Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

APENDIKSITIS

Topik : Apendiksitis
Sub Pembahasan :Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi, pemeriksaan
radiologi dan laboratorium, penatalaksanaan
Sasaran : Semua Pasien dan keluarga pasien di ruang 18
Tempat : Ruang 18 RSSA Malang
Hari/Tanggal : Jumat, 2 Maret 2012
Waktu : 1 x 30 menit ( jam 09.30 -10.00 WIB)
Penyuluh :

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Pada akhir proses penyuluhan, pasien dan keluarga pasien dapat mengetahui dan
memahami tentang penyakit apendiksitis, meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
komplikasi, pemeriksaan radiologi dan laboratorium, penatalaksanaan.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti penyuluhan, maka diharapkan pasien dan keluarga pasien:
1. Memahami dan menyebutkan pengertian dan penyebab apendiksitis
2. Memahami dan mengenali tanda dan gejala serta komplikasi apendiksitis

III. SASARAN
Pasien dan keluarga pasien

IV. PEMBAHASAN MATERI
1. Pengertian
2. Anatomi
3. patofisiologi
4. Penyebab
5. Klasifikasi
6. Tanda dan gejala
7. Komplikasi
8. Pemeriksaan radiologi
9. Pemeriksaan laboratorium
10. Penatalaksanaan

V. METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab / Diskusi

VI. MEDIA
- Leaflet
- Banner

VII. KRITERIA EVALUASI
Evaluasi Struktur
- Semua pasien dan keluarga pasien berkumpul di ruang 18
- Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di ruang 18

Kesiapan SAP
Kesiapan media: Leaflet, banner
1. Evaluasi Proses
- Semua pasien dan keluarga pasien antusias terhadap materi penyuluhan
- Tidak ada pasien ataupun anggota keluarga yang meninggalkan tempat saat penyuluhan
- Semua pasien dan anggota keluarga pasien mengajukan pertanyaan danmenjawab
pertanyaan secara benar
2. Evaluasi Hasil
Semua pasien dan keluarga pasien mengetahui dan paham tentang penyakitleukemia,
meliputi definisi, etiologi, klasifikasi leukemia, tanda dan gejala, carapencegahan dan
pengobatannya.
3. Pengorganisasian dan Uraian Tugas
a. Moderator :
b. Penyaji :
c. Fasilitator :
d. Observer :








VIII. KEGIATAN PENYULUHAN
NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA METODE
1 3 menit Pembukaan:
- Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
- Pembukaan
- Menjelaskan tujuandari
penyuluhan
- Menyebutkan materi yang
akan diberikan

- Menjawab salam
- Mendengarkan
- Memperhatikan

Ceramah
2 15 menit Pelaksanaan :
- Menjelaskan tentang
pengertian apendiksitis
- Menjelaskan anatomi
apediksitis
- Menjelaskan tentang
macam-macam penyebab
apendiksitis
- Menjelaskan klasifikasi
tentang apendiksitis
- Menjelaskan tanda dan
gejala apendiksitis
- Menjelaskan komplikasi
yang terjadi pada penderita
apendiksitis
- Menjelaskan pemeriksaan
dan penatalaksanaan yang

- Memperhatikan
- Mendengarkan


Ceramah
dengan
menggunakan
banner
dilakukan pada pasien
dengan apendiksitis
- Memberi kesempatan pada
peserta untuk bertanya
3 10 menit Evaluasi :
Menanyakan kepada peserta
tentang materi yang telah
diberikan, dan reinforcement
kepada para peserta yang
dapat menjawab pertanyaan

Menjawab pertanyaan

Tanya jawab
dan diskusi
4 2 menit Terminasi :
- Menyampaikan kesimpulan
- Mengucapkan salam
penutup

- Mendengarkan
- Menjawab salam

Ceramah dan
membagikan
leaflet







MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian
- Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari,melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileocecal (Brunner & Sudart 2002 :1097)
- Apendiksitis adalah salah satu peradangan pada apendiks yang berbentuk cacing,yang
berlokasi dekat katup ileocecal (Long,Barbara c,1996 hal 228)
- Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiforis dan merupakan peyebab abdomen
akut yang paling sering (Arif Mansjoer .dkk.200:307)
- Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

2. Anatomi
Embriologi appendiks berhubungan dengan caecum, tumbuh dari ujung inferiornya.
Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol pada apek caecum
sepanjang 4,5 cm. Pada orang dewasa panjang appendiks rata-rata 9 10 cm, terletak
posteromedial caecum kira-kira 3 cm inferior valvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa
retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak sama.
Persarafan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus
torakalis x, karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar umbilikus. Perdarahan
pada appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi maka appendiks akan mengalami
gangren
Appendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung
amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam bumen dan
selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada
patofisiologi appendiks.


Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah Ig A.
Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil
sekalisehingga jika dibandingkan dengan jumlah pada saluran cerna dan di seluruh tubuh. (
R.Syamsu ; 1997)

3. Patofisiologi
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan
oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit dalam
lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung,
makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem
serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks
sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar
umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian
timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit
dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan
appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan
appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang
meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai
appendisitis abses. Pada anak anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang
relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih
kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka
perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian
gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982)

4. Penyebab
- Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat
- Tumor apendiks
- Cacing ascaris
- Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica
- Hiperplasia jaringan limfe
- Benda asing

5. Klasifikasi
Apendisitis dibagi atas :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul
striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia
tua.

6. Tanda dan gejala
- Sakit dan kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
- Anoreksia
- Mual
- Muntah (tanda awal yang umum, kurang umum pada anak yang lebih besar)
- Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonitis
- Nyeri lepas
- Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
- Konstipasi
- Diare
- Kencing sedikit-sedikit / Disuria
- Iritabilitas
- Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut
- Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa
- Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat
- Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.

7. Komplikasi
- Perforasi
- Peritonitis
- Infeksi luka
- Abses intra abdomen
- Obstruksi intestinum

8. Pemeriksaan radiologi
foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 97 %),
terutama untuk wanita hamil dan anak-anak.
Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %).
Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks

9. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah : leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari
13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri
- Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari
normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika
- Pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan
terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi
- Hb (hemoglobin) nampak normal
- Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrate
- Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
Pencegahan
Dapat di lakukan dengan banyak mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti buah
pepeya, pisang dan sayur-sayuran seperti kangkung, kacang panjang, serta menjaga
kebersihan, tidak sering makan makanan yang terlalu pedas dan asam, buang air besar
secara teratur, olah raga teratur, tidak makan makanan seperti mie instan secara berlebihan.
Sebelum operasi
o Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
o Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
o Rehidrasi
o Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
o Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka
pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
o Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
Operasi
o Apendiktomi.
o Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.
o Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses
mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan
bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
Pasca operasi
o Observasi TTV.
o Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah.
o Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
o Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
o Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi
usus kembali normal.
o Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan
harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
o Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 230
menit.Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
o Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.


























DAFTAR PUSTAKA
Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan),
Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996
Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Andry
Hartono, dkk., Jakarta, EGC.
Doenges, EM. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. (2001), Jakarta,
EGC.
Price, S.A. R. Wilson CL (1991), Pathophisiology Clinical Concept of Disease Process, Alih
Bahasa Adji Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta,
EGC.
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai penerbit FKUI
S. Heru Adi. 1995. Kesehatan Masyarakat. Jakarta. : EGC
Mansjoer, Arief. Et all. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
--------. 2010.laporanpendahuluanapendiksitis.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai