Anda di halaman 1dari 16

1

SEBAB-SEBAB PERBEDAAN MATAN DITINJAU DARI SEGI


MATAN DAN SANAD
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok pada awal semester pertama
Dosen Penngampu : al-Ustadz Hilmi al-Shidiqi, Lc


Oleh:
Ali Fitriana Rahmat
Aulia Rahman
Muhammad Adlan
Mukhlishin
Mursyid Adi Syaputra

Fakultas Ushuludin
Jurusan Tafsir

Sekolah Tinggi Kulliyatul Quran Al-Hikam
Depok Jawa Barat
2012




1
BAB I
PENDAHULUAN
I.. Latar Belakang
Berbicara tentang matan hadits, kita akan menemukan banyak sekali ragam
perbedaan isi suatu matan dengan yang lain. Meskipun secara esensi matan itu sama
dan tidak ada penambahan dalam matan yang terlalu berseberangan dengan esensi
tersebut. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita mengkaji apa penyebab perbedaan
matan ditinjau dari sisi matan dan sanadnya. Patut diketahui bahwa perbedaan matan
bukan hal yang aneh dalam ilmu hadits. Karena perbedaan itu berasal dari
pemindahan suatu teks dari perawi satu ke perawi yang lain. Dan hal ini menuntut
kapabilitas memori seseorang perawi. Perawi sebagai pembawa sekaligus pemindah
matan hadits memang memilki keterbatasan dalam menjaganya, boleh jadi ia kurang
teliti atau teledor dalam periwayatan, lebih-lebih yang diriwayatkan adalah sebuah
perkataan manusia paling mulia. Yang tidak menutup kemungkinan di dalamnya
terdapat perbedaan yang banyak. Hal ini senada dengan firman Allah swt;


Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya.(QS. Al-Nisa ; 82)
I.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan membahas sebab-sebab perbedaan matan hadits.
Perbedaan redaksi hadits disebabkan dari dua jalur. Yang pertama dari redaksi matan
itu sendiri dan yang kedua dari jalur sanad.
Pembahasan masalah ini akan dimulai dari definisi sanad dan matan.
Pengertian keduanya memang patut dipahami, terutama sebelum membahas sebab-
sebab perbedaan matan yang ditinjau dari dua sisi, yaitu matan dan hadits. Perbedaan
matan hadits yang dimaksud dalam pembahasan ini hanya tertuju pada beberapa
2


matan yang berbeda tetapi esensinya sama. Hal ini didasari oleh kurangnya
kapabilitas dan kapasitas seorang perawi matan tersebut.
Kemudian akan dilanjutkan dengan menjelaskan sebab-sebab perbedaan
matan ditinjau dari matan dan selanjutnya dari sudut pandang sanad.
I.3. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk mengantar penelaah hadits dalam memahami
perbedaan matan hadits dan penyebabnya secara umum. Yang dikemudiannya,
penelaah hadits diharap mampu memilah dan memilih matan hadits yang dapat
dipertanggungjawabkan secara kapasitas dan keotentikannya. Diharapkan juga agar
para penelaah bisa mengetahui hadits secara komperhensif dalam satu tema dan
esensi. Sehingga bisa menyangkutkan hadits satu dengan yang lain dalam segi
pemaknaan kata-kata yang sulit dipaham.

3
BAB II
PEMBAHASAN
SEBAB-SEBAB PERBEDAAN MATAN HADITS DITINJAU DARI SEGI
MATAN DAN SANAD
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata 'sebab' berarti hal yg menjadikan
timbulnya sesuatu atau asal mula dari sesuatu. Jadi bisa dikatakan, sebab merupakan
asal mula dari munculnya sesuatu. Setiap sebab pasti memilki akibat, sebagaimana
kita ketahui hal ini dengan istilah hukum kausalitas. Dalam hal ini bisa dipahami,
bahwa perbedaan matan adalah suatu akibat dari adanya penyebab. Dan penyebab itu
akan diulas dalam makalah ini dilihat dari sudut pandang matan dan sanad.
II.1. Pengertian matan dan sanad
a) Matan
Matan dalam segi bahasa berarti sesuatu yang keras dan tinggi. Sedangkan
dari segi istilah, Al-Thibi mengartikan dengan teks hadits yang memuat makna
dari ucapan Nabi saw.
1
Sudut pandang matan dalam bahasan kali ini hanya
terbatas pada hadits-hadits masih dalam satu esensi pembahasan akan tetapi
berbeda dalam redaksi matan.

b) Sanad
Arti etimologi sanad yaitu sesuatu yang kokoh dan kuat. Dinamakan demikian
karena hadits akan menjadi kuat karena adanya sanad yang kuat pula.
2
Dalam
segi terminologi adalah jalan periwayatan matan hadits dari periwayat sampai
Nabi saw.
3
Al-Tahanuwi mendefinisikannya dengan daftar nama perawi hadits
secara berurutan
4
. Sudut pandang sanad pada pembahasan ini hanya terfokus
pada perbedaan matan hadits yang ditimbulkan dari perbedaan sanad.

1
Abdul al-Rahman Muhammad al-Rifa'I, Al-Taysir Fi Ulumil Hadits an-Nabawi (Cairo : Dar al-Fikr al-
'Arabi) hal. 17
2
Mahmud al-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits (Jeddah : al-Haramain, 1985) hal. 16
3
Syihabuddin dan Hasan Bashari, Mabadi 'ulum al-hadits (Jakarta :Fakultas Dirasat islamiyah UIN,
2008) hal. 14
4
Dzafar Ahmad al-Tahanuwi, Qawa'id al-Ulum al-Hadits (ttp : tp, tt) hal.26
4

Pada prinsipnya dua sudut pandang ini, matan dan sanad adalah satu kesatuan.
Karena antara keduanya saling melengkapi dan berkaitan. Jadi tidaklah heran
jika penyebab perbedaan redaksi hadits dari sudut pandang matan ada yang
sama dengan sudut pandang sanad. Tapi perlu diketahui bahwa matan dan
sanad memilki ranah pembahasan masing-masing.
II.2. Sebab - sebab perbedaan matan dari segi matan
1) al-Riwayah Bi al-Ma'na
Terjadi perdebatan menarik tentang boleh dan tidaknya periwayatan secara
makna tersirat dari suatu hadits. Memang adanya silang pendapat ini tidak
menghalangi kemurnian hadits yang datang dari Nabi saw. Hal ini
dikarenakan pendapat mayoritas Ulama memperbolehkan periwayatan
semacam ini dengan beberapa syarat dan kriteria. Adanya syarat dan kriteria
ini mengindikasikan bahwa tidak semua orang bisa meriwayatkan hadits
secara makna. Pendapat Mayoritas Ulama yang memperbolehkan al-Riwayah
Bi al-Ma'na ini terkesan berhati-hati dengan adanya syarat-syarat tertentu,
yaitu;
Yang meriwayatkan harus orang yang benar-benar menguasai dan
ahli di bidang hadits dengan mengetahui lafadz, arti, makna, dan
tujuan kandungan hadits
5

Yang diriwayatkan secara makna bukan hadits yang sudah
dibukukan, bahkan ada pendapat yang mengatakan hanya sebelum
masa kodifikasi
Yang diriwayatkan bukan termasuk hal yang ta'abbudi
Yang diriwayatkan bukan termasuk hadits jawami'ul kalim
Perawi secara makna seharusnya mencantumkan redaksi au kama
qala, sebagaimana perkataan Nabi saw
Hanya diperbolehkan bagi perawi yang lupa lafadznya atau kesulitan
untuk meriwayatkannya sesuai redaksi asli sehingga terpaksa
meriwayatkan secara makna
Periwayatan tidak sampai bertolak belakang dengan sumber syari'at,
dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal

5
Ibnu Katsir, Al-Ba'its al-Hatsits Fi Ikhtishar Ulum al-Hadits ( ttp: tp, tt ) hal. 18
5

Meriwayatkan dengan sinonimnya
6


Mereka berkata tentang periwayatan hadits secara makna
Ibnu Rajab berkata; "Perbedaan lafadz dalam periwayatan menunjukkan
bahwa para perawi meriwayatkan hadits dengan makna dan mereka tidak
terpaku pada teksnya saja. Jika ada dua lafadz hadits yang berbeda, yang satu
jelas maknanya dan yang lain kurang jelas, maka mereka menafsiri lafadz
hadits yang tidak jelas itu dengan yang jelas dikarenakan kedua hadits itu satu
esensi dan makna".
7

Abdul Haq al-Isybili berkata; "Perbedaan teks tidak mencederai hadits selagi
masih satu konteks".
Ibnu Hazm berkata ; " Perbedaan lafadz dalam periwayatan hadits bukanlah
suatu aib selagi masih satu makna. Karena terkadang Nabi saw mengucapkan
suatu kata dengan diulang tiga kali, sedang para Sahabat ra meriwayatkannya
sesuai dengan apa yang mereka dengar. Sekali lagi perbedaan ini tidak
mengurangi nilai kemurnian hadits dengan catatan masih satu esensi".
Ibnu Siriin berkata : " Aku telah mendengarkan hadits dari sepuluh perawi,
semuanya satu makna dan lafadznya berbeda-beda"
Dalam al-Quran banyak suatu kisah yang diceritakan dengan berbagai macam
redaksi. Misalnya di surat "A" diceritakan secara ringkas, tetapi di surat "B"
diceritakan panjang lebar. Redaksi di surat "A" dan "B" juga berbeda, akan
tetapi keduanya masih satu makna dan esensi. Maka hal yang demikian tidak
bisa dihindari dalam hadits Nabawi
8
.
Bahkan ada suatu hadits yang melegalkan periwayatan hadits secara makna,
yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Sulaiman ibn Ukaimah al-Laitsi; Aku
sowan kepada Nabi saw kemudian aku mengadu kepada beliau, "Wahai
Rasulullah, aku telah mendengarkan hadits dari anda akan tetapi aku tidak
mampu meriwayatkan sesuai yang aku dengar ?"

6
Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Fi Syarh Taqrib al-Nawawi (ttp: tp, tt ) hal. 7
s/d 9 Jld. 2
7
Ibnu Rajab, Fath al-Bari ( ttp: tp, tt) hal. 188
8
Ahmad ibn Umar Bazamul, al-Muqtarib fi bayan al-Mudhtarib (ttp: tp, tt) hal. 108/
www.almeshkat.net
6

":

"
9
Nabi saw bersabda : Jika kalian tidak menghalalkan yang haram serta tidak
mengharamkan yang halal dan kalian riwayatkan sesuai dengan makna, maka
hal itu tidak masalah

Contoh periwatan hadits secara makna;
o ((

))
Berpuasalah sehari untuk sepuluh (hari)
o (( ))
Berpuasalah tiga hari tiap satu bulan, Satu kebaikan akan
dilipatgandakan sepuluh
o ((

.
10
))
Berpuasalah sehari maka engkau mendapatkan pahala hari-hari yang
lain
Ketiga riwayat di atas merupakan dampak dari periwayatan secara makna
11
.
Kalaupun kita teliti semua, maka tidak ada makna yang bersebrangan.
Esensinya yaitu suatu anjuran untuk berpuasa tiga hari dalam sebulan.

2) Meringkas dan menyederhanakan matan Hadits
Ibnu Hajar al-'Atsqalani mengatakan bahwa mayoritas ulama
memperbolehkan peringkasan hadits dengan beberapa syarat
12
;
Yang meringkas harus orang yang benar-benar menguasai dan ahli di
bidang hadits dengan mengetahui arti dan makna kandungan hadits
Tidak membuang sebagian matan yang masih berkaitan dengan
ringkasan, seperti membuang kalimat istitsna' (pengecualian), syarat
atau jawab, ghayah ( penghinggaan ) ataupun yang lain.
Tidak menghilangkan esensi dan inti dari hadits itu sendiri

9
Al- Thabrani, al-Mu'jam al-Kabir ( ttp:tp, tt) hal. 213/
10
Ahmad ibn Hajar al-'Atsqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1379 H)
hal. 219
11
Ahmad ibn Umar Bazamul, al-Muqtarib fi bayan al-Mudhtarib (ttp: tp, tt) hal. 107/
www.almeshkat.net
12
Al-Hafidzh Ibnu Hajar al-'Atsqalani, Nuzhah al-Nadzhar Fi Taudlhi Nukhbah al-Fikr Fi Mushthalah Ahl
al-Atsar (ttp: tp, tt) hal. 24
7

Ringkasan hadits sudah mewakili dari matan yang dibuang.
Yang meringkas bukan seorang perawi hadits yang bersangkutan
Jika yang meriwayatkan perawi hadits tersebut maka disyaratkan ia
harus meriwayatkan hadits secara sempurna dan utuh sebelumnya
Contoh ringkasan hadits;
(( ))
Hadits diatas merupakan potongan dari hadits berikut;
(( :
.
.


)) .
13
Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan orang mukmin, Allah
akan menghilangkan kesusahannya di akhirat. Orang yang mempermudah
bagi orang yang tertimpa kesulitan, urusannya akan dimudahkan oleh Allah di
dunia dan akhirat. Orang yang yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan
menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hambanya
selagi hambanya mau menolong sesamanya. Barangsiapa yang menempuh
jalan mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
surga.Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid untuk membaca
al-Quran dan mempelajarinya melainkan ketenangan dan rahmat menyelimuti
mereka.Malaikatpun juga mengelilingi mereka. Allah swt akan mengingat
mereka. Seseorang yang lamban dalam beramal baik, ia juga akan lamban
mendapat kemulyaan.
Contoh lain;
( ( ))
Hadits diatas adalah ringkasan dari hadits dibawah ini;
( (


13
Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, Al-'Arba'in al-Nawawiyah (ttp: tp, tt ) hadits ke-6.
8


. ))
14
Yang halal dan yang haram sudah jelas, diantara keduanya adalah
sesuatu yang syubhat. Banyak sekali orang yang tidak mengetahuinya. Orang
yang menjauhi syubhat itu telah mensucikan agama dan kehormatannya.
Sedangkan orang yang jatuh dalam sesuatu yang syubhat, ia akan jatuh
dalam sesuatu yang haram. Laksana sesorang yang menggembala di sekitar
area terlarang.Ia dikhawatirkan merumput di dalamnya. Setiap area
terlarang pasti ada yang memiliki. Area terlarang Allah swt ialah larangan-
larangannya. Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika
segumpal daging itu baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik. Jika tidak,
maka akan rusak seluruh tubuh. Ketahuilah, bahwa hal itu adalah hati.
3) Idraj ( penyelipan dalam hadits )
Idraj ialah penyelipan dalam matan atau sanad oleh perawi dari kalangan
sahabat atau yang lain, sehingga perawi lain menyangka selipan itu dari matan
atau sanad
15
. Dan disyaratkan tanpa adanya penjelasan bahwa penyelipan itu
bukan termasuk hadits
16
. Penyelipan dalam hadits ini akan membuat
pengkaburan bagi pemula pengkaji hadits, yang mana mereka akan mengira
kata selipan itu juga dari Nabi saw
17
. Hadits yang terdapat idraj di dalamnya
dinamakan hadits mudraj. Penyelipan ini terlaku pada matan dan juga sanad.
Idraj pada matan dibagi menjadi tiga;


14
Abu Abdillah Muhammad ibn ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (ttp: Dar Thauq al-Najah, 1422 H)
hal. 56.
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut : Dar al-Jil, tt) hal. 50
15
Abdullah Sirajuddin, Syarh al-Mandzhumah al-Bayquniyah (Alleppo : Dar al-Falah, 1951) hal.143
16
Muhammad 'Alawi al-Maliki, al-Manhal al-Lathif (Madinah : Maktabah al-Mailk al-Fahd, 2000)
hal.133
17
Abdul al-Rahman Muhammad al-Rifa'I, Al-Taysir Fi Ulumil Hadits an-Nabawi (Cairo : Dar al-Fikr al-
'Arabi) hal.
9

a. Idraj pada awal matan
Contoh idraj pada awal matan;
Hadits yang diriwayatkan oleh al-Khatib, dari Abi Qathan dan
Syababah, keduanya dari Syu'bah, dari Muhammad ibn Ziyad, dari Abi
Hurairah berkata; Rasulullah saw bersabda;
)) , ((
Sempurnakanlah wudlhu,Celaka dan neraka bagi orang yang tidak
berhati-hati dalam membasuh tumit dalam berwudlhu
Redaksi )) (( termasuk ucapan Abi Hurairah, hal ini bisa
dibedakan dengan riwayat al-Bukhari dari Adam, dari Syu'bah, dari
Muhammad ibn Ziyad, dari Abi Hurairah berkata;
)) (( :
)) ((
18
.
Riwayat Adam tidak termasuk mudraj karena telah dipisahkan antara
penyelipan Abu Hurairah dan ucapan Nabi saw. Al-Khatib
mengomentari bahwa Riwayat Abi Qathan dan Syababah terjadi
pengkaburan, sedangkan banyak sekali perawi yang meriwayatkan
seperti riwayat Adam
19
. Penyelipan pada awal matan sangat langka
sekali terjadi. Bahkan Ibnu Hajar mengatakan bahwa tidak ada hadits
mudraj pada awal matan kecuali contoh diatas dan hadits riwayat Busrah
binti Shafwan
20
.

b. Idraj pada tengah matan
Bagian ini paling sering terjadi. Contoh penyelipan hadits di tengah
matan yaitu hadits yang diriwayatkan oleh 'Aisyah ra mengenai awal
turunnya wahyu:
((

- -
21
))
Nabi saw beribadah di Gua Hira' pada beberapa malam

18
Mahmud al-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits (Jeddah : al-Haramain, 1985) hal. 105 dan 106
19
Abdurrahman al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Fi Syarh Taqrib al-Nawawi (Riyadh : Maktabah al-Riyadlh
al-Haditsah,tt) hal. 270
20
Muhammad al-Sakhawi, Fath al-Mughits Syarh Alfiyah al-Hadits (Beirut : Dar al-Kutub al-
Ilmiyah,1980) hal. 245
21
Abu Abdillah Muhammad ibn ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (ttp: Dar Thauq al-Najah, 1422 H)
hal. 7
10

Redaksi - - merupakan sisipan dari al-Zuhri untuk menafsiri
kata "

"
22
.

c. Idraj pada akhir matan
Jumlah penyelipan dalam bagian ini jumlahnya hanya sedikit. Contoh
pada bagian akhir yaitu hadits marfu' yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah :
((

,

23
))
Seorang budak shaleh mendapatkan dua pahala, Demi Allah swt kalau
bukan karena jihad di jalan Allah swt, haji, dan berbakti kepada orang
tua, aku lebih ingin mati dalam keadaan menjadi budak.
Redaksi (( ... )) merupakan suatu ucapan Abu Hurairah,
karena ucapan itu mustahil datang dari Nabi saw. Suatu hal yang tidak
mungkin, Nabi saw mengharap untuk menjadi seorang budak. Juga
dikarenakan ibunda Nabi saw meninggal dunia ketika beliau masih kecil
sehingga tidak bisa berbakti kepadanya
24
.

4) Al- Qolb fi al-Matan
Sebab Al- Qolb fi al-Matan ini terlaku pada hadits maqlub. Pengertian hadits
maqlub ialah perubahan dalam matan atau sanad hadits, adakalanya dengan
terbalik lafadz yang seharusnya diawal diletakkan diakhir atau sebaliknya.
25

Hadits ini dibagi menjadi dua; maqlub dalam matan dan maqlub dalam sanad.
Contoh hadits maqlub; Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi
Hurairah dalam hadits yang menerangkan tujuh golongan yang mendapat
naungan Allah swt pada hari kiamat, yaitu pada redaksi;
((
26
))
Dan seseorang yang menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan
kanannya tidak tahu apa yang telah disedekahkan tangan kirinya .

22
Mahmud al-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits (Jeddah : al-Haramain, 1985) hal. 105
23
Abu Abdillah Muhammad ibn ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (ttp: Dar Thauq al-Najah, 1422 H)
hal. 149
24
Mahmud al-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits (Jeddah : al-Haramain, 1985) hal. 105
25
Muhammad 'Alawi al-Maliki, al-Manhal al-Lathif (Madinah : Maktabah al-Mailk al-Fahd, 2000) hal.
121
26
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut : Dar al-Jil, tt) hal. 93
11

Redaksi ini terbalik karena salah satu perawi lupa dan kurang teliti dalam
meriwayatkannya, redaksi yang sesungguhnya yaitu ;
((
27
))
Sebab-sebab perawi membalik matan dan sanad yaitu;
bertujuan untuk membuat hadits itu menjadi gharib, sehingga banyak
yang ingin meriwayatkannya
bertujuan untuk menguji kualitas hafalan seorang muhadits
karena murni kesalahan dan kurang ketelitian yang tanpa disengaja
28
.

5) Idhtirab
Hadits yang terdapat idhtirab dinamakan hadits mudhtarib. Definisinya yaitu
Satu hadits yang berbeda-beda cara periwayatannya, satu perawi
meriwayatkannya dengan cara/lafadz "A" dan yang lain dengan cara/lafadz
"B". Tetapi sebenarnya hadits itu bisa dikatakan Mudhtarib jika riwayatnya
sama dan keduanya tidak bisa ditarjih.
29
Perlu digaris bawahi bahwa Hadits
Mudhtarib ini bisa terjadi pada satu perawi saja dan juga banyak perawi.
30

Contoh idhtarib matan;
Hadits yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, dari Syarik, dari Abu Hamzah,
dari al-Sya'bi, dari Fathimah binti Qais ra. berkata; Rasulullah saw ditanya
tentang zakat, beliau saw menjawab;

((
31
))
Sesungguhnya ada hak dalam selain zakat
Sedangkan hadits pada riwayat Ibnu majah dengan redaksi berikut;
((
32
))
Tidak ada hak dalam harta selain zakat

Dua hadits diatas sebenarnya satu riwayat yang sama yaitu melalui Syarik,
dari Abu Hamzah, dari al-Sya'bi, dari Fathimah binti Qais ra. Dan kedua hadits

27
Abu Abdillah Muhammad ibn ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (ttp: Dar Thauq al-Najah, 1422 H)
hal. 133
28
Mahmud al-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits (Jeddah : al-Haramain, 1985) hal. 108 dan 109
29
Ibnu Shalah Utsman ibn Abdirahman, Muqaddimah Ibn al-Shalah (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu'ashir,
1986) hal. 93 dan 94
30
Mahmud al-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits (Jeddah : al-Haramain, 1985) hal. 114
31
Muhammad ibn 'Isa al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi ( Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, tt) hal.48
32
Muhammad ibn Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah ( Beirut: Dar al-Fikr, tt) hal.570
12

ini tidak bisa ditarjih. Hadits yang mengandung idhtirab divonis sebagai
hadits dha'if dan tidak boleh diamalkan.
33


6) Ziyadat al-Tsiqat
penyebab yang keempat ialah penambahan redaksi hadits oleh perawi yang
tsiqah adil dibanding hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi tsiqah yang
lain.
contoh ziyadat al-tsiqat;
hadits yang diriwayatkan Sa'd ibn Thariq dari Rib'I ibn Hirasy dari Hudzaifah
berkata; Rasulullah saw bersabda;
(( , ,
.. ))
Barisan kita disamakan dengan barisan malaikat, Seluruh muka bumi
dijadikan tempat shalat bagi kita, dan debunya dijadikan alat bersuci jika kita
tidak mendapatkan air
Redaksi " " termasuk ziyadat al-Tsiqat, karena yang
meriwayatkan seperti contoh diatas hanya Sa'd ibn Thariq. Sedangkan perawi
yang lain hanya meriwayatkan dengan redaksi " "
Contoh yang lain;
Hadits yang diriwayatkan oleh Utsman ibn Umar, dari Malik ibn Mughwil,
dari al-Walid ibn al-'Aizar, dari Abi 'Amr al-Syaibani, dari Abdillah ibn
Mas'ud berkata;
)) )) :

: . (( ))

: .
: (( )) .
Amal apa yang afdhal? Nabi saw menjawab, (( Shalat pada awal waktu )) Ku
bertanya lagi, kemudian apa lagi? Beliau menjawab, ((Jihad di jalan Allah
swt)). Ku bertanya lagi kemudian apa lagi? Beliau saw menjawab (( Berbakti
kepada kedua orang tua ))
Kata " " termasuk ziyadat al-tsiqat, karena redaksi tersebut hanya
diriwayatkan oleh Utsman ibn Umar. Sedangkan perawi yang lain
meriwayatkan dari Malik ibn Mughwil dengan redaksi " "
34

33
Muhammad 'Alawi al-Maliki, al-Manhal al-Lathif (Madinah : Maktabah al-Mailk al-Fahd, 2000) hal.
131
34
Mahmud Rasyad Khalifah, Ulum al-Hadits (Cairo : Dar al-Manar, 2004) hal.114 dan 115
13


II.3. Sebab sebab perbedaan matan dari segi sanad
1) Idraj ( penyelipan dalam hadits )
Penjelasan idraj sudah diterangkan diatas. Hanya saja pada bagian ini
termasuk idraj dalam sanad sehingga menjadikan perbedaan dalam matan.
Contoh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Maryam;
(( ))
Redaksi )) )) merupakan selipan dari Ibnu Abi Maryam, sebab
redaksi )) )) merupakan redaksi dari sanad yang berbeda. Hal ini bisa
dibandingkan dengan riwayat selain Ibnu Abu Maryam yang tidak
menyebutkan redaksi )) )).

2) Al- Qolb fi al-Matan
3) Idhtirab
4) Ziyadat al-Tsiqat

Pada tiga penyebab terakhir, penjelasan dan contoh sudah tercover
dalam pembahasan penyebab perbedaan dari sudut pandang matan.

14
BAB III
PENUTUP

Dari dua sudut pandang, yakni matan dan sanad, penyebab perbedaan matan
hadits sebatas pengetahuan pemakalah hanya berkisar pada enam sebab. Sebab-sebab
itu adalah periwayatan secara makna, penyederhanaan hadits, penyisipan (idraj),
pembalikkan (qalb), idlhtirab, penambahan oleh perawi tsiqat. Secara prinsip
perbedaan matan timbul dari periwayatan secara makna. Akan tetapi setelah
berkembangnya zaman bertambah pula sebab-sebab itu. Mulai dari penyederhanaan
hadits sampai tambahan perawi tsiqat. Tiga dari enam sebab diatas merupakan adanya
cacat pada perawi. Ketiga sebab itu adalah penyisipan (idraj), pembalikkan (qalb),
dan idlhtirab. Dengan sebab-sebab diatas maka dapat diketahui perbedaan matan
suatu hadits. Karena mengetahui penyebab akan memudahkan dalam memahami
suatu akibat.

Terakhir hemat penulis, bahwa perbedaan matan bukan suatu masalah selagi
makna dari hadits tidak berubah. Tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangan
dalam makalah ini. Penulis sangat senang dan berterima kasih jikalau ada pembaca
yang bersedia untuk mengkoreksi ataupun memberi saran dan masukan. Motivasi
yang membangun juga sangat diharapkan agar nantinya penulis dapat memperbaiki
keseluruhannya.Demikian dari penulis, kekurangan milik kami dan kesempurnaan
milik Allah swt semata.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al- Karim
Abdul al-Rahman Muhammad al-Rifa'I, Al-Taysir Fi Ulumil Hadits an-Nabawi
(Cairo : Dar al-Fikr al-'Arabi)
Abdullah Sirajuddin, Syarh al-Mandzhumah al-Bayquniyah (Alleppo : Dar al-Falah,
1951)
Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Fi Syarh Taqrib al-Nawawi
(Riyadh : Maktabah al-Riyadlh al-Haditsah,tt)
Abu Abdillah Muhammad ibn ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (ttp: Dar Thauq
al-Najah, 1422 H)
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut : Dar al-Jil,
tt)
Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, Al-'Arba'in al-Nawawiyah (ttp: tp, tt )
Ahmad ibn Hajar al-'Atsqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar
al-Ma'rifah, 1379 H)
Ahmad ibn Umar Bazamul, al-Muqtarib fi bayan al-Mudhtarib (ttp: tp, tt) /
www.almeshkat.net
Al- Thabrani, al-Mu'jam al-Kabir ( ttp:tp, tt)
Al-Hafidzh Ibnu Hajar al-'Atsqalani, Nuzhah al-Nadzhar Fi Taudlhi Nukhbah al-Fikr
Fi Mushthalah Ahl al-Atsar (ttp: tp, tt)
Dzafar Ahmad al-Tahanuwi, Qawa'id al-Ulum al-Hadits (ttp : tp, tt)
Ibnu Katsir, Al-Ba'its al-Hatsits Fi Ikhtishar Ulum al-Hadits ( ttp: tp, tt )
Ibnu Rajab, Fath al-Bari ( ttp: tp, tt)
Ibnu Shalah Utsman ibn Abdirahman, Muqaddimah Ibn al-Shalah (Beirut: Dar al-Fikr
al-Mu'ashir, 1986)
Mahmud al-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits (Jeddah : al-Haramain, 1985)
Mahmud Rasyad Khalifah, Ulum al-Hadits (Cairo : Dar al-Manar, 2004)
Muhammad 'Alawi al-Maliki, al-Manhal al-Lathif (Madinah : Maktabah al-Mailk al-
Fahd, 2000)
Muhammad al-Sakhawi, Fath al-Mughits Syarh Alfiyah al-Hadits (Beirut : Dar al-
Kutub al-Ilmiyah,1980)
Muhammad ibn 'Isa al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi ( Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-
'Arabi, tt)
Muhammad ibn Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah ( Beirut: Dar al-Fikr, tt)
Syihabuddin dan Hasan Bashari, Mabadi 'ulum al-hadits (Jakarta :Fakultas Dirasat
islamiyah UIN, 2008)

Anda mungkin juga menyukai