Anda di halaman 1dari 14

Bela Diri

Sungguh menarik memperhatikan beragamnya reaksi orang saat menghadapi kritik, kegagalan dan
kekurangan dirinya. Di sebuah rapat perusahaan, begitu grafik melorot angka pencapaian target
ditayangkan, banyak pihak langsung melayangkan bela diri. Ada yang mempertanyakan apakah data
yang ditampilkan akurat atau tidak. Ada yang sudah siap dengan alas an panjang lebar untuk
mengalihkan perhatian orang dari dirinya. Ada juga yang tanpa sadar kill the messenger, dengan
mengatakan, ah, menurut orang lain tidak begitu. Tidak sedikit yang mengatakan terima kasih
masukannya, tetapi dengan nada sinis sehingga pemberi masukan merasa tidak nyaman lagi.
Bila sebagai penonton dan tidak terlibat langsung dengan situasi kegagalan, kita biasanya lebih mudah
menganalisis reaksi bela diri yang ditunjukkan orang lain. Saat melihat ada orang yang reaksinya cuek
seakan tidak mendengar, pura-pura tidak tahu, atau bahkan menyerang balik pemberi kritik, kita kerap
berkomentar, apa sih salahnya mengaku salah? Mengapa tidak langsung memperbaiki saja? Bukankah
kita untung kalau masih menerima masukan?
Sebaliknya, pernahkan kita menganalisis bagaimana biasanya kita bereaksi saat mengahadapi kritik
tajam? Apa reaksi awal saat idea tau proposal kita ditolak? Bagaimana kita bersikap saat pekerjaan kita
dinilai buruk? Apakah biasanya kita langsung merasa tertohok dan mempertanyakan balik kebenaran
fakta-faktanya ataukah kita siap menerimanya sebagai hal yang membangun? Harus diakui bahwa dalam
keadaan terusik, kita memang punya kecenderungan untuk bela diri dan mengamankan diri dengan
berkilah, baik secara verbal maupun dalam hati, bukan salah saya atau bukan saya saja.
Pertanyaannya, sehatkah mekanisme bela diri yang kita lakukan? Apakah kita cenderung membangun
benteng pertahanan diri yang begitu tebal sampai umpan balik mental? Seberapa besar kemampuan
kita memanfaatkan kritik, kegagalan , kekurangan dengan cara-cara yang sehat sebagai alat untuk
memperbaiki diri?
Menjaga image atau menggarap kualitas diri?
Pribadi manusia atau yang secara populer disebut sebagai ego, memang mudah terluka dan rapuh. Itu
sebabnya mekanisme bela diri adalah hal yang sangat wajar dan manusiawi, kerena ego memang perlu
dijaga betul agar tidak cedera. Cederanya kepribadian sering disebabkan karena rasa sakit hati, serangan
terhadap diri kita, rasa rendah diri, keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi, dan semua hal yang
menyebabkan individu tidak happy. Bila dalam situasi terpuruk, ego berhasil mengembalikan
kepribadian ke dalam kondisi stabil, artinya tidak tersisa luka, dendam, rasa minder, rasa bersalah yang
besar, kepribadian dikatakan berhasil membentuk lapisan penguat sebagai hasil latihan mental yang
sukses. Inilah proses bela diri yang sehat dan mendorong individu tumbuh lebih produktif dan bahagia.
Pentingnya mekanisme bela diri yang sehat membuat kita perlu meluangkan waktu untuk menganalisis,
apakah proses bela diri yang kita lakukan sudah tepat dan sehat atau hanya semu dan malah menumpuk
masalah. Kita lihat betapa gejala pointing fingers marak diberbagai media. Orang yang dinilai
melakukan kesalahan banyak yang balik menyalahkan orang lain, pihak lain, situasi, ataupun kebijakan.
Belum lagi individu yang memproklamirkan bahwa ia adalah victim alias korban situasi. Ada juga orang
yang senang mengeluarkan sindiran secara agak kekanak-kanakan yang bertujuan untuk
menyelamatkan diri dari konflik atau menghindar dari upaya untuk menggarap diri lebih jauh. Misalnya
saja, saat ia tidak diterima kerja di sebuah perusahaan, lalu berdalih,ah, perusahaan itu bermasalah.
Mana bisa diterima kalau tidak ada koneksi. Bila kita lebih mementingkan menjaga image ketimbang
menggarap kualitas pribadi, kita bias terjebak dalam sikap defensif yang kuat. Semakin sering individu
membentengi diri dengan berbagai dalih dan alasan pembenaran diri, semakin sulit ia melaksanakan
proses mawas diri. Tanpa disadari, akhirnya kepribadiannya seolah tertutup oleh lapisan tebal tanpa
kemungkinan ia sendiri menembus dan bersikap jujur terhadap dirinya sendiri.
Perasaan sebagai senjata utama
Mengakui emosi negative yang kita rasakan kepada orang lain memang terkadang sulit. Namun,
sesungguhnya menerima dan mengakui emosi adalah bagian dari melatih mekanisme bela diri yang
sehat. Dari pada mencari-cari alasan, kita bisa mawas diri bila mengatakan, Fakta rendahnya target
penjualan di divisi saya sungguh membuat saya malu hati. Daripada berpura-pura tidak mendengar
kritik yang kurang obyektif, kita bisa berterus terang mengatakan, saya merasa sedih dan sakit hati
mendengar komentar yang kamu sampaikan. Komentar-komentar ini, walaupun terkadang sulit
diucapkan, bukan saja membuat kita bisa mawas diri, tetapi membuat kita juga kelihatan fair dan
simpatik.
Kita memang harus menyadari bahwa tidak selalu orang akan bersikap ramah dan sopan. Tidak semua
atasan sabar menunggu timing yang tepat untuk menegur kita. Tidak semua orang mengerti bagaimana
rasanya mengalami kekalahan dan menahan diri untuk tidak memaki-maki bila kita sebagai atlet, kalah
dalam membela Negara. Apa yang harus kita lakukan bila benar-benar terluka dan tersinggung? Seorang
ahli menyarankan untuk back to basic dan meninjau kembali idealisme dan misi hidup kita yang sudah
pasti positif. Seorang teman yang mempunyai bos supergalak bisa survive dengan sehat karena ia tidak
hanya merasa banyak belajar dari atasannya ini, tetapi juga pandai sekali melupakan caci maki
atasannya dan tetap ceria. Banyak argumentasi obyektif yang bisa kita kembangkan untuk
menyeimbangkan diri dan membuat diri kita lebih sehat. Kita pun bisa melihat kekurangan kita dengan
penuh rasa humor sehingga meringankan beban perbaikan diri.

Eileen Rachman & Sylvina Savitri
EXPERD
EMPLOYEE ENGAGEMENT SURVEY




Capita Selecta Best Practice Character Building
Karakter adalah fondasi. Adapun kompetensi yang dibangun di atas fondasi ini akan berdiri tegak
dengan baik dan benar.
Komptensi merupakan kemampuan dalam mengemban tugas, menyelesaikan pekerjaan atau
menangani persoalan.
Kompetensi terdiri atas dua hal, yakni KAPASITAS dan KAPABILITAS
Kapasits adalah daya tampung. Setiap orang memiliki daya tampung yang berbeda, sedangkan
kapabilitas adalah kemampuan mengelola atau mengolah kapasitas. Kapasitas setiap orang dapat
ditingkatkan, hanya dalam batas tertentu kapasitas tidak lagi dapat dikembangkan, ini sesuai fitrahnya,
sebagai hokum alam setiap orang berbeda.
Karakter adalah perilaku atau attitude.
Attitude dapat dibedakan antara attitude yang baik yang disebut karakter dan attitude yang buruk yang
disebut tabiat.
Karakter merupakan kumpulan dari tingkah laku baik dari seorang manusia.
Karakter dapat dibedakan atas dua kategori, yakni KARAKTER POKOK dan KARAKTER PILIHAN.
Sebagai landasan karekter pokok harus dimiliki setiap orang. Apapun profesinya, semua orang harus
berkarakter khusunya karakter pokok tidak bisa ditinggalkan.
Karakter pokok dapat dibedakan atas tiga bagian penting yaitu karakter dasar, karakter unggul dan
karakter pemimpin.
Karakter dasar menjadi inti karakter pokok. Karakter ini ditopang oleh tiga nilai yang menjadi sifat dasar
manusia yaitu tidak egois, jujur dan disiplin.
Karakter pokok kedua adalah karakter unggul dibentuk oleh tujuh sifat baik, yaitu ikhlas, sabar,
bersyukur, bertanggung jawab, berkorban, perbaik diri dan sungguh-sungguh. Ke tujuh sifat baik ini
harus dilatih sehingga menjadi perilaku sehari-hari.
Bagi yang karakter dasarnya sudah terdidik, pembentukan karakter, pembentukan karakter unggul
menjadi lebih mudah karena dia sudah memiliki modal yang kuat.
Karakter pokok ketiga adalah karakter pemimpin, memiliki sembilan nilai pembentuk, yaitu: adil, arif,
bijaksana, satria, tawadhu, sederhana, visioner, solutif, komunikatif, dan inspiratif.
Posisi karakter bukan menjadi pendamping kompetensi, melainkan menjadi dasar, ruh atau jiwanya.
Kapasitas adalah daya tampung yang tiap orang berbeda, bisa ditingkatkan, tapi sudah ada takarannya
masing-masing.
Orang yang sudah membina jiwanya, dia sudah menumbuhkan hidup yang sesungguhnya.
Hari-harinya penuh dengan hikmah, tenang, tenteram, selamat dan menyelamatkan.
Kemanapun dia pergi, hidupnya terasa lapang. Kemanapun dia melangkah, kakinya terasa ringan.
Tidak ada hutang budi, tidak ada dendam, bagi yang sudah membina jiwa itulah peningkatan kapasitas
hakiki.
Bicara harta, tahta dan wanita adalah soal jasad. Ada batas ada masanya. Setelah tua keindahan
sensualnya hilang.
Bahan adalah kapasitas, sedangkan kemampuan memanfaatkan kapasitas itulah kapabilitas.
Orang yang tanggung jawabnya besar, dia akan mempelajari profesionalnya, siapa egonya terendah dan
mempunyai visi, dia akan menjadi pemimpin yang baik.
Kapabilitas tanpa kapasitas jadilah makelar. Kapabilitas tinggi tapi kapasitas nihil, jadilah NATO.
Komitmen butuh konsistensi, tanpa konsistensi semua kerja akan sia-sia.
Langkah seribu dimulai dari langkah pertama.
Setiap orang pasti mempunyai pengalaman. Namun, berapa banyak yang mau belajar dari pengalaman
itu.
Menjadi orang penting itu baik. Namun, yang lebih penting jadilah orang baik.
Tidak cukup hanya sekedar sifat baik, tidak lengkap hanya mempunyai perilaku baik. Sifat baik harus
dirancang, ditata dan diarahkan.
Hidup adalah pilihan, jangan paksakan hidup ini menjadi satu warna.
Tiap profesi menuntut karakter masing-masing sesuai pilihan profesinya.
Tiap profesi menuntut karakter masing-masing, namun pilihan profesinya, karekter pilihan harus
dimiliki, lebih-lebih karakter dasar.
Jangan paksa karakter militer bisa berjalan di komunitas seniman. Jangan terapkan kreativitas seniman
pada bagian keuangan. Bisa bubar itu perusahaan.
Namun siapapun butuh kedisiplinan. Tiap profesi menuntut karakter masing-masing, namun apapun
profesinya karakter pokok harus dimiliki, labih-lebih karakter dasar.
Karakter dasar adalah pondasi, tanpa pondasi jangan tanya ketanahan rumah, tanpa pondasi, manusia
jadi mudah goyah dan tanpa berpendirian.
Semua sekolah di dunia fokus pada peningkatan kompentensi, peningkatan karakter dilupakan,
kalaupun ada hanya sebatas mempelajari, bukan mendidik jadi lebih baik. Inilah yang manjadi penyebab
utama bangsa saat ini, dimana eksekutif, yudikatif dan legislatif telah terkontaminasi.
Seharusnya peningkatan character building dan kompetensi harus seiring dan sejalan dikembangkan.
Manusia yang kuat prisnsipnya pun terkadang terpeleset, apalagi yang hidup tanpa nilai. Sebagai
fondasi, karakter dasar memang seharunya ada ditiap diri manusia.
Tidak egois adalah sifat baik pertama dalam karakter dasar.
Konsep hidup orang tidak egois mengalir bagai air. Dan yang ada disyukuri, yang belum ada tidak
mengganggu pikirannya, agar bisa rendah hati atau tidak egois, paksa hati untuk merasa dan mengakui
kelemahan dan kekurangan.
Jujur adalah sifat baik kedua dalam karakter dasar.
Konsep kepemilikan seharusnya menyederhanakan manusia untuk tetap berlaku jujur, semua yang kita
miliki termasuk diri kita, milik Allah.
Dan semuanya tidak ada yang abadi.
Disiplin adalah sifat baik ketiga dalam karakter dasar.
Tidak disiplin tanda kemalasan. Siapapun butuh rehat/ istirahat namun jangan hidup santai. Kelelahan
wajar, tapi jangan atasi dengan rasa malas.
Disiplin akan memotivasi pihak lain. Karena disiplin akan memperlihatkan kualitas sesseorang, dan
disiplin akan melahirkan kedisiplinan yang lain. Manusia tidak disiplin, jangan bercita-cita bisa maju.
Untuk menjadi manusia yang baik, karakter dasar yang diatas, yaitu tidak egois, jujur dan disiplin harus
dididik menjadi perilaku.
Tujuh sifat karakter unggul, yaitu: ikhlas, sabar, bersyukur, bertanggung jawab, berkorban, perbaiki
dan bersungguh-sungguh. Ketujuh sifat baik ini seharusnya sudah menjadi perilaku sehari-hari.
Siapa yang belum punya karakter dasar, jangan bercita-cita maju.
Bina diri saja tidak bisa, apalagi menjadi unggulan.
Keberadaan kedua karakter yaitu karakter dasar dan karakter unggul akan mengantar kita menjadi
manusia yang baik, maju dan unggul.
Ikhlas adalah sifat pertama dalam karakter unggul.
Beberapa tanda untuk mengukur keikhlasan kita diantaranya tersebut:
Membantu dengan harapan dibantu yang dibantu, ini tanda tidak ikhlas.
Yang dibantu menyakiti hati dan kita melontarkan kata-kata: Eh ngelunjak tuh orang. Kalau gue
gak bantu, jadi apa dia. Ini tanda ketidak ikhlasan.
Tidak suka mendengar kebaikan dan prestasi orang. Percaya tidak bahwa ini juga tanda tidak
memiliki keikhlasan.
Disiplin saat di depan orang dan tidak peduli waktu sendiri, ikhlaskah?
Santun bertutur diluar, namun kasar dirumah, inipun tidak ikhlas. Bukan hanya kasihan orang
rumah, tapi anak isteripun mengelus dada saksikan sang bapak ternyata tidak baik.
Berapi-api saat pidato dan seminar tapi loyo waktu kerja, masya Allah ini tanda tidak ikhlas.
Senang bertemu pejabat dan tokoh tapi tidak pada rakyat jelata, ini jelas ada pamrih. Ini mejadi
pertanda tidak ikhlas.
Dipuji senang, ditegur tidak terima dan sempitlah dada. Ini juga tidak ikhlas.
Terasa megah dan terasa kerdil, ini juga tanda tidak ikhlas.
Shalat di rumah asal-asalan tapi menjaga tampilan shalat di kantor, pasti ini tidak ikhlas.
Sabar adalah sifat baik kedua dalam karakter unggul.
Kesabaran tidak hanya membawa persahabatan, namun juga penuh dengan kesantunan, kelembutan
dan kedamaian.
Orang sabar manfaatnya bukan hanya untuk diri sendiri, orang lainpun bisa terpengaruh. Yang tadinya
marah berbalik tenang karena yang dihadapi sangat sabar.
Bersyukur adalah sifat ketiga dalam karakter unggul.
Mustahil orang yang mencuri bisa menyukuri hartanya. Jikapun bisa hanya sesaat. Nikmat lahiriyahnya
terpenuhi, tapi hati nurani mereka teriris-iris.
Tanggung jawab adalah sifat baik keempat dalam karakter unggul.
Sifat tanggung jawab teguhkan seseorang menjadi orang yang mempunyai modal bisa dipercaya.
Orang yang melakukan kesalahan dan berani bertanggung jawab, jelas bahwa ia telah menginjak
dewasa.
Orang yang tidak melakukan kesalahan, bisa-bisa kewaspadaannya tumpul.
Berkorban adalah sifat baik kelima dalam karakter unggul.
Dengan berkorban banyak yang terbantu. Dalam bahasa agama berkorban itu bersedekah. Dalam
bahasa sehari-hari berkorbain itu adalah kepedulian.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang diriwayati oleh Ibnu Masud RA : Manusia di dunia adalah
tamu, sedangkan harta benda adalah pinjaman. Sang tamu pasti akan kembali, dan barang pinjaman
pasti akan dikembalikan.
Perbaiki diri adalah sifat baik keenam dalam karakter unggul.
Tidak ada paksaan untuk perbaiki diri dan tidak satu orang pun dapat merubah orang lain, semua
kembali kepada dirinya masing-masing.
Bersungguh-sungguh adalah sifat baik ketujuh dalam karakter unggul.
Kesungguhan telah menjadi mutiara yang hilang. Kesungguhan hanya bisa dijalankan bila kita punya
komitmen.
Banyak orang yang berhasil karena diawali dengan kekeliruan, namun lebih banyak yang terkulai karena
tidak pernah melangkah. Kesungguhan untuk melakukan perbaikan, itu yang membuat orang bisa
berhasil. Kesungguhan itulah yang harus dicari.
Banyak orang yang bekerja hanya untuk bekerja saja. Masuk pagi pulang sore, rutin kerja seolah-olah
sudah cukup, tanpa prestasi apa-apa. Kesungguhan telah menjadi mutiara yang hilang. Kesungguhan
hanya bisa dijalankan bila kita punya komitmen.

Sumber:
Capita Selecta Best Practice Character Building ini merupakan bagian kedua yang disarikan oleh penulis
dari buku best practice Character Building karangan Erie Sudewo.














Capita SeKlecta Best Practice Character Building
KARAKTER PEMIMPIN
Siapapun memang bisa menjadi pemimpin. Namun, hanya yang terus melatih diri akan memiliki jiwa
kepemimpinan.
Pemimpin tanpa karakter sama artinya pemimpin tanpa moral. Pemimpin tidak bermoral berbahaya
bagi dirinya, bagi yang dipimpin, bagi bangsa, bagi Negara dan bagi agama.
Miskin tidak membuat Sakichi Toyoda patah semangat. Dari kegemaran otak-atik mesin, lahirlah dari
tangannya, berbagai perangkat mesin tenun.
Akhirnya dia menemukan system yang ketika ada masalah pada mesin otomatis mesin berhenti sendiri.
Ini temuan spektakuler yang akhirny merubah perindustrian di Jepang.
Karenanya, Sakichi Toyoda digelari Bapak Revolusi Industri Jepang.
Sebuah pengakuan tertinggi akan kepemimpinannya.
Sebuah penghormatan besar bagi rakyat jelata ini yang pada tahun 1993, pabrik tekstilnya melahirkan
divisi baru yang bernama TOYOTA, empat tahun setelah dia wafat.
Dan kini, Toyota adalah produsen mobil terbesar di dunia. Toyota melebihi cikal bakalnya, mesin tekstil.
Di sini, ada nilai kokoh yang menjadi landasan untuk tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai itu adalah :
Pertama disiplin, kedua sungguh-sungguh dan ketiga perbaiki diri.
Disiplin, satu nilai diantara tiga nilai yang terkandung dalam karakter dasar, sedang sungguh-sungguh
dan perbaik diri, keduanya merupakan nilai yang tertera pada karakter unggul.
Untuk menjadi pemimpin, sebelumnya milikilah dahulu karakter dasar dan karakter unggul, ini syarat
mutlak.
Kepemimpinan Formalitas
Peran dari profesi apapun terbatas. Hanya bisa berfungsi di tempat dia berfungsi.
Akuntan atau pengacara merupakan profesi. Tetapi ketika di rumah profesi itu tidak berfungsi. Dokter
bedah profesinya malah tidak bermanfaat bagi dirinya.
Begitulah hamper semua profesi, perannya tebatas.
Profesi hanya berfungsi di tempat dan di saat-saat bekerja. Ada waktu, ada tempat, ada aturan dan ada
etikanya.
Tidak bisa profesi dilakukan disembarang tempat. Namun, ada satu profesi yang perannya tidak
terbatas, itulah pemimpin.
Kepemimpinan Esensial
Setiap orang adalah pemimpin. Mereka akan ditanya yang dipimpinnya. Pertanggungjawaban itulah
yang tidak pernah terungkap maknanya.
Padahal, dia merupakan konsekuensi dari apa yang telah tergurat sejarah.
Seseorang yang mempunyai jabatan formal, belum tentu punya sifat kepemimpinan, Leader without
leadership. Dia punya jabatan tapi tidak bisa memimpin.
Pemimpin esensial tidak terjebak pada jabatan. Tanpa jabatan dia tetap perankan kepemimpinannya.
Baginya, jabatan jelas jadi beban.
Dengan jabatan dirinya tidak leluasa, jabatan apapun punya hak.
Apa hak jabatan?
Itulah tanggung jawab yang memegang jabatan.
Pemimpin esensial, itulah yang memiliki sifat kepemimpinan. Tidak menjabatpun punya manfaat besar
bagi lingkungannya.
Jika menjabat, maka yang dilakukan adalah istighfar bukan sujud syukur apalagi adakan kenduri dan
gelar dukungan simpati.
Langkah kedua, dia benahi diri.
Pemimpin esensial pasti akan terus koreksi diri, bukan sibuk urusi kekliruan pemimpin lain, apalagi
musuh-musuhnya.
Tidak usah dikritispun, dia sibuk mencari masukan. Bukan hanya dari teman terdekat, sikap kritis lawan-
kawanpun diperhatikan dengan seksama.
Adil, nilai pertama dalam karakter pemimpin.
Keadilan pemimpin tapak dari kesabarannya saat dia punya kekuasaan, punya jabatan dan punya
kekuatan.
Untuk menjadi pemimpin yang memiliki sifat kepemimpinan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Syarat pertama harus punya karakter dasar, syarat kedua harus punya karakter unggul, syarat ketiga,
ternyata harus mendidik punya karakte pemimpin.
Ketiga karakter tersebut seluruhnya harus dilatih dan dididik untuk dipraktekkan.
Dalam karakter pemimpin, ada sembilan nilai pembentuknya, yaitu : adil, arif bijaksana, ksatria,
tawadhu, sederhana, visoner, solutif, komunikatif dan inspiratif.
Adil sejahtera terbatas pada pembagia materi, adil bijaksana itu menyangkut seluruh kehidupan.
Pemimpin harus paham kebutuhan orang dipimpinnya.
Arif Bijaksana, nilai kedua dalam karakter pemimpin.
Arif itu cerdik pandai. Orang arif maknanya berilmu, tetapi orang berilmu belum tentu paham. Dia baru
punya pengetahuan, belum paham.
Tahu dan paham berbeda. Tahu hanya sebatas pengetahuan, paham sudah merasakan sesuatu yang
diketahui karena dipraktekkan.
Pepatah Inggris bilang : I see I know, I hear I forget, I do I understand.
Arif bijaksana adalah selalu menggunakan akal. Orang pintar adalah orang yang selalu menggunakan
otaknya.
Kearifan pemimpin merupakan salah satu sifat kepemimpinan yaitu kemampuan menyelesaikan
persoalan, sebelum seluruh persoalan berkembang menjadi matang, dan terlanjur kasep.
Untuk itu, dia harus cermat memahami masalah dan sigap menyelesaikannya, baik diselesaikan sendiri
atau melalui tim untuk menyelesaikannya, tetapi ada juga masalah yang harus dipecahkan secara
bersama-sama atau diabaikan.
Dalam memimpin oraganisasi, peran di depan adalah berani pasang badan. Saat mempertanggung
jawabkan kesalahan tim, dirinya harus ambil alih persoalan.
Bila timnya mendapat masalah, dia harus mengatakan itu adalah tanggung jawabnya. Jika di tengah
perannya harus lebih banyak memobilisasi tim, andai di belakang di harus berperan sebagai pendorong.
Dengan perankan diri sesuai posisi tersebut, soliditas pasukan akan lebih terjaga.
Dimanapun posisi pemimpin, dia harus tetap melihat dengan kacamata burung.
Jangan meminta tim lakukan sesuatu dengan keraguan karena ketidakjelasan konsep, arah dan hasil
yang hendak dicapai.
Dan jangan pernah memberi perintah yang tidak mungkin dipatuhi.
Ksatria, nilai ketiga dalam karakter pemimpin.
Seorang pemimpin harus berani menghadapi bahaya dan juga menanggung resiko serta mengahadapi
terjangan badai. Pemimpin yang menjadi negarawan harus siap menderita bersama dengan yang
dipimpin itulah ksatria.
Tawadhu, nilai keempat dalam karakter pemimpin.
Orang yang tawadhu hidupnya sehat, dia tidak akan terusik saat orang lain pamer.
Orang tawadhu itu ringan jiwanya.
Saat yang lain emosional dia istighfar mengaca diri, apakah dia juga berperilaku seperti itu.
Sederhana, nilai kelima dalam karakter pemimpin.
Sederhana merupakan salah satu hasil dari ketawadhuan.
Dengan rendah hati untuk bersikap sederhana, kehidupan diri jadi sehat.
Pemimpin ideal sederhana dalam tampilan, rendah hati dalam bersikap dan visioner dalam berpikir.
Kita malu menyimak betapa sederhananya hidup Moh. Hatta. Kita menangis membaca kisah Hoengeng
yang menutup toko kembangnya di Cikini, karena khawatir banyak orang kirim bunga padanya.
Visoner, nilai keenam dalam karakter pemimpin.
Pemimpin visioner arahkan dua hal, kemandirian dan hidup sesudah mati.
Rasulullah telah bersabda: Setiap manusia adalah pemimpin dan mereka akan diminta
pertanggungjawabannya akan apa yang dipimpinnya.
Inilah visi sesungguhnya pemimpin. Ada tanggung jawab setelah mati nanti.
Seorang kakek yang usianya sudah 70 tahun menanam pohon jati yang bisa puluhan tahun baru dapat
dipetik hasilnya.
Seorang anak bertanya kepada kakeknya: Kenapa kakek menanam pohon jati, padahal kakek sekarang
sudah berusia 70 tahun? Dengan sigap sang kakek menjawab: Pohon jati ini kakek tanam bukan buat
kakek, tapi buat kamu cucuku.
Solutif, nilai ketujuh dalam karakter pemimpin.
Seorang pemimpin dituntut mampu memecahkan masalah. Hanya saja jika ia tidak dapat memecahkan
masalah, bukan sebuah kebodohan bila ia meminta bantuan timnya, justru inilah kecerdasan.
Saat pemimpin menyatakan siapa yang bisa atasi masalah, disitulah jalan keluarnya. Ketika pemimpin
meminta bantuan untuk selesaikan soal, itulah way out nya. Ketika pemimpin menyatakan masalah
selesai berkat kerja tim, atau orang lai, itulah kunci pemecahannya. Beruntunglah bagi yang
pimpinannya bisa memecahkan masalah. Dan, yang paling beruntung bila pemimpin nyatakan bahwa
masalah itu telah diselesaikan oleh timnya, atau oleh pihak lain si anu dan si itu.
Itulah solusi. Dengan pemimpin mengakui peran anak buah, otomatis regenerasi dimulai. Kaderisasi
terwujud secara informal. Inisiatif pun bermunculan meski tidak ada masalah. Mencapai tujuan, inilah
target organisasi. Persoalan jadi pendewasaan. Inisiatif bermunculan, tanda soliditas tim tercapai.
Seorang pemimpin dituntut mampu memcahkan masalah. Hanya saja, jika ia tidak bisa memecahkan
masalah, bukan sebuah kebodohan bila ia meminta bantuan timnya. Justru inilah kecerdasan.
Komunikatif, nilai kedelapan dalam karakter pemimpin.
Isi komunikasi cerminkan siapa sosok pemimpin sesungguhnya. Apa yang dibicarakan, itulah diri
pemimpin.
Cara berkomunikasi memang harus dilatih. Namun lain lubuk lain ikannya. Seniman harus kreatif. Tapi
dalam mengelola keuangan tidak boleh kreatif. Harus patuh dan taat azas. Sementara orang kreatifpun
tidak harus jadi seniman. Tapi bagaimanapun kreatifnya, semua butuh konsentrasi, komitmen, serta
konsisten. Agar professional, kreatifvitas memang butuh disiplin dan kesungguhan.
Inspiratif, nilai kesembilan dalam karakter pemimpin.
Pemimpin tanpa inspirasi sesungguhnya telah mati di saat masih menjabat.
Pemimpin sejati ditentukan oleh karakter bukan jabatan. Jabatan hanya bicara atasan dan sifatnya
sesaat. Karakter merupakan perilaku yang tidak tampak di CV, tapi jadi kekuatan utama. Siapa yang
punya karakter, sesungguhnya dialah pemimpin sejati.
Meski tidak punya jabatan, kepemimpinan pemimpin sejati tetap tampak. Di belakang dia mendorong,
ditengah dia memobilisasi, di depan dia menarik. Dimanapun posisinya, pemimpin sejati selalu
menginspirasi. Kendati dia hanya tergolek di kursi roda, dia pasti jadi sumber inspirasi. Meskipun dia
telah tiada, pemimpin sejati pasti inspiratif.

Sumber:
Capita Selecta Best Practice Character Building ini merupakan bagian kedua yang disarikan oleh penulis
dari buku best practice Character Building karangan Erie Sudewo.








soft Skills
Dalam tim atau organisasi yang berhasil dan sukses, hamper bisa dipastikan ada pemimpin yang hebat di
situ. Begitu menariknya kita mendengarkan bagaimana para CEO dan pemimpin ini menginspirasi,
sehingga kita sesungguhnya tidak pernah kehabisan bahan untuk belajar dari berbagai success stories
mereka yang diangkat oleh media.
Hal yang kerap membuat kita tercengang adalah melihat kapasitas total seorang pemimpin sukses
dibandingkan dengan kapasitas fisiknya. Ada CEO yang sudah memanfaatkan ginjal dan lever orang lain,
ada CEO yang menjalankan peran kepemimpinan dengan berkursi roda, ada pula CEO yang
mengupayakan agar selalu bersuara keras karena ia menyadari badannya kecil. Semua pandai, memiliki
kejagoan teknis atau hard skills yang kuat, tetapi tidak satupun yang tidak menyatakan bahwa
mentalitas dan kebesaran jiwalah yang menyebabkan mereka survive. Keterbatasan fisik tidak pernah
dijadikan alasan untuk menghalangi keberhasilan.
Di lain pihak, kita juga menyaksikan pemimpin atau CEO yang biasa-biasa saja alias melempem. Mereka
tidak kalah pandainya, banyak yang memiliki tongkrongan keren, tetapi tidak mengeluarkan aura get
things done-nya dengan keras, bahkan tidak mampu mengolaborasikan tim satu dengan yang lain.
Perbedaan yang terlihat dari para CEO sukses adalah pencapaian sasaran perusahaan dilakukan dengan
penuh semangat oleh para karyawannya. Sementara itu, CEO yang kurang sukses biasanya memimpin
karyawan yang kurang happy dan sering kali tidak kuat kerja samanya. Kita lihat bahwa apapun bentuk
oraganisasi yang dipimpinnya, seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap terciptanya lingkungan
yang memungkinkan karyawan untuk bersinergi dengan excel dalam pencapaian targetnya. Tidak
heran bahwa dalam cerita sukses para CEO, mereka selalu menekankan soft skills sebagai modal untuk
bisa bekera efektif, melampaui keadaan, bahkan mengatasi berbagai hambatan. Bila soft skills
inisedemikian penting, kita tentu perlu mengevaluasi bagaimana perangkat pengukuran kinerja
ditempat kerja kita. Masihkan kita berpatokan pada pengukuran kinerja yang semata berorientsi hard
skills seperti pencapaian sasaran dan key performance indicator, tanpa mementingkan penularan spirit
dan semangat yang positif?
Tanda kematangan
Dengan kecepatan jalan bisnis serta sengitnya persaingan, sikap pemimpin atau profesional yang
menunjukkan I have the right answer, benar-benar tidak efektif. Seorang ahli bahkan menyatakan
bahwa sikap ini hanya boleh diperihatkan oleh seorang mahasiswa. Ditempat kerja, kita perlu bersikap I
can help make this work, dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada, office politics, serta
segala agenda yang dimiliki pihak-pihak lain. Tidak heran bila pemimpin yang masih sering bersikap Im
OK, youre not OK, merasa diri paling benar, akan sulit untuk membawa oraganisasinya berprestasi
beyond average.
Kesuksesan dalam bisnis sama sekali tdak terletak pada bagaimana mendapatkan jawaban yang tepat,
tetapi lebih pada memastikan gerak roda bisnis bergulir dengan lancar. Ada perusahaan yang seolah
jalan ditempat karena para karyawan sampai pada direkturnya tidak menunjukkan rasa memiliki yang
disebabkan pucuk pimpinannya kurang bisa bersikap asertif. Bila pemimpin sungguh-sungguh
menciptakan success stories , ia memang perlu menciptakan dan menjaga baik-baik atmosfer di
perusahaan. Bila ada pihak yang sudah mulai tidak melaporkan kejadian-kejadian penting, menyatakan
pendapatnya, tidak bisa menolak hal yang sebetulnya merugikan perusahaan, atau bahkan
menunjukkan sikap walk out, pimpinan perlu bersiaga satu dan mulai menelaah kemnbali praktik-
praktik komunikasi yang dikembangkan. Selain melihat angka pertumbuhan, memlototi pertumbuhan
pencapaian financial, para pemimpin juga perlu meraba bahwa lingkungan kerja masih diwarnai suasana
seru dan asyik di kalangan karyawannya, sehingga karyawan tetap bekerja sama dalam pencapaian
tujuan. Atmosfer positif ini semakin kritikal bila perusahaan memang sedang mengalami tekanan,
apakah tekanan waktu, persaingan, dikeluarkannya produk baru, ataupun perubahan.
Kepekaan dan respons
Banyak orang yang begitu dipromosikan langsung berpikiran, saya dapat apa? pada saat itulah orang
tersebut mulai invalid, bahkan mematikan tombol inisiatifnya. Sebaliknya, keinginan untuk membuat
tempat kerja kita jadi sebuah tempat yang lebih baik adalah tanda awal yang positif. Dengan sikap
mental seperti ini, kita pasti tidak keberatan menolong orang lain, berusaha menyelesaikan tugas
dengan lebih cepat, mengembangkan hubungan interpersonal dan kerja tim yang lebih baik. Jadi,
kekuatan bersikap positif, optimis dan percaya diri bukanlah sekadar bumbu kehidupan bekerja, tetapi
menjadi sumber kekuatan untuk berprestasi. Kekuatan ini membuat kita mempunyai control yang
kuat terhadap lingkungan. Sikap do it your self juga sangat terlihat pada figure-figur sukses, yang
justru menghilangkan birokrasi, mudah dihubungi, banyak melakukan pekerjaan pekerjaanya sendiri
tanpa asisten.
Kita lihat pada zaman ketika perkembangan teknologi demikian canggih dan seoalah-olah berkejaran
dengan otak manusia, ada sisi lain dari kekuatan manusia yang benar-benar perlu diperhatikan dan
difokuskan. Kita perlu lebih peka terhadap sense dan respons, kekuatan sosialisasi, engagement,
pemilihan kata-kata, interpretasi terhadap waktu dan informasi dengan jeli yang kesemuanya sering
tidak dipelajari dibangku sekolah, melainkan dilapangan. Inilah soft skills.

Sumber:
Eileen Rachman & Sylvina Savitri
EXPERD
Soft skills executive coaching

Anda mungkin juga menyukai