Anda di halaman 1dari 19

[Type text] Page 1

BAB I
PENDAHULUAN

Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Keadaan
anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit
(red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian
hematokrit.
1

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, hal ini disebabkan cadangan besi kosong sehingga
pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan bentuk anemia yang
sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan
sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan
anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara yang
sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan
protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat
ini di Indonesia anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama
disamping kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.
2


Anemia defisiensi besi merupakan penyakit anemia yang paling sering terjadi pada
bayi, anak, dan wanita hamil. Menurut United Nations Children's Fund (Unicef), 90% dari
semua jenis anemia di dunia karena defisiensi besi besi (Countinho,et al, 2005). Defisiensi
besi dapat terjadi bila jumlah besi yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh terlalu
sedikit, yang dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya zat besi
dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Bila hal tersebut berlangsung
lama maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia.
2


Anak-anak di negara berkembang sangat rentan terkena anemia defisiensi besi karena
kebutuhan besi akibat pertumbuhan meningkat, resiko terinfeksi cacing yang tinggi dan
asupan besi rendah pada diet makan mereka. Pada negara berkembang prevalensi anemia
defisiensi besi (ADB) pada anak diperkirakan mencapai sekitar 30%.
3
[Type text] Page 2


Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam
penyimpanan dan penangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang
berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA (Deoxyribonucleic acid),
neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi.
Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan
konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja.
4

Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder karena adanya penyakit yang
mendasarinya, sehingga pemeriksaan dan pengetahuan terhadap penyakit dasarnya
menjadi bagian penting dari pengobatan. Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah
mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian
dengan preparat besi.
5

Cara membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia lainnya yang termasuk jenis
anemia mikrositik hipokromik untuk dapat menegakkan diagnosis adalah dengan
pemeriksaan penunjang kadar Fe serum, kadar feritin dan cadangan besi di sumsum
tulang. Jika ketiga hal tersebut jumlahnya menurun dalam darah, maka dapat ditegakkan
diagnosis anemia defisiensi besi.
5

Adapun untuk penatalaksaannya adalah dengan memberikan suplemen terapeutik,
transfusi darah, dan dengan cara parenteral. Terapi pemberian besi per oral yang sering
dipakai adalah sedian ferrous sulfat karena harganya lebih murah. Terapi secara parenteral
juga dapat diberikan, akan tetapi terapi ini tidak harus dilakukan jika penderita dapat
menelan makanan.
5

Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal
masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan
tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena
penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan
pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat
[Type text] Page 3

oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data SKRT tahun 2007
menunjukkan prevalens ADB . Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak
balita di Indonesia sekitar 40-45%. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-
turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.
Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan system saraf yaitu
diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan metabolism saraf.
Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan
pertumbuhan seorang bayi. Besi juga merupakan sumber energy bagi otot sehingga
mempengaruhi ketahanan fisik dan kemampuan bekerja terutama pada remaja.
Bila kekuranganm zat besi terjadi pada masa kehamilan maka akan meningkatkan
risiko perinatal serta mortalitas bayi. Gejala yang paling sering ditemukan adalah pucat yang
berlangsung lama (kronis) dan dapat ditemukan gejala komplikasi, a.l. lemas, mudah lelah,
mudah infeksi, gangguan prestasi belajar, menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi dan
gangguan perilaku.




[Type text] Page 4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Anemia
Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata orang dewasa kira-kira 5
juta permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sumsum
tulang melalui stadium pematangan. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial
yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial dengan
rangsangan hromon eritropoetin menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas ini akan
membentuk deoxyribonucleic acid (DNA) yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat
kali fase mitosis. Dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel yang sedang
berada dalam fase diferensiasi dari pronormoblas sampai dengan eritrosit dapat dikenal dari
morfologinya, sehingga dapat dikenal 5 stadium pematangan. Proses diferensiasi dari
pronormoblas sampai eritrosit memakan waktu + 72 jam. Sel eritrosit normal berumur 120
hari.
4
Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya.
Pada klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah, sedangkan
kromik menunjukkan warnanya.
4

1. Anemia normositik normokrom
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin
dalam jumlah normal.
MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%
Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada :
Perdarahan akut
Penyakit kronik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik

2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi Hb-nya normal.
MCV meningkat dan MCHC normal
[Type text] Page 5

Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam nukleat DNA seperti
yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.
Contoh anemia jenis ini :
Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.

3. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal dan hipokrom
karena Hb dalam jumlah kurang dari normal.
MCV kurang dan MCHC kurang
Contoh anemia jenis ini yaitu :
Anemia defisiensi besi
Anemia penyakit kronik
Talasemia

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini
umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan
vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor
seperti pigmentasi kulit, suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna
kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan
membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai
kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti defisiensi
Fe, asam folat dan vitamin B
12
. Dalam referat ini dibahas lebih lanjut mengenai anemia
defisiensi Fe.

METABOLISME Fe
Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum, makin ke distal
absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero.
Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah
diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk
ke dalam plasma dengan perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan
dalam sel mukosa usus.

[Type text] Page 6

Secara umum :
Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah maka lebih
banyak Fe diubah menjadi feritin
Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besi meningkat maka Fe
yang baru diserap akan segera diangkut dari sell mukosa ke sumsum tulang untuk
eritropoesis.

Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.
Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah absolutnya serta
adanya zat-zat lain.
Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsorpsi 5-10% pada orang
normal.

Absorpsi dapat ditingkatkan oleh :
Kobal
Inosin
Metionin
Vitamin C
HCI
Suksinat
Senyawa asam lain

Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks
Fe dengan makanan yang tidak larut.

Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat :
Fosfat
Antasida misalnya :
- kalsium karbonat
- aluminium hidroksida
- magnesium hidroksida

[Type text] Page 7

Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan makanan nabati.
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe.
Absorpsi ini meningkat pada keadaan :
Defisiensi Fe
Berkurangnya depot Fe
Meningkatnya eritropoesis

Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis
makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.

Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta
1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum
tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding
dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu
menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel retikulum dapat
pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai
gudang Fe.
4

Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam
bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel retikuloendotelial (di
hati, limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang
dalam proses eritropoesis; 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat
dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong.
Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.

[Type text] Page 8



Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk
feritin) dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan setelah pemberi per oral terutama
akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan
masuk ke dalam hati dan limpa.



Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat :
Tranfusi darah yang berulang-ulang
Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi yang
berlebihan pula

Jumlah Fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari.

Eksresi terutama berlangsung melalui :
Sel epitel kulit
Saluran cerna yang terkelupas
Selain itu juga melalui :
- keringat
- Urin
- Feses
[Type text] Page 9

- Kuku dan rambut yang dipotong
Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama
dengan sel yang mengelupas


B. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala anemia defisiensi besi dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Gejala Umum
Badan lemah lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging .
4

2. Gejala Khusus akibat defisiensi besi.
4


a) Koilonychia : kuku sendok, yaitu kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
b) Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang
c) Stomatitis angularis : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan
d) Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
e) Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut, contoh : ADB akibat penyakit
cacing maka gejala yang timbul adalah dyspepsia, parotis membengkak dan kulit
telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
4







[Type text] Page 10

C. Etiologi
Bayi kurang dari 1 tahun
1. Cadangan besi kurang, karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar, ASI
ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat dan
anemia selama kehamilan.
2. Alergi protein susu sapi
Anak umur 1-2 tahun
1. Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu
murni berlebih.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/kronis.
4. Malabsorbsi.
Anak umur 2-5 tahun
1. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau
minum susu berlebihan.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/kronis baik bakteri, virus ataupun
parasit).
4. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel/poliposis dsb).
Anak umur 5 tahun-remaja
1. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (infestasi cacing tambang)
2. Menstruasi berlebihan pada remaja puteri.





[Type text] Page 11

D. Patofisiologi dan Patogenesis
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap, maka
akan menyebabkan cadangan besi berkurang.
6

Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:

1. Tahap petama.
Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorbsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan hasil pemeriksaan lain
masih normal.
4

2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau
iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi
serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding
capacity (TIBC) meningkat dan free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.
4

3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi
bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb.
4

E. Pemeriksaan Penunjang dan Penjelasan Hasil Pemeriksaan Penunjang

1. Screening Test
1) Kadar hemoglobin : < 9gr/dl
2) Hematokrit : < 27 %
3) Indeks eritrosit
i. MCV : < 70 fl
ii. MCH : < 29 pg
[Type text] Page 12

iii. MCHC : < 30%
4) Apusan Darah Tepi
a. Mikrositik hipokromik
b. Anisositosis
c. Poikilositosis
1. Polikromasi
2. Sel pensil
3. Sel target (kadang-kadang)

2. Pemeriksaan Khusus
1) Serum Iron : < 50 mg/dl
2) TIBC (Total Iron Binding Capacity) : > 350 mg/dl
3) Saturasi Transferin : < 15 %
4) Feritin Serum : < 20 g/dl

3. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Menunjukkan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil.
4

F. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering
tidak khas.
4

Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB

1. Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
a. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia
b. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31 pg.
c. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N:80-180ug/dl)
d. Saturasi Transferin <15% (N:20-50%)

2. Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen
a. Anemia hipokrom mikrositik
b. Saturasi transferin < 16%
[Type text] Page 13

c. Nilai FEP > 100 % Ug/dl eritrosit
d. Kadar feritin serum <12 ug/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria ( ST, feritin serum dan
FEP ) harus dipenuhi.

Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:
4

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan
kadar MCV, MCH dan MCHC yang menurun Red cell distribution width
(RDW) > 17%.
Pada penderita Anemia Defisiensi Besi, kadar MCH dan MCHC akan
menurun sedangkan MCHC kurang sensitif, baru menurun pada penyakit
yang telah berlangsung lama atau berat.
8
2. FEP meningkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
a. Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
b. Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV
meningkat 1%/hari
6. Sumsum tulang
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat
besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat
respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian
preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb
1-2 g/dl, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.
4




[Type text] Page 14

G. Rencana Terapi Anemia Defisiensi Besi
Pada prinsipnya, terapi untuk pasien Anemia Defisiensi Besi adalah dengan
mencari tahu faktor penyebab ADB serta memberikan terapi penggantian dengan
preparat besi sesuai dengan penyebabnya. Cara yang biasa dilakukan dalam
pemberian preparat besi adalah dengan memberikan preparat ferrous sulfat per oral
karena harganya yang murah dan aman untuk diberikan dibandingkan dengan
pemberian secara parenteral yang selain mahal, juga bisa menyebabkan reaksi alergi.
2


I. Penjelasan teori baru mengenai penatalaksanaan anemia defisiensi besi

Setelah diagnosis berhasil ditegakkan, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
memberikan rencana terapi. Pada dasarnya, penatalaksanaan ADB adalah dengan
mengetahui faktor penyebab ADB serta memberikan terapi penggantian dengan preparat
besi sesuai dengan penyebabnya. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga
penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat dengan besi
parenteral dan transfusi darah.
2

1. Pemberian besi secara parenteral
Pemberian besi secara parenteral sebaiknya dilakukan jika penderita dalam
keadaan yang tidak memungkinkan untuk diberi sediaan besi per oral. Preparat yang
sering dipakai adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis
dapat dihitung berdasarkan:

Dosis besi (mg) = BB (kg) kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) 2,5

Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya juga
mahal, kemampuan untuk menaikan kadar Hb juga tidak lebih baik dibandingkan
peroral. Efek samping lain ialah dapat menyebabkan limfadenopati regional dan
reaksi alergi. Oleh karena itu, besi parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu,
misalnya pada wanita hamil tua dan pasien yang tidak dapat memakan obat peroral
atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan
pencernaan seperti radang pada lambung dan malabsorpsi berat.
2
[Type text] Page 15


2. Transfusi Darah

Cara ini jarang dilakukan. Transfusi darah diberikan ketika keadaan anemia yang
sangat berat disertai infeksi yang mempengatuhi respons terapi. Pemberian transfusi
pada anemia berat tidak perlu secepatnya dilakukan karena dapat menyebabkab
hipovolemi dan dilatasi jantung sehingga akan membahayakan pasien. Pemberian PRC
dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai
tingkat aman sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita
anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB
persatu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti furesemid. Jika terdapat
gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar
menggunakan PRC yang segar.
2

II. Penjelasan kelebihan dan kekurangan teori baru dibandingkan dengan teori lama

1. Secara Peroral
a. Kekurangan: Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan
keluhan gastrointestinal berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan
diare.
b. Kelebihan: Dapat lebih mudah diberikan dalam keadaan sadar, murah, prosentase
keberhasilan tinggi.
2. Secara Parenteral
a. Kelebihan: Bisa langsung masuk ke sirkulasi, efek lebih cepat
b. Kekurangan: Resiko lebih tinggi, biaya mahal
3. Secara transfusi darah
a. Kelebihan: menyelamatkan pasien anemia berat
b. Kekurangan: menyebabkan hipovolemi dan dilatasi jantung

III. Harapan untuk penatalaksanaan anemia defisiensi besi

1. Resiko atau efek samping obat bisa diminimalisasi dengan cara mempertimbangkan
secara matang sebelum memutuskan memberikan terapi kepada penderita.
[Type text] Page 16

2. Mencari bahan kimia atau obat yang lebih mudah diserap.untuk pemberian secara oral
disbanding dengan pemberian obat secara parenteral dengan resiko tinggi (jalan
terakhir).

H. Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan
besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
9

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut:

1. Diagnosis salah
2. Dosis obat tidak adekuat
3. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap.
5. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti:
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena
defisiensi vitamin B
12
, asam folat)
6. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada
ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).

Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi,
maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi
Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun
menentukan prognosis dari pasien.
9

I. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul seperti pada anemia yang lain. apabila anemianya
berat, maka akan timbul komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio
cordis. Komplikasi yang lain yang mungkin timbul adalah komplikasi dari tractus
[Type text] Page 17

gastrointestinal berupa keluhan epigastric distress atau stomatitis, pada anak dibawah 2
tahun dapat terjadi perubahan tingkah laku dan gangguan kognitif.
9

J. Pencegahan

Untuk bayi berat badan lahir rendah (BBLR) atau kurang dari 2500 gram, diberikan
dosis besi elemental 3 mg per kg berat badan perhari hingga maksimum 15 mg per
hari, sejak usia 1 bulan hingga 2 tahun.
Untuk bayi cukup bulan, diberikan dosis besi elemental 2 mg per kg berat badan per
hari hingga maksimal 15 mg per hari, sejak usia 4 bulan hingga 2 tahun.
Untuk balita usia 2-5 tahun dan anak usia sekolah (> 5 12 tahun) diberikan dosis
besi elemental 1 mg per kg berat badan per hari yang dibagi menjadi 2 bagian dosis
yang sama dan diberikan 2 kali dalam seminggu. Lama pemberian adalah 3 bulan
berturut-turut dan diulang setiap tahun.
Untuk remaja laki-laki usia 12 18 tahun, diberikan dosis besi elemental 60 mg per
hari yang dibagi menjadi 2 bagian dosis yang sama dan diberikan 2 kali dalam
seminggu. Lama pemberian adalah 3 bulan berturut-turut dan diulang setiap tahun.
Untuk remaja perempuan usia 12 18 tahun, diberikan dosis besi elemental 60 mg
per hari dan ditambahkan 400 mikrogram Asam Folat. Dosis tersebut dibagi menjadi
2 bagian dosis yang sama dan diberikan 2 kali dalam seminggu. Lama pemberian
adalah 3 bulan berturut-turut dan diulang setiap tahun.




[Type text] Page 18

BAB III
KESIMPULAN

Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kadar besi dalam tubuh berada di bawah
nilai normal. Pada tahap awal akan ditemukan cadangan besi tubuh yang berkurang,
kemudian jika kekurangan berlanjut maka kadar besi dalam plasma akan berkurang. Pada
akhirnya proses pembentukan hemoglobin akan terganggu dan menyebabkan anemia
defisiensi besi.

Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada
anak usia sekolah dan anak praremaja. Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi
besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diet yang mengandung besi, kebutuhan
besi yang meningkat dan jumlah besi yang hilang karena aktivitas sehari-hari.

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak
khas.

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan segera
mengatasinya secara tepat sesuai keadaan pasien dengan memberikan terapi penggantian
preparat besi baik per oral, parenteral, maupun transfusi darah. Prognosis ADB bisa dibilang
baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta
kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.

[Type text] Page 19

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffbrand,A.V.2005.Kapita Selekta Hematologi,Ed.2.Jakarta: EGC.28-44.

2. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S Editor.2006.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid II,Ed 3:.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.644-650

3. King, L., Reid, M., Forrester, TE. 2005. Iron Deficiency Anaemia in Jamaican Children,
Aged 15 Years, with Sickle Cell Disease. West Indian Med J, vol.54(5) : 292.

4. Bakta, I Made.2006.Hematologi Klinik: EGC.1691-1694.

5. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses Perjalanan
Penyakit,Vol 1,Ed 6.Jakarta: EGC.255-261

6. Martini, F.H, Judi L. Nath.2009.Fundamentals of Anatomy and Physiology, 8
th
edition.San
Fransisco: Pearson International Education.658-660

7. Coutinho, Geraldo Gaspar Paes Leme., Maria Goloni-Bertollo, Eny., Cristina Pavarino
Bertelli, Erika. 2005. Iron Deficency Anemia In Children: A Challenge For Public Health
And For Society. Sao Paulo Med J, vol.123(2) : 88-92

8. Suega, Ketut., Bakta, I Made., Adnyana, Losen., Darmayud, Tjok. 2007. Perbandingan
Beberapa Metode Diagnosis Anemia Defisiensi Besi:Usaha Mencari Cara Diagnosis
Yang Tepat Untuk Penggunaan Klinik. J. Peny Dalam, vol.8(1) : 1.

9. Supandiman, Iman.2006.Hematologi Klinik.Bandung: PT Alumni.45-50

Anda mungkin juga menyukai