Anda di halaman 1dari 6

Teknik ini juga lebih disukai oleh praktisi klinis ketika membutuhkan intubasi pada pasien

dengan pegaman servikal (collar neck) karena pengaman tersebut tetap dapat digunakan
sehingga mengurangi gerakan kolumna spinalis selama intubasi. Kerugian terbesarnya, seperti
yang telah dijelaskan diatas, tanpa pengalaman dalam penggunaannya, dengan teknik ini cukup
mudah untuk melihat glottis namun sulit untuk memasukkan ETT. Kini banyak peminat dalam
pelatihan penggunaan teknik ini.
Stylet Berlampu (Lighted Stylet)
Stylet berlampu merupakan pilihan lain untuk intubasi pasien dengan jalan nafas yang
sulit, terutama ketika metode pengelihatan langsung terhalang oleh adanya trismus atau terhalang
oleh sekret atau perdarahan. engan cara ini, intubasi dilakukan tanpa melihat secara langsung
epiglottis atau pita suara, maka dari itu sebagian klinisi tidak menyukai cara ini. !amun
demikian, cara ini dapat menunjukkan tingkat keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan
intubasi yang umumnya dilakukan dengan laringoskopi direk dan dapat digunakan sebagai
alternatif ketika terjadi kegalalan usaha intubasi.
Stylet berlampu merupakan stylet semi"kaku dengan lampu pada ujungnya. engan
pasien yang diposisikan untuk intubasi dan ETT yang telah dimasukkan stylet didalamnya, stylet
dinyalakan dan diletakkan pada faring posterior dan dimasukkan perlahan sembari klinisi
memperhatikan iluminasi cahaya pada leher anterior luar tanpa secara langsung melihat struktur
faring ataupun glottis. Ketika stylet berada di trakea akan terdapat pancaran cahaya pada kulit
karena membrane trakea yang tipis sehingga cahaya dapat ditransmisikan. engan adanya
iluminasi cahaya pada bagian anterior garis tengah leher, ETT dimasukkan dan dikonfirmasi
posisinya dengan teknik standar. #ika stylet masuk ked ala esofagus, iluminasi cahaya tampak
sebagai pendaran cahaya yang merata atau tidak tampak sehingga klinisi harus memposisikan
stylet kembali hingga didapatkan iluminasi jelas terfokus pada satu titik pada garis tengah leher
bagian anterior.
$eskipun stylet berlampu telah digunakan sebagai teknik penyelamatan jalan nafas, cara
ini membutuhkan adanya transiluminasi trakea dan leher bagian depan yang dapat dipersulit
dengan terangnya pencahyaan ruangan. $aka dari itu, harus dipertimbangkan untuk
menggelapkan ruangan ketika melakukan teknik ini. Selain itu, klinisi berlatih untuk
menggunakan stylet berlampu sebelum menggunakan teknik ini dalam kasus emergensi karena
teknik ini membutuhkan banyak latihan untuk menghasilkan keberhasilan.
Introduser Intubasi
%ntroduser intubasi (contoh& introduser Eschmann, guide Sun$ed 'le( dan 'rova) adalah
stylet panjang semi kaku ()*+ cm) dengan ujung bengkok dan lembut yang di desain untuk
digunakan pada jalan nafas anterior atau situasi dimana tidak mungkin untuk memvisualisasi
langsung struktur glottis (misalnya terdapat perdarahan yang signifikan dari trauma). ahulu,
istilah ,bougie- digunakan untuk introduser semacam itu karena dulu dilator bougie digunakan
sebagai salah satu introduser pertama jenis ini. 'rova merupakan introduser intubasi khusus yang
juga memiliki ujung berlubang"lubang yang dapat digunakan untuk oksigenasi ketika digunakan
dengan bag"valve"adapter.
Ketika pasien sudah diposisikan untuk intubasi, introduser intubasi di letakkan tanpa
bantuan alat lain pada faring posterior dan secara perlahan dimasukkan ke dalam trakea dengan
menjaga posisi ujung yang bengkok pada posisi paling anterior"tengah. %ntroduser terus
dimasukkan hingga dirasakan adanya dua sensasi taktil yang mengkonfirmasi posisinya pada
trakea. Sensasi pertama dihasilkan oleh cincin trakea yang dirasakan sebagai getaran atau klik
oleh klinisi. Sensasi kedua adalah resistensi untuk memasukkan lebih lanjut yang berkaitan
dengan jalan nafas yang lebih kecil (berkebalikan dengan esofagus yang akan terus dapat
dimasuki dengan mudah hingga lambung tanpa adaya resistensi). Setelah posisi di trakea
terkonfirmasi ETT dimasukkan mele.ati bougie dengan menggunakan teknik Seldinger, bougie
dikeluarkan dan konfirmasi posisi ETT dapat dilakukan dengan cara biasa.
Salah satu cara dalam penggunaannya untuk alat bantu emergensi yang rutin adalah
dengan menyediakan introduser yang masih dalam kemasan steril (sehingga jika tidak digunakan
tidak memberikan biaya tambahan). #ika pada laringoskopi direk didapatkan jalan nafas yang
hanya terlihat bagian anterior dari aritenoid atau susah memasukkan ETT ke jalan nafas anterior
operator dapat meminta kemasan bougie untuk dibuka. Kemudian dengan bantuan laringoskopi
direk bougie diposisikan, laringoskopi dikeluarkan dan ETT dimasukkan dengan teknik
Seldinger.
Keuntungan menggunakan introduser intubasi antara lain adalah dapat digunakan untuk
jalan nafas depan, jika visualisasi langsung terhalangi dengan atau tanpa laringoskopi, dan
mudah digunakan oleh klinisi yang belum berpengalaman. /ada sisi lainnya, cara ini mungkin
sulit untuk digunakan dalam kasus trauma trakea dan ada kontraindikasi relative pada kasus
angioedema dimana edema dicetuskan oleh kaskade bradikinin0komplemen.
Stylet Fiberoptik
Stylet fiberoptik ( '1S, contok stylet optic Shikani, 'iberskope intubasi retromolar
2onfils, '/Scope 3evitan) merupakan piranti fiberoptik yang terdapat pada ujung stylet logam
yang didesain untuk menggerakan pandangan klinisi dari mulut dan faring posterior ke ujung
dari '1S dekat dengan glottis. Stylet fiberoptik ini ada yang kaku, atau semi kaku dan mungkin
terdapat sambungan tambahan misalnya untuk instilasi oksigen selama intubasi.
Sama seperti stylet berlampu dan introduser intubasi, '1S ditempatkan pada faring
posterior tanpa bantuan alat untuk melihat anatomi mulut, kemudian dimasukkan menuju trakea
sambil melihat anatomi faring dengan piranti penglihatan yang terdapat pada ujung proksimal
dari stylet. Setelah pita suara terlihat, stylet dimasukkan ke trakea dan ETT dimasukkan mele.ati
stylet dengan konfirmasi penempatan posisi dengan teknik standar.
4ara lainnya dalam menggunakan '1S adalah dengan terlebih dulu menyejajarkan aksis
oral, faringeal dan laringan dengan laringoskop yang mirip dengan laringoskop direk kemudian
'1S ditempatkan dan dimasukkan dengan menggunakan laingoskop untuk memisahkan jaringan
dan visualisasi melalui piranti penglihatan pada ujung proksimal stylet.
Terdapat satu teknik yang mengkombinasikan penggunakan laringoskopi direk dan
fiberoptik. apat digunakan untuk penggunaan rutin atau hanya untuk kasus"kasus yang
diperkirakan jalan nafasnya sulit diakses. '1S diisikan ETT dan intubasi di coba dengan
menggunakan laringoskopi direk. #ika pita suara terlihat, intubasi dapat dilakukan secara
konvensional dan menggunakan '1S seperti stylet konvensional, untuk memposisikan ETT
diba.ah laringoskopi direk. Tetapi jika jalan nafas ternyata sulit diakses dan pita suara tidak
dapat dilihat, operator dapat merubah penglihatannya dari laringoskopi direk menjadi melihat
melalui piranti penglihatan fiberoptik dengan stulet. %tubasi dapat dilakukan dengan cara
fiberoptik seperti yang dijelaskan diatas. Kombinasi teknik ini memiliki beberapa keuntungan&
penggunaan laringskopi direk konvensional tetap dilakukan (penting dalam program pengajaran),
dengan menggunakan laringoskopi untuk memisahkan jaringan dan menyejajarkan aksis maka
pendekatan dengan fiberoptik terfasilitasi, dan menyediakan alat bantu emergensi pada kasus
dengan jalan nafas yang sulit. Kerugiannya adalah biaya karena pada umumnya pasien dapat
diintubasi dengan laringoskopi direk konvensional namun '1S tetap harus disterilkan.
Secara umum keuntungan '1S termasukdidalamnya adalah penggunaannya dalam kasus
jalan nafas yang terletak anterior, potensi penggunaannya dengan atau tanpa laringoskopi, dan
biaya yang lebih murah seribu dolar jika dibandingkan dengan laringoskop video. ilain pihak,
penggunaannya pada kasus dimana visualisasi direk dari glottis terhambat oleh skresi atau
perdarahan terbatas dan membutuhkan pengalaman untuk melakukan teknik ini sebelum dapat
digunakan untuk kasus emergensi.
Bronkoskop Fleksibel
2ronkoskop fleksible adalah alat fiberoptik yang dapat diarahkan dan fleksibel dengan
control manual yang lebih nyaman disbanding '1S untuk visualisasi anatomi jalan nafas.
Sayangnya .aktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan alat ini dan bahaya yang mungkin
diderita pasien membuat penggunaannya terbatas untuk intubasi orotrakea yang cepat dan
emergensi. !amun demikan, ketika terdapat .aktu untuk melakukan intubasi nasotrakea semi"
sadar penggunaan bronkoskop felksibel ini tidak bermakna. Teknik ini berguna terutama pada
pasien dengan suspek epiglotitis, angoemea atau severe obstructive sleep apneu dimana intubasi
konvensional sulit dilakukan dan jalan nafas yang menantang secara bedah. Teknik dengan
menggunakan alat ini lebih baik ditoleransi oleh pasien dan dapat digunakan dalam posisi duduk.
Selain itu, alat ini mudah untuk disiapkan dan siap digunakan terutama dalam rencana ekstubasi
di %4 atau kondisi dimana ada kemungkinan reintubasi pada kondisi jalan nafas yang diduga sulit
atau diketahui sulit.
/asien dipersiapkan dengan pemberian fenilefrin dalam bentuk aerosol secara intranasal
dan pemasangan ETT no.* yang dilubrikasi oleh gel lidokain pada nasofaring. Kemudian, dalam
posisi duduk tegak, bronkoskop fleksibel dimasukkan ke lumen ETT ke dalam faring posterior
dan dimasukkan sambil melihat epiglois dan pita suara dengan menggunakan alat bantu lihat
pada ujung proksimal. Setelah ujung distal mele.ati pita suara, ETT dimasukkan, alat
dikeluarkan dan posisi ETT dikonfirmasi dengan teknik standar. #ika terdapat kesulitan dalam
memasukkan ETT ke dalam trake, mungkin karena ETT tersangkut diantara aritenoid. 5al ini
dapat diselesaikan dengan memutar bronkoskop la.an arah jarum jam. Keuntungan utama teknik
ini adalah dapat digunakan untuk jalan nafas yang anterior, visualisasi lebih jelas dan dapat
dilakukan dengan posisi pasien duduk dimana pasien dapat bernafas sendiri. Selain itu,
bronkoskop ini sendiri dapat digunakan untuk mengkonfirmasi pososi, secara visual dan melalui
pengukuran bagian yang dikeluarkan untuk menentukan jarak dari karina sehingga tidak
dibutuhkan foto toraks post"intubasi. Kerugian utamanya adalah biaya, .aktu penyiapan alat
(67"8+ menit), memerlukan klinisi atau operator dengan kemampuan khusus dan membutuhkan
visualisasi yang tanpa halangan apa pun.
Intubasi Kawat Retrograde (Retrograde Wire Intubation)
Ketika cara lain untuk intubasi trakea gagal, intubasi dengan ka.at retrograde dapat
dicoba sembari mempersiapkan pembedahan jalan nafas. 2agian anterior leher dengan cepat
didesinfeksi dengan menggunakan betadin atau chloraprep yang diikuti dengan identifikasi
membrane krikotiroid kemudian jarum 69 : ditusukkan melalui membrane krikotiroid. /osisi
diperiksa dengan melakukan aspirasi udara dan jarum di reposisi kearah kepala. :uide.ire
kemudian dimasukkan melalui jarum menuru orofaring dimana forsep $agill digunakan untuk
menarik ujung distal dan memegangnya, lalu ETT dimasukan mele.ati ka.at menuju trakea
dengan teknik seperti Seldinger dan dikonfirmasi dengan cara standar.
Teknik ini umumnya membutuhkan dua operator, satu pada leher dan satu lagi pada
mulut, dan invasive namun morbiditasnya lebih rendah dibandingkan dengan pembedahan jalan
nafas ketika berhasil dilakukan. !amun, teknik ini sulit dilakukan pada pasien dengan obstruksi
jalan nafas atas atau terhalangnya penglihatan oleh sekresi ataupun perdarahan.
Ultrasound
$eskipun tidak pernah ditelitik mengenai kegunaan ultrasound dalam kasus emergensi
dan jalan nafas yang sulit namun ultrasound dapat membantu dalam mencari cincin trakea dan
membrane krikotiroid. apat digunakan untuk memfasilitasi intubasi dengan ka.at retrograde
dalam mengarahkan jarum dan konfirmasi penempatan pipa. Selain itu, ketika memungkikan,
operator kedua dapat menggunakan ultrasound untuk mengkonfirmasi penempatan stylet
berlampu, introduser intubasi, atau '1S pada trakea sebelum memasukkan ETT.
Intubasi rake yang !agal
Ketika klinisi tidak dapat melakukan intubasi trakea pada pasien yang membutuhkan
manajemen jalan nafas emergensi, terdapat beberapa alat yang dapat digunakan untuk
menyediakan oksigen untuk pasien sembali mempersiapkan pembedahan jalan nafas (misalnya
krikotirotomi atau trakeostomi emergensi) meskipun demikian tidak ada yang dapat menjadi
manajemen jalan nafas definitive, metoda"metoda ini hanya untuk digunnakan sebagai metoda
suportif untuk terapi jalan nafas definitif.
Sungkup Laring (Laryingeal Mask Airway)
3$; biasanya digunakan oleh seorang anestesiologis dalam situasi terkontrol dalam
kasus elektif dalam kamar operasi, tapi tidak ideal untuk digunakan dalam situasi emergensi
karena tidak melindungi jalan nafas dari sekresi, aspirasi, darah atau lesi masa seperti hematoma
yang meluas. Selain itu, 3$; tidak efektif pada situasi dimana terdapat obstruksi (misalnya
epiglotitis, angioedema, trauma trakea) dan seharusnya tidak dicoba dalam kasus yang demikian.
4ara kerja 3$; ada dengan menyegel faring dengan sungkup lembut sehingga oksigen dapat
dihembuskan ke dalam paru"paru seperti memindahkan kantung udara dari setinggi mulut
menjadi setinggi laring.
3$; dipasang mengarah kebelakang kedalam faring posterior kemudian dimasukkan
sambil diputar ke depan sehingga posisinya ada di hipofaring. Selanjutnya cuff dikembangkan
dan ventilasi dijalankan. $eskipun 3$; dapat menyediaan ventilasi dan oksigenasi yang cukup,
klini harus paham bah.a cara ini bukan metode definitif tatalaksana jalan nafas karena jalan
nafas pasien tidak terlindungi dari sekresi, aspirasi, darah atau lesi masa seperti hematoma yang
meluas. 3$; hanya digunakan dalam jangka pendek untuk meyediakan oksigen sembari
mempersiapkan tatalaksana definitif jalan nafas.
3$; intubasi (%"3$;) adalah 3$; khusus dengan pegangan logan dan sebuah lubang
pada sungkup yang menyediakan jalan yang dapat dile.ati ETT untuk masuk ke dalam trakea. %"
3$; didesain demikian sehingga mulut pipa terletak di atas glottis ketika sungkup ditempatkan
di hipofaring sehingga ketika %"3$; selesai dipasang, ETT dapat dimasukkan langsung ke
trakea dan dikonfirmasi dengan cara standar. !amun metoda ini tidak dapat dilakukan pada
kasus dengan kelaiinan anatomi.
"ombitube atay King #irway
Combitube dan King airway adalah pipa0tabung bersambungan dan ber"cuff ganda yang didesain
untuk digunakan pada jalan nafas dengan penyulit. ;lat"alat ini ditempatkan tanpa bantuan alat
visualisai ke dalam faring posterior dan dimasukkan lebih lanjut yang mana biasanya menjadi
intubasi esofagus. #ika esofagus diintubasi, cuff distal terletak di esofagus dan cuff proksimal
terletak di rongga supraglotis. Cuff distal di kembangkan untuk mencegah udara masuk ke
lambung dan mencegah aspirasi isi lambung ke dalam jalan nafas. Cuff proksimal diinflasilan
untuk mencegah udah bocor dari mulut dan mencegah jatuhnya sekresi kembali ke trakea.
/engaturan dengan bag"valve dapat digunakan untuk ventilasi dari sambungan laring ke fenestra
laring yang terletak diatas rima glottis diantara kedua cuff.
Sama seperti 3$;, meskipun dapat menyediakan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat,
harus diingat bah.a ini bukanlah tatalaksana definitif. Tidak seperti 3$;, tidak terdapat versi
,intubasi- dari combitude atau King Airway, maka dari itu harus digunakan secara temporer
sambil mempersiapkan tatalaksana jalan nafas definitif. Satu"satunya pengecualian yang jarang
adalah ketika pipa diletakan dalam trakea dimana sambungan faring dapat digunakan untuk
ventilasi trakea karena menyambung dengan ujung distal dan berfungsi sebagai ETT.
Krikotirotomi dengan $arum
/ada kondisi dimana klinisi tidak dapat melakukan intubasi trakea dan tidak dapat
menyediakan oksigen le.at 3$;, 4ombitude, atau King ;ir.ay, oksigen supplemental
emergensi dapat diberikan dengan melakukan krikotirotomy dengan jarum. !amun ketika
melakukan hal ini, klinisi hanya memiliki beberapa menit untuk kemudian melakukan
tatalaksana jalan nafas dengan pembedahan.
Setelah leher depan didesinfeksi dengan povidone"iodine atau klorheksidin glukonas,
membrane krikotiroid di identifikasi dengan cepat, jarum berukuran 69 : ditusukkan melalui
membrane krikotiroid ke dalam trakea dan dikonfirmasi dengan aspirasi udara menggunakan
spuit. Setelah selesai, plunger dicopot dan adapter bag"valve disambungkan ke ujung terbuka
dari spuit tersebut. engan menggunakan tekanan positif, oksigen dapat dihembuskan melali
jarum ke dalam paru"paru sambil mempersiapkan tatalaksana dengan pembedahan.
Rangkuman
Klinisi dapat mengantisipasi kondisi dimana terdapat jalan nafas dengan penyulit 6"7<
dan harus dapat dengan segera meng"ases kemungkinan pasien memiliki jalan nafas berpenyulit
berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Ketika menemukan pasien dengan kondisi
demikian dan membutuhkan manejemen yang cepat, beberapa maneuver dapat dilakukan untuk
memfasilitasi intubasi orotrakea dengan laringoskopi tradisional. Ketika cara ini gagal, klinisi
harus mengetahui alat ,penyelamatan- lain dan teknik"teknik untuk menyediakan oksigenasi dan
ventilasi tanpa menyebabkan morbiditas yang terkait tatalaksana jalan nafas dengan
pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai