Anda di halaman 1dari 6

Hubungan Antara Kesehatan Mulut dan Diabetes Mellitus

(The Relationship Between Oral Health and Diabetes Mellitus)


Ira B. Lamster, Evanthia Lalla, Wenche S. Borgnakke and George W. Taylor
J Am Dent Assoc 2008;139;19S-24S
Terjemahan bebas oleh yuki ice-T
Email: vika.asriningrum@gmail.com


ABSTRAK
Latar Belakang. Istilah diabetes mellitus merujuk pada kelainan yang ditandai melalui peningkatan
kadar glukosa dalam darah dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Sejumlah
penyakit dan kelainan mulut sering diasosiasikan dengan diabetes mellitus dan periodontitis dianggap
sebagai faktor resiko yang barangkali ditemukan pada pasien diabetes melitus dengan kontrol metabolik
yang buruk.
Metode. Peneliti melakukan kajian pustaka untuk menentukan kondisi rongga mulut yang terpengaruh
oleh diabetes mellitus.
Hasil. Meskipun beberapa kelainan rongga mulut berhubungan dengan diabetes mellitus, data menunjang
fakta bahwa periodontitis merupakan komplikasi diabetes. Pasien dengan diabetes mellitus jangka panjang
dan tak terkontrol mempunyai resiko terserang kandidiasis rongga mulut, dan bukti menunjukkan bahwa
periodontitis merupakan faktor resiko kontrol glikemik yang buruk dan menunjang komplikasi klinis
diabetes yang lain. Bukti menyatakan bahwa perubahan periodontal merupakan manifestasi klinis diabetes
yang muncul pertama kali.
Kesimpulan. Diabetes merupakan masalah kesehatan yang penting. Bukti menunjukkan bahwa penyedia
jasa kesehatan gigi dan mulut dokter gigi dan perawat gigi dapat memberikan efek positif yang
signifikan terhadap kesehatan unum dan rongga mulut pasien dengan diabetes mellitus.
Kata Kunci. Diabetes mellitus; kesehatan mulut; kandidiasis rongga mulut; periodontitis.

Istilah diabetes mellitus digunakan untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan yang ditandai dengan
adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah. Kenaikan ini merupakan akibat dari defisiensi sekresi
insulin atau peningkatan resistensi seluler hingga aksi insulin yang menyebabkan abnormalitas metabolik
yang bermacam-macam melibatkan karbohidrat, lemak dan protein. Beberapa mekanisme patologis terkait
peningkatan kadar glukosa dalam darah telah dijabarkan, termasuk aktivasi jalur sorbitol, pembentukan
advanced glycation endproducts (AGEs), efek pengrusakan stress oksidatif dan perubahan merabolisme
lipid. Mekanisme ini telah dihubungkan dengan komplikasi klinis klasik diabetes mellitus seperti
retinopati, nefropati, penyakit makrovaskuler dan penyembuhan luka yang buruk. Pada tahun 1993, Le1
menyatakan bahwa penyakit periodontal merupakan komplikasi keenam diabetes mellitus. Pada artikel
tahun 2008, Taylor and Borgnakke mengidentifikasi penyakit periodontal sebagai faktor resiko kontrol
metabolik buruk pada penderita diabetes mellitus. Hubungan dua arah antara penyakit periodontal dan
diabetes mellitus menjadikan kelainan ini penting bagi dokter gigi dan dental hygienists dan pasien yang
ada pada praktik dental. Pada artikel kali ini, kami mengulas hubungan antara kesehatan rongga mulut
dengan diabetes mellitus.

Sejumlah kelainan rongga mulut diasosiasikan dengan diabetes mellitus. Hubungan antara diabetes
mellitus dengan penyakit periodontal (seperti gingivitis dan periodontitis) telah diterima sebagai perhatian
khusus dan fokus artikel ini. Sebagai tambahan mengenai gingivitis dan periodontitis, Ship juga
menambahkan mengenai karies, disfungsi saliva, penyakit mukosa rongga mulut, infeksi rongga mulut
seperti kandidiasis, kelainan pengecapan dan neurosensorik lainnya.

Karies. Insidensi karies pada pasien dengan diabetes mellitus telah banyak diteliti, tetapi tidak ada
hubungan spesifik yang teridentifikasi. Hubungan antara karies dan diabetes mellitus kompleks. Anak-
anak dengan diabetes mellitus tipe 1 sering diberikan diet yang membatasi asupan makanan kaya-
karbohidrat dan kariogenik sedangkan anak-anak dan dewasa dengan diabetes mellitus tipe 2 yang sering
dikaitkan dengan obesitas dan asupan makanan tinggi kalori dan kaya-karbohidrat dapat diperkirakan
mempunyai paparan yang lebih tinggi terhadap makanan kariogenik. Lebih jauh lagi, penurunan aliran
saliva telah dilaporkan pada penderita diabetes dengan neuropati dan penurunan laju aliran saliva
merupakan faktor resiko karies. Pustaka tidak memberikan pola yang konsisten terkait hubungan antara
karies gigi dengan diabetes.

Disfungsi saliva. Mulut kering atau xerostomia, telah dilaporkan terjadi pada penderita diabetes mellitus.
Disfungsi saliva, bagaimanapun, dapat sulit didiagnosis. Aliran saliva dapat dipengaruhi oleh beberapa
kondisi termasuk penggunaan obat-obatan yang diresepkan, penuaan, dan ditentukan oleh derajat
neuropati dan sensasi subjektif kekeringan rongga mulut bersamaan dengan rasa haus. Variabel-variabel
ini relevan pada penderita diabetes mellitus. Dengan demikian meskipun tidak ada hubungan definitif
antara diabetes mellitus dengan penurunan lajua aliran saliva, komplikasi ini telah dilaporkan pada
penderita diabetes mellitus.

Penyakit mukosa rongga mulut dan infeksi lainnya. Beberapa tipe lesi mukosa rongga mulut, termasuk
lichen planus dan recurrent apthous stomatitis, telah dilaporkan terjadi pada penderita diabetes mellitus.
Tidak semua penelitian menunjukkan hubungan ini dan penemuan ini merupakan temuan umum pada
pasien-pasien yang tidak memiliki diabetes mellitus. Di lain pihak, kandidiasis rongga mulut merupakan
temuan konsisten pada penderita diabetes. Kandidiasis merupakan manifestasi keadaan imunokompromi,
dan penurunan laju aliran saliva merupakan faktor resiko lain kandidiasis rongga mulut.

Gangguan pengecapan dan neurosensorik lainnya. Gangguan pengecapan telah banyak dilaporkan pada
penderita diabetes mellitus, tetapi tidak semua peneliti menemukan kelainan ini. Meskipun penderita
diabetes mellitus yang menerima hemodialisis telah dilaporkan mempunyai gangguan pengecapan,
kelainan ini merupakan gejala yang kompleks dan dapat dihubungkan dengan aliran saliva dan perubahan
asupan makanan yang berhubungan dengan manajemen penyakit. Kelainan neurosensorik lain pada
rongga mulut termasuk sindroma mulut terbakar (burning mouth syndrome) dan disfagia, dilaporkan
terjadi pada penderita diabetes. Prevalensi data tidak tersedia. Retinopati dan neuropati perifer yang
mempengaruhi tangan penderita dapat membatasi kemampuan pasien untuk menjaga kebersihan
mulutnya.

Gingivitis dan periodontitis. Berlawanan dengan manifestasi oral diabetes mellitus lainnya, penyakit
periodontal merupakan komplikasi diabetes mellitus yang dikenali dan terdokumentasi dengan baik. Bukti
yang menunjang hubungan keduanya berdasar pada data epidemologis dan studi model hewan coba yang
mempantu mejelaskan patofisiologi penyakit periodontal sebagai komplikasi diabetes mellitus. Data
menunjukkan bahwa penyakit periodontal dapat meningkatkan resiko kontrol metabolik yang buruk.

PATOGENESIS PERIODONTITIS SEBAGAI KOMPLIKASI DIABETES
Ketika diketahui bahwa pernyakit periodontal lebih prevalen dan lebih parah pada penderita diabetes
dibandingkan pada populasi sehat, peneliti berbondong-bondong mencari tahu mekanisme biologi spesifik
untuk menjelaskan hubungan keduanya. Diabetes dipercaya menimbulkan periodontitis melalui respon
inflamasi berlebihan mikroflora jaringan periodontal. Mikroflora subgingiva pasien periodontitis yang
mempunyai diabetes mellitus secara umum ekuivalen dengan pasien periodontitis yang tida terdiagnosis
mempunyai diabetes. Pembentukan AGEs terjadi ketika glukosa yang tersedia berkontak dengan protein
stuktural dan protein lain. Proses ini tidak berlangsung secara enzimatik dan ketika AGEs terbentuk, ia
terikat dengan reseprot seluler spesifik yang dikenal sebagai reseptor AGE (RAGE). RAGE ditemukan
dalam sel-sel endotelial dan monosit yang mempunyai peran penting dalam periodontitis. Pengikatan
antara AGE dengan RAGE menyebabkan rangkaian kejadian pro-inflamasi yang mungkin bersifat self-
sustaining karena ikatan AGE-RAGE pada permukaan sel-sel endotelial menginduksi ekspresi vascular cell
adhesion molecule-1 yang menarik monosit pada sisi luminal sel-sel endotelial, sehingga terus menerus
memicu respon inflamasi.

Graves dkk menjelaskan patogenesis penyakit periodontal pada pasien diabetes mellitus dan
menyimpulkan bahwa sebagai tambahan respon inflamasi, peningkatan apoptosis (sekuen terprogram
yang megatur kematian sel) mungkin berkontribusi terhadap periodontitis sebagai komplikasi diabetes
mellitus. Jika apoptosis meningkat, efek yang terjadi, termasuk penundaan penyembuhan luka dapat
mengganggu. Oleh karena itu, inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan mengurangi peraikan
jaringan yang rusak mungkin berkontribusi pada pengrusakan jaringan periodontal seperti yang terlihat
pada penderita diabetes mellitus. Taylor dan Taylor dan Borgnakke menyimpulkan penelitian klinisnya
bahwa periodontitis merupakan komplikasi diabetes mellitus. Taylor mengidentifikasi 48 penelitian dalam
bahasa inggris antara tahun 1960 hingga 2000 yang mengulas mengenai penyakit periodontal pada
penderita diabetes mellitus dan hasil penelitian dari 44 studi yang ada mendukung diabetes sebagai faktor
resiko periodontitis.

Terdapat empat puluh satu penelitian cross-sectional (37 penelitian menunjukkan hubungan) dan 7
penelitian prosspective (semuanya menunjukkan hubungan). Dalam ulasan selanjutnya, Taylor dan
Borgnakke menemukan 17 artikel cross-sectional yang dipublikasikan dalam bahasa inggris antara tahun
2000 hingga 2007. Tiga belas artikel menunjukkan kesimpulan bahwa periodontitis lebih prevalen dan
lebih parah pada penderita diabetes mellitus dibandingkan pada pasien yang tidak menderita diabetes
mellitus. Dengan demikian, hasil dari 57 penelitian (dari 65 penelitian) mendukung hubungan ini. Tsai dkk
menganalisa database the Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) untuk
menguji hubungan antara kontrol glikemik (diuji melalui rata-rata glukosa plasma puasa dan hemoglobin
terglikosilasi [HbA1c]) terhadap adanya periodontitis parah. Analisis ini melibatkan subjek 4.343 orang
dewasa berusia antara 45 90 tahun. Status diabetik ditentukan dengan dasar kadar kontrol glikemik pada
hari pemeriksaan (ditentukan melalui rata-rata glukosa plasma puasa) dan selama dua-tiga bulan
sebelumnya (ditentukan melalui rata-rata HA1c). Rasio odds periodontitis pada subjek penderita diabetes
mellitus tak terkontrol berbanding subjek non diabetes adalah 2,9 melalui penggunaan multivariabel
modelling untuk mengontrol faktor resiko lain periodontitis. Lebih jauh lagi, subjek penderita diabetes
mellitus dengan kontrol glikemik yang lebih baik mempunyai rasio odds 1,56. Penelitian ini penting karena
populasi representatif secara nasional dan pertimbangan adanya variabel komplikasi yang multipel.

Aspek lain hubungan antara diabetes mellitus dan periodontitis dijabarkan pada penelitian serial dimana
peneliti memeriksa manifestasi oral diabetes pada anak-anak dan remaja. Lalla dkk memeriksa 350 anak-
anak dan remaja penderita diabetes mellitus dan 350 anak-anak dan remaja non diabetes mellitus (semua
berusia antara 6-18 tahun). Kriteria subjek mencakup tiga definisi penyakit periodontal, meliputi
kehilangan perlekatan (attachment loss), perdarahan gingiva ataupun kedunya. Melalui analisis regresi
multipel, peneliti menemukan prevalensi penyakit periodontal dan inflamasi jaringan pada anak dengan
diabetes mellitus yang lebih besar dibandingkan pada anak yang tidak menderita diabetes mellitus, tanpa
melihat definisi yang digunakan.

Rasio odds rata-rata untuk ketiga definisi penyakit periodontal adalah 2,96. Database yang sama juga
digunakan untuk menentukan efek variabel terkait-diabetes pada kondisi periodontal. Melalui penggunaan
model fully adjusted, peneliti menemukan bahwa HbA1c rata-rata selama dua tahun sebelum pemeriksaan
berhubungan dengan kerusakan jaringan periodontal (rasio odds 1,31 dengan tingkat kepercayaan 95
persen, 1,03 1,66; P lebih kecil dari 0,03). Hubungan ini tidak melihat durasi diabetes mellitus ataupun
persentase body mass index terkait usia. Hasil penelitian ini penting karena menunjukkan bahwa penyakit
periodontal sebagai komplikasi awal diabetes mellitus (anak-anak dan remaja dengan diabetes mellitus
tidak memiliki bukti lain komplikasi klinis diabetes mellitus) dan menunjukkan hubungan antara kontrol
metabolik jangka panjang yang buruj dan manifestasi periodontal diabetes mellitus. Hubungan yang mirip
juga terlihat antara HbA1c dan komplikasi klinis lainnya pada evaluasi longitudinal pasien dengan diabetes.

PENGARUH PERIODONTITIS PADA DIABETES MELLITUS
Peneliti yang meneliti pengaruh periodontitis pada diabetes telah mengetahui bagaimana merawat
periodontitis yang mempengaruhi kontrol glikemik. Taylor dan Borgnakke mengulas pengaruh
periodontitis pada kontrol glikemik diabetes mellitus, seperti halnya hubungan periodontitis dan
komplikasi klinis lainnya diabetes mellitus. Efek periodontitis pada diabetes mellitus dipercaya merupakan
hasil respon inflamasi alami jaringan periodontal. Sejumlah sitokin proinflamasi diproduksi pada jaringan
periodontal terinflamasi, termasuk tumor necrosis factor-alfa (TNF-alfa), interleukin 6 dan interleukin 1,
berkebalikan dengan insulin. Mediator ini mendapatkan jalan masuh ke dalam sirkulasi darah melalui
mikrosirkulasi jaringan periodontal dan dapat mempengaruhi jaringan dan organ pada tempat yang jauh.

Pada kajian pustaka, Taylor dan Borgnakke menemukan bahwa tujuh uji coba terkontrol acak, peneliti
menguji mengenai efek terapi periodontal terhadap kontrol glikemik, dan hasil positif ditunjukkan olehi
empat uji coba yang mengindikasikan penurunan HbA1c. Pada empat dari tujuh penelitian tersebut,
antibiotika dipergunakan secata sistemik (tiga penelitian) dan satu diberikan lokal (satu penelitian), dan
hasil dari tiga penelitian (dua sistemik dan satu lokal) mengindikasikan efek yang menguntungkan. Taylor
dan Borgnakke juga memeriksa 13 perawatan periodontal yang terkontrol tidak acak dan menemukan
bahwa delapan studi mengindikasikan efek menguntungkan efek perawatan terhadap kontrol glikemik.
Sejumlah penelitian observasional memberikan bukti lebih jauh untuk mendukung konsep bahwa
periodontitis dapat berefek kurang baik pada penatalaksanaan glikemik. Taylor dkk melaporkan bahwa
ketika mereka membandingkan pasien dengan atau tanpa periodontitis yang mempunyai kontrol glikemik
menengah dan baik, pasien dengan periodontitis mempunyai kecenderungan kontrol glikemik yang buruk
dua tahun kemudian.

Hasil dua penelitian longitudinal pada Gila River Indian Community di Arizona mendukung hubungan
antara kesehatan periodontal yang buruk dengan resiko komplikasi klinis diabetes mellitus. Saremi dkk
mempelajai 628 orang dewasa berusia 35 tahun ke atas yang mempunyai diabetes meliitus dengan median
11 tahun. Melalui model fully adjusted, peneliti menemukan bahwa resiko kematian karena penyakit
jantung dan ginjal pada pasien dengan periodontitis berat 3,2 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi
tanpa, ataupun mengalami periodontitis ringan dan sedang. Shultis dkk meneliti mengenai periodontitis
sebagai faktor resiko komplikasi ginjal penderita diabetes mellitus, termasuk nefropati dan penyakit dinjal
tahap akhir. Mereka menggunakan definisi penyakit periodontal yang sama digunakan oleh Saremi dkk dan
menemukan penemuan yang mirip. Melalui penggunaan model fully adjusted, mereka menemukan bukti
nefropati 2,0 2,6 kali lebih tinggi pada sunjek dengan periodontitis sedang dan berat atau pada pasien
edentulous dibandingkan pada subjek tanpa atau mempunyai periodontitis ringan. Insidensi penyakit
ginjal tahap akhir bahkan lebih tinggi pada pasien dengan periodontitis sedang dan berat dan pada
edentulous, dengan tingkat bahaya berkisar antara 2,3 hingga 4,9. Penelitian ini belum menentukan
apakan terapi periodontal akan mengurangi insidensi penyakit ginjal pada subjek dengan diabetes mellitus.

Sejumlah pertanyaan terkait bermunculan mengenai data yang menunjang hubungan diua arah antara
diabetes mellitus dan periodontitis. Periodontitis merupakan komplikasi klinis diabetes mellitus. Lebih
jauh lagi, sekitar 30 persen individu dengan diabetes mellitus memiliki diabetes mellitus tidak terdiagnosis.
Oleh karena itu, praktik dental merupakan tempat pelayanan kesehatan yang dapat membantu
mengidentifikasi diabetese mellitus tak terdiagnosis, yang dapat mengarah pada penatalaksanaan yang
lebih baik pasien dengan diabetes mellitus.

Untuk menguji pokok mendiagnosis diabetes mellitus dalam tataran praktik dental, Borrel dkk
menggunakan database NHANES III untuk mengembangkan model prediktif untuk mengidentifikasi
diabetes mellitus tak terdiagnosis. Mereka menggunakan informasi self-reported dan pemeriksaan
periodontal dalam analisisnya. Data self-reported meliputi riwayat keluarga terkait diabetes mellitus dan
riwayat hipertensi dan hiperkolesterolemia. Kemungkinan diabetes mellitus tak terdiagnosis dikalkulasi
pada individu berusia 45, 50, 55 dan 60 tahun. Data dilaporkan secara terpisah terkategori jenis kelamin
dan ras (Afrika-Amerika, Meksiko-Amerika dan kulit putih) subjek berusia 45 tahun dengan riwayat
keluarga mempunyai diabetes, hipertensi dan hiperkolesterolemia dan yang mempunyai periodontitis
mempunyai probabilitas berkisar antara 53 (laki-laki Meksiko-Amerika) hingga 27 persen (perempuan
kulit putih). Dengan bertambahnya usia, semua probabilitas meningkat. Kesimpulan utama dari penelitian
ini adalah bahwa praktik dental dapat digunakan sebagai lokasi identifikasi penderita diabetes mellitus tak
terdiagnosis dapat terdiagnosis.

MANAJEMEN DIABETES DALAM PRAKTIK DENTAL
Keinginan dokter gigi terlibat dalam aktivitas perawatan kesehatan primer dalam praktik dental, termasuk
penatalaksanaan pasien dengan diabetes mellitus telah digaungkan. Peneliti telah melaporkan mengenai
sikap, orientasi dan tata cara dokter gigi umum dan periodontis berkenaan dengan keadaan ini. Dalam
salah satu penelitian, peneliti melaporkan mengenai sikap dan perilaku dokter gigi terkait dengan
keterlibatan aktif penatalaksanaan pasien dengan diabetes mellitus dan strategi berhenti merokok. Hasil
menunjukkan bahwa sebagian besar dokter gigi melaporkan adanya kurang percaya diri terhadap
kemampuan untuk menyaring pasien diabetes melitus, memandang penatalaksanaan pasien dengan
diabetes mellitus sebagai peran sampingan dari peranan profesional kesehatan dan berpikir bahwa kolega
dan pasien tidak mengharapkan dan mengira dokter gigi untuk melakukan hal sedemikian rupa. Ketika tipe
kegiatan dokter gigi umum diselidiki, klinisi melaporkan aktivitas penyelidikan dan konsultasi lebih
daripada aktivitas manajemen aktif.

Pada penelitian selanjutnya, peneliti membandingkan sikap dan perilaku dokter gigi umum dan
periodontis terkait pasien dengan diabetes mellitus atau pasien perokok. Periodontis dipilih sebagai
kelompok pembanding karena diabetes dan merokok merupakan dua hal faktor resiko yang paling penting
terhadap periodontitis. Meski periodontis cenderung mengidentifikasi resiko dan manajemen perilaku
pasien yang menderita diabetes mellitus dan merokok lebih sering daripada yang dilakukan oleh dokter gigi
umum, keduanya cenderung terlibat pada aktivitas yang dapat diklasifikan sebagai penyelidikan dan
diskusi, alih-alih mengelola secara aktif faktor-faktor resiko yang ada. Peneliti menemukan bahwa
manajemen proaktif terhadap penderita diabetes mellitus tidak dilaksanakan secara rutin.

KESIMPULAN
Diabetes mellitus adalah penyakit yang harus diwaspadai oleh praktisi dental dan dental hygienists.
Berdasar pada data yang tersedia, kami menyimpulkan bahwa klinisi dan dental hygienists mempunyai
peranan positif terhadap pasien dengan diabetes mellitus. Sekitar 8 persen populasi Amerika Serikat
diperkirakan menderita diabetes mellitus, dengan prevalensi yang meningkat seiring dengan pertambahan
usia, dan populasi terus bertambah tua, peranan yang lebih besar dari tim penatalaksanaan medis terhadap
menajemen psien dengan diabetes mellitus sangat penting dan dipperlukan. Meski beberapa aspek dari
komponen baru praktik dental ini patut terus diperkuat, namun aspek ini merupakan kesempatan bagi
klinisi dental untuk sebaiknya dikembangkan.

Disclosures. None of the authors reported any disclosures.
1.Le H. Periodontal disease: the sixth complication of diabetes mellitus. iabetes Care 1993;16(1):329-334.
2.Taylor GW, Borgnakke WS. Periodontal disease: associations with iabetes, glycemic control and
complications. Oral Dis 2008;14(3): 91-203.
3.Ship JA. Diabetes and oral health: an overview. JADA 2003; 134(suppl):4S-10S.
4.Moore PA, Guggenheimer J, Etzel KR, Weyant RJ, Orchard T. Type 1 diabetes mellitus, xerostomia, and
salivary flow rates. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2001;92(3):281-291.
5.Taylor GW, Manz MC, Borgnakke WS. Diabetes, periodontal diseases, dental caries, and tooth loss: a
review of the literature. Compend Contin Educ Dent 2004;25(3):179-192.
6.Guggenheimer J, Moore PA, Rossie K, et al. Insulin-dependent diabetes mellitus and oral soft tissue
pathologies, II: prevalence and characteristics of Candida and Candidal lesions. Oral Surg Oral Med Oral
Pathol Oral Radiol Endod 2000;89(5):570-576.
7.Matsuo S, Nakamoto M, Nishihara G, et al. Impaired taste acuity in patients with diabetes mellitus on
maintenance hemodialysis. Nephron Clin Pract 2003;94(2):c46-c50.
8.Lalla E, Lamster IB, Feit M, et al. Blockade of RAGE suppresses periodontitis-associated bone loss in
diabetic mice. J Clin Invest 2000;105(8):1117-1124.
9.Pontes Andersen CC, Flyvbjerg A, Buschard K, Holmstrup P. Relationship between periodontitis and
diabetes: lessons from rodent studies. J Periodontol 2007;78(7):1264-1275.
10.Ebersole JL, Holt SC, Hansard R, Novak MJ. Microbiologic and immunologic characteristics of
periodontal disease in Hispanic Americans with type 2 diabetes. J Periodontol 2008;79(4):637-646.
11.Lalla E, Kaplan S, Chang SM, et al. Periodontal infection profiles in type 1 diabetes. J Clin Periodontol
2006;33(12):855-862.
12.Graves DT, Liu R, Alikhani M, Al-Mashat H, Trackman PC. Diabetes-enhanced inflammation and
apoptosis: impact on periodontal pathology. J Dent Res 2006;85(1):15-21.
13.Taylor GW. Bidirectional interrelationships between diabetes and periodontal diseases: an epidemiologic
perspective. Ann Periodontol 2001;6(1):99-112.
14.Tsai C, Hayes C, Taylor GW. Glycemic control of type 2 diabetes and severe periodontal disease in the US
adult population. Community Dent Oral Epidemiol 2002;30(3):182-192.
15.Lalla E, Cheng B, Lal S, et al. Diabetes mellitus promotes periodontal destruction in children. J Clin
Periodontol 2007;34(4):294-298.
16.Lalla E, Cheng B, Lal S, et al. Diabetes-related parameters and periodontal conditions in children. J
Periodontal Res 2007;42(4): 345-349.
17.Molyneaux LM, Constantino MI, McGill M, Zilkens R, Yue DK. Better glycaemic control and risk
reduction of diabetic complications in Type 2 diabetes: comparison with the DCCT. Diabetes Res Clin Pract
1998;42(2):77-83.
18.Writing Team for the Diabetes Control and Complication Trial/Epidemiology of Diabetes Interventions
and Complications Research Group. Effect of intensive therapy on the microvascular complications of type
1 diabetes mellitus. JAMA 2002;287(19):2563-2569.
19.Tilg H, Moschen AR. Inflammatory mechanisms in the regulation of insulin resistance. Mol Med
2008;14(3-4):222-231.
20.Taylor GW, Burt BA, Becker MP, et al. Severe periodontitis and risk for poor glycemic control in patients
with non-insulin-dependent diabetes mellitus. J Periodontol 1996;67(10 suppl):1085-1093.
21.Saremi A, Nelson RG, Tulloch-Reid M, et al. Periodontal disease and mortality in type 2 diabetes.
Diabetes Care 2005;28(1):27-32.
22.Shultis WA, Weil EJ, Looker HC, et al. Effect of periodontitis on overt nephropathy and end-stage renal
disease in type 2 diabetes. Diabetes Care 2007;30(2):306-311.
23.Lalla E. Periodontal infections and diabetes mellitus: when will the puzzle be complete? J Clin
Periodontol 2007;34(11):913-916.
24.Borrell LN, Kunzel C, Lamster I, Lalla E. Diabetes in the dental office: using NHANES III to estimate the
probability of undiagnosed disease. J Periodontal Res 2007;42(6):559-565.
25.Kunzel C, Lalla E, Albert DA, Yin H, Lamster IB. On the primary care frontlines: the role of the general
practitioner in smoking-cessation activities and diabetes management. JADA 2005;136(8):1144-1153.
26.Kunzel C, Lalla E, Lamster IB. Management of the patient who smokes and the diabetic patient in the
dental office. J Periodontol 2006;77(3):331-340.
27.National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. National Diabetes Statistics, 2007.
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/statistics. Accessed Aug. 4, 2008.

Anda mungkin juga menyukai