Anda di halaman 1dari 33

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A. GERIARTI
Terdapat beberapa karakteristik umum lansia berdasarkan tingkat kesehatannya,
yaitu
1
:
1. Usia lanjut sehat
Usia lanjut yang dapat mempertahankan kondisi fisik dan mental yang
optimal serta tetap melakukan aktivitas sosial dan produktif. Ciri-ciri umum
yang khas adalah :
a. Memiliki tingkat kepuasan hidup yang relatif tinggi karena merasa
hidupnya bermakna, mampu menerima kegagalan yang dialaminya
sebagai bagian dari hidupnya yang tidak perlu disesali dan justru
mengandung hikmah yang berguna bagi hidupnya.
b. Memiliki integritas pribadi yang baik, berupa konsep diri yang tepat
dan terdorong untuk terus memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
c. Mampu mempertahankan sistem dukungan sosial yang berarti, berada
di antara orang-orang yang memiliki kedekatan emosi dengannya,
yang memberi perhatian dan kasih sayang yang membuat dirinya
masih diperlukan dan dicintai.
d. Memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, didukung oleh
kemampuan melakukan kebiasaan dan gaya hidup yang sehat.
e. Memiliki keamanan finansial, yang memungkinkan hidup mandiri,
tidak menjadi beban orang lain, minimal untuk memenuhi kebutuhan
seharihari.
f. Pengendalian pribadi atas kehidupan sendiri, sehingga dapat
menentukan nasibnya sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Hal
ini dapat menjaga kestabilan harga dirinya.
2. Pasien lanjut usia
Usia lanjut yang memiliki kelainan fungsi yang bersifat patologis (sakit)


3. Pasien Geriatri
Pasien yang berusia 60 tahun atau lebih yang dicirikan / dikarakeristikkan
dengan :
a. memiliki lebih dari 1 macam penyakit (multipatologi) yang umumnya
didominasi oleh penyakit kronik degeneratif, dicetuskan oleh penyakit
akut
b. adanya penurunan cadangan faali, yang ditandai dengan penurunan
faal berbagai organ, penurunan daya tahan tubuh, kekuatan otot yang
berkurang, dsb imobilisasi
c. adanya tampilan klinis yang menyimpang
d. gangguan fungsi dan nutrisi (gizi), dimana pada pasien geriatri selalu
dijumpai kesulitan makan dan gangguan asupan makanan yang
disebabkan oleh penyakitnya sendiri ataupun akibat sequelle (gejala
sisa) penyakit sebelumnya
e. disertai dengan problema sosial dan psikologi
f. penurunan status fungsional sehingga menimbulkan ketergantungan
terhadap keluarga atau orang lain
g. adanya gangguan pendengaran, penglihatan, gangguan buang air kecil
(inkontinensia) dan besar
h. cenderung terkena gangguan ereksi pada pasien laki-laki
i. instabilitas / jatuh isolasi sosial serta imobilisasi gangguan gerakan
keterbatasan mobilitas dan iatrogenic (efek samping pemakaian
banyak obat)
Menurut Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi., ada 4 ciri yang dapat
dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu
2
:
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya
usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang
lain)
b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun,
setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup
dan lain-lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia ke arah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi)
yang progresif, terutama aspek psikologis yang mendadak (misalnya
bingung, panik, depresif, apatis dsb.) Hal itu biasanya bersumber dari
munculnya stressor psikososial yang paling berat, (misalnya kematian
pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan
dengan penegak hukum, atau trauma psikis).
Penyebab utama pasien geriatri dirawat antara lain
2
:
1. Adanya acute confusional state (dijumpainya gangguan mental organik)
2. Demensia, yang secara umum sering disebut pikun
Gangguan memori dan penurunan faal kognitif disertai gangguan dalam
melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari atau dengan gangguan fungsi
sosial.
3. Instabilitas dan Jatuh : pasien usia lanjut mudah jatuh akibat
ketidakstabilan berdiri atau saat berjalan sehingga dapat menyebabkan
patah tulang atau cedera jaringan. Penyebab gejala ini adalah infeksi berat
atau akibat patah tulang. Setelahnya pasien geriarti akan lebih banyak
berisitriahat dengan posisi tiduran (biasanya) ataupun duduk. Hal ini dapat
menimbulkan suatu komplikasi dekubitus. Dekubitus adalah terjadinya
kematian jaringan di sekitar punggung, tumit, mata kaki sehingga dapat
menyebabkan infeksi penyumbatan pembuluh darah kaki atau pembuluh
darah paru dan dapat menyebabkan kematian.
4. Depresi
Gangguan ini biasanya dicetuskan oleh kehilangan obyek yang
disayanginya seperti kehilangan isteri, suami, anak kesayangan atau
barang kesayangannya.

B. HEPAR
1. Anatomi Hati
3

Hepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.
Hepar pada manusia terletak pada bagian atas kavum abdominis, di bawah
diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada
sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak
bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah bersentuhan dengan
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-
superior yang berdekatan dengan v. cava inferior dan mengadakan kontak
langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum
disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen
anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamen:
a. Ligamen falciformis
Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak di
antara umbilikus dan diafragma.
b. Ligamen teres hepatis
Merupakan bagian bawah ligamen falciformis dan merupakan sisa-
sisa peninggalan v. umbilicalis yang telah menetap.
c. Ligamen gastrohepatica dan ligamen hepatoduodenalis
Merupakan bagian dari omentum minor yang terbentang dari
kurvatura minor lambung dan duodenum sebelah proksimal ke hepar.
Di dalam ligamen ini terdapat Aa. hepatica, v. porta dan
duktus.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut
membentuk tepi anterior dari foramen Wislow.
d. Ligamen coronaria anterior sinistra-dextra dan ligamen coronaria
posterior sinistra-dextra
Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
e. Ligamen triangularis sinistra-dextra
Merupakan fusi dari ligamen coronaria anterior dan posterior dan tepi
lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh
kavum thoraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila
teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dapat
mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Ligamen falciformis
membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan
yang besar dan lobus kiri.
Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yang tebal, terdiri dari serabut kolagen
dan jaringan elastis yang disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke
dalam parenkim hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus
biliaris. Massa dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yang
disusun di dalam lempengan-lempengan di mana terdapat sistem pembuluh
kapiler yang disebut sinusoid di dalamnya. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena
lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yang disebut
sel Kupfer. Sel Kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-
sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar
tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid.
Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-
lobuli, di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yang merupakan
cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari
hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan
ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v. porta, A. hepatika, duktus biliaris. Cabang
dari vena porta dan A. hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke
dalam sinusoid setelah banyak percabangan
Sistem bilier dimulai dari kanalikuli biliaris yang halus yang terletak di
antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Kanalikuli
akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu
yang lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.

2. Fisiologi Hati
4

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan
sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen
darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
a. Sebagai tempat metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak, dan
protein saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan
heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen. Mekanisme ini
disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Dengan adanya proses-
proses ini, hati adalah pengolah utama zat gizi menjadi glukosa dalam
tubuh. Hati mengubah glukosa melalui hexosa monophosphat shunt dan
terbentuklah pentosa.
Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
- Menghasilkan energi
- Biosintesis dari nukleotida, asam nukleik, dan ATP
- Biosintesis senyawa 3 karbon (3C), yaitu asam piruvat (yang
diperlukan dalam siklus krebs).
b. Sebagai tempat metabolisme lemak
Hati tidak hanya mensintesis lemak, tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa
komponen :
- Senyawa 4 karbon badan keton
- Senyawa 2 karbon asetat aktif (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol)
- Pembentukan kolesterol
- Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi, dan
ekskresi kolesterol. Serum Kolesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid
c. Sebagai tempat metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan
proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam
amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari
bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yang
membentuk plasma albumin dan - globulin serta organ utama produksi
urea. Urea merupakan hasil metabolisme protein. - globulin selain
dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang.
globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung 584 asam
amino dengan berat molekul sekitar 66.000 kD.


d. Sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang
berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII, IX, dan X. Faktor ekstrinsik akan bekerja saat
benda asing melukai pembuluh darah. Sebaliknya, faktor intrinsik akan
bekerja bila terjadi kelainan katup jantung. Pembekuan darah akan terjadi
karena fibrin dalam bentuk isomer dan faktor XIII bekerja. Vitamin K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor
koagulasi lainnya.
e. Sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, dan K
f. Sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada
proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap
berbagai macam bahan seperti zat racun dan obat-obatan.
g. Sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting untuk bakteri, pigmen dan
berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut
memproduksi - globulin sebagai immune livers mechanism.
h. Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal
1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica 25% dan di dalam v. porta 75% dari seluruh aliran darah ke
hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh
persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu berolahraga,
terpapar terik matahari, dan syok. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.




C. SIROSIS HEPATIS
1. Definisi
3, 5

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirrosyang berarti kuning-orannye (orange yellow), karena perubahan
warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat
dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse
dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi
jaringan mengalami fibrosis.
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang
permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan
pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel
hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel
hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah
mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru
(regenerative nodules) dalam jaringan parut.

2. Insidensi
5

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40
49 tahun.

3. Etiologi
3,5

Ada beberapa etiologi yang dapat menimbulkan sirosis hepatis :
a. Alkohol
adalah suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di
negara barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan
keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat
yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari
individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai
16 ounces minuman keras (hard liquor). Alkohol dapat merusakan hepar
dalam kurun waktu 15 tahun atau lebih. Alkohol menyebabkan penyakit
hati; dari penyakit hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit
(steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan
(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis. Nonalcoholic fatty
liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang lebar dari
penyakit hati dengan ciri seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver
disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke
nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan
NAFLD menandakan adanya akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah
nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu
yang tidak mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan, namun,
dalam banyak aspek gambaran mikroskopik dari NAFLD serupa dengan
apa yang terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang
berlebihan. NAFLD berhubungan dengan adanya resistensi insulin yang
dapat menyebabkan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2.
Kegemukan merupakan gejala tersering dari resistensi insulin, sindrom
metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang
paling umum terjadi di Amerika dengan prevalensi 24% dari semua
penyakit hati.
b. Sirosis Kriptogenik
Sirosis kriptogenik adalah sirosis yang terjadi tanpa diketahui
penyebabnya secara pasti. Sirosis kriptogenik biasanya akan ditatalaksana
dengan pencangkokan hati. Istilah sirosis kriptogenik muncul karena
sampai saat ini belum ada penelitian yang bisa menerangkan mengapa
terdapat pasien penyakit hati mengalami sirosis. Dugaan yang dipakai
umum bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH akibat
kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang sudah menetap
lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan
menghilang dengan timbulnya sirosis. Oleh karena itu, para peneliti belum
dapat menjelaskan secara pasti hubungan antara NASH dan sirosis
kriptogenik sampai sekarang. Bukti satu-satunya tentang hubungan
tersebut adalah penemuan angka kejadian yang tinggi terjadinya NASH
pada pasien-pasien yang menjalani pencangkokan hati untuk sirosis
kriptogenik. Sebuah penelitian terkini dari Perancis mendapati bahwa
pasien-pasien dengan NASH mempunyai faktor risiko yang sama
mengalami sirosis pada pasien-pasien dengan infeksi virus hepatitis C
kronis. Progresivitasan NASH dalam menimbulkan komplikasi berupa
sirosis diperkirakan lambat dan diagnosis sirosis secara khas baru dapat
dipastikan pada pasien-pasien berumur kurang lebih 60 tahun.
c. Hepatitis Viral Kronis
Hepatitis viral kronis adalah suatu kondisi di mana virus hepatitis B
atau hepatitis C telah menginfeksi hati selama bertahun-tahun.
Kebanyakan pasien dengan hepatitis virus tidak mengalami hepatitis
kronis dan sirosis. Sebagai contoh : mayoritas dari pasien-pasien yang
terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara sempurna dalam waktu
berminggu-minggu, tanpa menyebabkan infeksi kronis. Akan tetapi,
beberapa pasien yang terinfeksi virus hepatitis B dan kebanyakan pasien
terinfeksi virus hepatitis C mengalami hepatitis kronis yang kemudian
menyebabkan kerusakan hati progresif dan menjurus pada sirosis, dan
terkadang mengalami kanker hati.
d. Kelainan-Kelainan Genetik yang Diturunkan/ Diwariskan
Kelainan genetis ini akan menyebabkan akumulasi unsur-unsur
beracun dalam hati yang dapat merusak jaringan dan sirosis. Contohnya
berupa akumulasi besi abnormal (hemokromatosis) atau tembaga
(penyakit Wilson). Pada hemokromatosis pasien memiliki kecenderungan
untuk menyerap suatu jumlah besi berlebihan dari makanan. Semakin lama
timbul akumulasi besi pada organ-organ lainnya di seluruh tubuh sehingga
menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang
mengakibatkan gagal jantung, dan disfungsi testis yang menyebabkan
kehilangan rangsangan seksual. Pengobatan difokuskan pada pencegahan
timbulnya kerusakan organ-organ dengan mengeluarkan besi dari tubuh
melalui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson terdapat kelainan
genetis pada salah satu protein yang meregulasi tembaga dalam tubuh.
Seiring berjalannya waktu tembaga terakumulasi dalam hati, mata, dan
otak. Sirosis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris, dan gangguan
syaraf lainnya dapat terjadi jika tidak diobati secepatnya. Pengobatan
yang diberikan dengan pemberian obat-obat oral yang meningkatkan
jumlah tembaga yang dieliminasi dari tubuh ke dalam urin.
e. Primary Biliary Sirosis (PBC)
PBC adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh kelainan sistem
imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita. Kelainan imunitas pada
PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan kronis dari pembuluh-
pembuluh kecil empedu di dalam sinosoid hati. Pembuluh-pembuluh
empedu adalah sebuah saluran empedu di dalam hati yang berhubungan
menuju ke usus. Empedu adalah sekret yang dihasilkan oleh hati yang
berfungsi untuk mencerna dan membantu penyerapan lemak dalam usus,
dan juga berisi produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin. Bilirubin
dihasilkan dengan mengurai atau memecah hemoglobin sel-sel darah
merah tua. Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh
empedu membuat saluran empedu. Pada PBC kerusakkan pembuluh-
pembuluh kecil empedu ini menghalangi aliran normal dari empedu ke
dalam usus. Ketika peradangan terus-menerus merusak lebih banyak
pembuluh-pembuluh empedu sistem imun abnormal ini menghancurkan
sel-sel hati yang berdekatan juga. Ketika penghancuran dari hepatosit
terus-menerus terjadi, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan meluas ke
seluruh area yang rusak. Efek-efek gabungan dari peradangan progresif,
luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk sisa
memuncak pada sirosis.


f. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)
PSC adalah suatu penyakit yang seringkali ditemukan pada pasien-
pasien dengan kolitis ulseratif. Pada PSC pembuluh-pembuluh empedu
besar di luar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi.
Hambatan aliran empedu yang terjadi dapat menyebabkan infeksi
pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan
akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien luka pada
pembuluh-pembuluh empedu (biasanya akibat operasi) juga dapat
menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati.
g. Hepatitis Autoimun
adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun
yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatosit) yang progresif dan akhirnya timbul
sirosis.
h. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (atresia
biliaris) dan akhirnya terjadinya sirosis. Bayi-bayi lainnya dilahirkan
dengan kekurangan enzim-enzim vital guna meregulasi glukosa
sehingga terjadi akumulasi glukosa dan sirosis. Pada kejadian yang
jarang, tidak adanya suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis
dan luka parut pada paru (akibat kekurangan 1-antitripsin).
i. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lain adalah reaksi hipersensitivitas
beberapa obat-obatan dan paparan racun-racun yang lama, dan juga gagal
jantung kronis (sirosis kardiak). Pada wilayah-wilayah tertentu di dunia
(terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit
(schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati
dan sirosis.


4. Patofisiologi
3

Pada sirosis pembuluh darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel
hati yang selamat atau hasil regenerasi mampu mengolah dan
mengekskresikan unsur-unsur yang terkandung di dalam darah, sel-sel hati
sukar untuk untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur di dalam
darah. Sebagai tambahan, luka parut pada sirosis hati menghalangi aliran
darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Halangan aliran darah di hati ini
akan membuat darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena
portal meningkat. Hal ini yang disebut sebagai hipertensi portal. Karena
terdapat halangan aliran dan tekanan tinggi di dalam vena portal, darah
dalam vena portal akan berpindah mencari vena-vena lain untuk mengalir
kembali ke jantung, Vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah akan
tercipta rute aliran darah baru ke hati. Hati tidak mampu untuk menambah
atau mengeluarkan unsur-unsur di dalam darah melalui jalur baru.
Manifestasi dari sirosis merupakan kombinasi dari berkurangnya
jumlah sel-sel hati, kehilangan kontak normal antara darah yang melewati
hati dan sel-sel hati. Pembuluh darah yang menuju hati akan berhubungan
dengan banyaknya manifestasi-.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah
porta dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi
jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg.
Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7
mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya
hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena
splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh
karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra
hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan
atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,
parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik
(supra hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan
dengan penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang
patologis. Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi
portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang
sifatnya menetap di atas harga normal.
Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra
hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70%
hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik
penyebabnya, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra
hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5
tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel
hati dan saluran- empedu. Pada sirosis, kanalikuli abnormal dan hubungan
antara sel-sel hati dengan kanalikuli hancur/ rusak, tepat seperti
hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai
akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur beracun secara
normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh.

5. Klasifikasi
3

a. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis,
yaitu :
- Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur. Di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata.
Sirosis mikronodular terlihat nodul berukuran sampai 3 mm. Sirosis
mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga
dijumpai campuran mikro dan makronodular.
- Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga
bervariasi, nodul besar di dalamnya, serta ada daerah luas dengan
parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
- Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan
makronodular)
b. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
- Sirosis hati kompensata.
- Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan penapisan.
- Sirosis hati Dekompensata
stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites,
edema dan ikterus.
c. Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh :
Skor/parameter 1 2 3 Satuan
Bilirubin < 2,0 2 - < 3 > 3,0 mg %
Albumin > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8 mg %
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40 Quick %
Asites 0 Min.
sedang
(+) (++)
Banyak
(+++)

Ensepalitis
hepatikum
Tidak ada Stadium 1 &
2
Stadium 3 &
4


4. Manifestasi klinis
5

Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi.
Sirosis hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni sirosis hati yang paling rendah
Child A, Child B, hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C.
Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling ringan yakni
lemah, tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada
perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh
penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.









Palmar Eritem Spider Naevi

Gejala dan tanda-tanda sirosis yang terjadi termasuk:
a. Asites, edema pada tungkai
b. Hipertensi portal
c. Kelelahan
d. Kelemahan
e. Kehilangan nafsu makan
f. Gatal
g. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah
h. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembekuan darah oleh hati
yang sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai
cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber
energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme
amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga
disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak
gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium
kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari
disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup
kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet
rendah protein dan rendah garam.

5. Diagnosis dan Penatalaksanaan
5, 6, 7

a. Pemeriksaan Diagnostik
i. Scan/ biopsi hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati,
ii. Kolesistografi/ kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang
mungkin sebagai faktor predisposisi.
iii. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
iv. Portografi transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi sistem vena
portal,
b. Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ ALT(SGPT), LDH, Alkalin fosfotase, Albumin serum,
globulin, darah lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen, BUN, Amonia serum,
Glukosa serum, elektrolit, kalsium, Pemeriksaan nutrient, Urobilinogen urin, dan
Urobilinogen fekal.
c. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
i. Simtomatis
ii. Suportif, yaitu :
a.) Istirahat yang cukup
b.) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1 gram/ kgBB/ hari dan vitamin
iii. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat diberikan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagi pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti :
a.) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu
dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan
kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
b.) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c.) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta
atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
iv Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti
a.) Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet
rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka
penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah
garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1
kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik
adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan ensepalitis hepatikum,
maka pilihan utama diuretik adalah spironolakton, dan dimulai dengan dosis
rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan
dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.
b.) Spontaneous bacterial peritonitis
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan
Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
c.) Hepatorenal syndrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang
berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat
dilakukan berupa : Restriksi cairan, garam, dan protein. Serta menghentikan
obat-obatan yang Nefrotoxik.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler.
Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan
perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Childs C, dan dapat
dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan
terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungs
ginjal.
d.) Perdarahan karena pecahnya varises esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.
Prrinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan
pasien stabil. Dalam keadaan ini dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannyayaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,antifibrinolitik,vitamin K,
vasopressin, octriotide dan somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya pemasangan ballon tamponade dan
tindakan skleroterapi / ligamenasi aatau oesophageal transection.
e.) Ensefalophaty hepatic
Prinsip pengobatan ada 3 sasaran :
- mengenali dan mengobati factor pencetus
- intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-
toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
Diet rendah protein
Pemberian antibiotik (neomisin)
Pemberian lactulose/ lactikol
- Obat-obat yang memodifikasi balance neutronsmiter
Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
Tak langsung (Pemberian AARS)

6. PROGNOSIS
5

Prognosis sirosis hepatis menjadi buruk apabila:
Hati mengecil
Komplikasi neurologis
Kadar protrombin rendah
Tekanan sistol < 100 mmHg
Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus
Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%
Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar
Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)
Perdarahan akibat varises esofagus
Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/ L)
7. KOMPLIKASI
6, 7

a. Edema dan Ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, dampaknya meluas ke ginjal dan terjadi retensi
garam dan air di dalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi
dalam jaringan di bawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena
efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau
pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari
dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu
lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari
tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan,
cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
b. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah
yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-
bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan
mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan
yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal.
Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus
ke dalam ascites. Oleh karenanya, infeksi di dalam perut dan ascites, dikenal sebagai
spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu
komplikasi yang mengancam nyawa. Gejala SBP berupa demam, kedinginan, sakit
perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.
c. Perdarahan Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan
darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah
untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk
membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan
(esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan
yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung
bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices;
lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang
pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan
(esophagus) atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja
di dalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk
sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan
yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang
tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
d. Ensepalitis hepatikum
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.
Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri
membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan ke dalam usus. Unsur-unsur ini
kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya,
ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur
beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka
dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari
otak terganggu, suatu kondisi yang disebut ensepalitis hepatikum. Lebih suka tidur
di siang hari daripada malam hari (kebalikkan dari pola tidur normal) adalah di
antara gejala-gejala paling dini dari ensepalitis hepatikum. Gejala-gejala lain
termasuk sifat mudah marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan
perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat
kesadaran yang tertekan. Akhirnya, ensepalitis hepatikum yang parah/berat
menyebabkan koma dan kematian.
e. Hepatorenal Syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius di mana
fungsi dari ginjal berkurang. Tidak terdapat kerusakan fisik pada ginjal, tetapi
terjadi penurunan aliran darah ke ginjal. Hepatorenal syndrome didefinisikan
sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari
darah dan menghasilkan cukup urin yang memadai dengan fungsi ginjal sebenarnya
dipelihara/dipertahankan.
f. Hepatopulmonary Syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami
kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang
telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar
dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh
darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung
udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar
alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli.
Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.
g. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-
platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua.
Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari
usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah
menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam
limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai
splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan
sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-
sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang.
Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini,
dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia),
jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang
rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia
dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu
pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).
h. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer. Keluhan utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari
hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja di dalam
tubuh dan menyebar (metastasses) ke hati.

D. GASTRITIS KRONIS
1. Definisi
5

Gastritis kronik adalah inflamasi mukosa lambung yang berhubungan dengan
Helicobacter pylori.

2. Manifestasi Klinis
5

Sebagian besar pasien tidak memiliki keluhan. Keluhan biasanya berupa nyeri ulu
hati, anoreksia, nausea, dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan.
3. Diagnosis
5

Diagnosis gastritis kronis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan
pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung. Kultur produk gaster perlu
dilakukan untuk membuktikan adnaya infeksi Helicobacter pylori apalagi bila
ditemukan adanya ulkus pada lambung atau duodenum. Penentuan adanya infeksi ini
juga digunakan rapid ureum test (CLO) dan pemeriksaan serologi Helicobacter pylori.

4. Tata Laksana
5

Diberikan tata laksana seperti pada penyakit dispepsia. Tata laksaan awal adalah
dengan menghindari dan mengatasi penyebab gastritis akut, kemudian diberikan
pengobatan empirisnya. Pengobatan biasanya dilakukan dengan pemberian antasida,
antagonis H2/ inhibitor pompa proton, dan obat-obatan prokinetik. Bila terbukti adanya
infeksi Helicobacter pylori, dapat diberikan amoksisilin 2 x 1.000 mg, klaritomisin 2 x
500 mg, metronidazol 3 x 500 mg, tetrasiklin 4 x 250 mg, atau bismuth 4 x 150 mg.
5. Komplikasi
5

Komplikasi yang timbul adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus,
perforasi, dan anemia akibat gangguan absorpsi vitamin B
12
.

E. ANEMIA
1. Definisi
3

Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
Keadaan anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin,
kemudian hematokrit.
1

2. Metabolisme Fe
4

Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum, makin ke
distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero.
Transpornya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah
diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan
masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan
disimpan dalam sel mukosa usus
Secara umum :
a. Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah maka
lebih banyak Fe diubah menjadi feritin
b. Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besi meningkat
maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sell mukosa ke sumsum
tulang untuk eritropoesis.
Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau
hipoksia. Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah
absolutnya serta adanya zat-zat lain. Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000
kilokalori akan diabsorpsi 5-10% pada orang normal. Absorpsi dapat ditingkatkan oleh:
Kobal
Inosin
Metionin
Vitamin C
HCI
Suksinat
Senyawa asam lain
Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya
kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut.
Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat :
Fosfat
Antasida misalnya :
- kalsium karbonat
- aluminium hidroksida
- magnesium hidroksida
Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata dua kali
lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati. Kadar Fe dalam plasma berperan
dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini meningkat pada keadaan :
Defisiensi Fe
Berkurangnya depot Fe Meningkatnya eritropoesis
Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta
jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.
Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu
beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama
ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam
plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam
plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin,
sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis. Sel ini
juga berfungsi sebagai gudang Fe.

Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai cadangan,
dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel
retikuloendotelial (di hati, limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia untuk
digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis; 10% diantaranya terdapat
dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru
digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan
tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.









Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk
feritin) dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan setelah pemberi per oral
terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan
eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal
tinggi dapat terjadi akibat :
Tranfusi darah yang berulang-ulang
Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi
yang berlebihan pula
Jumlah Fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari.
Eksresi terutama berlangsung melalui :
Sel epitel kulit Saluran cerna yang terkelupas
Selain itu juga melalui :
- Urin - Feses
- keringat
- Kuku dan rambut yang dipotong
Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama
dengan sel yang mengelupas

3. Etiologi
5

Bayi kurang dari 1 tahun
a. Cadangan besi kurang, karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar,
ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan
cepat dan anemia selama kehamilan.
b. Alergi protein susu sapi
Anak umur 1-2 tahun
a. Malabsorbsi. b. Obesitas
c. Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau
minum susu murni berlebih.
d. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/kronis.
Anak umur 2-5 tahun
a. Obesitas
b. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe
jenis heme atau minum susu berlebihan.
c. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/kronis baik bakteri,
virus ataupun parasit).
d. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum
Meckel/poliposis dsb).

Anak umur 5 tahun-remaja
a. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(infestasi cacing tambang)
b. Menstruasi berlebihan pada remaja puteri.
4. Patofisiologis dan Patogenesis
3

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini
menetap, maka akan menyebabkan cadangan besi berkurang.

Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:
i. Tahap petama.

Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan absorbsi besi non heme. Feritin serum
menurun sedangkan hasil pemeriksaan lain masih normal.

j. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erytropoietin atau iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang
tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan
free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.

k. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan
ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.


5. Klasifikasi
5

Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata orang
dewasa kira-kira 5 juta permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang dewasa
terutama terjadi di dalam sumsum tulang melalui stadium pematangan. Sel
eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang kemudian
berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial
dengan rangsangan hromon eritropoetin menjadi sel pronormoblas. Sel
pronormoblas ini akan membentuk deoxyribonucleic acid (DNA) yang
diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis. Dari tiap sel
pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel yang sedang berada dalam
fase diferensiasi dari pronormoblas sampai dengan eritrosit dapat dikenal
dari morfologinya, sehingga dapat dikenal 5 stadium pematangan. Proses
diferensiasi dari pronormoblas sampai eritrosit memakan waktu + 72 jam.
Sel eritrosit normal berumur 120 hari.

Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan
indeks-indeksnya. Pada klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan
ukuran sel darah merah, sedangkan kromik menunjukkan warnanya.

Anemia MCV MCHC Contoh
Normo-normo 84 96 fL 32 36% Perdarahan akut
Penyakit kronik
Hemolitik
Aplastik
Malignansi
Mikro-hipo Kurang Kurang Defisiensi besi
Penyakit kronik
Talasemia
Makro-normo Meningkat Normal Megaloblastik

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah
pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah,
berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memperbesar
pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi
kulit, suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna
kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku,
telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat
digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi
seperti defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B
12
. Dalam referat ini dibahas
lebih lanjut mengenai anemia defisiensi Fe.

6. Pemeriksaan Penunjang
3

a. Screening Test
1) Kadar hemoglobin : < 9gr/dl
2) Hematokrit : < 27 %
3) Indeks eritrosit
i. MCV : < 70 fl
ii. MCH : < 29 pg
iii. MCHC : < 30%
4) Apusan Darah Tepi
i. Mikrositik hipokromik
ii. Anisositosis
iii. Poikilositosis
- Polikromasi
- Sel pensil
- Sel target (kadang-kadang)
b. Pemeriksaan Khusus
1) Serum Iron : < 50 mg/dl
2) TIBC (Total Iron Binding Capacity) : > 350 mg/dl
3) Saturasi Transferin : < 15 %
4) Feritin Serum : < 20 g/dl
c. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Menunjukkan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil.

7. Diagnosis
5

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan
dengan gejala klinis yang sering tidak khas.


8. Tata laksana
5

Disesuaikan dengan etiologi dan diagnosisnya. Pada anemia yang
mengancam nyawa dapat diberikan transfusi packed red cell (PRC).
Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan, kecuali untuk
mengatasi anemia defisiensi besi atau pada artritis reumatoid. Pemberian kobal
dan eritropoietin dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronis.

9. Prognosis
5

Prognoisi baik bila ditatalaksana sesuai dengan diagnosis dan etiologinya.

10. Komplikasi
5

Timbul komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio
cordis. Komplikasi yang lain yang mungkin timbul adalah komplikasi dari
traktus gastrointestinal berupa keluhan epigastric distress atau stomatitis, pada
anak dibawah 2 tahun dapat terjadi perubahan tingkah laku dan gangguan
kognitif








DAFTAR PUSTAKA

1. Papas A., Niessen, L.C., Chauncey, H.H.Geriatric Dentistry, Aging, and
Oral Health. Mosby Year Book 1991.
2. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit
dalam USU.
3. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis
Proses Perjalanan Penyakit,Vol 1,Ed 6.Jakarta: EGC
4. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
5. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S
Editor.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,Ed 3:.Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
6. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry
Diseases
7. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis

Anda mungkin juga menyukai