Anda di halaman 1dari 58

i

KONSUMERISME DALAM KEHIDUPAN


MASYARAKAT URBAN

(STUDI KASUS MASYARAKAT PERKOTAAN
DI KECAMATAN SENEN JAKARTA PUSAT)

DISERTASI

Untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh
Gelar Doktor dalam bidang Ilmu Budaya dan Media




Oleh :

BIBIT SANTOSO
09/294118/SMU/00740



SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012









PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Disertasi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.












INTISARI

Berangkat dari keingintahuan peneliti untuk mengetahui berbagai
permasalahan tentang kosumerisme yang mempengaruhi kehidupan masyarakat
urban di Kecamatan Senen Jakarta Pusat, oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk(1) mengidentifikasi proses menurunnya nilai-nilai budaya yang
mempengaruhi konsumerisme kehidupan masyarakat perkotaan (2) memahami
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kehidupan masyarakat kota terutama
pada masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat, dan (3) menemukan beberapa
pengaruh konsumerisme dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Senen.
Metode penelitiannya adalah metode kualitatif yaitu suatu proses penelitian
dan pemahaman berdasarkan pada metodologi yang meneliti suatu fenomena
sosial dan masalah manusia. Pada metode ini peneliti membuat suatu gambaran
secara menyeluruh, meneliti hasil laporan yang dibuat secara resmi oleh
Pemerintah Daerah Kecamatan Senen Jakarta Pusat, dari pandangan responden,
melakukan studi pada fakta-fakta yang ditemukan di lapangan melalui
dokumentasi, wawancara dan observasi dilapangan.
Penelitian ini menemukan hasil bahwa adanya pengaruh signifikan media
televisi terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Televisi merupakan faktor
yang dominan dalam kehidupan masyarakat urban Kecamatan Senen karena baik
anak-anak muda maupun orang dewasa selalu menonton televisi sehingga apa
yang ditayangkan di media televisi termasuk media cetak menjadi dominan dalam
kehidupan masyarakat urban. Jumlah penduduk diperkirakan akan meningkat
lebih cepat karena sulitnya mencari pekerjaan yang layak , muncul banyaknya
pengangguran, dampaknya sering terjadi pencurian , hal ini berpengaruh pada
faktor keamanan masyarakat sehingga masyarakat menjadi kurang nyaman dalam
kehidupan sehari-hari.
Ditemukan bahwa penggunaan radio dan internet tidak ada pengaruh yang
signifikan kepada seluruhnya .Pada umumnya masyarakat lebih banyak
menonton televisi, karena masyarakat merasa lebih praktis dan ekomonis. Dalam
penelitian ini Pasarmodern (Mall) dan pasar tradisional menunjukkan hasil yang
sama yaitu tidak ada pengaruh yang signifikan antara pasar modern dan
tradisional terhadap konsumerisme .

Kata Kunci: Konsumerisme, Keamanan Masyarakat, Television, Gerakan Politik




PENGANTAR



1.1. Latar Belakang
Akibat era globalisasi yang ditandai dengan Triple T yaitu perkembangan
Teknologi informasi dan komunikasi, Transportasi serta Tourisme
mengakibatkan penyerapan budaya lain diantaranya budaya konsumerisme
dalam berbagai bentuk. Proses seperti ini juga terjadi dalam masyarakat
Kecamatan Senen Jakarta Pusat. Konsumtivisme yang menurut Featherstone ,
Mike ( 2007 ) adalah merupakan faham untuk hidup konsumtif , sehingga
orang dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika
membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada
barang tersebut atau konsumsi yang mengada-ada akibat dari pengaruh media
massa baik media cetak maupun media elektronik yang kemudian istilah
tersebut berubah bentuk karena sering digunakan menjadi konsumerisme.
Konsumerisme menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah faham atau
idiologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau
menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang - barang hasil produksi
secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan .Sifat
konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang sadar
menjangkit manusia dalam kehidupannya. Penggunaan kata konsumtivisme
belakangan ini telah disalah kaprahkan menjadi konsumerisme seperti ilmuwan
seperti Tocqueville, Aleixis de, yang menyatakan bahwa dampak




konsumerisme yang tumbuh dan tak terkontrol ditengah masyarakat
mennyebabkan adanya kemiskinan relative ( relative deprivation ) ( Alemberte
,1991 ) . Dalam kondisi krisis ekonomi yang di alami Indonesia saat ini,
menurut Suparlan, tidak nampak adanya perasaan krisis, malahan
konsumerisme terus meningkat ( Suparlan, 2003 ) Pernyataan itu sejalan
dengan pendapat Kartjono yang menyatakan bahwa perkembangan politik
yang sekarang ada di Indonesia, antara lain adalah menimbulkan nilai nilai
dalam budaya dan konsumerisme. Pada masa lalu ditekankan oleh pemerintah
untuk melaksanakan pola hidup sederhana namun sekarang ini menjadi suatu
hal yang paradox. Disatu sisi masyarakat dihimbau untuk mengikuti pola hidup
sederhana, namun disisi lain masyarakat banyak dipengaruhi oleh budaya
konsumerisme dimana masyarakat cenderung ingin memenuhi kebutuhan semu yang
mestinya tidak diperlukan. Hal ini adalah karena bukan saja faktor struktural namun
juga lebih diakibatkan oleh faktor kultural Bangsa Indonesia yang mempunyai nilai
nilai budaya welcome sejak jaman penjajahan Belanda.
Teori globalisasi muncul sebagai akibat perkembangan di dalam teori
sosial, khususnya reaksi terhadap perspektif sebelumnya seperti teori
modernisasi (Tiryakian, 1992). Di antara karakteristiknya yang menjadi ciri
teori ini adalah bias Barat: kemajuan perkembangan di Barat dan gagasan
bahwa seluruh dunia tidak memiliki banyak pilihan kecuali semakin mirip
dengan Barat. Kendati ada beberapa versi teori globalisasi, terdapat
kecenderungan di hampir semua teori tersebut untuk menjaga jarak dramatis
dari fokus di Barat dan menelaah tidak hanya proses-proses transnasional yang




mengalir ke berbagai penjuru namun juga, pada batas-batas tertentu, yang
otonom dan independen dari bangsa atau wilayah dunia (Appadurai, 1995).
Globalisasi dapat dianalisis secara kultural, ekonomi, politis, dan atau
institusional. Pada masing-masing kasus, perbedaan utamanya adalah apakah
orang melihat semakin besarnya homogenitas atau heterogenitas. Pada kutub
ekstrem, globalisasi kebudayaan bisa dipandang sebagai ekspansi transnasional
kode-kode dan praktik utama (homogenitas) atau sebagai proses dimana input-
input lokal dan global berinteraksi untuk menciptakan semacam pasthice, atau
campuran, yang mengarah ke berbagai persilangan kultural (heterogenitas).
Kecenderungan ke arah homogenitas sering kali diasosiasikan dengan
imperialisme kultural, dari kebudayaan tertentu.( Ritzer , George dan Douglas J.
2011)
Memasuki zaman Revolusi Industri, dan didorong oleh sejumlah masalah
dan prospek, teori sosiologi telah lama menyimpan bias produktivitas. yaitu
teori-teorinya yang cenderung memfokuskan perhatiannya pada industri,
organisasi industri, kerja dan pekerja. Hal ini paling kelihatan dalam teori
Marxian dan neo-Marxian, meski juga dapat ditemukan pada teori-teori lain,
seperti pemikiran Durkheim tentang pembagian kerja. Karya Weber tentang
kelahiran kapitalisme di Barat dan kegagalannya berkembang di belahan dunia
lain, analisis Simmel terhadap tragedi kebudayaan yang diakibatkan oleh
proliferasi produk yang dihasilkan manusia, minat Mazhab Chicago pada kerja,
dan perhatian teori konflik terhadap hubungan antara pekerja dengan




karyawan, pemimpin dan pengikut, dan lain sebagainya. Perhatian yang jauh
lebih sedikit diberikan konsumsi dan konsumen. Ada perkecualian seperti
karya terkenal Veblen , Thorstein (1899/1994) tentang konsumsi berlebihan
dan pemikiran Simmel tentang uang dan gaya, namun mayoritas teoretisi sosial
tidak terlalu banyak membicarakan konsumsi ketimbang produksi.
Konsumerisme merupakan bahaya besar bagi substansi etis dan sosial bangsa
Indonesia.
Cultural studies merupakan suatu pembentukan wacana, yaitu kluster
(atau bangunan) gagasan-gagasan, citra-citra dan praktek-praktek, yang
menyediakan cara-cara untuk membicarakan topik, aktivitas sosial tertentu atau
arena institusional dalam masyarakat. Cara-cara tersebut dapat membentuk
pengetahuan dan tindakan yang terkait dengannya (Hall, 1997a: 6). Cultural
studies dibangun oleh suatu cara berbicara yang tertata perihal objek-objek
(yang dibawahnya sebagai permasalahan) dan yang berkumpul disekitar
konsep-konsep kunci, gagasan-gagasan dan pokok-pokok perhatian. Selain itu,
cultural studies memiliki suatu momen ketika dia memaknai dirinya sendiri,
meskipun penamaan itu hanya menandai penggalan atau kilasan dari suatu
proyek intelektual yang terus berubah hal ini dikemukakan Barker , Chris ( 2011)
.Kajian ini adalah mengamati fenomena media dengan pendekatan nilai nilai budaya
salah satunya adalah televisi yang mempunyai dampak terhadap konsumerisme dalam
masyarakat Senen sehingga terjadi penurunan nilai nilai budaya .
Menurut Marcuse, Hebert (1964), seorang pemikir kritis sekolah
Frankfurt Jerman, di dalam masyarakat Indonesia muncul kebutuhan-




kebutuhan semu, yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan. Eksistensi
kebutuhan semu ini, kemudian membuat masyarakat Indonesia senang
menikmati dan mengambil apa saja, memudar daya kritisnya, serta gemar
mempercepat proses dan menyukai hal-hal yang berbau instan dan cepat.
Ketiga hal inilah yang menandai konsumerisme (Soedjatmiko, 2008).
Dampak sosial dari konsumerisme pun tidak terelakkan terjadi pada
masyarakat Indonesia. Tocqueville , Alexis de menyatakan konsumerisme yang
tumbuh tak terkontrol di tengah masyarakat menyebabkan adanya relative
deprivation (kemiskinan relatif) (Alemberte, 1991). Maksudnya, sekelompok
masyarakat merasa miskin bukan karena keadaan riil materi dan finansialnya
yang anjlok, tetapi dengan membandingkan kehidupannya dengan kehidupan
kelompok masyarakat lain yang menurutnya jauh lebih nikmat (Wells, 2001:
29).
Dalam proses perubahan masyarakat urban dikarenakan interaksi dari
globalisasi yang merupakan kekuatan pendorong dan faktor kekuatan lokal
sebagai akibat beberapa proses yang berbeda dalam perubahan masyarakat
urban.Urbabisasi terjadi ketika kota mulai berkembang disebabkan beberapa
kota atau desa-desa yang berada disekitarnya (Pacione, 2009).
Setiap masyarakat yang sedang membangun akan mengalami masa
transisi yang menunjukkan pola perkembangan karena dipengaruhi oleh
masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik serta keamanan. Salah satu gejala
serta masalah yang akan diuraikan dalam tulisan ini adalah perubahan nilai-




nilai budaya dalam masyarakat Indonesia yang kini sedang mengalami transisi.
Sejalan dengan proses pembangunan dan modernisasi di Indonesia yang
memanfaatkan teknologi modern, terjadilah pergeseran nilai-nilai kebudayaan.
Yang dimaksud dengan teknologi modern adalah teknologi yang berasal
dari negara-negara industri maju seperti Amerika Utara, Eropa Asing, Jepang,
Korea Selatan, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya di Indonesia yang tradisional
sedang menghadapi tantangan-tantangan dan penurunan nilai-nilai budaya.
Sejalan dengan penurunan nilai-nilai budaya tersebut muncul gaya hidup
dengan falsafah konsumen atau yang disebut konsumerisme yang terlihat
dimana-mana, utamanya di kota-kota besar di Indonesia.
Produsen pun saat ini bersaing menghasilkan suatu benda yang memiliki
segmentasi kelas. Benda maupun produk yang dikonsumsi saat ini merupakan
perangkat kebutuhan tertier seperti handphone, mp3 player, notebook, dan
aksesoris pakaian dengan merk ternama sampai kepada menghabiskan waktu
luang di sebuah klub yang menyajikan musik hingar bingar. Aktivitas
konsumsi masyarakat urban tidak hanya mengkonsumsi benda, namun lebih
dari itu mereka mengkonsumsi makna-makna dibalik kepemilikan suatu benda.
Makna-makna yang dimaksud berkaitan dengan kepemilikan suatu benda dan
kesan yang muncul dari kepemilikan benda tersebut. Konsumsi menjadi
aktivitas utama dan juga menjadi wacana di dalam konteks sosio kultural
masyarakat urban. Munculnya berbagai merk ternama dari suatu benda
merupakan strategi politik yang ditujukan kepada masyarakat urban agar




tercipta suatu pembentukan strata sosial dan citarasa disaat kepemilikan
maupun penggunaan produk tersebut.
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam
kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan
membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat.
Masyarakat itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang
sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama
(Koentjaraningrat, 2005).
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia senantiasa menyerasikan diri
dengan lingkungan sekitarnya dalam usahanya menyesuaikan diri untuk
meningkatkan kualitas hidup, karena itu suatu masyarakat sebenarnya
merupakan sistem adaptif karena masyarakat merupakan wadah untuk
memenuhi pelbagai kepentingan dan tentunya untuk dapat bertahan namun
disamping itu masyarakat sendiri juga mempunyai pelbagai kebutuhan yang
harus dipenuhi agar masyarakat tersebut dapat hidup terus.
Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan
antara mayarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota
dengan masyarakat desa. Pembedaan antara masyarakat kota dengan
masyarakat desa pada hakikatnya bersifat gradual, agak sulit memberikan
batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya hubungan antara
konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan




urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi
dapat disebut dengan perkotaan.
Pada masyarakat kota ada beberapa ciri-ciri yang menonjol yaitu (1)
masyarakat kota mempunyai jalan pikiran rasional yang menyebabkan
interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
daripada faktor pribadi; (2) jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan
pentingnya faktor waktu sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting
untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu; dan (3)
perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota karena kota
biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar.
Beberapa ciri-ciri masyarakat kota yang selalu berusaha meningkatkan
kualitas hidupnya dan terbuka dalam menerima pengaruh luar tersebut
menyebabkan teknologi terutama teknologi informasi berkembang dengan
pesat dalam masyarakat kota karena bagi masyarakat kota penggunaan
teknologi informasi di segala bidang telah sangat signifikan meningkatkan
kualitas kehidupan mereka (Sukanto, 2006).
Masyarakat urban cenderung melakukan sifat-sifat konsumerisme akibat
berbagai tawaran baik melalui media massa,media electronik seperti televisi,
radio, internet maupun berbagai barang yang ditawarkan di pusat perbelanjaan
dan pasar-pasar modern. Masyarakat urban cenderung membeli barang-barang
yang diminati sehingga hasil kerja hanya digunakan untuk menikmati produk
(Kartjono, 1984).




Hal ini merupakan gaya hidup masa kini dimana orang membeli barang
namun tidak dipakai atau orang hanya ingin memiliki kemudian
menggudangkan barang-barang tersebut. Huat , Chua Beng (2003) berpendapat
bahwa kemungkinan sebagai konsekwensi mereka yang tinggal di negara yang
berupa pulau kecil seperti Singapura memperlakukan kegiatan masyarakat
sudah mempunyai peraturan yang dibuat sejak tahun 1959 untuk memelihara
kekuasaan sebagai bagian dalam pemerintahan saat itu.
Nilai-nilai budaya tradisional di Indonesia sedang menghadapi tantangan-
tantangan dan penurunan nilai-nilai budaya. Gaya hidup dengan falsafah
konsumen atau yang disebut konsumerisme terlihat dimana-mana, utamanya di
kota-kota besar di Indonesia. Pengamatan itu sejalan dengan pendapat
Kartjonodi diatas yang menyatakan bahwa perkembangan politik yang
sekarang ada di Indonesia, antara lain menimbulkan polusi budaya dan
konsumerisme.
Mengingat hal itu, dalam proses modernisasi di Indonesia memanfaatkan
teknologi modern. Sejalan dengan hal tersebut, konsumerisme juga tersebar,
terutama di kota-kota besar di Indonesia. Di dalam modernisasi terselip
falsafah konsumerisme, yang mengajar orang menjadi konsumtif supaya layak
disebut modern. Dalam kondisi krisis ekonomi yang dialami Indonesia saat ini,
menurut Suparlan, tidak tampak adanya perasaan tengah mengalami krisis,
malahan konsumerisme terus meningkat (Suparlan, 2003).





Kondisi masyarakat desa yang kurang mampu dan tidak mempunyai
pekerjaan tetap, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di desa menjadi awal
ketertarikannya pada kehidupan di kota. Sebagian besar masyarakat desa
berpendapat bahwa kehidupan di kota lebih menjanjikan, sehingga niat untuk
bekerja dan mengadu nasib di kota menjadi pilihan. Pada umumnya mereka
bekerja sebagai karyawan swasta, buruh bangunan atau industri, pelayan,
pedagang dan sebagainya walau ada sebagian kecil yang menjadi pegawai
pemerintah. Johnson, Lousise C (2009) mengutarakan bahwa apa yang dilihat
dari beberapa kunci kontribusi muncul beberapa pertanyaan tentang seni
masyarakat urban adalah disiplin, yang dihasilkan melalui penelusuran
beberapa konsep dan perbedaan yang terdahulu untuk melihat disiplin yang
berasal dari budaya kapitalis.
Selama bertahun-tahun persentase perpindahan penduduk dari desa ke
kota didominasi oleh masyarakat yang selain kurang mampu juga tidak
memiliki ketrampilan untuk modal dalam bekerja. Namun pada
kenyataannya, untuk mendapat pekerjaan yang layak di kota tidaklah mudah
seperti yang diharapkan. Sebaliknya bagi orang-orang kota yang memiliki
modal membeli tanah di desa dengan membuka usaha untuk menambah
penghasilan dengan cara diantaranya membangun vila-vila, perumahan,
lapangan golf dan lain-lain sehingga mengakibatkan perbedaan sosial yang
menyolok.
Dalam pembentukan masyarakat urban dapat menghilangkan sasaran,




hal ini merupakan salah satu pernyataan yang sangat menarik dari Hall ,Sir
Peter (2010) bahwa kota-kota yang akan datang akan dikelola agar dapat
memberikan gambaran yang sangat efektif, berlipat ganda namun sering tidak
dapat dikonsumsi perencanaan nilai-nilai kebudayaannya. Hall, Peter Sir
membuat suatu pengertian dalam uji coba kepribadian yang terkenal dan
catatan sejarah dan mendapatkan tempat yang baik.
Pemukiman masyarakat menunjukkan bahwa hanya sekitar 7 (tujuh) %
dari total perumahan yang disediakan pemerintah dan masih banyak
masyarakat urban yang kurang mampu untuk dapat memiliki rumah
walaupun dengan cara direlokasi dan dengan berbagai pertimbangan dalam
pembayaran (Mitlin and Satterthwaite, 2004).
Berkembangnya konsumerisme di Indonesia ini tidaklah tanpa sebab.
Globalisasi yang dimulai sejak awal abad ke-20 merupakan titik awal
berseminya konsumerisme di Indonesia. Konsep pasar bebas sebagai anak
kandung paham neoliberalisme yang terkandung dalam globalisasi, disebut-
sebut menjadi penyebab semua ini. Pemodal asing yang tidak percaya pada
peraturan pemerintah terhadap pasar mengakibatkan terjadinya banyak
deregulasi di berbagai sektor. Tujuannya adalah untuk memudahkan para
pemodal asing masuk ke pasar Indonesia. Dalam globalisasi dan resikonya
menunjukkan bahwa kegagalan dari teori monopoli modal dan imperialisme
dikategorikan oleh Gilroys sudah tepat dan juga sebagai salah satu titik
kelemahan dari bantuan penting seperti apa yang dikatakan Giddens, Lash,




Urry dan Castells (Robotham, 2005).
Pemerintah Indonesia membuka peluang bagi investor asing untuk
mengembangkan modalnya di berbagai bentuk industri.
Berbekal media dan budaya, para pemodal asing menanamkan beragam
nilai-nilai dari ideologi mereka yang bermuara pada pembentukan kesadaran
semu masyarakat Indonesia. Di sisi lain, pebisnis domestik yang mulai
menerapkan nalar ekonomi dengan prinsip optimalisasi keuntungan, pun
mulai menguat dengan terus-menerus mengembangkan bisnis yang berlisensi
asing, contohnya adalah MRA Group.
Dalam kajian yang dilakukan Wijendaru, Andini perluasan bisnis
berkelanjutan yang dilakukan MRA Group dipandangnya sebagai bentuk
hegemoni. MRA Group yang mengawali bisnisnya dengan membuka Hard
Rock Caf yang menggunakan lisensi asing, pada beberapa tahun setelahnya,
mulai mengembangkan diri dengan mengembangkan bisnis media yang juga
berlabel asing. Radio Hard Rock FM dan MTV Sky, majalah Cosmopolitan
maupun Cosmo Girl, semuanya dimiliki MRA Group. Melalui beragam
media tersebut, MRA Group menanamkan kebiasaan bersenang-senang
kepada masyarakat Indonesia, khususnya kalangan menengah ke atas, dengan
pembuatan hiburan sebagai salah satu kebutuhan manusia dalam mengisi
waktu luang.
Dengan pemantapan ideologi tersebut, maka terbentuklah kesadaran
semu masyarakat dalam bentuk hasrat konsumsi berlebihan atas artifak-




artifak budaya pop Asing yang ditawarkan MRA Group sebagai barang
dagangannya. Masyarakat pun tidak menyadari bila sebenarnya mereka
sedang dieksploitasi secara ekonomi. Menurut Soerawidjaja dalam Wijendaru
bahwa etika kapitalis adalah bagaimana menciptakan sebuah keyakinan
sehingga orang yang dieksploitasi tidak merasakan sakitnya (Wijendaru,
2004: 90-117)
1.2. Rumusan Masalah
Sebagai salah satu dampak Revolusi Industri, banyak orang pada abad
ke-19 dan 20 tercerabut dari rumah mereka di desa dan pindah ke perkotaan.
Migrasi besar-besaran ini terutama disebabkan oleh pekerjaan yang ditawarkan
sistem industri diwilayah perkotaan. Namun hal ini melahirkan kesulitan bagi
mereka, karena harus menyesuaikan diri dengan kehidupan kota. Selain itu,
ekspansi kota menimbulkan masalah-masalah perkotaan yang seakan tiada
ujungnya seperti kepadatan penduduk, polusi, kebisingan, lalu lintas, dan lain
sebagainya. Sifat kehidupan kota dan masalah yang dihadapinya menarik
perhatian beberapa sosiolog awal Amerika, Mazhab Chicago, yang sebagian
besar didefinisikan perhatiannya pada kota dan minatnya dalam menggunakan
Chicago sabagai laboratorium tempat meneliti urbanisasi dan masalah-
masalahnya.(Ritzer ,George dan Douglas J. 2011.)
Kemajuan di bidang teknologi dan ekonomi cenderung akan
mempengaruhi,bahkan seringkali mempengaruhi kebudayaan asli suatu negara,
bangsa dan masyarakat. Di dalam modernisasi terkandung falsafah




konsumerisme, yang mengajarkan orang menjadi konsumtif supaya layak
disebut modern. Pihak asing yang tidak percaya pada peraturan pemerintah
terhadap pasar mengakibatkan terjadi banyak deregulasi pada berbagai sektor.
Muncul kebutuhan-kebutuhan semu, yang pada dasarnya tidak terlalu
dibutuhkan.
Menurut Ian Connel dalam tulisannya yang berjudul Berita televisi dan
kontrak sosial bahwa,Ketidakberpihakan berita televisi dan peristiwa sosial-
politik mutakhir kini secara luas dipandang sebagai mitos. Kritik standar ini
biasanya diketengahkan dalam kaitan dengan bisa dan pemutarbalikan.
Dalam artikel ini, saya membantah pernyataan dan implikasi dari pandangan
ini. Dalam pelbagai kajian luas, gambar dan ketajaman presentasi visual foto
yang dikontruksi oleh praktek jurnalistik dikatakan memberikan memberikan
deskripsi berat sebelah (biased) atau terjadi penurunan tentang realitas
objektif dan independen; deskripsi tentang fakta (accounts) itu berat sebelah
atau terjadi penurunan karena diarahkan oleh sekumpulan ide dominan dan
berlaku umum,yang diaktakan dimiliki dengan cara sederhana oleh kelompok
ekonomi atau politik yang berkuasa.
Dampak sosial dari konsumerisme pun tidak terelakkan terjadi pada
masyarakat Indonesia. Konsumerisme tumbuh dan berkembang tidak mungkin
tanpa media. Kecenderungan untuk hidup berlebihan yang sebelumnya terbatas
pada golongan kaya, namun kini telah menyebar di kalangan menengah.
Implikasinya pada masyarakat urban terjadi gejala ekonomisme (economism)




serta penurunan nilai dan kapasitas ekonomi individu. Berangkat dari keingin-
tahuan inilah yang menjadi pokok permasalahannya Bagaimana agar
masyarakat Kecamatan Senen tidak terpengaruh oleh media sehingga
mengakibatkan menjadi masyarakat konsumerisme sehingga terjadinya
penurunan nilai-nilai budaya dan sosial ekonomi.
Penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana dampak konsumerisme
terhadap nilai nilai budaya masyarakat dan bagi kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat urban di Kecamatan Senen Jakarta Pusat. Untuk memudahkan
penulisan dan pemaparan disertasi ini maka, saya mengemukakan 3 (tiga)
permasalahan pokok sebagai berikut yaitu:
a. Bagaimana konsumerisme beroperasi dalam praktek-praktek budaya pada
masyarakat ekonomi kelas bawah,masyarakat ekonomi kelas menengah
dan mayarakat ekonomi kelas atas di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat ?
b. Memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumerisme
dalam kehidupan masyarakat kota, terutama pada masyarakat Kecamatan
Senen Jakarta Pusat?
c. Penemuan dampak fenomena yang terjadi pada media utamanya televisi
sehingga menurunkan nilai-nilai budaya masyarakat akibat konsumerisme
yang mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat urban di
Kecamatan Senen Jakarta Pusat?
Hal inilah yang menjadi alasan untuk dikemukakan peneliti yang
dipandang menarik, penting dan perlu diteliti. Tiga permasalahan pokok




tersebut merupakan fenomena yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Senen
sehingga menjadi masyarakat yang konsumerisme sebagai akibat dari pengaruh
media massa yang dikonsumsi. Kajian ini mengemukakan tesis bahwa untuk
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh konsumerisme masyarakat
Senen sehingga terhindar dari menurunnya nilai-nilai budaya bangsa Indonesia
dan mencegah terjadinya kemiskinan akibat terpengaruh salah satunya yang
paling dominan yaitu media televisi.
1.3. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai tingkat konsumerisme dalam kehidupan masyarakat
perkotaan di Kecamatan Senen Jakarta Pusat, perlu dilakukan terhadap kondisi
obyektif di lapangan sehingga akan dihasilkan suatu kajian yang berkualitas.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh H.W. Dick dalam konsumerisme bahwa
pada tahun 1960 sampai tahun 1976 memperoleh hasil dimana pengeluaran
masyarakat jumlahnya mencapai sebesar dua kali lebih cepat didaerah urban
20 % didaerah pedesaan dan lebih cepat lagi yaitu di Jakarta yang mencapai
50 % tentunya termasuk di Kecamatan Senen. Sepengetahuan peneliti bahwa
konsumerisme dalam kehidupan masyarakat urban di Kecamatan Senen Jakarta
Pusat sampai saat ini belum pernah diteliti dampaknya terhadap-terhadap
kebudayaan dan kehidupan ekonomi masyarakat perkotaan dalam rangka
mendukung ketahanan ekonomi wilayah.
1.4. Manfaat Penelitian
Besar harapan penulis agar pembahasan dalam penelitian ini dapat




berguna dan bermanfaat untuk tiga hal sebagai berikut :
a. Kegunaan teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat dengan
mencontohkan hal-hal yang menjadi permasalahan konsumerisme yang
dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat ibu kota yang di
representasikan oleh Kecamatan Senen.
b. Kegunaan praktis agar dapat menentukan manfaat khususnya bagi
pengambil kebijaksanaan dibidang konsumerisme masyarakat urban.
c. Penelitian ini untuk mengindentifikasikan faktor-faktor yang ada kaitannya
dengan konsumerisme sehingga dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi
suatu masyarakat.
Atas dasar tersebut maka masyarakat Daerah Ibukota perlu mengambil
langkah-langkah antisipasi yang strategis terhadap gejala konsumerisme,
karena pengaruh dari konsumerisme akan berakibat pada masyarakat itu
sendiri, dimana masyarakat merasakan dampak yang ditimbulkan.
Pandangan di atas memberikan gambaran bahwa masyarakat akan
menanggung akibat buruk dari konsumerisme, kondisi ekonomi dan taraf hidup
masyarakat akan menurun. Konsumsi masyarakat dan daya beli masyarakat
meningkat, tetapi berakibat pada produktivitas masyarakat yang rendah, hal ini
akan berimbas pada kinerjayangjuga berimbas pada ketahanan pangan negara,
sehingga ketahanan pangan menjadi menurun.
Dalam hal ini pemerintah sudah berupaya untuk menekan laju
konsumerisme, tapi disisi lain pemerintah juga membutuhkan pemasukan




berupa PAD guna mendukung pertumbuhan perekonomian daerah.
Pertumbuhan perekonomian daerah ini sejalan dengan berdirinya pasar-
pasar modern yang melemahkan pasar-pasar tradisional. Hal ini
mengakibatkan tingkat konsumtif masyarakat semakin terpacu untuk
berlomba-lomba membeli sesuatu meskipun hal tersebut tidak
dibutuhkannya.
Hal inilah yang menjadi permasalahan yang mana disatu sisi
pemerintah membuka jalan dalam berinvestasi, disisi lain pemerintah perlu
memikirkan agar masyarakat jangan sampai terpuruk perekonomiannya
akibat dari konsumerisme yang berlebihan, berujung pada penurunan
Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah perlu
memperbesar peran masyarakat dan YLKI yang berfungsi mengontrol setiap
barang yang beredar di pasar, sehingga masyarakat tidak terpengaruh oleh
hal-hal negatif yang ditimbulkan oleh meluasnya iklan-iklan barang yang
dijual produsen.
Ini merupakan bukti sinergitas antara masyarakat, YLKI dan lembaga
pemerintah dalam mengatasi dampak konsumerisme yang negatif bagi
masyarakat. Namun demikian tidak cukup oleh pemerintah saja yang harus
bertindak akan tetapi harus disertai peran aktif dari seluruh elemen masyarakat
dalam membantu agar tidak terbawa oleh arus negatif.
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menemukan




dan menjelaskan masalah utama yaitu konsumerisme dalam kehidupan
masyarakat perkotaan Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Secara khusus tujuan
penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang telah dinyatakan di atas
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengidentifikasiproses penurunan nilai-nilai budaya yang
dipengaruhi konsumerisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan di
Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
b. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi konsumerisme
kehidupan masyarakat kota terutama pada masyarakat Kecamatan Senen
Jakarta Pusat.
c. Untuk menemukan pengaruh konsumerisme dalam kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat Senen.
2.1. Landasan Teori
2.2.1. Cultural Studies
Cultural studies tidak akan mampu mempertahankan namanya tanpa
fokus pada kebudayaan. Sebagaimana dinyatakan Hall, Yang saya maksud
dengan kebudayaan di sini adalah lingkungan aktual untuk berbagai praktek,
representasi, bahasa dan adat istiadat masyarakat tertentu. Yang dimaksudkan
adalah berbagai bentuk akal sehat yang saling kontradiktif berakar sangat
mendalam, serta membantu membentuk, kehidupan orang banyak (Hall,
1996c: 439). Kebudayaan terkait dengan pertanyaan tentang makna sosial
yang dimiliki bersama, yaitu berbagai cara kita memahami dunia ini. Tetapi,




makna tidak semata-mata mengawang-awang diluar sana; melainkan,
mereka dibangun melalui tanda, khususnya tanda-tanda bahasa.
Cultural studies menyatakan bahwa bahasa bukanlah media netral bagi
pembentukan makna dan pengetahuan tentang dunia tentang objek
independen yang ada di luar bahasa, tetapi ia merupakan bagian utama dari
makna dan pengetahuan tersebut. Jadi, bahasa memberi makna pada objek
material dan praktek sosial yang di berikan oleh bahasa kepada kita sehingga
membuat kita bisa memikirkannya dalam konteks yang dibatasi oleh bahasa.
Proses-proses produksi makna merupakan praktek yang signifikan dalam
memahami kebudayaan yang berarti mengeksplorasi bagaimana makna yang
dihasilkan secara simbolis dalam bahasa sebagai suatu sistem signifikan.
Bagian terbesar cultural studies terpusat pada pertanyaan tentang
representasi, yaitu bagaimana dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan
secara sosial kepada dan oleh kita. Bahkan unsur utama cultural studies dapat
dipahami sebagai studi atas kebudayaan sebagai praktek yang signifikan
dalam representasi. Ini mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan
makna tekstual. Ia juga menghendaki sensasi dan makna cultural yang
memiliki materialitas tertentu, mereka melekat pada bunyi, prasasti, objek,
cerita, buku, majalah, dan program televisi. Mereka diproduksi, ditampikan,
digunakan dan dipahami dalam konstek sosial tertentu.( Barker ,Chris. 2011)
Cultural studies menempatkan perhatiannya pada tiga masalah yang
terkait satu sama lain produksi makna cultural, analisis tekstual makna-




makna ini, dan studi kebudayaan yang dijalani dan pengalaman yang dijalani
(Denzin, 1992: 34). Karya dalam bidang ini diarahkan pada seluruh bentuk
budaya, termasuk karya seni, musik populer, sastra populer, berita, televisi,
dan media massa (Denzin, 1992: 76). Studi atas bentuk-bentuk cultural ini
banyak dipengaruhi oleh teori-teori seperti posturkulturalisme dan
postmodernisme, dan Denzin berupaya mengasosiasikan interaksionalisme
simbolis dengan studi dan teori ini.
Menurut Denzin, seharusnya interaksionisme simbolis memainkan
peran lebih besar dalam cultural studies daripada sekarang ini. Satu masalah
dasar adalah bahwa interaksionisme simbolis cenderung mengabaikan
gagasan yang menghubungkan symbol dengan interaksi-komunikasi
(yang merupakan pokok perhatian utama cultural studies). Denzin berusaha
meluruskan duduk perkara ini:
Dalam upaya mengiring kalangan interaksionis simbolis kepada
perspektif cultural studies, saya memilih memusatkan perhatian pada
istilah yang hilang dan tidak terteorikan dalam perspektif mereka.
Tentu saja, terdapat paradoks di sini; karena komunikasi adalah
interkasi dan agar interaksi dapat berjalan, pihak-pihak yang
berinteraksi harus berkomunikasi.( Ritzer ,George dan Douglas J.
2011.)

2.2.2. Konsumerisme
Konsumerisme awalnya dari kata konsumtivisme yang menurut
Featherstone , Mike ( 2007 ) adalah faham untuk hidup konsumtif. Momen
konsumsi menandai salah satu proses dimana dibentuk sebagai pribadi-
pribadi. Apa artinya menjadi satu pribadi, subjektivitas, dan bagaimana




mendeskripsikan diri kepada orang lain, indentitas, menjadi bidang perhatian
utama cultural studies selama era 1990-an. Dengan kata lain, cultural studies
mengeksplirasi bagaimana menjadi sosok seperti adanya sekarang, bagaimana
diproduksi sebagai objek, dan bagaimana kita mengidentifikasi diri (atau
secara emosional menamakan diri) dengan deskripsi-deskripsi sebagai laki-
laki atau perempuan, hitam atau putih, tua atau muda.
Sebuah argumen, yang dikenal dengan antisendialisme, menyatakan
bahwa identitas bukanlah sesuatu yang eksis; tidak memiliki kualitas
universal atau esensial. Ia merupakan hasil konstruksi dekstruktif, produk
diskursus atau cara bertutur yang terarah tentang dunia ini. Dengan kata lain,
identitas itu dibentuk, diciptakan ketimbang ditemukan, oleh representasi,
terutama oleh bahasa.
Permainan bahasa, politik, posisionalitas, pembentukan wacana,
kebudayaan, kehidupan sosial, praktik signifikasi, representasi, materialisme
kultural, ekonomi politik, nonreduksionisme, formasi sosial, artikulasi,
kekuasaan, budaya pop, ideologi, teks, audien aktif, karakter polisemi,
subjektivitas, identitas, antiesensialisme dan diskusrus adalah sekumpulan
konsep teoritis yang ingin dieksplorasi dan dimasukkan oleh cultural studies
kontemporer ke dalam dunia sosial. Pada tahap ini tidak mengaitkan konsep-
konsep spesifik dengan penulis-penulis tertentu, meskipun pada bab
berikutnya demikian, karena dalam satu hal, mereka adalah hak milik
kolektif cultural studies. Tak dapat disangkal, para penulis cultural studies




memiliki perbedaan dalam hal bagaimana menjelaskan konsep-konsep
tersebut dan konsep mana yang paling signifikan, karena cultural studies
adalah ruang bagi debat dan argumen yang sehat (yang kadang-kadang
memang kasar, riuh dan penuh permusuhan).( Barker , Chris 2011)
Menurut Habermas, Jurgen (1964), Etika berkaitan dengan konsensus,
tentunya karena etika dihasilkan melalui diskursus untuk memperoleh
kesepakatan bersama mengenai apa yang baik.Problemnya adalah ketika
diskursus tersebut disandarkan pada tubuh dan konsumsi, maka obsesi atas
penampakan tubuh, dan bagaimana tubuh dilihat seolah-olah semakin
menemukan alasannya. Super-ego yang didasarkan konsumsi, tentu akan
menimbulkan represi yang berbasis konsumsi pula.
Simbol dan nilai tubuh dikelompokkan, selanjutnya membaginya ke
tingkatan-tingkatan sosial, barang atau bentuk tubuh tertentu mencerminkan
yang kelas sosial pemiliknya. Karena wacana tubuh itu demikian dominan,
mulai melupakan nilai-nilai yang lain, terbelenggu bahwa tubuh adalah satu-
satunya media aktualisasi diri, penampilan adalah segalanya.
Rahmanto Andre (2009) menuturkan, ditinjau dari perspektif
komunikasi, dapat dilihat konsumerisme sebagai dampak dari upaya
pemasaran produsen melalui berbagai media. Media sendiri saat ini
mengalami peluasan begitu pesat sehingga pesan untuk beli, beli, dan beli
itu ada di mana saja, tuturnya.




Melalui paradigma kritis dalam kerangka Teori Kritis Sekolah
Frankfurt, khususnya Teori Kritis Marcuse , Hebert (1964) tentang Manusia
Satu Dimensi, penelitian ini berupaya memahami dan menjelaskan mengapa
penderitaan rakyat kecil masih juga berlangsung (Soedjatmiko, 2008).
2.2.3. Materialisme
Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa
dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah
satu. Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal
yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua
hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material.
Materi adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori materialisme termasuk
paham ontologi monistik. Materialisme berbeda dengan teori ontologis yang
didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan
tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme
(Drijarkara, 1966: 57-59).
Materialism belongs to the class of monistontology. As such, it is
different from ontological theories based on dualism or pluralism. For
singular explanations of the phenomenal reality, materialism would be in
contrast to idealism, neutral monism and spiritualism.

2.2.4. Teori Media
Marshall McLuhan dari University of Toronto (1965), pernah
mengatakan bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa.
Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam sejarah
peradaban manusia, yaitu era media massa. Terutama lagi, pada era media




elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah benar-benar
mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia itu
sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat
menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa.
McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat
periode: a tribal age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf), a
print age (era cetak), dan electronic age (era elektronik). Menurutnya, transisi
antar periode tadi tidaklah bersifat gradual atau evolusif, akan tetapi lebih
disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi. Inti dari teori McLuhan
adalah determinisme teknologi. Maksudnya adalah penemuan atau
perkembangan teknologi komunikasi itulah yang sebenarnya mengubah
kebudayaan manusia. Jika Karl Marx berasumsi bahwa sejarah ditentukan
oleh kekuatan produksi, maka menurut McLuhan eksistensi manusia
ditentukan oleh perubahan mode komunikasi.
METODE PENELITIAN
3.1. Pemilihan Lokasi
Secara geografis, letak wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat menjadi
strategis karena berada ditengah-tengah kota Jakarta yang merupakan bagian dari
kota metropolitan. Wilayah ini memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi
dimana hampir 50% merupakan warga pendatang (urban). Selain itu, sebagian
besar masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat baik pendatang (urban) maupun
pribumi merupakan masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah dengan




penghasilan rata-rata masih dibawah standar kelayakan hidup dikota besar.
Dengan pesatnya kemajuan teknologi dan pembangunan berbagai sarana
kebutuhan masyarakat seperti tempat perbelanjaan modern (mall, super market,
cafe), hotel berbintang, sarana hiburan dan juga sarana komunikasi serta media
informasi sangatlah mudah didapat dan pasar tradisional juga masih ada.
Lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Kelompok
masyarakat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok masyarakat kelas
bawah, masyarakat kelas menengah dan masyarakat kelas atas. Hal ini menjadi
pertimbangan peneliti karena wilayah Jakarta Pusat merupakan tolok ukur
diwilayah Ibukota yang merupakan lokasi strategis terhadap pengaruh media
massa dan pusat perbelanjaan di ibukota sehingga dapat diamati bagaimana
konsumerisme mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Masyarakat Kecamatan Senen tinggal diberbagai tempat dan juga ada
yang diperkampungan, pendatang yang kost maupun datang dari berbagai
tempat dimana mempunyai berbagai macam profesi ada yang pedagang kaki
lima seperti pedagang bakso, mie goreng, es, dan lain-lain serta ada yang usaha
kecil kecilan di kampung-kampung, ada juga masyarakat kelas menengah
karena sudah punya tempat tinggal yang layak dan bermobil. Sedang
pengusaha menengah tersebut mayoritas berada dipusat pembelanjaan Senen,
seperti penjual atribut TNI, penjual sepatu, berbagai kebutuhan electronik
seperti komputer, Radio, televisi, air condisioner, tas-tas dan lain sebagainya.
Sementara masyarakat kelas atas adalah mereka yang sudah mampu
menyewa ruangan-ruangan di Plaza Atrium Senen yang beromset besar mulai




dari onderdil mobil, makanan, grosir, pakaian untuk yang berharga tinggi
karena menggunakan merk-merk terkenal. Ada juga pengusaha hotel, restoran,
perbengkelan, perbankkan, toko buku, penjualan sepeda motor, dan lain-lain.

3.2.Metode Penelitian yang digunakan
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu suatu proses
penelitian dan pemahaman berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena sosial dan masalah manusia. Pada metode ini peneliti membuat suatu
gambaran secara menyeluruh, meneliti hasil laporan resmi yang dibuat oleh
Kecamatan Senen, dari pandangan responden, dan melakukan studi pada fakta-
fakta yang ditemukan dilapangan. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi
alamiah dan bersifat penemuan. Yang menjadi obyek penelitian adalah masyarakat
ekonomi kelas bawah, menengah dan atas jumlahnya 32 orang dilaksanakan
selama 3 bulan mulai tanggal 25 April 2011 sampai dengan tanggal 25 Juli 2011.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen kunci dan dalam penelitian
ini penulis menggunakan 3 (tiga) cara antara lain: Dokumentasi, Observasi dan
Wawancara
PENUTUP

7.1. Kesimpulan
Landasan teori Cultural Studies yang mengatakan bahwa Cultural
Studies agar fokus pada kebudayaan supaya dapat mempertahankan namanya
dapat berkembang, teori konsumerisme yang berasal dari kata konsumtivisme




yaitu kebutuhan yang mengada-ada sudah sesuai dan teori materialisme bahwa
materialisme adalah segala-galanya relatif dan teori media yang mengatakan
bahwa sekarang ini adalah The Mass age telah terjadi dan akan berkembang
pesat.
Berdasarkan data-data dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa
masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat adalah masyarakat yang sebagian
besar merupakan pendatang (urban) yang datang dari berbagai suku di
Indonesia pada awalnya pergi ke kota dengan tujuan untuk mencari nafkah
demi penghidupan yang lebih baik dibanding ketika masih berada di kampung
halaman, walaupun hanya bermodalkan tekat dan merasa yakin akan kehidupan
yang lebih baik.
Ada beberapa masyarakat yang berhasil dalam meraih penghidupan
dengan segala kebutuhannya yang serba tercukupi diantaranya ditemukan
peneliti dilapangan seorang penjual beras dengan penghasilan tiap bulannya
lebih dari 10 Juta rupiah, akan tetapi sebagian besar masyarakat urban berada
dalam kondisi tidak seperti apa yang diharapkan ketika mereka berangkat ke
kota.
Masyarakat Kecamatan Senen mayoritas adalah masyarakat yang kelas
ekonominya menengah kebawah, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian dan
hasil informasi dari pejabat resmi yang mendata masyarakat Kecamatan Senen.
Arus globalisasi yang melanda di berbagai negara yang salah satunya
juga terjadi di Indonesia, juga memberikan pengaruh yang sangat luas dan




signifikan terhadap kenaikan harga produk-produk kebutuhan masyarakat yang
tidak diimbangi oleh meningkatnya penghasilan khususnya kalangan
masyarakat ekonomi menengah kebawah apalagi bagi masyarakat yang
berdomisili di kota besar seperti masyarakat Kecamatan Senen yang rata-rata
ber-wira swasta manjadikan beban yang semakin berat dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun kondisi seperti itu bagi sebagian besar masyarakat Kecamatan
Senen tidak menjadi tolok ukur dalam mengendalikan keinginan untuk
memiliki apa yang diinginkan atau pun mengikuti gaya yang modern sesuai
penghasilannya tanpa harus mengorbankan kebutuhan lainnya. Ditemukan
beberapa contoh dan fakta pengamatan saat peneliti berada di lokasi yaitu
mulai dari hobby belanja di mall, jajan di Mc Donald, model pakaian,
perhiasan dan aksesoris lainnya yang mereka gunakan seakan-akan terbawa
oleh pengaruh perkembangan masyarakat kota yang sebenarnya, tak luput juga
alat komunikasi hand phone, kendaraan dan gaya rambut selalu berubah-ubah
mengikuti perkembangan yang mereka lihat dan saksikan dari berbagai media
massa maupun elektronika khususnya televisi.
Berdasarkan pengamatan peneliti tentang pengaruh media televisi adalah
bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Senen terbawa perkembangan
lingkungan karena media massa khususnya Televisi sehingga mempengaruhi
gaya hidupnya sehari-hari. Mereka juga terpengaruh oleh apa-apa yang
ditawarkan di mall-mall/pusat perbelanjaan maupun apa-apa yang ditawarkan




di pasar-pasar tradisional karena Televisi merupakan media yang mencakup
audiens yang sangat luas, sehingga sering dimanfaatkan oleh pemasar untuk
memasarkan produk atau jasa dengan kegiatan periklanan.
Iklan mampu memberikan informasi, mengingatkan, hingga
mempersuasi pemirsa untuk menggunakan produk atau jasa yang diiklankan
oleh pemasar. Pada saat ini, iklan tidak hanya dimanfaatkan oleh pemasar
produk untuk mempersuasi konsumen membeli produknya atau pemasar jasa
saja, namun juga dimanfaatkan oleh pelaku bisnis ritel (eceran) untuk
mendorong konsumen untuk melakukan kunjungan dan transaksi.
Disinilah media televisi memiliki peran penting sebagai agen penyebaran
ideologi konsumerisme. Kemampuan televisi menyajikan pesan suara dan
gambar bergerak secara bersamaan merupakan keunggulan yang tidak dimiliki
media lain, misalnya koran atau majalah. Televisi mampu menembus
kehidupan masyarakat Kecamatan Senen. Boleh dikata, saat ini televisi telah
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Senen.
Ini membuktikan bahwa dalam konsumerisme masyarakat Kecamatan
Senen tidak lagi dieksploitasi secara fisik. Gaya hidup (life style) masyarakat
menjadi lahan garapan utama konsumerisme. Dengan penciptaan
citra imajiner tentang sesuatu yang lebih dan nilai kebanggaan bagi
masyarakat. Seseorang belum dianggap modern bila tidak mengikuti gaya
hidup tersebut. Pemaksaan yang berlangsung dengan cara-cara halus (soft
violence) berupa iklan di ruang publik. Pemuatan iklan suatu produk




kebudayaan secara berulang-ulang dan massif, diakui atau tidak, mampu
membentuk sebuah realitas citraan dalam ruang kesadaran masyarakat.
Hasilnya, masyarakat menganggap hal itu sebagai sesuatu yang riil dan benar.
Nilai-nilai budaya konsumerisme merupakan jantung dari kapitalisme
dan sebuah nilai-nilai budaya yang didalamnya terdapat berbagai bentuk
dusta, halusinasi, mimpi, kesemuan, artifisialitas, pendangkalan, kemasan
wujud komoditi, melalui strategi hipersemiotika dan imajogologi yang
kemudian dikonstruksi secara sosial melalui komunikasi ekonomi seperti
iklan, show, media dan sebagainya) sebagai kekuatan tanda (semiotic
power) kapitalisme. Pengaruh iklan dan media menjadikan masyarakat
membelinya walaupun diluar kemampuannya maka akan terjadilah
kemiskinan dalam kehidupan msyarakat.
Nilai-nilai budaya konsumerisme terutama muncul setelah masa
industrialisme ketika barang-barang mulai diproduksi secara massal
sehingga membutuhkan konsumen lebih luas. Media dalam hal ini
menempati posisi strategis sekaligus menentukan yaitu sebagai medium
yang menjembatani produsen dengan masyarakat sebagai calon konsumen.
Secara umum, media berperan sebagai agen yang menyebar imaji-imaji
kepada khalayak luas. Keputusan setiap orang untuk membeli atau tidak lagi
berangkat dari dalam diri seseorang berdasarkan kebutuhannya yang riil,
namun lebih karena adanya otoritas lain di luar dirinya yang memaksa
untuk membeli.




Hasrat belanja masyarakat merupakan hasil konstruksi yang disengaja.
Jauh sebelum hari-hari besar itu, media terutama televisi telah memoles-
moles dirinya untuk bersiap bergumul kedalam kancah persaingan merebut
hati para pemirsa. Berbagai program, dari mulai sinetron, kuis, sandiwara
komedi, sampai musik, disediakan sebagai persembahan spesial untuk
menyambut hari spesial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumerisme masyarakat Senen
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan media
Televisi terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Televisi merupakan
faktor yang dominan dalam kehidupan masyarakat urban Kecamatan Senen
karena baik anak-anak maupun orang dewasa selalu menyaksikan tayangan
yang ada di televisi sehingga apa yang ditayangkan di media Televisi sangat
mempengaruhi gaya hidup masyarakat urban mulai dari cara berbicara,
berpakaian, makanan dan minuman yang dikonsumsi, gaya rambut yang
dipakai, tas yang dipakai, sepatu, sandal, maupun perilaku-perilaku yang
lain.
Selain itu, informasi secara global yang sangat banyak baik verbal
maupun visual menjadikan Televisi menjadi suatu kebutuhan primer bagi
masyarakat, yaitu dapat berupa pendidikan, hiburan, dan berita yang
dikonsumsi oleh semua kalangan usia di masyarakat.




Hasil analisis yang sama juga diperoleh untuk media Koran, yaitu
disimpulkan bahwa adanya pengaruh signifikan media Koran terhadap
kebiasaan konsumerisme sehari-hari walaupun pengaruhnya tidak sehebat
televisi. Koran juga merupakan hal yang sama pentingnya untuk menambah
wawasan maupun kebutuhan pribadi yang diiklankan lewat media massa
sehingga masyarakat dapat merasakan mendapatkan informasi tentang apa
yang terjadi di sekitar mereka dari apa yang dibaca di media massa.
Meskipun informasi yang diterima hanya berupa informasi visual saja,
namun media massa berperan sama pentingnya dalam memberikan
informasi seperti media Televisi. Masyarakat dapat memperoleh pendidikan,
hiburan, dan berita yang terus diperbaharui setiap hari di mana tentunnya
segala kejadian yang berada di lingkungan sekitar mereka akan berubah
setiap hari pula.
Hasil analisis mengenai radio menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
yang signifikan antara media Radio terhadap kebiasaan konsumerisme
sehari-hari. Hal ini dapat diakibatkan sedikitnya responden yang
menggunakan radio dalam kehidupan sehari-harinya. Penggunaan radio
yang cenderung menjadi sedikit ini dapat disebabkan para responden lebih
memilih untuk mencari informasi melalui Televisi. Televisi memiliki
keunggulan dibandingkan radio dalam menyediakan informasi, yaitu dapat
diperolehnya informasi secara visual pada televisi dan tidak pada radio.
Televisi memberikan informasi yang lebih lengkap dibandingkan radio




karena masyarakat dapat memahami apa yang terjadi di sekitar mereka
secara visual.
Hasil analisis mengenai internet menunjukkan hasil yang sama dengan
radio bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara media
Internetterhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Hal ini dapat
disebabkan karena Internet banyak digunakan oleh anak-anak muda untuk
berkomunikasi melalui facebook atau pun permainan game online. Orang-
orang dewasa jarang menggunakan karena selain kesibukan mereka sehari-
hari untuk mencari nafkah guna menghidupi keluarganya juga bagi orang-
orang dewasa kurang tertarik pada duia multimedia seperti internet.
Pada kenyataannya, informasi yang disediakan media Internet tidaklah
semenarik dibandingkan media lainnya. Cakupan informasi yang disediakan
Internet dapat dikatakan sangat luas dan global serta tidak terbatas. Selain
itu, pengguna internet dapat memilih sendiri informasi yang dibutuhkan,
sehingga pengguna internet dapat merasakan akses informasi yang lebih
eksklusif dibandingkan dengan menggunakan media yang lain. Namun
media internet memiliki kelemahan tertentu, yaitu terletak pada cara
pengoprasiannyaakan tetapi penggunaan media televisi dan Koran lebih
mudah dibandingkan dengan menggunakan media internet.
Hasil analisis mengenai pasar modern (Mall) maupun pasar tradisional
menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak ada pengaruh yang signifikan
antara pasar terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Hal ini dapat




diakibatkan kondisi responden yang dipilih secara acak dalam penelitian ini,
yaitu di mana sebagian besar responden adalah pria dan berusia 40 tahun ke
atas. Dari hasil deskripsi data responden diperoleh bahwa terdapat 23
responden laki-laki dari 32 responden dan terdapat 15 responden berusia 40
tahun ke atas dari ke- 23 responden tersebut.
Sementara di dalam masyarakat terdapat kecenderungan bahwa
masyarakat yang lebih sering berbelanja ke pasar modern adalah ibu-ibu dan
anak muda. Sedangkan, masyarakat yang lebih sering berbelanja ke pasar
tradisional didominasi oleh ibu-ibu. Pada para responden pria,
kecenderungan mereka untuk pergi ke pasar, khususnya ke pasar modern,
adalah semata-mata untuk jalan-jalan (refreshing) atau sekadar meluangkan
waktu di akhir pekan bersama keluarga. Hal ini juga menunjukkan bahwa
terdapat kebiasaan responden untuk jalan-jalan tiap minggu tanpa adanya
keperluan yang signifikan dalam kehidupan mereka.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
antara pengaruh produk-produk tertentu terhadap kebiasaan konsumerisme
sehari-hari terhadap produk tersebut. Hasil analisis tersebut dapat juga
dijelaskan bahwa kebiasaan responden dalam mengonsumsi produk tidak
berkaitan dengan pengaruh yang ditimbulkan produk tersebut terhadap
kehidupan responden sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
konsumerisme terus-menerus responden terhadap suatu produk tertentu tanpa
melihat manfaat yang signifikansi dari produk terhadap kehidupan responden.




Dalam penelitian ini, produk minuman yang dikonsumsi oleh
mqasyarakat Kecamatan Senen sehari-hari sebagian besar adalah teh dan
kopi. Sedangkan, responden tidak menyadari signifikansi produk-produk
tersebut dan mengkonsumsinya setiap hari dengan hanya didasarkan
perasaan suka saja dan terbiasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumerisme adalah faktor
struktural dalam hal ini pemerintah harus arif dan bijaksana agar masyarakat
tidak terkena dampak konsumerisme yang mengakibatkan kemiskinan yang
terstruktur walaupun ini sulit dilakukan karena nilai budaya welcome bangsa
Indonesia dan pemerintah ingin mendapatkan devisa negara. Faktor yang
lain adalah faktor kultural yang sulit dihindari karena bangsa Indonesia
ingin merasa lebih hebat, lebih bergengsi. Namun demikian ada juga
masyarakat baik kelas menengah maupun kelas atas yang betul-betul
memerlukan (need) bukan keinginan untuk membeli yang seharusnya tidak
dibeli atau kebutuhan semu agar tampil trendy akibat pengaruh salah
satunya media massa dan elektronik.
Permasalahan permasalahan konsumerime yang dihadapi oleh
masyarakat Senen adalah perkembangan jumlah pendududuk yang
signifikan akibat kurangnya peserta Keluarga Berencana dan juga dipicu
oleh perpindahan penduduk dari desa kekota yang meningkat setiap tahun,
pengaruh media media massa yang begitu kuat utamanya televisi, terjadi
penurunan penghasilan akibat beban keluarga yang semakin meningkat,




pendidikan yang tidak bias ditingkatkan terjadi banyaknya pengangguran
yang berdampak pada angka kriminalitas yang meningkat dan keamanan
masyarakat akan terganggu.
Faham konsumtivisme yaitu kebutuhan yang mengada ada akibat
perkembangan lingkungan globalisasi dan pengaruh media massa telah
berubah menjadi konsumerisme karena telah banyak dipakai oleh para
ilmuwan dan masyarakat mempunyai pengaruh positif yaitu
berkembangnya investasi pabrik pabrik, munculnya banyak tenaga kerja
yang diserap dan juga produk produk baru namun disisi lain berdampak
negative kepada masyarakat utamnya kelas ekonomi bawah dimana terjadi
penurunan nilai nilai budaya masyarakat sehingga terjadi kemiskinan
struktural.
Konsumerisme berkembang bukan saja dari faktor struktural namun
juga dari faktor kultural bangsa Indonesia yang mempunyai budaya
welcome terhadap apa saja sejak penjajahan Belanda. Untuk itu Pemerintah
harus cerdas menyikapai hal ini dengan mengambil kebijakan kebijakan
yang tepat dan mengamati perkembangan media massa sehingga masih
dapat mengendalikan dampak negatif yang diterima oleh masyarakat.
7.2. Saran
Bagaimana menghindar dari konsumerisme? Mengkonsumsi
sebenarnya merupakan kegiatan yang wajar dilakukan. Namun, dewasa ini
disadari bahwa masyarakat tidak hanya mengkonsumsi, tapi telah terjebak
ke dalam budaya konsumerisme. Nilai-nilai budaya ini dikatakan berbahaya




karena berdampak negatif terhadap penghidupan, juga menurunnya
hubungan sosial dan menguatnya kesadaran semu dibenak masyarakat.
Sekarang sudah saatnya menjadi konsumen yang cerdas dan kritis,
bukan lagi saatnya menjadi konsumen yang selalu ketergantungan pada
hasrat yang konsumtif dan mudah dikelabui. Mulailah mengendalikan diri
dan membelanjakan uang hanya untuk kebutuhan yang benar-benar memang
diperlukan, jangan mudah terpengaruh dengan tawaran untuk
mengkonsumsi sesuatu dan mulai mempertanyakan proses di balik
pembuatan produk yang akan kita konsumsi. Konsumen berhak menentukan
segala sesuatunya.
Hal ini penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat Kecamatan
Senen khususnya dan masyarakat kota besar lainnya pada umumnya agar
terhindar dari obyek nilai-nilai budaya konsumerisme yang semakin hari
semakin berkembang pesat karena masyarakat akan tenggelam dan terjebak
dalam kemiskinan yang terjadi secara terstruktur.
Perlunya resistensi terhadap konsumerisme untuk melawan nilai-nilai
budaya asing agar nilai-nilai budaya bangsa Indonesia tetap dapat
dipertahankan walaupun dalam hal ini sangat berat karena harus melawan
globalisasi yang sulit untuk dibendung apalagi budaya welcome bangsa
Indonesia yang sudah ada dalam sejarah budaya Indonesia. Sejarah
membuktikan bahwa sangat jelas pengaruh nilai-nilai budaya asing seperti
pengaruh jaman penjajahan Belanda, pengaruh Hindu, Islam, Kristen,




teknologi baru untuk itu harus ada gerakan politik yang bertujuan
melindungi pengaruh negatif kapitalisme.
Pengaruh pemerintah harus selektif terhadap intervensi dari luar
jangan merasa rendah diri kalau tidak mengambil budaya dari luar. Budaya
konsumerisme sulit dibendung misalnya Indonesia penghasil kentang tetapi
mengapa kita import kentang dari RRC. Indonesia bukan penghasil terigu
namun Mc. Donald ada dimana-mana. Ternak-ternak ayam banyak namun
import paha ayam dari Amerika dan itu tidak bisa dibendung karena
Indonesia juga ada kepentingan bisnis internasional agar kelapa sawit masuk
ke Amerika.
Untuk masyarakat Kecamatan Senen hendaknya dapat berusaha
bagaimana menghindari nilai-nilai budaya konsumtif untuk tidak menjadi
masyarakat konsumerisme karena hal ini sangat berbahaya dan berefek
negatif terhadap lingkungan hidupselain itu juga menurunnya hubungan
sosial dan kesadaran semu di masyarakat. Apalagi masyarakat Kecamatan
Senen adalah masyarakat yang mayoritas terdiri dari masyarakat urban yaitu
masyarakat yang berasal dari berbagai suku-suku di Indonesia dengan latar
belakang mayoritas masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah yang
rentan terhadap kemiskinan.
Untuk itu pemerintah terutama instansi atau pejabat yang memiliki
kewenangan dalam memberdayakan rakyat hendaknya membuat program
untuk berinvestasi. Menumbuh-kembangkan pola hidup hemat melalui nilai-




nilai budaya menabung harus digalakkan sampai masyarakat tingkat yang
paling bawah. Dengan menabung atau berinvestasi akan mampu
menggairahkan dan meningkatkan ekonomi bangsa dan negara.
Pemerintah juga harus menyaring program-program dimedia cetak
maupun elektronik tentang kebohongan publik yang telah dilakukan oleh
pengusaha agar masyarakat tidak terkecoh pada produk-produk yang
mungkin tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam iklan-iklan
sehingga masyarakat terhindar dari penipuan-penipuan pengusaha.
7.3. Pengembangan Penelitian
Penelitian ini dapat dikembangkan dan diperluas untuk kota-kota
besar lain sehingga masyarakat kota yang pada umumnya berasal dari
desa dapat menghindari budaya konsumerisme untuk tidak terjebak
dalam gaya hidup dan mengkonsumsi barang-barang yang ditawarkan di
media cetak maupun elektronik maupun barang-barang yang ditawarkan
di mall-mall/pusat perbelanjaan maupun pasar tradisional pada tingkat
yang berlebihan.
Setelah penelitian ini dilakukan di kota-kota besar lainnya, seharusnya
dapat disimpulkan untuk dijadikan kajian di tingkat nasional, sehingga
masyarakat Indonesia secara umum memahami bahwa konsumerisme
mempunyai nilai yang positif namun lebih besar dampak negatifnya
sehingga dapat mencegah kemiskinan yang berlarut-larut dan mengurangi
jumlah angka kemiskinan.




DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan, 2009, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan,
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Adarno, M, 1981, Penerusan Budaya Kita Terputus,Prisma, No. 11, Jakarta:
LP3ES.
ADB, 2009, Survey ADB tahun 2009 tentang Pengusaha Ekonomi Kelas Bawah,
Menengah dan Kelas Atas, Jakarta: ADB
Alfathri Aldin, 2006, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas,Yogyakarta:
Jalasutra.
Alfathri, Aldin, 2006,Menggeledah Hasrat: Sebuah Pendekatan Multi Prespektif,
Yogyakarta: Jalasutra.
Arikunto, Suharsimi, 1993Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta, Rineka Cipta, hal. 124
Arikunto, Suharsimi, 1996, Teknik dan Metode Penelitian,Yogyakarta, UGM
Arikunto, Suharsimi,1996, Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 46
Armando, 1998, Cild Property and cash Transfer, Jakarta, LP3ES.
Bakel, J.W. M, 1984, Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar, Yogyakarta:
Karisnes.
Bandrillard, Jefri, 1998,The Consumer Society,London: Sage Publication.
Barker, Chris. 2011. Cultural Studies, teori dan Praktik. (terj). Yogayakrta. Kreasi
Wacana Offset.
Baumann, Zygmunt, 2007, Consuming Life, USA: Polity Press.
Belinda, Wheaton, 2004,Understanding Lifestyle Sports:Consumption, Identity
and Difference, London: Routledge, Taylor & finance group.
Boudrillard, Jean, 1970, Wiriting Selected, Paris: Galiword.
Boudrillard, Jean, 2004, Masyarakat Konsumsi, Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Burton, Graeme, 2008,Pengantar untuk Memahami Budaya dan Media, Jakarta:
Jalasutra.




Chaney, David 2006, Life style Sebuah Pengantar Komprehensif, Jogjakarta,
Jalasutra.
Coafee, Jon, 2009, Terrorism, Risk and the Global City: Towards Urban
Resilience,USA, England: Ashgate.
Corner, John And Dick Pels, 2003, Media and the Restyling of Politics, London:
Sage Publcation Ltd.
Dick, H.W, 1985, The Rise of A Middle Class and The Changing Concept of
Equity in Indonesia: An Interpretation, Indonesia: Cornell Southeast
Asia program, No. 39.
Drijarkara, N, 1966, Pertjikan Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan Djakarta.
Engel, Janus F, Blackwell, A Roger D. Miniard, Paul W, 1993, Perilaku
Konsumen, Jakarta: Binarupa Aksara.
Evans, Peter, 2002, Livable Cities: Urban Struggles for Livelihood and
Sustainability, London:University of California Press, Ltd.
Farris, Nancy, 1986, Commodities in Cultural Perspective,Australia: Press
Syndicate of the University of Cambridge.
Featherstone, 2007, Consumer Culture and Postmodernism, 2
nd
Edition, London:
SAGE Publications Ltd.
Featherstone, Mike, 2005, Postmodernisme dan Budaya Konsumen, Penerjemah
Misbah Zulfa Elizabeth, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fine, Ben, Michael Heasman and Judith Wright, 2002,Consumption in The Age Of
Affluence, London: Routledge, Taylor and finance e-Library.
Fornas, Johan, 2007, Consuming Media, New York: Oxford International
Publishers Ltd.
Friedman, Jonathan, 2005, Consumption and Identity, Australia:Taylor & Francis
e-Library.
Gillette, Maris Boyd, 2000,Between Mecca and Beijing,CA: Stanford University
Press.
Grazia, Victoria de and Ellen Furlough, 1996, The Sex of Things:Gender and
Consumptionin Historical Perspective,USA: University Of California
Press.




Hall, Michael, 2008, Tourism and the Consumption of Wildlife, USA: Routledge,
Taylor & finance group
Haryanto, Sedjatmiko, 2008, Saya Berbelanja Maka Saya Ada, Yogyakarta:
Jalasutra.
Hebarmas, Jurgen 1964, Teori Kritis, Jerman, Universitas Frankfurt.
Heryanto, Januar, 2004, Pergeseran Nilai dan Konsumerisme di Tengah Krisis
Ekonomi Indonesia, Jakarta, NIRMANA Vol. 6, No. 1, 52-62.
Huat, Chua Beng 2003,Life Is Not Complete Without Shopping,Singapore:
Photoplates Pte Ltd.
Ibrahim, Idi Subandy, 1997,Ectasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop Dalam
Komoditas Masyarakat Indoesia, Bandung: Mizan.
Ihromi, T.O, 2006,Pokok-pokok Antropologi Budaya,Jakarta:Yayasan Obor
Indonesia.
Johnson, Louise C., 2009, Cultural Capitals, London: TJ International Ltd,
Padstow. Cornwall.
Jones, P. P., 2009, Pengantar Teori-teori Sosial, Jakarta: Yayasan Oleh Indonesia.
Kartjono, 1984,Depolitization Politics in Indonesia, Transnationalization of
The State and Sosial Formation: Indonesia Experience, Research
Projects Seminar on The State and People in the Context of
Transnationalization, held in Salatiga, October 8-12, 1984, Sponsored
by U.N. University, LP3ES.
Kim, Youna,2008, Media Consumption and Everyday Life in Asia,
London:Routledge Taylor & Francis e-Library.
Koshar, Rudy, 2002, Histories of Leisure, London: Oxford International
Publishers Ltd.
Laporan Tahunan Kecamatan Senen Tahun 2011, Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Kota Administrasi Jakarta Pusat Kecamatan Senen.
Lavine, Madeline, Chalenging the Cultured of Affluence, Independent School, 67
(207): 28-36.
Leftwich, R.H. and A.M. Sharp, 1984, Economics of Social Issues, Plano, Texas:
Business Publication, Inc.




Lincoln, Y.S, & Guba, E. G, Naturalistic Inquiry, Beverly Gills: Sage.
Lindner, Rolf, 2006,The Reportage of Urban Culture,London, Cambridge
University Press.
Low, Nicholas, Brendan Gleeson, Ingemar Elander and Rolf Lidskog, 2005,
Consuming Cities, USA:Routledge Taylor & Francis Group
Mahasin, A, 1977, Pengantar Redaksi, Prisma, No. 6, Jakarta: LP3ES.
Mangunwijaya, Y.B, 1983, Teknologi dan Dampak Kebudayaannya, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Mantra, Ida Bagoes, 2008,Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian dan Metode
Penelitian Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryani, 2005,Metode Penelitian Kebudayaan, Malang:Bumi Aksara.
Mc Luhan, 1965,Under Standing Media: The Extenshion New York, Herald
Tribune
Mark, Karl, 2000, Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis, Jakarta,LKIS
Max Weber, 2010, Teori Sosial atau Tindakan Sosial, Jerman.
Mercuse, Hebert 1964, Manusia Dalam Satu Dimensi, Boston, Beaca Press.
Miles, Steven and Malcolm Miles, 2004, Consuming Cities, USA: Palgrave
Macmillan.
Miller, Daniel, 1998, Material Cultures, London: UCL Press Limited Taylor &
Francis Group.
Mitlin, Diana and David Satterthwaite, 2004, Empowering Squatter Citizen,
London: Earthscan
n.n, 2009, Dixi Square Mall: Dawu Of The Dead Mall. Harvey, Illinois: Harvey
Nairin, Agnes,Jo Ormrod and Paul Botton Ley Wathcing, 2007, Wanting and
Wellbering, Exploring the Link A Study of 9-13 Years Old. National
Consumer Council.
Nawawi, Hadari, 1993, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM
Press.




Pacione, Michael, 2009, Urban Geography,USA: Routledge, Taylor &Finance
Group.
Palermo, Pier Carlo and Davide Ponzini, 2010, Spatial Planning and Urban
Development, Italia: Springer Science+Business Media.
Paterson, Mark, 2006, Consumption And Everyday Life, USA: Taylor & Francis
Group.
Piliary Yasraf A, 2004, Dunia Yang di Lepas, Yogyakarta: Jalasutra.
Pilliang, Yasraf A, Realitas Kebudayaan dalam Era Post Metafisika, Yogyakarta:
Jalasutra.
Rahmanto, Andre 2009, Media dan Budaya Populer, Klaten, PPMUNS
Ransome, Paul, 2005, Work, Consumption And Culture, London: SAGE
Publications Ltd
Ritzer, George dan Douglas J. 2011. Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial
Postmodern.terj.Yogyakarta. Kreasi Wacana Offset.
Robotham, Don, 2005,Culture, Society and Economy, London: Sage Publications
Ltd.
Ronald, Walpole E. and Raymond H. Myers, 1995, Ilmu Peluang dan Statistika
untuk Insinyur dan Ilmuwan, Bandung: Penerbit ITB.
Santoso, Bibit, 2005, Efektifitas Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Malaysia,Tesis, Jakarta:Pasca Sarjana Universitas Jaya Baya Jakarta.
Saraswati, Sylvia, 2009,Cara Mudah Menyusun Proposal, Skripsi, Tesis dan
Disertasi, Jakarta: Am Ar-Ruzz Media.
Saukko, Paula, Doing Research in Cultural Studies, an Introduction to
Clasical,UK: University of Exeter.
Setiawan, Bambang. 2012. Kelas Menengah: Konsumtif dan
Intoleran.http://nasional.kompas.com/read/2012/06/08/11204529/Kelas.
Menengah.Konsumtif.dan.Intoleran
Setioko, Bambang, 2000,Pengendalian Urbanisasi Dalam Rangka Memantapkan
Ketahanan Nasional,Kertas Karya Perorangan (Taskap) Kursus
Reguler Angkatan XXXIII Lemhannas Tahun 2000, Jakarta: Lemhanas.




Showalter, Pamela S. and Yongmei Lu, 2010,Geospatial Techniques in Urban
Hazard and Disaster Analysis, Texas: Springer ScienceBusiness Media.
Storey, John, 2011, Pengantar Teori dan Metode Budu Cultural Studies dan
Kajian Budaya Pop,Jakarta: Jalasutra.
Suara Pembaruan, 17 Agustus 2003, Katanya Krisis, Konsumerisme Malah
Meningkat, Tahun XVII Nomor 5800, Jakarta: Suara Pembaruan.
Sudjana, 1983,Teknik dan Metode Penelitian,Bandung: Tarsito
Sudjana, 1992, Metode Statistika, Bandung: Tarsito.
Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Administrasi Bisnis, Bandung: Alfabeta.
Sunardi, R. M, 2004, Ketahanan Ekonomi Wilayah.Jakarta: Gramedia.
Suparlan, Parsudi, 2003, Iklan dan Polusi Gaya Hidup, Prisma, No 6, Jakarta:
LP3ES
Tim, 2001, Pedoman Penulisan Disertasi, Yogyakarta: Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada.
Veblen, Thorstein, 1899, The Theory of The Leisures Class, USA: Societal Study.
Wick, M. Jeffry Hord, 2001, Mall Maka, Phila delpia: University Of Press.
Wong, Cecilia, 2006, Indicator for Urban and Regional Planning,USA: The RTPI
Library series 11.
Yasin, Sulchan,1995, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia.
Yenny, 1990,Pengaruh iklan makanan di media massa di Rusia.





BIODATA PENELITI
A. Jati Diri
Nama Lengkap : Bibit Santoso
Tempat dan Tanggal lahir : Bojonegoro,15 Desember 1951
Agama : Islam
Pangkat/Golongan : Mayor Jenderal TNI Purn./1A
Isteri Hj. Dra Siti Rahayu,MSc,MH
Anak : Mayor Inf Hendra Santiko Aji
Lettu Kav Kurnia Santi Adi Wicaksono
Alamat : Jl. DR. Abdurrahman Saleh No.23 Senen
Jakarta Pusat
No. Telpon : 081234312198/ 087859106189
e-mail : bibits@ymail.com, bibit.santoso17@gmail.com
Pendidikan Umum :
- SDN tamat tahun1963
- SMPN tamat tahun 1966
- STMN tamat tahun 1969
- Fakultas Sos Pol UT Jurusan Administrasi Negara
- Fakutas Hukum Universitas Jaya Baya jurusan Hukum Bisnis

Pendidikan Militer :
- AKABRI tahun 1975
- Sussarcab tahun1976
- Sustafpur tahun 1986
- Seskoad tahun 1991
- Sesko ABRI tahun 1997
- KRA Lemhannas tahun 2000

Pendidikan Pengembangan Spes :
- Susjurpajasmil tahun1977
- Susjurpaturbak tahun 1981
- Sus Ins Radar Giraffe dan RBS 70 th. 1983
- Sus Bahasa Inggris tahun 1985




- Sus Manual Test Equipment Rudal Rapier tahun1987
- Sus English Mathematic Phiycs Teacher tahun 1988
- Penataran P4
- Sussospol ABRI tahun 1998
- Sus Scuba Diver tahun 1998

Pendidikan dan penugasan Luar Negeri :
- Giraffe Radar and RBS 70 Ins Course di Swedia 1982
- Instroduction Rapier Course di Australia tahun 1984
- Manual Tech Equip Rapier Course di Inggris 1986
- English Math Physic Teacher Course Inggris 1988
- United Nation Somalia Garuda XIVA
- Inspector RPV Snipe Inggris 1995
- Inspector RBS 70 Swedia 1996
- KKLN Sesko ABRI Thailand 1997
- Seminar Defence Management Australia 1998
- Subyect Matter Expert Exchance USA 1998
- Asia Pasific Cecter For Sec Studies Hawaii USA 1999
- National Development Course Taiwan 2000
- KKLN Lemhannas RI Perancis 2000
- KKLN Lemhannas RI Philipina 2001
- Symposiom On East Asia Security USA 2003
- Symposiom On East Asia Security Jepang 2003
- Symposiom On East Asia Security Korea sel 2003
- Toast Master Delegation Sabah Malaysia 2005
- Senior APCSS Hawaii USA 2006










B. Riwayat Jabatan :
1. Jabatan Terakhir adalah :
(1) Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Politik dan Kewarganegaraan Lemhannas
RI
(2) Manager Sasana Tinju Aru Boxing Club
2. Jabatan Sebelumnya :
(1) Danton 2 Baterai B Batalyon Arhanudri -15/Dam IV Diponegoro tahun
1976
(2) Danrai D Yon Arhanudri 15 /Dam IV Diponegoro tahun 1981
(3) Danrai A Yon Arhanudri 15/Dam IV Diponegoro tahun 1982
(4) Kasi 1/Intelejen Yon Arhanudri 15/Dam IV Diponegoro tahun 1982
(5) Gumil Gol VII Pus Arhanud tahun 1982
(6) Danrai Har Pus Arhanud tahun 1985
(7) Kasi 2 Yon Arhanudse-10/Dam Jaya tahun 1986
(8) Kabenghar Elka Instek TNI-AD tahun 1988
(9) Instruktur Gol VI Instek TNI-AD tahun 1988
(10) Dan Denarhanud Rudal 001/Dam I/BB 1989
(11) Kadep Sista Instek TNI-AD tahun1991
(12) Danyon Arhanudse -8 /Dam V/BRW tahun 1991
(13) Dansearhanud Pusdikart tahun 1994
(14) Danserudal Pusdikart tahun 1995
(15) Dosen GolIV Seskoad tahun 1997
(16) Kabinjianbang Straops Seskoad 1999
(17) Kasubdit Rendalduk Ditrendik Dedik Lemhannas Dephan tahun 1999
(18) Widya Iswara Madya Bidang Strategi Lemhannas RI tahun 2001
(19) Karohumas dan Kermalugri Lemhannas RI tahun 2003
(20) Waka Puspen TNI tahun 2005







C. Riwayat Kepangkatan
Letda 01-12-1975
Lettu 01-04-1978
Kapten 01-10-1981
Mayor 01-04-1988
Letkol 01-04-1992
Kolonel 01-04-1997
Brigjen 15-07-2001
Mayjen 22-05-2009

D. Tanda Penghargaan : SL Kesetiaan XVI tahun
SL KesetiaanXXIV tahun
SL Dwija Sista I
SL Dwija Sista II
SL UNOSOM PBB Somalia
SL Santi Dharma VI
SL OPS Seroja TIM TIM
SL GOM VI Aceh
Bintang Karika Eka Phaksi Nararya
Bintang Yudha Dharma Nararya
SL Maheswara tingkat III

E. Penugasan Operasi :
Operasi Seroja Timor Timor tahun 1978-1979
Operasi GOM Aceh tahun1988-1989
Operasi Perdamaian PBB Garuda XIV Somalia tahun 1994-1995

F. Penghargaan Yang diterima :
- Juara I Lulusan Terbaik SDN Ponco Kec Parengan Tubanth1963
- Juara harapan 2 Menembak seluruh Pati TNI th 2005
- Juara 1 Team Tennis Lapangan Mabes TNI 2005




G. Piagam Penghargaan
- Dari Gubernur Lemhannas RI pada saat menjabat sebagai Karo Humas dan
Kermalugri
- Dari Ketua PGSI sebagai Pelaksana Kejurda Gulat Expoar Senior Sejatim
- Dari Dan Danseskoad sebagai Dosen GOL IV SESKOAD
- Dari Lemhannas RI sebagai Tenaga AHli Pengkaji Bidang Politik Lemhannas
RI
- Dari Danseskoad sebagai Ketua Pengarah Materi PMN dalam PKB Juang
antar Sesko Angkatan / Sespim Polri dan Program Pasca Sarjana
ITB,UNPAD,IKIP,Th 1997/1998 tanggal 4-9 Mei 1998 di Bandung.
- Dari Danseskoau sebagai Wasru SUB kogla D Gladi Posko PKB OPSGAB
WIRA SIAGA XVII/1997 tanggal 20 24 A pril 1998
- Dari Danseskoal sebagai Wasru LINUD II SUB KOGLA C Gladi POSKO
OPSGAB WIRA SIAGA XVII/97 TANGGAL 21 April sd 26 April 1997
- Dari Danseskoad sebagai anggota De Oyu SUBGLA A dalam GLADI
POSKO PKB OPSGAB WIRA siaga xix/99 TANGGAL 19 sd 23 April 1999

H. Tulisan yang dipublikasikan :
Beberapa Tulisan di Majalah Patriot TNI diantaranya tentang
WawasanKebangsaan
Beberapa Tulisan di Majalah Tannas Lemhannas RI diantaranya tentang
Bagaimana membentuk satu Kesatuan yang Efektif dan Efisien.

I. Peran Serta dalam Pertemuan Ilmiah :
1. Peserta Asia Pasific Retail and Workshop 30 Nov 2004
2. Peserta Seminar Nasional tema Urgensi Pemekaran Daerah untuk
Meningkatkan Pelayanan dan Kesejahteraan Masyarakat di Lemhannas RI
tanggal 29 September 2009




3. Peserta Seminar PRODIK PPRA XLIII Lemhannas dengan Judul
Penguatan Kebijakan Energi Mendukung Perekonomian Nasional dalam
Rangka Ketahanan Nasional diLemhannas RI tanggal 2 Desember 2009
4. Peserta Seminar Prodik PPSA XVI Lemhannas dengan Tema Membangun
Indexs Pencegahan Korupsi Indonasia dan Penindakan Korupsi Indonesia
guna mewujudkan Good Governance dalam rangka Pembangunan
Nasional
5. Panitia Diskusi Panel Forum Kajian Masalah Kerusuhan Sosial dan Krisis
Moneter tanggal 24 November 1997 di Seskoad Bandung
6. Peserta Defence Management Seminar 1-6 Maret 1998 di Australia
7. Peserta Rapat Kerja Terbatas tentang Penyusunan Rencana Tindakan
Menghadapi Kontijensi Terpilih di Papua di Wantnnas tanggal 20
September 2007
8. Moderator/Fasilitator serta peseta Seminar Counter Terrorism di
Lemhannas tanggal9-11 Maret 2004
9. Ketua Koordinator Humas dalam Simposiom, Seminar dan Lokakarya
Kewaspadaan dan Ketahanan Nasional: Aktualisasi Panca Sila untuk
Persatuan Bangsa dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan di
Lemhannas tanggal 2 Mei 2005
10. Peserta Sosialisasi UUD 45setelah amandemen oleh MPR RI tahun 99-
2002 di Lemhannas RI tanggal 18 Maret 2003
11. Peserta Seminar KRA XXXVI Lemhannas dengan Tema Stabilitas Politik
sebagai Prasarat utama dalam menyongsong Pemilu 2004 di Lemhannas
tanggal 4 Desember 2004
12. Peserta Seminar Nasional Migas dg Tema Sistem Pengamanan Terpadu
berbasis Masyarakat setempat proyek vital sumber daya alam migas di
Lemhannas tanggal 8 juli 2003
13. Peserta seminar 2 hari SUSREG XXXIII Lemhannas dengan tema
Pemberdayaan Hukum di daerah menuju Indonesia Baru di Lemhannas
tanggal 22-23 November 2000




14. Peserta Seminar KSA XI Lemhannas Judul Penegakan Supremasi Hukum
Guna Meningkatkan Stabilitas Politik dalam Memperkokoh Integrasi
Nasional di Lemhannas tanggal 23 Oktober 2003
15. Peserta lokakarya tema Sinkronisasi Pendidikan Umum dan Pendidikan
Kedinasan dengan Pendididkan Ketahanan Nasional dalam rangka
meningkatkan kualitas Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Lemhannas
tanggal 24 Agustus 2004
16. Peserta Seminar Nasional dalam rangka memperingati Hari Olah Raga
Nasional tanggal 4 September 2002 di Hotel Indonesia
17. Peserta Seminar Nasional Kebijakan Pengelolaan Konservasi Hutan dalam
rangka mendukung Ketahanan Nasional di Lemhannas tanggal 21 Oktober
2003
18. Peserta Seminar SUSREG XXXV Lemhannas dengan judul Aktualisasi
Manejemen Nasional guna meningkatkan Investasi dalam rangka
memulihkan Ekonomi Nasional diLemhannas tanggal 29-30 Oktober 2002
19. Peserta Seminar KSA X Lemhannas dengan Tema Peningkatan Peran
Kepemimpinan Nasional dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Nasional
di LEMHANNAS TANGGAL 18-19 Juni 2002
20. Peserta Seminar KSA II Lemhannas dengan Tema Meningkatkan
Kerjasama antar Daerah Guna mendorong pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan daerah dalam rangka mencegah disintegrasi bangsa di
Lemhannas tanggal 3-4 Desember 2001
21. Peserta Seminar nasional dalam rangka HUT Lemhannas RI Kerjasama
dengan Yayasan Jati Diri Banga dengan tema Implementasi Character
Building dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna
memperkokoh Wawasan Kebangsaan di Lemhannas RI tanggal 6 Mei
2003
22. Peserta Seminar KRA XXXVII Lemhannas dengan tema Percepatan
Pembangunan Wilayah Perbatasan guna meningkatkan kesejahteraan




masyarakat dalam rangka memperkokoh NKRI di Lemhannas RI tanggal
11 November 2004
23. Nara Sumber pada Pelaksanaan KRA XXXVII Lemhannas RI tahun 2004
24. Pembicara pada Kuliah Umum di Fakultas Tehnik UniversitasPakuan
Bogor tanggal 29 Mei 2004.
25. Perencana dalam menyusun Seminar Nasional Counter Terrorism di
Lemhannas RI tahun 2004.
26. Peserta Seminar KSKA II Lemhannas dengan Tema Meningkatkan Kerja
sama antar Daerah guna mendorong pertumbuhan dan Pemeretaaan
Pembangunan Daerah dalam Rangka mencegah Dis Integrasi Bangsa
tanggal 4 Desember 2001
27. Peserta Seminar Nasioanl kembali ke UUD 45 Kemajuan atau
Kemunduran dari Ikatan Aumni Resimen Mahasiswa Indonesia tanggal 11
Maret 2010.
28. Peserta Seminar Indo Defence AND Indo Aerospce 2008 dengan tema
Harceney Defence Tehnology Capabilities and Improving the Role of
Current National Air Transportation tanggal 20 November 2008
29. Peserta Konferensi Nasional Membangun Indonesia Baru tema
Reformulasi Format Penyelenggara Negara dalam rangka Memperkokoh
Persatuan dan Keasatuan Indonesia tanggal 20 sd 22 Maret 2010

Anda mungkin juga menyukai