Anda di halaman 1dari 8

Terapi Bedah Ranula : membandingkan antara marsupialisasi dan sublingual

sialodenektomi pada pasien anak



Departemen Maxillofacial & Bedah Plastik, Fakultas Kedokteran Gigi- Alexandria
University/ Oral and maxilla- facial Unit, Al Hada Armed Military Hospital, Taif, KSA 1,
Unit Bedah Pediatrik, Fakultas kedokteran , Tanta University/ Al Hada Armed Military
Hospital, Taif, KSA

Abstrak
Latar belakang : beberapa teknik bedah telah diperkenalkan untuk terapi ranula
intraoral. Marsupialisasi, eksisi kelenjar sublingual atau kombinasi eksisi dari ranula
beserta kelenjar sublingual telah digunakan dengan berbagai tingkat keberhasilan.
Penanganan yang paling optimal masih kontroversi. Penelitian ini bertujuan
membandingkan 2 metode pembedahan untuk terapi ranula : Marsupialisasi dan sublingual
sialodenektomi.
Bahan dan metode : Studi prospektif random ini melibatkan 24 pasien dengan ranula
sublingual dalam rentang waktu 2005 2008. Pasien dibagi dalam jumlah sama dalam 2
grup. Grup 1, pasien dilakukan marsupialisasi, sedang sublingual sialodenektomi
digunakan untuk pasien grup II.
Hasil : Komplikasi awal termasuk infeksi pada 2 kasus di grup I (16,7%) dan 3 kasus
(25%) pada grup II, dan lingual parestesi 1 pasien (8,3%) pada grup sialodenektomi.
Rekurensi terjadi pada 5 kasus yg dirawat marsupialisasi (41,6%). Tapi tidak ada rekurensi
pada pasien yg dirawat eksisi kelenjar sublingual.
Kesimpulan : eksisi kelenjar sublingual menghasilkan kerusakan yg minimal dan tidak ada
rekurensi. Penulis merekomendasikan sublingual sialodenektomi sebagai pilihan terapi
bedah pada ranula sublingual.
PENDAHULUAN
Pengertian ranula secara umum menuju pada bluish, massa kistik translusen yg terletak
pada dasar mulut. Terdiri dari bahasa latin rana yg berarti katak sesuai dengan bentuk dari
kista yg mirip tonjolan di bawah perut katak.
Ada 2 tipe ranula yg berbeda bergantung pada patogenesisnya. Bisa sebagai kista
sebenarnya dengan tepi epitel karena obstruksi duktus dari kelenjar sublingual atau salah
satu dari kelenjar saliva minor atau bisa muncul sebagai pseudokista yg terbentuk dari
kerusakan duktus, ekstravasasi, dan akumulasi dari saliva di sekitar jaringan. Pada tipe ini
dinding pseudokista hanya terdiri dari sedikit tepi epitel dan terdiri atas jaringan granulasi
yg dikelilingi jaringan penghubung yg padat. Secar klinis ranula dapat ditemukan intra oral
atau plunging. Ranula intra oral terbatas pada dasar mulut dan perlahan membesar
membentuk daerah bengkak fluktuan dan tidak sakit pada dasar mulut. Sedangkan plunging
ranula adalah mucus ekstravasasi pseudokista yg timbul dari kelenjar sublingual yg terletak
dibawah otot mylohyoid dan tampak sebagai pembengkakan pada bagian atas leher.
Ranula telah ditangani dengan berbagai metode pembedahan : Marsupialisasi, eksisi
kelenjar sublingual atau kombinasi eksisi dari ranula beserta kelenjar sublingual.
Penanganan lainnya termasuk injeksi intra kistik dengan OK 432, hidrodiseksi,
cryosurgery, Er.CR YSGG dan laser kardon dioksida. Pemilihan perawatan masih angat
diperdebatkan dan konttroversial.
Tujuan dari penelitian ini yaitu membandingkan 2 teknik bedah yg berbeda untuk
perawatan ranula : marsupialisasi dan sublingual sialodenektomi.
PASIEN dan METODE
Studi prospektif random dilakukan dari Agustus 2005 Januari 2008, 24 pasien dimasukan
dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan di RS AlHada Armed Military Hospital, KSA.
Semua pasien telah didiagnosa sebagai sublingual ranula berdasarkan pemeriksaan fisik dan
CT scan. Criteria inklusi yaitu anak < 12 tahun dengan intra oral ranula dan tanpa disertai
penyakit penyerta. Aturan studi telah diterima oleh Komite penelitian dan etik, RS AlHada
Armed. Inform consent tertulis didapatkan dari orang tua anak-anak yg terlibat. Pasien
ditentukan oleh ahli bedah yg memenuhi syarat, pasien dikirim ke sekretaris yang
ditugaskan secara blind untuk membagi grup terapi masing-masing pasien menggunakan
amplop berisi indentitas kemudian ditutup. Pasien secara acak dibagi menjadi 2 grup yg
sama. Grup I pasien diterapi dengan marsupialisasi, grup II sublingual sialodenektomi
dengan bedah. Semua operasi dilakukan oleh 1 tim tunggal (penulis). Hasil utama dari studi
untuk mengevaluasi dan membandingkan efisiensi marsupialisasi versus sublingual
sialodenektomi sebagai cara bedah yg berbeda untuk terapi ranula sublingual. Dan poin
selanjutnya untuk deteksi frekuensi dari terapi yg dihubungkan dengan komplikasi.
Follow up untuk kedua grup antara 2 sampai 12 bulan dengan rata-rata 9 bulan.
Teknik bedah : marsupialisasi
Pasien diterima di tempat operasi, kemudian ditidurkan via nasal endotrakeal intubasi.
Pembukaan duktus submandibular dimana probing dari kelenjar submandibular tidak
diperlukan. Penandaan pembengkakan kistik ranula diikuti membuka lapisan awal dari
dinding lesi. Hemostasis dicapai menggunakan bipolar diatermi. Dibawah loupe
pembesaran 2,5x,jahit dinding kistik ke mukosa pada dasar mulut menggunakan vicryl 5/0.
Pasien diberi obat analgesic atau antipiretik.
Sublingual sialadenektomi
Pasien di anestesi dengan anestesi nasal endotrakeal. Probe lakrimal digunakan untuk
duktus mandibularis. Probing duktus unilateral atau bilateral untuk menilai kedekatan
ranula ke duktus. Probe metal dijaga intra duktus dengan mengerutkan benang suturing
dikeliling untuk memerantarai pembedahan pada area dengan resiko minimal kerusakan
duktus. Duktus submandibular dibedah menggunakan insisi tranversal parallel ke bagian
distal dari duktus. Pembuluh kapiler di area berkoagulasi dengan hati-hati dengan bipolar
diatermi.
Kelenjar sublingual kemudian dibebaskan dari duktus submandibular dan percabangan
nervus lingual dengan pemotongan tumpul. Bagian paling distal 2-4 mm dari duktus
submandibular di eksisi, lumen kemudian di insisi vertikal 2mm untuk memperluas
pembukaan yg kemudian direlokasi dan dijahit ke tepi mukosa yg di insisi menggunakan
vicryl 5/0. Penjahitan mukosa kemudian dilakukan menggunakan benang suturing
absorbable dengan tujuan minimalisasi sakit pasca operasi dan pembentukan hematoma.
HASIL
Dalam waktu 3 tahun, kami melakukan pada 24 pasien yang dibagi sama untuk grup I dan
II, setiap grup terdiri dari 12 pasien. Terdapat 10 laki laki dan 14 perempuan, dengan
rentang umur antara 1 bulan sampai 12 tahun dengan rata rata umur 4,7.
Analisis univariant regression digunakan untuk memastikan kedua grup tersebut
dibandingkan dengan sama menurut umur dan jenis kelamin. Tes statistik yang digunakan
(Fisher exact test) adalah 2 sisi. Nilai p kurang dari 0,05 dipertimbangkan untuk
mengidentifikasi statistik secara signifikan. Analisis statistik menggunakan SPSS versi 13,
Chicago, Amerika Serikat.
Tidak ada mortalitas. Morbiditas awal termasuk infeksi di 2 kasus pada group I (16,7%)
dan 3 kasus pada group II (25%). Kasus ini ditangani dengan pemberian antibiotik menurut
kultur dan sensitifitas, dan obat kumur antiseptik (pada anak yg lebih besar). Mati rasa dan
parestesi lidah satu sisi merupakan manifestasi dariparesis nervus lingualis dilaporkan
terdapat pada 1 pasien dalam group sublingual sialadenectomy. Kasus ini dapat ditangani
dan pulih secara spontan selama 3 bulan. Tidak ada perbedaan statistik secara signifikan
pada 2 grup berdasarkan komplikasi awal.
Komplikasi akhir termasuk rekurensi pada 5 kasus (41,6%) di group I dan tidak ada
rekurensi (0%) pada group II. Perbedaan ini telah terstatistik secara signifikan. Tabel 1
menampilkan morbiditas awal dan akhir post operasi.



Tabel 1. Morbiditas awal dan akhir
Morbiditas Group I Group II P value
Awal
Infeksi 2 (16,7%) 3 (25%) 0,84 (NS)
Paresis
Nervus
Lingualis
0 1 (8,3%) 1,0 (NS)
Akhir
Recurrensi 5 (41,6%) 0 0,04 (S)



DISKUSI
Pada penelitian ini difokuskan pada ranula untuk umur anak- anak. Perawatan bedah untuk
lesi kistik di anak merupakan situasi yg sulit dibandingkan pasien dewasa. Ini karena area
bedah yg lebih kecil, dinding yg tipis, kerapuhan yg lebih besar dan lesi yg berdekatan
dengan struktur vital di dasar mulut.
Variasi prosedur non bedah telah ditujukan untuk ranula, semua itu bertujuan menghindari
pembedahan di dasar mulut yg dapat terjadi komplikasi karena berdekatan dengan struktur
penting seperti duktus submandibula dan nervus serta arteri lingual.
Injeksi intra kistik dari agen skleroterapi seperti OK 432 (lyophilized mix grup A virulensi
rendah strep.pyogens dengan penicillin G potassium). Telah dilaporkan memiliki efektifitas
tinggi untuk manajemen ranula intra oral. Banyak penelitian merekomendasikan teknik ini
sebagai terapi utama (pasien rawat jalan),ketika meninggalkan pilihan bedah untuk kasus
rekuren.
Vaporisasi ranula dengan tipe laser yg bervariasi juga dikenal praktis. Kerusakan jaringan
sekitar yg minimal dapat dicapai dengan laser. Ditambah, perdarahan yg sedikit pada terapi
ini akan meningkatkan keamanan kerja karena area kerja yang jelas.
Bagaimanapun, dipercaya bahwa bedah tetap menjadi standar utama terapi ranula. Ada
beberapa variasi metode. Ada kesepakatan bahwa insisi sebagai satu-satunya terapi
seharusnya tidak dilakukan karena penutupan luka yg cepat dan rekurensi dari ranula.
Dalam prakteknya, 2 terapi yang umum adalah marsupialisasi dan eksisi kelenjar ludah
sublingual.
Marsupialisasi yang menjaga kelenjar ludah sublingual dan jaringan sekitar masih
diterapkan meskipun dilaporkan angka rekuren yg tinggi 61 89 %.
Dalam studi prospektif random, kami membandingkan kedua teknik dengan efek jangka
pendek dan panjang. Komplikasi jangka pendek termasuk infeksi pada area bedah yang
dimulai ketika terapi. Parestesi nervus lingual pernah terjadi tanpa intervensi. Tidak ada
perbedaan statistic yg signifikan antara 2 grup dengan efek samping awal. Tidak ditemukan
komplikasi yg berhubungan dengan kerusakan duktus submandibular, digunakan lakrimal
probe lebih dahulu untuk pembedahan. Tingkat komplikasi ini dapat dibandingkan dengan
yg ada di literatur.
Tingkat rekurensi setelah marsupialisasi 41,6 % . ini dapat dibandingkan dengan laporan
lain. Meski beberapa penulis melaporkan tingkat rekurensi yg sangat tinggi 89%. Kasus
rekurensi pada grup marsupialisasi di terapi dengan sukses menggunakan sialadenectomy
sublingual. Tidak ada perkembangan rekurensi selama periode follow up. Rekurensi setelah
eksisi kelenjar ludah sublingual adalah 0 %, ini dapat dibandingkan dengan penelitian lain
yg melaporkan tingkat kekambuhan 0 - 2 %.






KESIMPULAN
Kami menyarankan untuk eksisi kelenjar ludah sublingual yang mempunyai tingkat efek
samping yg dapat dibandingkan secara statistik dengan marsupialisasi, tingkat rekurensi
mencapai 0 % sebagai pilihan pertama untuk ranula sublingual.
Marsupialisasi meskipun sederhana dan cepat, punya tingkat rekuren tinggi dan terapi
untuk kasus rekuren ranula punya resiko yg meningkat untuk kerusakan struktur penting
pada area operasi seperti nervus dan arteri lingual dan duktus submandibular.
Lebih aman untuk pembedahan duktus submandibular sebelum menghilangkan kelenjar
ludah sublingual. Pembesaran dengan loupe meningkatkan daya pandang selama
pembedahan terutama pada pasien anak.












CLINICAL SCIENCE SESSION
MARSUPIALISASI RANULA
Diajukan untuk
Memenuhi tugas kepaniteraan klinik kedokteran gigi di RSUD Adhyatma, MPH





Disusun oleh :
Radella Istiqomah (11.208.0034)
Tristiarina Agatri (11.208.0041)
Harinda Wahyu Kusumaningtyas (11.208.0044)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013

Anda mungkin juga menyukai