Abstract Kunci untuk efektivitas kepemimpinan dipandang oleh sebagian besar varian Teori Kontingensi dengan memilih gaya yang benar dari pemimpin. Gaya ini tergantung pada interaksi faktor internal dan eksternal dengan organisasi. Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Dari berbagai teori yang berkembang, berikut ini akan diuraikan mengenai model kepemimpinan kontijensi dari Fiedler.
Introduction
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai (Yukl, 2005).
Teori kontingensi Fiedler menunjukkan hubungan antara orientasi pemimpin atau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah kondisi situasional. Teori ini didasarkan pada penentuan orientasi pemimpin (hubungan atau tugas), unsur-unsur situasi (hubungan pemimpin-anggota, tugas struktur, dan kekuasaan posisi / jabatan), dan orientasi pemimpin yang ditemukan paling efektif karena situasi berubah dari rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi. Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat.
Variabel Situasional Hubungan antara LPC pemimpin dan efektivitas tergantung pada sebuah variabel situasional yang rumit disebut keuntungan situasional atau situational favorability atau kendali situasi. Fiedler mendefinisikan kesukaan sebagai batasan dimana situasi memberikan kendali kepada seorang pemimpin atas para bawahan. Tiga aspek situasi yang dipertimbangkan meliputi : 1. Hubungan pemimpin-anggota: Adalah batasan dimana pemimpin memiliki dukungan dan kesetiaan dari para bawahan, pemimpin mempengaruhi kelompok dan kondisi di mana ia dapat melakukan begitu. Seorang pemimpin yang diterima oleh anggota kelompok adalah dalam situasi yang lebih menguntungkan daripada orang yang tidak. 2. Kekuasaan Posisi / Jabatan : Batasan dimana pemimpin memiliki kewenangan untuk mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan serta hukuman.
TEORIONLINE PERSONAL PAPER No. 03/ Jan-2014 2
3. Struktur Tugas: Batasan dimana terdapat standar prosedur operasi untuk menyelesaikan tugas, sebuah gambaran rinci dari produk atau jasa yang telah jadi, dan indicator objektif mengenai seberapa baiknya tugas itu dilaksanakan.
Keuntungan ditentukan dengan memberikan bobot dan mengkombinasikan ketiga aspek situasi tersebut. Prosedur pemberian bobot mengasumsikan bahwa hubungan pemimpin- anggota lebih penting daripada struktur tugas, yang pada akhirnya adalah lebih penting daripada kekuasaan posisi. Kemungkinan kombinasi delapan tingkatan keuntungan yang disebut oktan ini selanjutnya dijelaskan pada Tabel berikut :
Tabel 1. Hubungan dalam Model Kontijensi LPC ============================================================= Oktan Hub P-A ST KP Pemimpin efektif ============================================================= 1 Baik Yes Kuat LPC Rendah 2 Baik No Lemah LPC Rendah 3 Baik No Kuat LPC Rendah 4 Baik No Lemah LPC Rendah 5 Buruk Yes Kuat LPC Kuat 6 Buruk Yes Lemah LPC Kuat 7 Buruk No Kuat LPC Kuat 8 Buruk No Lemah LPC Rendah ============================================================= Ket : Hub PA =hubungan Pimpinan Anggota ST =Struktur Tugas KP =Kekuasaan Posisi (Jabatan)
Dari table di atas dapat dijelaskan bahwa situasi yang paling menguntungkan untuk pemimpin (oktan 1) adalah jika ada hubungan yang baik dengan bawahan, sehingga pemimpin memiliki kekuasaan atau posisi yang cukup besar dan tugasnya sangat terstruktur. Saat hubungan pemimpin-anggota baik, para bawahan akan lebih mungkin memenuhi permintaan dan arahan dari pimpinannya, bukannya mengabaikan atau menggagalkannya. Saat seorang pemimpin memiliki kekuasaan posisi yang tinggi, lebih mudah untuk mempengaruhi bawahan. Menurut model ini, saat situasi amat menguntungkan (oktan 1 3) dan yang sangat tidak menguntungkan (oktan 8), maka pemimpin yang LPC nya rendah akan lebih efektif daripada para pemimpin yang memiliki LPC tinggi. Saat situasinya menengah dalam keuntungan (Oktan 4 7), maka para pemimpin yang memiliki LPC tinggi akan lebih efektif daripada pemimpin yang memiliki LPC rendah.
Instrumen LPC Fiedler menciptakan kuesioner Least Preferred Coworkers (LPC) / rekan kerja yang paling tidak disukai (LPC). Kuesiner ini berisi set dari 16 kata sifat yang kontras (seperti menyenangkan - tidak menyenangkan, efisien-efisien, terbuka dijaga ketat, mendukung- bermusuhan). Nilai LPC ditentukan dengan meminta seorang pemimpin untuk memikirkan semua rekan kerja lama dan yang ada saat ini, memilih salah satu yang paling sulit bekerja sama dengan pemimpin, dan memberikan peringkat orang ini pada sekumpulan skala bipolar. Nilai LPC adalah jumlah peringkat pada skala sifat bipolar ini. Seorang pemimpin yang umumnya kritis dalam memberikan peringkat rekan kerja yang paling tidak disukai akan memperoleh
TEORIONLINE PERSONAL PAPER No. 03/ Jan-2014 3
nilai LPC yang rendah, sedangkan seorang pemimpin yang umumnya toleran akan mendapatkan nilai LPC yang tinggi. Interpretasi nilai LPC telah berubah beberapa kali selama ini. Menurut interpretasi Fiedler (1978), nilai LPC menunjukkan hierarki motif seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang LPC nya tinggi terutama termotivasi untuk memiliki hubungan antar pribadi yang dekat dengan orang lain, termasuk bawahan, dan akan bertindak dalam cara yang suportif dan perhatian jika hubungan itu harus diperbaiki. Keberhasilan sasaran tugas merupakan motif sekunder yang akan menjadi penting hanya jika motif afiliasi telah dipenuhi oleh hubungan antar pribadi yang dekan dengan bawahan dan rekan sejawat. Pemimpin yang LPC nya rendah terutama termotivasi oleh keberhasilan sasaran tugas dan akan menekankan perilaku yang berorientasi tugas kapan saja terhadap permasalahan tugas. Motif sekunder dalam membuat hubungan yang baik dengan bawahan akan menjadi penting hanya jika kelompok itu memiliki kinerja baik dan tidak ada permasalahan tugas yang serius.
Dukungan Penelitian dan Kritik Sejumlah studi telah dilakukan selama beberapa puluh tahun terakhir untuk menguji teori kontijensi Fiedler. Umumnya studi-studi ini dilakukan dalam periode tahun 1970 an sampai dengan pertengahan 1985-an. Studi-studi seperti Mitchell, dkk (1970); Wearing dan Bishop (1974); Garcie (1981); Peter, dkk (1985); merupakan penelitian yang menguji teori ini. Seiring dengan waktu dan berkembangnya berbagai pendekatan model kepemimpinan yang lain, pendekatan LPC mulai ditinggalkan.
Beberapa penulis mengkritik kelemahan konseptual yang serius pada model ini. Nilai LPC merupakan ukuran dalam pencarian makna (Schriesheim dan Kerr, 1977). Ashour (1973) menyebutkan bahwa model LPC benar-benar sebuah teori karena tidak menjelaskan bagaimana nilai LPC seorang pemimpin dalam mempengaruhi kinerja kelompok. Kekurangan perilaku pemimpin yang jelas dan variabel pengganggu membatasi penggunaan model tersebut. Dan saat tidak ada variabel perilaku, model tersebut tidak memberikan suatu bimbingan untuk melatih para pemimpin untuk bagaimana beradaptasi dengan situasi (Dalam Yukl, 2005).
Kesimpulan Fiedler (1973, 1977) telah menjawab kecaman, dan perdebatan mengenai validitas model. Namun, ketertarikan dalam teori ini telah melemah seiring waktu disaat teori situasional yang lebih baik dikembangkan. Sebagai teori kepemimpinan situasional yang pertama, paling tidak model ini telah memberikan kontribusi yang baik sebagai pendorong ketertarikan yang lebih besar pada variabel situasional dalam menjelaskan efektivitas seorang pemimpin.
Referensi: Alexander J. Wearing and Doyle W. Bishop. (1974). The Fiedler Contingency Model and the Functioning of Military Squads. The Academy of Management Journal, Vol. 17, No. 3 (Sep., 1974), pp. 450-459.
Chester A. Schriesheim, Brendan D. Bannister and William H. Money. (1979). Psychometric Properties of the LPC Scale: An Extension of Rice's Review. The Academy of Management Review, Vol. 4, No. 2 (Apr., 1979), pp. 287-290
Ivancevich, et al. (2007). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Robert W. Rice. (1978). Psychometric Properties of the Esteem for Least Preferred Coworker (LPC Scale). The Academy of Management Review, Vol. 3, No. 1 (Jan., 1978), pp. 106- 118.
TEORIONLINE PERSONAL PAPER No. 03/ Jan-2014 4
Terence R. Mitchell, Anthony Biglan, Gerald R. Oncken and Fred E. Fiedler. (1970). The Contingency Model: Criticism and Suggestions. The Academy of Management Journal, Vol. 13, No. 3 (Sep., 1970), pp. 253-267
Yukl. (2005). Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta : Index