Anda di halaman 1dari 8

1

TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang
spontan dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau
ketakutan yang kuat dan relative singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang
disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea.

2. EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk
gangguan panik adalah 1,5-5 % dan untuk serangan panik adalah 3 5.6 %. Sebagai
contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang dipilih
secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8 %
untuk gangguan panik, 5,6 % untuk serangan panik, dan 2,2 % untuk serangan panik
dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap.
Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki,
walaupun kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan
dalam distribusi yang tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit
putih non-Hispanik, dan kulit hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya
yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat
perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering berkembang
pada dewasa muda - usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun, tetapi baik
gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Sebagai
contohnya. gangguan panik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja. dan
kemungkinan kurang diagnosis pada mereka.
3. ETIOLOGI
a. Faktor Biologis

2

Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah menghasilkan
berbagai temuan; satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan panik dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam struktur otak dan fungsi otak.
penelitian tersebut dan penelitian lainnya telah menghasilkan hipotesis yang
melibatkan disregulasi system saraf perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan
panik. Sistem saraf otonomik pada beberapa pasien gangguan panik telah dilaporkan
menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli
yang berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang. Sistem
neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma-
aminobutyric acid (GABA).
b. Faktor Genetika
Bahwa gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka
prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik.
Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panik
sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan
panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan
gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot.


c. Faktor Psikososial
Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk
menjelaskan patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku
menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku
modeling orang tua atau melalui proses pembiasan klasik.
Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan
yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang
sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan
ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik. Peneliti menyatakan bahwa
penyebab serangan panic kemungkinan melibatkan arti bawah sadar peristiwa yang
menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik mungkin berhubungan dengan
faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis.

3

4. GEJALA KLINIK
Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan
relative singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba
akan menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut:
1. Palpitasi
2. Berkeringat
3. Gemetar
4. Sesak napas
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual dan gangguan perut
8. Fusing, bergoyang. melayang. atau pingsan
9. Derealisasi atau depersonalisasi
10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Rasa takut mati
12. Parastesi atau mati rasa
13. Menggigil atau perasaan panas.
Serangan panik pertama seringkali sama sekali spontan, walaupun serangan
panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas
seksual, atau trauma emosional sedang. DSM-IV menekankan bahwa sekurangnya
serangan pertama harus tidak diperkirakan (tidak memiliki tanda) untuk memenuhi
criteria diagnostik untuk gangguan panic.
Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat
selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan
ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan
sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan
dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia. palpitasi, sesak nafas,
dan berkeringat.
Gejala Penyerta :

4

Gejala depresif seringkali ditemukan pada serangan panik dan agoraphobia,
dan pada beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan
gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup
pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang
tanpa gangguan mental.
5. DIAGNOSIS
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed
4), kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan adanya serangan panik
yang berkaitan dengan kecemasan persisten berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap:
(1)serangan panik baru (2) konsekuensi serangan, atau (3) terjadi perubahan perilaku
yang signifikan berhubungan dengan serangan.
Serangan panik adalah suatu episode tertentu adanya rasa takut yang hebat
atau perasaan tidak nyaman, dimana 4 atau lebih gejala berikut ini terjadi secara
mendadak dan mencapai puncaknya dalam 10 menit :
a. Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat.
b. Berkeringat.
c. Gemetar atau berguncang
d. Rasa nafas sesak atau tertahan
e. Perasaan tercekik
f. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
g. Mual atau gangguan perut
h. Perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsang.
i. Derealisasi (perasaan tidak realitas) atau depersonalisasi (bukan merasa diri
sendiri).
j. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
k. Rasa takut mati
l. Parestesia (mati rasa atau sensasi geli)
m. Menggigil atau perasaan panas.

5

Menurut PPDGJ-III ( Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia Edisi III) :
Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik.
Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat dalam masa kira-kira satu bulan :
a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situation)
c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode
diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi
juga anxietas antisipatorik yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.

6. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah
sejumlah gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis
misalnya infark miokard, hipertiroid, hipoglikemi, dan feokromositoma. Sedangkan
diagnosis banding psikiatri untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan
buatan, fobia sosial dan spesifik, gangguan stress pasca traumatik, dan gangguan
depresi.
7. PENATALAKSANAAN
Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita
memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-obatan
dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain itu,
Psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang
mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas.
a. Farmakoterapi

6

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat
anti-depresi dan anti-cemas :
Golongan Trisiklik ( Misalnya clomipramine dan imipramin)
Monoamin Oxidase Inhibitors ( Misalnya fenelzin)
Beberapa penelitian menyatakan MAOI lebih efektif dibandingkan obat trisiklik.
Selective Seratonin Reuptake Inhibitors/SSRIs ( Misalnya fluoksetin)
Digunakan terutama pada pasien gangguan panic yang disertai dengan
depresi. SSRIs lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu
menyebabkan ketergantungan fisik.
Benzodiazepin
Bekerja lebih cepat daripada anti-depresi, tetapi bisa menyebabkan
ketergantungan fisik dan menimbulkan beberapa efek samping (Misalnya rasa
mengantuk. gangguan koordinasi dan perlambatan waktu reaksi).
b. Terapi Kognitif dan Perilaku
Adalah terapi yang efektif untuk gangguan panik. Dua pusat utama terapi
kogmitif untuk gangguan panik adalah instruksi tentang kepercayaan salah dari
pasien dan informasi tentang serangan panic. Instruksi tentang kepercayaan yang
salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk keliru menginterpretasikan sensasi
tubuh yang ringan sebagai tanda untuk ancaman serangan panic, kiamat atau
kematian. Informasi tentang serangan panik adalah termasuk penjelasan bahwa
serangan panik jika terjadi tidak mengancam kehidupan.

8. PROGNOSIS
Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau
masa dewasa awal, walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia
pertengahan dapat terjadi. Biasanya kronik dan bervariasi tiap individu. Frekuensi
dan kepasrahan serangan panic mungkin berfluktuasi. Serangan panik dapat terjadi
beberapa kali sehari atau kurang dari satu kali dalam sebulan. Penelitian follow up
jangka panjang gangguan panik sulit diinterpretasikan. Namun demikian kira-kira 30-

7

40% pasien tampaknya bebas dari gejala follow up jangka panjang, kira-kira 50%
memiliki gejala yang cukup ringan yang tidak mempengaruhi kehidupannya secara
bermakna dan kira-kira 10-21 % terus memiliki gejala yang bermakna.
Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40-80 % dari
semua pasien. Pasien dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala singkat
cenderung memiliki prognosis yang baik.



















8

DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. Jakarta: PT Nuh
Jaya; 2001
2. Kusumawardhani. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FK UI ; 2010.
3. Saddock BJ & Saddock VA. Panic disorder and agoraphobia. In: Kaplan &
Sadock'sSynopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th
Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
4. World Health Organization. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik; 1993
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders Fourth Edition Text Revision, DSM-IV-TR. Arlington, VA: American
Psychiatric Association; 2000.

Anda mungkin juga menyukai