Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang
menghasilkan sebuah larutan.
Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar. Tabel sifat-sifat pelarut umum Solvent Rumus kimia Titik didih Konstanta Dielektrik Massa jenis Pelarut Non-Polar Heksana CH 3 -CH 2 -CH 2 -CH 2 - CH 2 -CH 3
69 C 2.0 0.655 g/ml Benzena C 6 H 6 80 C 2.3 0.879 g/ml Toluena C 6 H 5 -CH 3 111 C 2.4 0.867 g/ml Dietil eter CH 3 CH 2 -O-CH 2 -CH 3 35 C 4.3 0.713 g/ml Kloroform CHCl 3 61 C 4.8 1.498 g/ml Etil asetat CH 3 -C(=O)-O-CH 2 -CH 3 77 C 6.0 0.894 g/ml Pelarut Polar Aprotic 1,4-Dioksana /-CH 2 -CH 2 -O-CH 2 -CH 2 - O-\ 101 C 2.3 1.033 g/ml Tetrahidrofuran (THF) /-CH 2 -CH 2 -O-CH 2 -CH 2 - \ 66 C 7.5 0.886 g/ml Diklorometana (DCM) CH 2 Cl 2 40 C 9.1 1.326 g/ml Asetona CH 3 -C(=O)-CH 3 56 C 21 0.786 g/ml Asetonitril (MeCN) CH 3 -CN 82 C 37 0.786 g/ml Dimetilformamida (DMF) H-C(=O)N(CH 3 ) 2 153 C 38 0.944 g/ml Dimetil sulfoksida (DMSO) CH 3 -S(=O)-CH 3 189 C 47 1.092 g/ml Pelarut Polar Protic Asam asetat CH 3 -C(=O)OH 118 C 6.2 1.049 g/ml n-Butanol CH 3 -CH 2 -CH 2 -CH 2 -OH 118 C 18 0.810 g/ml Isopropanol (IPA) CH 3 -CH(-OH)-CH 3 82 C 18 0.785 g/ml n-Propanol CH 3 -CH 2 -CH 2 -OH 97 C 20 0.803 g/ml Etanol CH 3 -CH 2 -OH 79 C 30 0.789 g/ml Metanol CH 3 -OH 65 C 33 0.791 g/ml Asam format H-C(=O)OH 100 C 58 1.21 g/ml Air H-O-H 100 C 80 1.000 g/ml Kategori: Pelarut Senyawa kimia Larutan JENIS-JENIS PELARUT
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik.
Solvent Rumus kimia Titik didih Konstanta Dielektrik Massa jenis Pelarut non-Polar heksana CH 3 -CH 2 -CH 2 -CH 2 -CH 2 -CH 3 69 C 2,1 0,655 g/ml Benzena C 6 H 6 80 C 2,3 0,879 g/ml Toluena C 6 H 5 -CH 3 111 C 2,4 0,867 g/ml Dietil eter CH 3 CH 2 -O-CH 2 -CH 3 35 C 4,3 0,713 g/ml
Pelarut Polar protic (merupakan plarut polar yang melepaskan proton) Asam asetat CH 3 -C(=O)OH 118C 6,2 1.049 g/ml n-Butanol CH 3 -CH 2 -CH 2 -CH 2 -OH 118 C 18 0.810 g/ml Isopropanol (IPA) CH 3 -CH(-OH)-CH 3 82 C 18 0.785 g/ml n-Propanol CH 3 -CH 2 -CH 2 -OH 97 C 20 0.803 g/ml Etanol CH 3 -CH 2 -OH 79 C 30 0.789 g/ml Metanol CH 3 -OH 65 C 33 0.791 g/ml Asam formiat H-C(=O)OH 100 C 58 1.21 g/ml air H-O-H 100 C 80 1.000 g/ml
PELARUT ORGANIK Posted: May 3, 2010 in IPTEK Tags: konstanta dielektrik, momen dipol, pelarut, solvent 1 Sebagian besar reaksi kimia secara luas dilakukan di dalam larutan. Larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pelarut (solvent) pada umumnya adalah zat yang berada pada larutan dalam jumlah yang besar, sedangkan zat lainnya dianggap sebagai zat terlarut (solute). Pelarut memenuhi beberapa fungsi dalam reaksi kimia, dimana pelarut melarutkan reaktan dan reagen agar keduanya bercampur, sehingga hal ini akan memudahkan penggabungan antara reaktan dan reagen yang seharusnya terjadi agar dapat merubah reaktan menjadi produk. Pelarut juga bertindak sebagai kontrol suhu, salah satunya untuk meningkatkan energi dari tubrukan partikel sehingga partikel-partikel tersebut dapat bereaksi lebih cepat, atau untuk menyerap panas yang dihasilkan selama reaksi eksotermik. Pada umumnya pelarut yang baik mempunyai kriteria sebagai berikut : 1. Pelarut harus tidak reaktif (inert) terhadap kondisi reaksi. 2. Pelarut harus dapat melarutkan reaktan dan reagen. 3. Pelarut harus memiliki titik didih yang tepat. 4. Pelarut harus mudah dihilangkan pada saat akhir dari reaksi. Kriteria kedua adalah dengan menggunakan prinsip like dissolves like, dimana reaktan yang nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar sedangkan reaktan yang polar akan larut pada pelarut polar. Dalam hal ini juga terdapat tiga ukuran yang dapat menunjukkan kepolaran dari suatu pelarut yaitu : a. momen dipol b. konstanta dielektrik c. kelarutannya dengan air Molekul dari pelarut dengan momen dipol yang besar dan konsanta dielektrik yang tinggi termasuk polar. Sedangkan molekul dari pelarut yang memilki momen dipol yang kecil dan konstanta dielektrik rendah diklasifikasikan sebagai nonpolar. Sedangkan secara operasional, pelarut yang larut dengan air termasuk polar, sedangkan pelarut yang tidak larut dalam air termasuk nonpolar. Nilai momen dipol dan panjang dipol beberapa senyawa yang umum ditunjukkan pada Tabel di bawah. Berdasarkan kepolaran pelarut, maka para ahli kimia mengklasifikasikan pelarut ke dalam tiga kategori yaitu : a. Pelarut Protik Polar Protik menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal ini adalah oksigen. Dengan kata lain pelarut protik polar adalah senyawa yang memiliki rumus umum ROH. Contoh dari pelarut protik polar ini adalah air H 2 O, metanol CH 3 OH, dan asam asetat (CH 3 COOH). b. Pelarut Aprotik Dipolar Aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H. Pelarut dalam kategori ini, semuanya memiliki ikatan yang memilki ikata dipol besar. Biasanya ikatannya merupakan ikatan ganda antara karbon dengan oksigen atau nitorgen. Contoh dari pelarut yang termasuk kategori ini adalah aseton [(CH 3 ) 2 C=O] dan etil asetat (CH 3 CO 2 CH 2 CH 3 ). c. Pelarut Nonpolar Pelarut nonpolar merupakan senyawa yang memilki konstanta dielektrik yang rendah dan tidak larut dalam air. Contoh pelarut dari kategori ini adalah benzena (C 6 H 6 ), karbon tetraklorida (CCl 4 ) dan dietil eter (CH 3 CH 2 OCH 2 CH 3 ). Daftar Nilai Momen Dipol dan Panjang Dipol Beberapa Senyawa Umum Nama Senyawa Kondisi Momen Dipol (10 30 p/(C m)) Panjang Dipol (l p /pm) Acetic acid b 3.3 to 5.0 21 to 31 Acetone l 10.0 62 Benzene l 0 0 Ethanol b 5.7 35 Ethyl acetate b 6.2 39 Ethylene glycol b 6.7 42 Ethyl ether b 4.2 26 Hexane l 0 0 Methanol b 5.5 34 Water l 6.7 to 10.0 42 to 62 Water g 6.2 39 Keterangan : kondisi setiap senyawa diatas, dimana pengukuran dilakukan, ditandai dengan simbol; b, substansi dalam larutan benzene; g, substansi sebagai gas; l, substansi sebagai cairan. Panjang dipol l p adalah sama dengan p/e dimana p adalah momen dipol dan e adalah nilai dari proton.
A. Kelarutan Suatu Zat Dalam Pelarut Organik Percobaan ini menggunakan 4 sampel yang wujudnya padat yaitu sukrosa, naftalena, vaselin dan gula putih. 4 sampel yang berbeda ini kemudian direaksikan dengan pelarut-pelarut yang telah ditentukan. a. Sampel A (sukrosa) Sukrosa mempunyai rumus molekul C 12 H 22 O 11 yang terbentuk dari dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa yang berikatan melalui gugus OH dengan melepaskan air atau sukrosa benyak menggunakan OH, sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen di antara molekulnya dan merupakan senyawa yang bersifat polar. Secara teori sukrosa akan larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut nonpolar . Dalam percobaan ini pelarut polar yang digunakan adalah pelarut air, metanol dan etanol. Sedangkan untuk pelarut nonpolar yang digunakan adalah pelarut benzena, sikloheksana, kloroform, dan n-heksana. Dalam percobaan untuk kelarutan suatu zat dalam pelarut organik ini, sukrosa dicampurkan dengan berbagai pelarut, yaitu: 1. Pelarut benzena Benzena merupakan senyawa siklik dengan enam atom karbon yang tergabung dalam cincin. Benzena merupakan senyawa aromatik yang berbau khas. Dari struktur benzena bersifat nonpolar. Berdasarkan hasil pengamatan dari percobaan yang sudah dilakukan, ketika sukrosa dicampur dengan pelarut benzena, pada mulanya tidak larut. Dan pada saat campuran tersebut dipanaskan, sukrosa menjadi larut dalam benzena. Padahal seharusnya senyawa yang bersifat polar tidak larut pada senyawa yang besifat nonpolar. 2. Pelarut etanol Sukrosa yang dicampur dengan etanol tidak larut meskipun dipanaskan. Padahal etanol dan sukrosa sama-sama bersifat polar. Hal ini mungkin dikarenakan sukrosa yang diambil telah terkontaminasi oleh zat lain yang akibatnya menyebabkan tidak larutnya sukrosa dalam etanol. 3. Pelarut sikloheksana Sikloheksana merupakan alkana yang berbentuk siklik yang jika dilihat dari strukturnya bersifat nonpolar karena strukturnya simetri dan tidak dapat membentuk ikatan hidrogen. Pada percobaan, sukrosa dicampur dengan sikloheksana mulanya tidak melarut, tetapi larut setelah dipanaskan. Seharusnya, senyawa polar tidak larut pada senyawa nonpolar. Ini mungkin karena adanya kesalahan-kesalahan dalam percobaan. 4. Pelarut air Pada saat pencampuran sukrosa dan aquadest, yang terjadi adalah keduanya saling melarut meskipun tanpa pemanasan. Hal ini dikarenakan, kedua senyawa tersebut bersifat polar sehingga lebih mudah untuk melarut. 5. Pelarut kloroform, n-heksana, dan metanol Sukrosa yang dicampurkan dengan pelarut-pelarut ini tidak melarut meskipun dipanaskan. Padahal seharusnya sampel sukrosa larut saat dicampurkan dengan pelarut metanol karena sama-sama bersifat polar. Metanol mempunyai gugus OH sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen antar molekul dan bobot molekulnya rendah. Satu atomnya mempunyai keelektronegatifan yang substansial lebih besar dari yang lain. Semakin elektronegatif satu atom makin besar tarikannya terhadap elektron ikatan. Tarikannya tdak cukup untuk memecahkan atmnya menjadi ion. Tetapi mempunyai bagian rapat elektron yang lebih besar sehingga metanol merupakan senyawa polar. Seharusnya sukrosa juga melarut ketika ditambahkan ke dalam metanol tetapi hasil percobaan menunjukkan sukrosa tidak melarut dalam methanol. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan dielektrik sebesar 7,85, metanol sebesar 32,6, dan etanol sebesar 24,5. Semakin tinggi tetapan dielektriknya maka semakin polar larutan tersebut dan kemampuan untuk melarutkan semakin tinggi sehingga sukrosa lebih mudah larut dalam air dibandingkan di dalam methanol maupun etanol. Alasan lain adalah kemungkinan terjadi kesalahan yang dilakukan oleh praktikan dalam praktikum. Mungkin praktikan tidak melakukan pengadukan dan pemanasan secara maksimal sehingga dalam pengamatan praktikan belum sempat melihat secara langsung sukrosa dapat melarut dalam methanol. b. Sampel B (naftalena) Naftalena merupakan senyawa organik yang bersifat non-polar karena atom-atomnya mempunyai harga keelektronegatifan hampir sama dimana keduanya merupakan tarikan yang hampir sama pula. Dilihat dari rumusnya naftalena merupakan gabungan struktur resonansi dan benzena. Pelarut yang dicampurkan dalam sampel ini, yaitu : 1. Pelarut non-polar (benzena, sikloheksana, kloroform, n-heksana) Naftalena yag dicampurkan dengan pelarut-pelarut tersebut dapat larut dengan mudah. Karena sifat dari senyawa naftalena sama dengan sifat zat-zat pelarut yaitu bersifat non- polar. 2. Pelarut polar (etanol, air, dan metanol) Saat naftalena dicampurkan dengan etanol, sampel melarut sebagian dan larut setelah dipanaskan. Kemudian pencampuran naftalena dengan air, sampel tetap tidak larut meskipun dipanaskan. Sedangkan ketika dicampur deengan metanol, naftalena larut tanpa dipanaskan. Padahal secara teori seharusnya senyawa yang bersifat non-polar (naftalena) tidak larut pada senyawa yang bersifat polar. Hal ini bisa terjadi karena methanol maupun etanol memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah jika dibandingkan dengan air. Alasan lain adalah karena etanol maupun methanol memilikimdua gugus yang bersifat polar dan nonpolar, gugus polarnya adalah OH dan gugus polarnya adalah CH 3 sehingga etanol maupun methanol dapat larut pada zat polar dan nonpolar.
The Complete Beginner's Guide to Drawing Animals: More Than 200 Drawing Techniques, Tips & Lessons for Rendering Lifelike Animals in Graphite and Colored Pencil