit Tepung Ikan Gabus
SAMPEL
ULANGAN
TOTAL
RATA-
RATA
I II III
A4 3.846 4.061 3,788 11.695 3.898
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 04. Tabel Hasil Analisa Kadar Abu Biskuit Tepung Ikan Gabus
SAMPEL
ULANGAN
TOTAL
RATA-
RATA
I II III
A4 1.424 1.446 1.399 4.269 1.423
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 05. Tabel Hasil Analisa Kadar Protein Biskuit Tepung Ikan
Gabus
SAMPEL
ULANGAN
TOTAL
RATA-
RATA
I II III
A4 16.30 15.85 16.15 48.3 16.1
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
57
Lampiran 06. Tabel Hasil Analisa Kadar Lemak Biskuit Tepung Ikan
Gabus
SAMPEL
ULANGAN
TOTAL
RATA-
RATA
I II III
A4 33.84 34.76 33.01 101.61 33.87
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
Lampiran 07. Tabel Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Biskuit Tepung Ikan
Gabus
Ulangan
Analisa (%)
Protein Lemak Air Abu Karbohidrat
Ul 1 16.30 33.84 3.84 1.42 44.6
Ul 2 15.85 34.76 4.06 1.44 43.89
Ul 3 16.15 33.01 3.78 1.39 45.67
Rata-rata 16.1 33.87 3.89 1.42 44.72
Lampiran 08. Hasil Uji Organolpetik terhadap rasa Biskuit Tepung Ikan
Gabus
NO PANELIS SAMPEL TOTAL
354 731 159 273 932
1 1 5 4 2 3 3
17
2 2 4 3 3 4 2
16
3 3 3 4 5 3 2
17
4 4 4 5 3 5 2
19
5 5 3 4 3 4 2
16
6 6 4 3 3 4 3
17
7 7 4 3 3 4 4
18
8 8 3 4 4 5 4
20
9 9 2 3 4 5 1
15
10 10 4 2 3 4 3
15
11 11 4 4 5 4 2
19
12 12 3 2 4 3 3
15
13 13 5 3 2 3 2
15
JUMLAH 48 44 44 51 33
219
RERATA 3.69230
8
3.3846
15
3.38461
5
3.92307
7
2.53846
2
16.84615
Sumber : Data Hasil Penelitian Pembuatan Biskuit, 2013
58
Keterangan :
A1 : 100% tepung terigu
A2 : 90% tepung terigu + 10% tepung ikan gabus
A3 : 80% tepung terigu + 20% tepung ikan gabus
A4 : 70% tepung terigu + 30% tepung ikan gabus
A5 : 60% tepung terigu + 40% tepung ikan gabus
Skor:
5 = sangat suka
4 = suka
3 = agak suka
2 = agak tidak suka
1 = tidak suka
Lampiran 9. Gambar Proses Pembuatan Biskuit Ikan Gabus
59
Lampiran 10. Gambar Tepung Biskuit Ikan Gabus
Lampiran 11. Biskuit dengan berbagai Perlakuan Setelah dioven
Lampiran 12. Bahan-bahan yang Digunakan Dalam Campuran Biskuit