Anda di halaman 1dari 9

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Keberadaan waduk di suatu daerah aliran sungai (DAS) berperan penting
dalam menjaga ketersediaan air terutama pada musim kemarau. Di musim
penghujan, waduk berfungsi sebagai tampungan air limpasan, menyimpan air dan
dikeluarkan pada musim kemarau untuk keperluan irigasi lahan pertanian. Selain
itu waduk dimanfaatkan pula sebagai pembangkit tenaga listrik (PLTA),
keperluan domestik, industri, dan wisata alam. Pembangunan waduk buatan di
Indonesia telah dimulai sejak tahun 1920-an dan 1930-an yang ditujukan untuk
mengamankan persediaan pangan pokok akibat kecenderungan peningkatan
jumlah penduduk di Indonesia, terutama di Pulau Jawa (Soehoed, 2006).
Jawa Barat sendiri memiliki tiga waduk, salah satunya adalah waduk Cirata
yang terdapat di tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Purwakarta. Waduk ini menerima air dari Sub-sub DAS
Citarum dan sub-sub DAS lainnya.
Meningkatnya lahan kritis di daerah hulu DAS Citarum berdampak terhadap
waduk ini, dimana kandungan sedimentasi di waduk yaitu rata rata 7,30 juta
m
3
/tahun dan telah melampaui batas kapasitas desain yang hanya 5,67 juta
m
3
/tahun (Badan Pengawas Waduk Cirata (BPWC), 2012). Hal ini akan
berdampak buruk untuk waduk dan lingkungan sekitar waduk. Dalam mengurangi
dampak dari hal tersebut pengelola waduk membuat kebijakan dengan membuat
daerah kawasan penyangga air (greenbelt) yang berfungsi sebagai areal terbuka
2


hijau yang biasanya didominasi oleh tanaman keras yang mengelilingi waduk.
Kawasan penyangga ini merupakan kegiatan konservasi dan perlindungan sumber
air atau danau dengan melakukan penanaman di sekeliling sumber air atau danau
pada radius tertentu (Karsidi, 1989). Di Kawasan ini terdapat beberapa jenis
penggunaan lahan yaitu pemukiman, ladang, kebun karet, kebun kakao, tegalan
dll (BPWC, 2012). Meskipun dimaksudkan untuk menjadi area penyangga air,
daerah ini mengalami gangguan seperti jenis penggunaan lahan yang tidak
mengikuti kaidah konservasi.
Perubahan jenis penggunaan lahan dari hutan ke pertanian lahan kering,
memberikan keuntungan sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat, konversi
penggunaan lahan dari sawah ke industri memberikan nilai tambah ekonomi yang
lebih besar dan harga tanah yang akan meningkat (Kodoatie, 2005). Disisi lain
konversi jenis penggunaan lahan untuk tujuan budidaya tersebut, ikut berperan
pula terhadap terjadinya degradasi tanah dan air (USEPA, 2001). Berubahnya
jenis penggunaan lahan merupakan hal yang umum dalam pengelolaan suatu
waduk dan apabila perubahannya dalam skala besar atau permanen dapat
mempengaruhi fungsi kawasan penyangga terutama dalam hal erosi yang akan
berpengaruh terhadap sifat - sifat tanah, antara lain C-organik, kapasitas tukar
kation (Maranon et al, 2002), bobot isi, kelembaban, dan pH (Jiaen et al, 2002).
Selain berubahnya jenis penggunaan lahan, kelas kemiringan lereng memiliki
peranan yang penting dalam hal membawa dan melepaskan partikel tanah dalam
proses erosi dimana semakin curam lereng maka aliran permukaan meningkat
sehingga kekuatan mengangkut meningkat serta jumlah butir-butir tanah yang
3


terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin
banyak. Kelas kemiringan lereng juga merupakan faktor dalam penentuan
tindakan konservasi yang tepat. Jenis penggunaan lahan, kelas kemiringan lereng
dan sifat fisik tanah merupakan faktor yang mempengaruhi terhadap kepekaan
tanah yang biasa disebut dengan erodibilitas tanah. Erodibilitas tanah menunjukan
mudah tidaknya tanah mengalami erosi. Sifat-sifat tanah yang penting dalam
menentukan erodibilitas tanah yakni tekstur tanah, unsur organik, struktur tanah,
dan permeabilitas tanah (Asdak, 1995).
Erodibilitas tanah merupakan salah satu aspek penting dalam proses erosi
dimana erosi menjadi masalah utama pengelolaan sekitar waduk, oleh karena itu
informasi mengenai nilai erodibilitas tanah di kawasan penyangga air akan
bermanfaat dalam upaya evaluasi pemanfaatan dan perbaikan ekosistem sekitar
Waduk Cirata terutama di daerah kawasan Penyangga.

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan maka dapat diidentifikasikan:
1) Bagaimana pengaruh jenis penggunaan lahan (kebun karet, kebun kakao dan
tegalan di kelas kemiringan lereng 8-15% dan 15-25%) terhadap erodibilitas
tanah di kawasan penyangga Waduk Cirata ?
2) Jenis penggunaan lahan apa dan kelas kemiringan lereng berapa persen (%)
yang menghasilkan jumlah erodibilitas tanah tertinggi di kawasan penyangga
Waduk Cirata ?
4


1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1). Untuk mengetahui pengaruh jenis penggunaan lahan (kebun karet, kebun
kakao dan tegalan) di kelas kemiringan lereng 8-15% dan 15-25% terhadap
erodibilitas tanah di kawasan penyangga air Waduk Cirata.
2). Untuk mengetahui jenis penggunaan lahan dan kelas kemiringan lereng berapa
persen (%) yang menghasilkan jumlah erodibilitas tanah tertinggi di kawasan
penyangga air Waduk Cirata.

1.4. Kegunaan penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi penelitian
selanjutnya dan memperluas pandangan ilmiah serta memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu tanah, khususnya bidang tata guna lahan, evaluasi lahan serta
konservasi tanah dan air, dan untuk aspek terapannya dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam melakukan pengelolaan di Waduk Cirata oleh pelaksana yang
berwenang dan juga pemegang kebijakan.

1.5. Kerangka Pemikiran
Jenis penggunaan lahan dan kelas kemiringan lereng merupakan faktor yang
sangat diperhatikan dalam kaitan pengaruhnya terhadap erosi, pembentukan tanah
serta sifat-sifat tanah baik biologi, fisika maupun kimia tanah (Tisdale, 1993).
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air. Hudson (1971) dalam Murdis (1999) mengklasifikasikan penyebab
5


erosi kedalam dua komponen yaitu erosivitas dan erodibilitas. Erodibilitas tanah
merupakan mudah tidaknya suatu tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan
jatuhnya butir-butir hujan sehingga tanah tersebut akan tererosi. Erodibilitas tanah
sangat berkaitan dengan sifat fisik tanah, sifat fisik tanah yang berpengaruh
langsung terhadap erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur, permeabilitas dan
kandungan bahan organik tanah. Hudson (1978) menyatakan bahwa selain sifat
fisik tanah, faktor pengelolaan/perlakuan terhadap tanah sangat berpengaruh
terhadap tingkat erodibilitas suatu tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya
pengaruh dari faktor pengelolaan tanah terhadap sifat-sifat tanah.
Kawasan penyangga air waduk Cirata memiliki kelas kemiringan lereng 8-
15%, 16-25% sampai >40%. Kelas kemiringan lereng yang akan diamati dalam
penelitian ini adalah 8-15 % (landai), 15-25 % (agak curam). Kelas kemiringan
lereng akan mempengaruhi pergerakan air terutama air permukaan. Lahan dengan
kelas kemiringan lereng agak curam (15-25%) memiliki pengaruh gaya berat
(gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kelas kemiringan lereng
landai (8-15%). Gaya berat merupakan persyaratan mutlak terjadinya
pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation) dan pengendapan
(sedimentation) pada permukaan tanah. (Wiradisastra, 1999), sehingga pada
lereng-lereng yang curam sering ditemukan solum tanah yang dangkal akibat dari
terjadinya pengelupasan pada permukaan tanah.
Erosi yang disebabkan oleh faktor kelas kemiringan lereng akan
menyebabkan mudahnya partikel tanah halus terbawa dan mengendap sehingga
akan menutupi pori-pori tanah, tertutupnya pori tanah akan menghambat laju
6


permeabilitas. Sejalan dengan hal ini, Endriani (2008) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa nilai permeabilitas semakin rendah seiring dengan semakin
curamn kelas kemiringan lereng, pada kelas kemiringan lereng 3-8% memiliki
nilai permeabilitas sebesar 20,13 cm jam
-1
sedangkan pada kelas kemiringan
lereng lebih dari 25 % nilai permeabilitas sebesar 14,54 cm jam
-1
. Daerah yang
kelas kemiringan lereng curam mengalami erosi yang terus-menerus sehingga
tanah-tanah di tempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan
perkembangan horison lambat dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar
yang air tanahnya dalam.
Pola tata guna lahan merupakan pencerminan kegiatan manusia di atasnya.
Pengusahaan lahan tergantung pada tingkat penggunaan teknologi, tingkat
pendapatan, hubungan antara masukan dan keluaran pertanian, pendidikan,
penyuluhan, pemilikan lahan dan penguasaan lahan. Oleh karena itu pula dapat
bersifat membangun dapat juga bersifat merusak (Soedarma, 1966). Kawasan
Penyangga memiliki jenis penggunaan lahan yang beragam, diantaranya,
pemukiman, tegalan, sawah dan perkebunan. Beragamnya jenis penggunaan lahan
mengindikasikan bahwa adanya kegiatan manusia yang mengakibatkan konversi
lahan hutan menjdi lahan pertanian hal ini akan berdampak pada kualitas tanah
karena kebanyakan tanah-tanah pertanian mempunyai kecenderungan
mempercepat terjadinya erosi karena pengelolaan tanah yang buruk, penebangan
tanaman penutup tanah pada lahan miring, pengolahan tanah menyilang kontur
dan penanaman tidak sejajar/menyilang kontur (Sutanto, 2009). Jenis penggunaan
lahan yang akan diteliti adalah kebun karet, kebun kakao dan tegalan. Jenis
7


penggunaan lahan kebun karet memiliki sistem perakaran yang baik, penutupan
oleh kanopi tanaman yang lebih rapat dan serasah daun yang menutupi tanah,
sehingga mengurangi rusaknya agregat tanah oleh energi kinetik hujan karena air
hujan tidak langsung menumbuk tanah. Akar tanaman dapat memperbaiki agregat
tanah, karena akar yang masuk ke dalam permukaan tanah dapat menyebabkan
agregat terpecah dan menbuat tanah lebih gembur maupun memperhalus agregat
tanah, dengan demikian dapat menyebabkan bobot isi tanah menurun, porositas
tanah tinggi, dan terdapat banyak pori makro dan mikro sehingga permeabilitas
dapat berjalan lebih cepat dan meningkatkan kadar air tanah. Perakaran yang lebat
dan menyebar dapat mengurangi erosi karena lebih terikat kuat oleh akar dan
menambah porositas tanah sehingga kapasitas infiltrasi meningkat dan laju erosi
menurun.
Jenis penggunaan lahan yang kurang memperhatikan kaidah konservasi tanah
dapat menyebabkan kemunduran sifat-sifat tanah. Suatu vegetasi penutup tanah
yang baik seperti rumput tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan
pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. vegetasi penutup tanah berkaitan erat
dengan kandungan bahan organik. Vegetasi berperan dalam mempengaruhi proses
genesis dan perkembangan profil tanah, karena merupakan sumber utama biomass
atau bahan organik tanah (Hanafiah, 2005). Vegetasi dan jenis penggunaan lahan
berpengaruh tidak langsung terhadap kepekaan erosi tanah. Tanaman penutup
tanah dan penggunaan lahan mempengaruhi kandungan bahan organik,
permeabilitas, kapasitas infiltrasi, agregat mantap air, dan porositas tanah
(Kandiah, 1975). Serasah daun yang sudah melapuk mengandung banyak bahan
8


organik sehingga dapat memperbaiki agregat tanah dan memperlambat aliran
permukaan tanah. Morgan (1986) dalam Suripin (2004) mengemukakan bahwa
efektivitas tanaman penutup dalam mengurangi erosi dan aliran permukaan
dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan kontinuitas dedaunan sebagai kanopi,
kerapatan tanaman dan kerapatan sistem perakaran.
Perlakuan manusia terhadap lahan akan menentukan tanah yang diusahakan
akan menjadi rusak atau menjadi baik (Arsyad, 1989), selain itu pengaruh
tanaman terhadap erosi ditentukan oleh jenis tanaman, kerapatan tanaman,
distribusi, tinggi dan arah garis terhadap lereng. Semakin rapat penutupan kanopi
suatu vegetasi maka akan semakin kecil resiko hancurnya agregat tanah yang
disebabkan oleh pukulan butiran hujan, karena kanopi berfungsi sebagai penahan
dan mengurangi energi kinetik dari butiran air hujan dan pelepasan partikel tanah
yang disebabkan oleh pukulan butiran air hujan itu sendiri. Semakin jauh kanopi
dengan permukaan tanah maka kecepatan butiran air hujan yang jatuh semakin
tinggi, sebaliknya bila semakin rendah kanopi dengan permukaan tanah maka
semakin kecil energi kinetik dari air hujan yang menumbuk tanah.
Jenis penggunaan lahan dan kelas kemiringan lereng menjadi hal yang
penting dalam mempengaruhi sifat fisik dan kandungan bahan organik tanah yang
berkaitan erat dengan erodibilitas tanah. Suatu penggunaan lahan akan
mempengaruhi nilai erodibilitas tanah, dimana penggunaan lahan yang memiliki
vegetasi yang baik akan menghambat besarnya energi kinetik hujan yang
menumbuk ke tanah. Sedangkan kelas kemiringan lereng yang semakin curam
akan meningkatkan nilai erodibilitas hal ini disebabkan karena cepatnya tanah
9


tergerus air yang berakibat kemunduran sifat fisik dan rendahnya kandungan
bahan organik tanah. Sifat-sifat fisik tanah yang penting berpengaruh terhadap
erosi adalah struktur, tekstur, peremabilitas dan kandungan bahan organik tanah
yang dikenal sebagai erodibilitas tanah. Makin besar nilai erodibilitas suatu tanah
maka makin peka tanah tersebut terhadap erosi (Hardjoamidjojo dan
Sukartaatmadja, 2008). Penelitian ini diharapkan dapat membantu
merekomondasikan dalam tindakan-tindakan preventif dan kuratif dalam
pengeloaan waduk terutama di kawasan penyangga air (greenbelt).

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1) Semua jenis penggunaan lahan (kebun karet, kebun kakao dan tegalan) pada
kelas kemiringan lereng 8-15% dan 15-25% berpengaruh terhadap nilai
erodibilitas tanah di kawasan penyangga Waduk Cirata.
2) Jenis penggunaan lahan tegalan dengan kelas kemiringan lereng 15-25 %
memberikan nilai erodibilitas tanah tertinggi.

Anda mungkin juga menyukai