Anda di halaman 1dari 11

STRESS AND STRESS COPING BY ASSISTANT TEACHERS

Rani Utami Solihat, Siti Mufattahah, Psi



Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2008

Gunadarma University
http://www.gunadarma.ac.id

Key words: stress, coping, stress, assistant teacher

ABSTRACT :
This research aims to reveal the stress and stress coping in assistant teacher. The subjects
were two women aged 38 and 39 and has worked as assistant teachers for 10 years. The
assistant teachers are stressful because of the small salary they get from their job, while
they become the bread winners in the family. The way they cope up with their stress is to
share their problems with other they trust much, planning to have another job and being
closed to God.





























Judul : Stres dan Coping Stres pada Guru Bantu
Nama/NPM : Rani Utami Solihat/10502201
Pembimbing : Siti Mufattahah, Psi
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan stress dan coping stress pada
guru bantu, di mana dalam penelitian iniseorang wanita yang sudah lama bekerja sebagai
guru bantu dalam kurun waktu 7-10 tahun lebih yang hingga kini belum juga diangkat
sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Guru bantu pun di sini tidak hanya memiliki masalah
tentang tidak kunjungnya pengangkatan menjadi PNS, tetapi terdapat masalah-masalah
lain yang dimiliki oleh para guru bantu. Para guru bantu di sini adalah sebagai satu-
satunya pencari nafkah di dalam keluarga inti para guru bantu. Jika dilihat dari sisi
keuangan rumah tangga para guru bantu, jelas keadaan ekonomi rumah tangga dalam
keadaan kurang. Gaji guru bantu tidak dapat diandalkan sepenuhnya untuk keperluan
rumah tangga, apalagi gaji tersebut sering dirapel (ditunda). Dalam kehidupan
masyarakat, hal tersebut masih dianggap sebagai sesuatu hal yang melanggar norma
masyarakat, karena seharusnya setiap pasangan harus saling membantu dalam segala hal.
Keberadaan masalah yang dimiliki oleh para guru bantu ini dapat menimbulkan masalh-
masalah yang lain sehingga menimbulkan stress. Sehingga dapat membuat para guru
bantu seperti dihimpit oleh beban batin, di satu sisi guru memiliki tugas untuk mengabdi
sebagai pengajar bagi anak didiknya demi masa depan bangsa, namun di sisi lain
kehidupan guru jauh dari fasilitas yang memuaskan, bahkan justru kadang
memprihatinkan dan semakin berkurangnya kualitas mengajar guru. Tentunya untuk
meminimalkan atau menghilangkan stres yang ditimbulkan dari berbagai masalah yang
dihadapi, para guru bantu membutuhkan perilaku coping yang sesuai, sehingga mereka
akan dapat kembali berfungsi dengan baik sebagai individu maupun sebagai pendidik atau
pengajar dengan tugas-tugasnya masing-masing. Dari penjelasan di atas, maka bisa
terjadi permasalahan bagi para guru bantu. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti
gambaran stres dan coping stres pada guru bantu.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Subjek dalam
penelitian ini adalah wanita dewasa yang bekerja sebagai guru bantu yang berusia 38 dan
39 tahun. Jumlah subjek dalam penelitia ini adalah sebanyak 2 orang.
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa
hal-hal yang melatar belakangi para guru bantu menjadi stress adalah faktor ekonomi dan
permasalahan dalam rumah tangga. Bentuk stress yang dialami oleh para guru bantu
berupa gejala fisikal, emosional, intelektual, dan personal, contohnya seperti sakit kepala,
gelisah atau cemas, konsentrasi menurun, serta suka ingkar janji dan lain-lain. Sedangkan
macam-macam coping yang diloakukan oleh para guru bantu adalah dengan cara
membicarakan masalahnya dengan orang yang terpercaya, melakukan aktivitas lain yang
sifatnya menghibur untuk melupakan masalah yang bersifat sementara, membuat rencana
dengan mencari pekerjaan tambahan guna membantu kebutuhan ekonomi rumah tangga,
dan yang terakhir lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Kata kunci : Stres, Coping Stres, Guru Bantu.



BAB I
A. PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang
no.14 tahun 2005, guru bantu adalah
pegawai non PNS departemen pendidikan
nasional yang ditugaskan secara penuh
untuk memenuhi kebutuhan guru bagi
sekolah-sekolah negeri dan swasta meliputi
TK, SD, SMP, SMA, SMK, serta SLB
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
kont rak kerja. Guru bantu memiliki
kesamaan dengan guru PNS (Pegawai
Neger i Si pi l ) dar i segi t ugas dan
kewajibannya sebagai seorang guru hanya
berbeda pada statusnya saja yang belum
diangkat sebagai guru PNS. Besarnya
jumlah guru bantu yang belum diangkat
menjadi guru PNS di daerah Jonggol, Jawa
Barat hingga saat ini berjumlah kurang lebih
96 orang, dan masih banyak yang menjabat
sebagai guru bantu selama 10 tahun bahkan
lebih hingga saat ini belum diangkat menjadi
PNS. Guru bant u pun seri ng t i dak
mendapatkan gajinya tepat setiap sebulan
sekali tetapi kerap dibayar secara rapel
(kelebihan uang yang belum terbayarkan)
yang diberikan pada bulan-bulan berikutnya.
Permasalahan yang dialami oleh para guru
bantu tidak hanya seputar selalu ditunda-
tunda sekian lamanya pengangkatan menjadi
PNS saja, tetapi para guru bantu pun
memiliki masalah yang lain seperti jumlah
gaji yang hanya sekitar Rp 700.000,- yang
dirasa masih sangat kurang dan belum lagi
guru bantu tersebut kerap memiliki masalah
dalam rumah tangganya khususnya dengan
pasangannya. Maka bila keadaan ini terjadi
berkepanjangan, dapat membuat guru
mengalami tekanan yang dapat
mengakibatkan stres dan semakin
berkurangnya kualitas mengajar guru.
Masalah yang dihadapi guru
bantu tersebut akan menyebabkan timbulnya
stres. Stres timbul karena adanya stimulus
baik yang datang dari faktor internal
maupun eksternal. Stimulus-stimulus ini
yang disebut sebagai stressor (Atwater &
Duffy, 1999) yang dapat mempengaruhi
batas kemampuan coping seseorang
(Atkinson, Atkinson, Smith & Bem, 1993).
Proses di mana seseorang berusaha untuk
mengelola tuntutan yang menekan tersebut
disebut sebagai coping (Atkinson et al.,
1993). Tentunya, untuk meminimalkan atau
menghilangkan stressor yang ditimbulkan
dari berbagai masalah yang dihadapi, para
guru bantu membutuhkan perilaku coping
yang sesuai, sehingga mereka akan dapat
berfungsi dengan baik sebagai individu
maupun sebagai pendidik atau pengajar
dengan tugas-tugasnya masing-masing.
B. Pertanyaan Peneitian
Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka permasalahan yang akan
diajukan dalam penelitian adalah :
1. Bagaimana gambaran stres yang
dialami oleh subjek?
2. Apa saja sumber-sumber stres yang
dialami oleh subjek?
3. Bagaimana strategi coping yang
dilakukan oleh subjek?
C. Tujuan Peneitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
peneliti ingin mengetahui gambaran stres
yang dialami oleh subjek lalu sumber-
sumber yang dapat menyebabkan subjek
mengalami stres, dan strategi coping yang
digunakan oleh subjek untuk menyelesaikan
masalahnya.
D. Manfaat Peneitian
Penelitian ini diharapkan memiliki
dua manfaat yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan masukan yang bermanfaat bagi
perkembangan ilmu psikologi khususnya
psikologi sosial dan psikologi pendidikan.
Di samping itu dapat pula menjadi manfaat
untuk kemungkinan bagi peneliti lain untuk
melanjutkan penelitiannya dibidang yang
sama yaitu perilaku stres dan coping stres
pada guru bantu.
2. Manfaat Praktis
Manfaat yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah untuk menambah
wawasan bagi para guru bantu tentang
copi ng st res yang di l akukan guna
menanggulangi stres yang sedang dialami
oleh para guru bantu. Sehingga langkah
yang digunakan oleh guru bantu ini dapat
diikuti oleh para guru bantu yang lain yang
sedang memiliki masalah yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Stres
Dari definisi-definisi yang
dikemukakan oleh (Atwater & Duffy, 1999),
dan Feldman (1989), dapat dikatakan bahwa
stres adalah peristiwa yang dipersepsikan


seseorang sebagai peristiwa yang menekan
dan menuntut penyesuaian respon adaptif.
1. Sumber-sumber Stres
Sumber stres selama hidup manusia menurut
Sarafino (1990) berasal dari tiga hal yaitu :
a. Sumber dari dalam diri individu
(sources within the person)
b. Sumber dari keluarga (sources in the
family)
c. Sumber dari dalam lingkungan dan
masyarakat (sources in the community
and society).
2. Gejala Stres
Berikut adalah gejala-gejala stres (Hardjana,
1994) :
a. Gejala Fisikal
1). Sakit kepala, pusing, pening
2). Tidur tidak teratur, insomnia (susah
tidur), dan bangun terlalu awal
3). Gatal-gatal pada kulit
4). Urat tegang terutama pada leher dan
bahu
5). Tekanan darah tinggi atau serangan
jamtung
6). Kelewat berkeringat
7). Lelah atau kehilangan daya energi
8). Bertambah banyak melakukan
kekeliruan atau kesalahan dalam
kerja dan hidup.
b. Gejala Emosional
1). Gelisah atau cemas
2). Sedih, depresi, mudah menangis
3). Merana jiwa dan hati atau mood
berubah-ubah cepat
4). Mudah panas dan marah
5). Gugup
6). Rasa harga diri menurun atau merasa
tidak aman
7). Terlalu peka dan mudah tersinggung
8). Emosi mengering atau kehabisan
sumber daya mental (burn out).
c. Gejala Intelektual
1). Sulit membuat keputusan
2). Daya ingat menurun
3). Pi ki ran kacau
4). Melamun secara berlebihan
5). Kehilangan rasa humor yang sehat
6). Produktivitas atau prestasi kerja
menurun
7). Susah berkonsentrasi atau
memusatkan pikiran.
d. Gejala Interpersonal
1). Kehilangan kepercayaan pada orang
lain
2). Mudah mempersalahkan orang lain
3). Mudah membatalkan janji atau tidak
memenuhinya
4). Suka mencari-cari kesalahan orang
lain atau menyerang orang dengan
kata-kata
5). Mengambil sikap terlalu
membentengi dan mempertahankan diri.
B. Coping Stres
Menurut (Atkinson, Atkinson,
Smith & Bem, 1993), (Lazarus, dalam
Krohne, 1986), dan (Feldman, 1992), dapat
disimpulkan bahwa coping merupakan suatu
proses yang dipelajari, baik berupa perilaku
maupun kognitif, ditujukan kepada stimulus
eksternal maupun internal yang dirasakan
me nga nca m denga n t uj uan unt uk
menyeimbangkan tuntutan dan kapasitas
yang dimilikinya.
1. Strategi dan Jenis Coping
Carver (1989) memberikan tiga
belas strategi coping yang termasuk dalam
tiga jenis coping tersebut, yaitu :
a. Problem Focussed Coping
1). Active coping
Proses pengambilan langkah aktif
dalam usaha menghilangkan atau
mengelakkan stressor atau untuk
memperbaiki efek yang diberikan
oleh stressor tersebut.
2). Planning
Memikirkan bagaimana mengatasi
stressor.
3). Suppression of competing activities
Mengesampingkan masalah lain,
mencoba untuk menghindar dari
distraksi kejadian yang lain, bahkan
membiarkan masalah lain muncul,
sehingga dapat berdamai dengan
stressor.
4). Restraint coping
Menunggu sampai ada kesempatan
yang t epat unt uk mel akukan
tindakan, menahan diri dan tidak
bertindak prematur.
5). Seeking of instrumental social
support
Mencari nasihat, bantuan atau
informasi dari orang lain.
b. Emotion Focussed Coping
1). Seeking emotional social support
Mendapatkan dukungan moral,
seperti simpati atau pengertian.
2). Positive reinterpretation
Berusaha untuk mengatur emosi
distress, dari pada mengatasi
stressor.


3). Acceptance
Respon coping yang fungsional,
dal am art i an seseorang yang
menerima kenyataan mengenai
situasi menekan akan cenderung
menjadi seseorang yang berusaha
untuk mengatasi situasi tersebut.
4). Deni al
Respon yang kadangkala muncul
pada saat primary appraisal.
Seringkali memberi kesan kalau
denial itu berguna, mengecilkan
distress dan memfasilitasi coping.
5). Turning to religion
Seseorang dapat beralih ke agama
atau kepercayaannya saat berada
dalam tekanan untuk berbagai
macam alasan.
c. Coping Maladaptif
1). Focusing On and Venting of
Emotion
Kecenderungan untuk memusatkan
perhat i an pada hal -hal yang
di rasakan seseorang sebagai
distress, dan kemudian melepaskan
perasaan-perasaan tersebut.
2). Behavioral Disengagement
Mengurangi usaha untuk melawan
stressor, tidak ingin lagi berusaha
untuk mencapai objek / kejadian di
mana stressor mengganggu,
behavioral disengagement
digambarkan melalui gej ala
perilaku yang disebut
helplessness.
3). Mental Disengagement
Merupakan variasi dari behavioral
disengagement, muncul bila ada
keadaan-keadaan yang
menghalangi munculnya
behavioral disengagement.
4). Alcohol Drug Disengagement
Jeni s copi ng i ni sebenarnya
diajukan sebagai aspek dari mental
disengagement, tetapi validitas
tidak pernah memadai untuk
dimasukkan sebagai aspek dari
jenis coping mental disengagement.
C. Guru Bantu
Menurut Tugiran (dalam Suara
Merdeka, 2007) dan Undang-undang no.14
tahun 2005, guru bantu adalah pegawai non
PNS departemen pendidikan nasional yang
ditugaskan secara penuh untuk memenuhi
kebutuhan guru bagi sekolah-sekolah negeri
dan swasta dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan kont rak kerj a, sert a
memperoleh imbalan yang dianggarkan
lewat APBN/APBD.
Permasalahan Guru Bantu
Berikut akan dikemukakan beberapa permasalahan
yang kerap dialami oleh guru bantu menurut
(Hadikusumo, 2007) :
1. SK pengangkatan menjadi CPNS belum jelas.
2. Gaji para guru bantu dari APBN sering terlambat.
3. Gaji guru bantu yang jumlahnya sangat minim.
4. Lamanya pengangkatan para guru bantu untuk
menjadi PNS.
5. Pemberdayaan dan peningkatan mutu kurang
dirasakan oleh para guru bantu.
6. Kurangnya kesejahteraan para guru bantu.
7. Kurangnya mutu pengajaran, sehingga masih banyak
guru bantu yang tidak kompeten untuk mengajar
karena keterbatasan dalam penguasaan metodologi
pengajaran.
8. Masih adanya tindak kekerasan terhadap
murid.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan peneitian : metode kualitatif.
B. Subjek Peneitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian : Dalam
penelitian ini subjek penelitian memiliki
karakteristik yaitu para guru bantu dengan
usia dewasa yang sudah bekerja sebagai
guru bantu selama tujuh hingga tujuh
belas tahun dan hingga saat ini belum
menjadi PNS.
2. Jumlah Subjek Penelitian : peneliti
mengambi l dua orang subj ek, dan
mengambil satu orang sebagai significant
others,masing-masing satu significant
others untuk tiap subjek.
C. Tahap-tahap Peneitian
1. Tahap Persiapan Penelitian : Peneliti
membuat pedoman wawancara yang
disusun berdasarkan beberapa teori-teori
yang relevan dengan masalah.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian : Dalam
penelitian ini, peneliti bertemu langsung
dengan subjek yang bersangkutan untuk
menanyakan peri hal subjek yang
sekiranya bersedia diwawancarai.
D. Teknik Pengumpulan Data : wawancara
dan observasi.
E. Alat Bantu Pengumpul Data : Pedoman
Wawancara, pedoman observasi, alat
perekam, dan alat tulis
F. Keakuratan Penelitian
a. Triangulasi Data
Peneliti menggunakan berbagai sumber
data seperti dokumen hasil wawancara


dan hasil observasi dari subjek dan
significant other
b. Triangulasi Pengamat
dosen pembimbing bertindak sebagai
pengamat (expert judgement) yang
memberikan masukan terhadap hasil
pengumpulan data.
c. Triangulasi Teori
Yaitu penggunaan berbagai teori yang
berlainan untuk memastikan bahwa data
yang dikumpulkan sudah memenuhi
syarat. berbagai teori tentang gejal-
gejala stress, sumber-sumber stress, dan
strategi coping yang telah dijelaskan
pada bab II unt uk di gunakan dan
menguji terkumpulnya data tersebut.
d. Triangulasi Metode
Yaitu metode wawancara, metode
observasi.
G. Teknik Analisis Data : Mengorganisasikan
Dat a, Pengel ompokkan Berdasarkan
Kategori, Tema, dan Pola Jawaban, Menguji
Asumsi atau Permasalahan yang Ada
Terhadap Dat a, Mencari Al t ernat i f
Penjelasan Bagi Data, Menulis Hasil
Penelitian.

BAB IV
HASIL OBSERVASI SUBJEK
Subjek 1
Gej ala stress : kelewat berkeringat, lelah atau
kehilangan daya energi, mudah panas dan marah.
Coping stress : active coping, restraint
c opi ng, t ur ni ng t o r e l i gi on, me nt a l
disengagement.
Subjek 2
Gejala stress : sakit kepala, pusing, pening,
kelewat berkeringat, lelah atau kehilangan
daya energi, bertamabah banyak melakukan
kekeliruan, sedih, depresi, mudah menangis,
mudah panas dan marah.
Coping stress : active coping, turning to
religion, mental disengagement.
PEMBAHASAN
1. Gambaran Stres pada Guru Bantu
Subjek pertama mengalami gejala-
gejala stres seperti nafsu makan berkurang,
sering mengalami sakit kepala sehingga sulit
untuk tidur, mudah marah dan kesal, sering
merasa sedi h, konsent rasi menj adi
berkurang, dan melamun, serta cemas.
Subjek kedua pun mengalami gejala yang
sama seperti yang dirasakan oleh subjek
pertama, tetapi subjek kedua mengalami
gej ala yang lain seperti sakit maag dan muka
terlihat bengkak karena subjek darahnya
naik, keringat berlebihan, dan terlihat sangat
lelah. Hal ini sesuai dengan gejala-gejala
stres yang dikemukakan oleh Hardjana
(1994), yaitu gejala-gejala stres terbagi
menjadi empat yaitu gejala fisikal (sakit
kepala, insomnia, gatal-gatal pada kulit, urat
tegang, tekanan darah tinggi, serangan
jantung, kelewat berkeringat, lelah, dan
bertambah banyak melakukan kekeliruan
dalam kerja dan hidup), gejala emosional
(gelisah, sedih, mudah menangis, depresi,
merana jiwa dan hati, mudah marah, gugup,
harga diri menurun, mudah tersinggung,dan
emosi mongering), gejala intelektual atau
kognitif (sulit membuat keputusan, daya
ingat menurun, pikiran kacau, melamun,
kehilangan rasa humor, prestasi kerja
menurun, susah konsentrasi).
2. Sumber-sumber Stres yang Dialami Guru
Bantu
Stres yang dimiliki oleh subjek
pertama dan kedua yaitu pertama bersumber
dari dalam diri individu, seperti merasa
tertekan selama menjadi guru bantu karena
dengan gaji yang begitu kecil belum dapat
memenuhi segala kebutuhan, dan subjek
belum merasa sejahtera sebagai guru bantu.
Lalu stres yang bersumber dari keluarga
dirasakan oleh subjek kedua, suami dan
anak subjek komplain dengan gaji yang
selalu dirapel membuat mereka telat
mendapatkan kiriman uang, dan mengeluh
karena subjek harus menjalankan tugas guru
bantu sehingga subjek hanya dapat bertemu
keluarga dua minggu sekali. Stres yang
bersumber dari lingkungan dan masyarakat
dirasakan oleh subjek kedua, subjek sebagai
guru bantu diperlakukan berbeda oleh para
guru PNS di sekolahnya. Hal ini sesuai
dengan sumber stres yang dikemukakan oleh
Sarafino (1990), yang terbagi menjadi tiga
hal yaitu pertama sumber dari dalam diri
individu (sources within the person) yaitu
stres dapat bersumber pada orang yang
mengalami stress lewat penyakit (illness)
dan pertentangan (conflict), sumber dari


keluarga (sources in the family) yaitu
di sampi ng hal -hal yang dat ang dari
hubungan antar pribadi dan situasi keluarga
yang ada, keluarga dapat menjadi sumber
stress karena peristiwa-peristiwa yang
berkaitan dengan para anggota keluarga, dan
sumber dari dal am l i ngkungan dan
masyarakat (sources in the community and
society) terdiri dari dua lingkungan pokok
yaitu lingkungan kerja (tuntutan kerja,
tanggung jawab kerja), dan lingkungan
hidup disekitar kita (lingkungan fisik kerja)
(dalam Hardjana, 1994).
Sedangkan sumber stres yang bersifat
fisik dirasakan pula oleh subjek pertama dan
kedua seperti tidak merasa nyaman dengan
keadaan fisik bangunan tempat kerja para
subjek yaitu banyaknya kerusakan pada
bangunan sekolah dan kurangnya fasilitas
sekolah, serta jauhnya jarak dari tempat
tinggal subjek menuju sekolah, dan
membutuhkan ongkos yang cukup besar.
Lalu sumber stres yang bersifat psikologis
yaitu tekanan dialami oleh subjek kesatu dan
kedua, kedua subjek sudah menjadi guru
bantu sejak lama dengan tugas dan tanggung
jawab yang berat tetapi semua itu tidak
sesuai dengan penghasilan yang diterima
oleh guru bantu serta kerap dirapel, dan
status guru bantu yang selalu tidak menentu.
Konflik pun terjadi pada subjek kedua,
subjek sebagai guru bantu diperlakukan
berbeda di sekolahnya. Kecemasan yang
dialami oleh subjek pertama yaitu takut jika
pada saat gaji dirapel bertepatan dengan
segala kebutuhan mendesak, dan cemas
tidak diangkat-angkat menjadi PNS. Rasa
cemas yang dialami oleh subjek kedua yaitu
takut jika keadaan gaji dirapel tidak dapat
mengirim uang kepada suami dan anak,
serta takut akan selamanya menjadi guru
bant u. Hal i ni sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Atwater (1983), bahwa
dalam kehidupan sehari-hari sumber stres
dapat bersifat fisik maupun psikologis,
secara psikologis terdapat empat macam
sumber stres yaitu tekanan, frustrasi,
konflik, dan kecemasan. Sumber stres yang
bersifat fisik dapat berupa keadaan cuaca
yang tidak menyenangkan atau menderita
penyakit tertentu. Walaupun demikian baik
sumber stres yang bersifat fisik maupun
psikologis akan saling mempengaruhi
(Atwater, 1983).
3. Strategi Coping pada Guru Bantu
Subjek pertama dan kedua
menggunakan strategi coping yang pertama
yaitu problem focused coping, diantaranya
active coping pada subjek pertama seperti
subjek mencari uang tambahan dengan
menjahit atau berjualan gado-gado dan
gorengan, sedangkan subjek kedua seperti
melakukan pekerjaan tambahan membantu
teman mencari klien yang ingin mendirikan
bangunan, dan yang dilakukan oleh kedua
subjek bila keuangannya sudah sangat
terhimpit adalah meminjam uang. Selain
active coping, subjek pertama dan kedua
melakukan planning, yaitu membagi waktu
antara tugas sebagai guru bantu agar tidak
berbentur dengan waktu bersama keluarga.
Suppression of competing activities pun
dilakukan oleh subjek kedua yaitu lebih
mencari kesibukan yang lain yang dapat
menghasilkan sesuatu dari pada selalu
mencemaskan masalah guru bantu. Strategi
coping selanjutnya yaitu restraint coping,
yaitu subjek pertama berusaha untuk
menenangkan diri agar rasa cemasnya
memikirkan masalah guru bantu tidak
berlebihan, dan subjek kedua tetap fokus
pa da me nga j a r me s ki pun s e da ng
menghadapi masalah guru bantu. Subjek
pertama dan kedua menggunakan seeking of
instrumental social support, subjek pertama
dan kedua sama-sama meminta nasehat atau
bantuan kepada orang-orang terdekatnya
seperti keluarga dan teman-temannya dalam
menghadapi masalah guru bantu. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Carver (1989), yaitu problem focussed
coping yang terdiri dari active coping,
planning, suppression of competing
activities, restraint coping dan seeking of
instrumental social support.
Subj e k pe r t a ma da n ke dua
menggunakan strategi coping yang kedua
yaitu emotion focused coping, diantaranya
seeking emotional social support pada
subj ek pert ama yai t u mendapat kan
dukungan dari keluarganya dan rekan-rekan
guru. Subjek kedua selalu mendapatkan
bantuan dari saudara dan teman-teman baik
berupa nasehat maupun materi. Selanjutnya,
yaitu positive reinterpretation pada subjek
pertama yaitu pada saat teman subjek
diangkat menjadi PNS, subjek menganggap
hal t er sebut bel um r ezeki nya dan
menjadikan hal tersebut sebagai acuan
semangat baginya. Sedangkan subjek kedua
belajar membesarkan hati ketika mengetahui



temannya diangkat menjadi PNS, dan beliau
berpikir memang belum saatnya menjadi
PNS. Masing-masing subjek pun melakukan
acceptance yaitu pada subjek pertama
menerima dan bersabar, serta tidak patah
semangat meskipun sudah beberapa kali
mengikuti tes CPNS tetapi belum juga
diangkat menjadi PNS, dan jika subjek
diangkat menjadi PNS tetapi ditugaskan
keluar daerah subjek akan menerima segala
keputusan suami, sedangkan subjek kedua
tetap mensyukuri dan meneri ma apa
adanyajika belum diangkat menjadi PNS
meskipun sudah berkali-kali mengikuti tes,
dan subjek akan menerima jika diangkat
menjadi PNS meskipun harus ditugaskan
keluar daerah karena hal tersebut bukan
masalah lagi bagi subjek jika harus tinggal
berjauhan dengan keluarga. Subjek pertama
dan kedua melakukan turning to religion
dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Carver (1989), yaitu emotion focused coping
yang terdiri dari seeking emotional social
support, positive reinterpretation, denial,
dan turning to religion.
Masing-masing subjek pun
menggunakan beberapa strategi coping yang
sat u i ni yai t u maladaptive coping,
diantaranya focusing on and venting of
emotion pada subjek pertama yaitu merasa
sedih lalu merenung sambil melamun
memikirkan masalahnya, subjek kedua pun
suka melamun bahkan menangis jika sedang
ada masalah yang berkaitan dengan guru
bantu. Behavioral disengagement dilakukan
oleh subjek kedua dengan merokok. Mental
disengagement pun dilakukan oleh para
subjek untuk menghilangkan masalah guru
bantu yang bersifat sementara, seperti yang
dilakukan oleh subjek pertama yaitu tidur
dan menonton televisi atau bermain serta
bercanda dengan anak-anaknya, subjek
kedua berjalan-jalan dan berkaraoke serta
dugem ber sama t eman- t emannya.
Selanjutnya yang terakhir adalah alcohol
drug disengagement , subj ek kedua
melakukan coping tersebut dengan masihnya
subjek meminum-minuman keras jika
sedang berkaraoke bersama t eman-
temannya. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Carver (1989), yaitu
coping maladaptif terdiri dari focusing on
and venting of emotion, behavioral
disengagement, mental disengagement, dan
alcohol drug disengagement.
BAB V
KESIMPULAN
1. Subjek Pertama
a. Gambaran Stres pada Guru Bantu
Subjek pertama mengalami gej ala-
gejala stres seperti nafsu makan
berkurang, sering mengalami sakit
kepala sehingga sulit untuk tidur,
mudah marah dan kesal, sering merasa
sedih, konsentrasi menjadi berkurang,
dan melamun serta cemas.
b. Sumber-sumber Stres yang Dialami
oleh Guru Bantu
Stres yang dimiliki oleh subjek pertama
yait u bersumber dari dalam di ri
individu, seperti merasa tertekan selama
menjadi guru bantu karena dengan gaji
yang jumlahnya begitu kecil belum
dapat memenuhi segala kebutuhan, dan
subjek belum merasa sejahtera sebagai
guru bant u. Sumber st res yang
dirasakan oleh subjek pertama ada yang
bersifat fisik, seperti tidak merasa
nyaman dengan keadaan fisik bangunan
tempat kerja subjek, yaitu banyaknya
kerusakan pada bangunan sekolah,
kurangnya fasilitas di dalam sekolah,
dan jauhnya jarak tempuh dari rumah
me n u j u s e k o l a h , s e h i n g g a
membutuhkan ongkos yang cukup
besar. Lalu sumber stres yang bersifat
psikologis, yaitu subjek sudah menjadi
guru bantu sejak lama dengan tugas dan
tanggung jawab yang berat tetapi semua
itu tidak sesuai dengan penghasilan
yang diterima oleh subjek serta kerap
dirapel, dan status guru bantu yang
selalu tidak menentu. Sumber stres yang
lain seperti berasal dari keluarga,
lingkungan, dan masyarakat, serta
konflik tidak dialami oleh subjek
pertama. Sedangkan sumber stres
seperti kecemasan dialami oleh subjek
yaitu merasa takut jika pada saat gaji
dirapel bertepatan dengan segala
kebutuhan yang mendesak dan merasa
cemas tidak diangkat-angkat menjadi
PNS.
c. Strategi Coping pada Guru Bantu
Subjek pertama menggunakan strategi
coping yang pertama yaitu problem
focused coping, diantaranya active
coping, seperti mencari uang tambahan
dengan menjahit atau berjualan gado-
gado dan gorengan. Strategi yang


berikutnya yaitu planning, seperti
membagi waktu antara tugas sebagai
guru bantu tidak berbenturan dengan
waktu bersama keluarga. Ketiga yaitu
restrain coping, seperti berusaha untuk
menenangkan diri agar rasa cemasnya
memikirkan masalah guru bantu tidak
berlebihan. Selanjutnya yaitu seeking of
instrumental social support, yaitu
meminta nasehat atau bantuan kepada
or ang- or ang t er dekat nya guna
menghadapi masalah guru bantu.
Subjek pertama tidak menggunakan
coping suppression of competing
activities. Strategi coping yang kedua
yai t u emot i on f ocused copi ng,
diantaranya seeking emotional social
support yaitu mendapatkan dukungan
dari keluarga dan rekan-rekan guru.
S e l a n j u t n y a y a i t u p o s i t i v e
reinterpretation, seperti pada saat teman
subjek diangkat menjadi PNS, subjek
menganggap hal t ersebut bel um
menjadi rejekinya, dan menjadikan hal
tersebut sebagai acuan semangat
baginya. Coping selanjutnya yaitu
acceptance, subjek pertama hanya dapat
menerima dan bersabar, serta tidak
pat ah semangat meski pun sudah
beberapa kali mengikuti tes CPNS, dan
subjek pun menerima keputusan suami
jika keputusan tersebut baik untuk
subjek dan keluarganya. Subjek pertama
melakukan coping turning to religion,
yaitu dengan selalu mendekatkan diri
kepada Tuhan. Strategi coping berikut
yaitu coping maladaptive, diantaranya
focusing on and venting of emotion,
seperti merasa sedih lalu merenung
s a mbi l me l a mun me mi ki r ka n
ma s a l a h n y a . L a l u me n t a l
disengagement, seperti tidur dan
menonton televisi, atau bermain dan
bercanda dengan anak-anak subjek.
Pada maladaptive coping ini, subjek
t i da k me l a ku ka n be h avi or al
disengagement dan alcohol drug
disengagement.
2. Subjek kedua
a. Gambaran Stres pada Guru Bantu
Subjek kedua mengalami gejala-gejala
stres yang sama dengan subjek pertama,
tetapi subjek mengalami gejala-gej ala
stres yang lain, seperti sakit maag dan
muka terlihat bengkak karena subjek
memiliki darah tinggi (hypertensi),
keringat berlebihan, dan terlihat sangat
lelah.
b. Sumber-sumber Stres yang Dialami
Guru Bantu
Sumber-sumber stress yang dialami
oleh subjek kedua berasal dari dalam
diri individu yaitu merasa tertekan dan
tidak sejahtera karena gaji guru bantu
yng begitu kecil jumlahnya. Sumber
st res yang berasal dari kel uarga
dirasakan oleh subjek kedua, yaitu
suami dan anaknya selalu komplain
dengan gajinya yang kerap dirapel
sehingga mereka telat mendapatkan
kiriman uang, dan selalu mengeluh
karena subjek hanya dapat bertemu
dengan keluarganya dua minggu sekali.
Stres yang berasal dari lingkungan dan
masyarakat dirasakan oleh subjek,
seperti mendapatkan perlakuan berbeda
oleh para guru PNS yang lain di
sekolahnya. Sedangkan sumber stress
yang bersifat fisik dirasakan oleh subjek
kedua, yaitu bangunan sekolah yang
rusak, fasilitas yang tidak memadai,
serta jauhnya jarak antara rumah dengan
sekolah, sehingga membut uhkan
banyak ongkos. Lalu sumber stres yang
bersifat psikologis pun dirasakan oleh
subjek kedua, seperti penghasilan yang
diterima subjek tidak sesuai dengan
besarnya tugas dan tanggung jawab
yang diembannya, serta status guru
bantu yang tidak menentu. Konflik juga
dirasakan oleh subjek kedua, yaitu
diperlakukan berbeda di sekolahnya.
Rasa cemas seperti takut jika gaji
dirapel tidak dapat mengirim uang
kepada suami dan anaknya.
c. Strategi Coping pada Guru Bantu
Subjek kedua menggunakan strategi
coping yaitu problem focused coping,
diantaranya yaitu active coping, seperti
melakukan pekerjaan tambahan dengan
membantu teman mencari klien yang
ingin mendirikan bangunan, dan
meminjam uang jika keadaan keuangan
sudah terhimpit. Selain itu, subjek
kedua melakukan planning yaitu
mengatur waktu antara pekerjaan dan
keluarga, sehingga subjek dapat rutin
bertemu dengan keluarganya.
Suppression of competing activities
dilakukan oleh subjek kedua dengan
cara mencari kesibukan lain yang dapat
menghasilkan uang dari pada harus


selalu mencemaskan persoalan guru
bantu. Subjek kedua menggunakan
restraint coping yaitu tetep fokus
mengajar meskipun sedang menghadapi
masal ah guru bant u. Seeki ng of
instrumental social support pun
digunakan oleh subjek kedua, yaitu
meminta nasehat dan bantuan kepada
orang-orang terdekatnya. Coping
selanjutnya yang digunakan oleh subjek
kedua, yaitu emotion focused coping,
yang diantaranya seeking emotional
social support, seperti mendapatkan
bantuan dari saudara dan teman-teman
baik berupa nasehat maupun materi.
Lalu positive reinterpretation, seperti
belajar membesarkan hati ketika
mengetahui temannya diangkat menjadi
PNS, dan berpikir memang belum
saatnya menjadi PNS. Acceptance, yaitu
tetap mensyukuri dan menerima apa
adanya jika belum diangkat menjadi
PNS meskipun sudah berkali -kali
mengikuti tes. Turning to religion pun
dilakukan oleh subjek kedua dengan
selalu berserah diri kepada Tuhan.
Subjek kedua menggunakan strategi
copi ng ya ng ber i kut i ni , yai t u
maladaptive coping, diantaranya
focusing on and venting of emotion,
seperti melamun bahkan menangis.
Behavioral disengagement, dilakukan
oleh subjek kedua dengan merokok.
Selanjutnya mental disengagement,
seperti jalan-jalan, karaoke, dan dugem
bersama teman-temannya. Lalu alcohol
drug disengagement dilakukan oleh
subjek kedua meminum minuman keras
keti ka sedang berkaraoke dengan
teman-temannya.
SARAN
1. Bagi subjek penelitian
a. Bagi subjek sebagai guru bantu, agar
tetap sabar dan selalu mencari langkah
yang terbaik guna menyelesaikan segala
permasalahan, serta semangat dalam
menjalankan tugas sebagai guru bantu
b. Dengan adanya coping stres yang sudah
dilakukan subjek, semoga dapat
membuat subjek lebih mudah mengatasi
stres dan meminimalkan stres tersebut.
c. Untuk para guru bantu yang sedang
memiliki masalah, semoga dapat
menj adi masukan unt uk dapat
mengatasi stres dengan lebih baik.
2. Bagi pemerintah agar secepatnya
mengangkat para guru bantu untuk menjadi
PNS dan pemerintah daerah agar tidak
sering merapelkan gaji guru bantu, karena
itu merupakan hak mereka.
Bagi peneliti selanjutnya agar dapat
mengungkapkan aspek-aspek lain, seperti
persamaan dan perbedaan stres yang dirasakan
oleh setiap gender, perbedaan stres yang
dirasakan oleh guru bantu di sekolah negeri dan
swasta, serta perbedaan guru bantu yang
mengajar di SD, SLTP, dan SLTA, dan masih
banyak lagi yang berkaitan dengan stres dan
coping stres pada guru bantu.
DAFTAR PUSTAKA
Appley, M.H.,& Trumbull, R. (1986). Development of The
Stres Concept. Dalam Appley, M.H. & Trumbull,
R. (eds.). Dynamic of stress : physiological,
psychological and social perspectives. New
York : Plenum Press.
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., & Bem, D.J.
(1993). Introduction to psychology (1 1
th
ed.). Fort
Worth : Harcourt Brace College.
Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment : Personal
growth in a changing world (2
nd
ed.). Englewood
Cliffs : Prentice Hall.
Atwater, E., & Duffy, K.G. (1999). Psychology for living :
Adjustment, growth, and behavior today (6
th
ed.).
New Jersey : Prentice-Hall.
Billings, A.G., & Moos, R.H. (1982). Conceptualizing and
Measuring Coping Resourcesand Processes.
Dalam Goldberger, L., & Breznitz, S. (Eds.),
Handbook of stress : Theoretical and clinical
aspects (212-228). New York : Macmillan
Publishing.
Bootzin, R.R., Bower, G.H., Crocker, J., & Hall, E. (1991).
Psychology today : An introduction (7
th
, ed.). New
York : Mc Graw-Hill.
Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub, J.K. (1989).
Assesing coping strategies : A theoritically based
approach. Florida : American Psychological
Association, Inc.
Cohen, S. (1977). Special people : A brighter future for
everyone with physical, mental and emotional
disabilities. New Jersey : Prentice-Hall.
Cooper, C.L. & Roy Payne. (1991). Personality and stress
individual differences in the stress process. John
Wiley and Sons Ltd. England.
Cox, T., & Ferguson, E. (1991). Individual Differencess,
Stress, and Coping. Dalam Cooper, C.L., &
Payne, R. (Eds.). personality and stress :
Individual differences in the stress process. West
Sussex : Wiley.
Depdiknas. (2005). Dampak pelaksanaan program guru
bantu. Http://www.depdiknas.com


Depdiknas. (2008). Jumlah guru Bantu per provinsi Mutadin, Z. (2002). Strategi coping. Http://www.e
Indonesia. Http://www.tempointeraktif.compsikologi.com.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus
besar bahasa Indonesia. (Ed. Ketiga). Jakarta :
Balai Pustaka.
Djamarah, S.B. 2000. Guru dan anak didik dalam interaksi
edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Effendi. T. (2006). Perihal pengangkatan guru bantu se
Indonesia. Http://www.pikiran-rakyat.com.
Feldman, R.S. (1989). Adjustment : Applying psychology in
complex world. New York : Mc Graw-Hill.
Folkman. S., & Lazarus, R.S. (1988). Coping as a Mediator
of Emotion. Journal of personality and social
psychology, 54, (3), 466-475.
Gatchel, R.J., Baum, A., & Krantz, D.S. (1989). An
introduction to health psychology (2
nd
ed.). New
York : Mc Grow-Hill.
Hadikusumo. M.A. (2007). Permasalahan-permasalahan guru
bantu. Http://www.dprd-diy.go.id
Hardjana, A. 1994. Stres tanpa distres : Seni mengolah stres.
Yogyakarta : Kanisius.
Heru, Basuki, M.A, Msi. Dr. (2006). Pendekatan kualitatif
untuk ilmu-ilmu kemanusian dan budaya. Jakarta :
Universitas Gunadarma.
Krohne, H.W. (1986). Coping with stress : Disposition,
strategies and the problem of Measurement.
Dalam Appley , M.H. & Trumbull, R. (eds).
dynamics of stress : physiological, psychological
and social perspectives (207-223). New York :
Plenum Press.
Katkovsky, W., & Garlow. (1976). The psychology of
adjusment : Current concepts and applications
(3
rd
ed). New York : Mc Graw Hill.
Marshall, C & Rossman, G. B. (1989). Designing qualitative
reasearch. London : Age Publication.
Moleong, L.J. 1999. Metodologi penelitian kualitatif.
Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Nazir, M. (1988). Metode penelitian. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
Poerwandari, E. K.2001. Pendekatan kualitatif untuk
penelitian perilaku manusia. Jakarta : Lembaga
Pengembangan SaranaPengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP 3). Fakultas
Psikologi UI.
Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan kualitatif dalam
penelitian psikologi. Jakarta : Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pengembangan dan Pendidikan Psikologi
(LPSP3). Fakultas Psikologi UI.
Prabowo, H. (1998). Pengantar psikologi lingkungan.
Depok : Universitas Gunadarma.
Riyanto, Y. (2001). Metodelogi penelitian. Surabaya : SIC.
Sarafino, E. (1994). Health psychology : Biopsychology
interaction (2
nd
ed). New York : John Willey and
Sons. Inc.
Soetopo, H. Soemanto, W. (1988). Kepemimpinan dan
supervisi pendidikan. Jakarta PT. Bina Aksara.
Suprastowo, W.J.S. (2001). Guru pada era reformasi :
Kajian dalam meningkatkan profesionalisme
guru. Penyunting : Bambang Indrianto. Jakarta :
Pusat Penelitian Kebijakan Balitbang Depdiknas.
Taylor, S.E. (1999). Health psychology (4
th
ed.). Boston : Mc
Grow-Hill.
Tugiran. (2007). Definisi guru bantu.
Http://.suaramerdeka.com.
Undang-Undang Republik Indonesia no.14 tahun 2005.
(2006). Tentang guru dan dosen. Jakarta : CV
Laksana Mandiri.
Yin, R.K. (1994). Case study research : design second
methods. New Berry Park, London : Sage
Publication Inc.

Anda mungkin juga menyukai