Anda di halaman 1dari 6

Diseases of the Liver and Biliary Tract

Penyakit hati dan saluran empedu dapat dikategorikan sebagai penyakit parenkim hati (hepatitis
dan sirosis) dan kolestasis dengan atau tanpa obstruksi dari jalur bilier ekstra hepatik.

ACUTE HEPATITIS

Hepatitis akut paling sering disebabkan oleh virus tetapi juga dapat disebabkan oleh proses
autoimun, obat-obatan, dan racun. Hepatitis virus biasanya disebabkan oleh salah satu dari lima
virus yaitu : virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), hepatitis
D virus (HDV), atau hepatitis E virus (HEV). Virus lainnya dapat menyebabkan hepatitis adalah
virus herpes simpleks (HSV), cytomegalovirus (CMV) dan virus Epstein-Barr (EBV).


A. Viral Hepatitis. Semua jenis hepatitis ec virus pada umumnya sama dan sulit untuk dibedakan
bila hanya melihat dari gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin.

1. Diagnosis. Dalam mendiagnosis hepatitis ec virus kita harus melihat dari tanda-tanda klinis
dan gejala, laboratorium, tes uji serologi, dan kadang-kadang bisa juga dengan biopsi hati. (Table
13-2)

a. Signs and Symptoms. Onset dari penyakit hepatitis ec virus dapat terjadi bertahap ataupun bisa
juga terjadi secara tiba-tiba. Keadaan yang sangat sering terjadi dapat berupa urin yang berwarna
gelap, kelelahan, anoreksia dan mual. Tanda tanda lain yang mungkin muncul bisa berupa
demam ringan, nyeri perut quadran atas atau dapat juga nyeri perut di seluruh quadran, terdapat
juga myalgia maupun atralgia. Beberapa gejala akan hilang seiring berkembangnya penyakit ini.
Hepatomegaly dan splenomegaly mungkin dapat mungcul. Jika keadaan memburuk dapat juga
terjadi kegagalan hati akut yang diikuti dengan gejala pusing, edema di daerah periver dan juga
bisa terjadi acites.

b. Laboratory Tests
I. General. Konsentrasi aminotransferase serum (AS1 ALT) meningkat 7 sampai 14 hari sebelum
munculnya penyakit dan mulai menurun tak lama setelah ikterus muncul. Kenaikan
aminotransferase tidak selalu paralel dengan tingkat keparahan hepatitis. Anemia dan
limfositosis biasanya muncul. Konsentrasi bilirubin serum jarang melebihi 20 mg / dL. Alkaline
fosfatase tidak meningkat kecuali kolestasis hadir. Hepatitis akut yang berat dapat menyebabkan
hipoalbuminemia dan memperpanjang prothrombin time.

II. Serologic Markers. Serologic marker digunakan untuk mengidentifikasi setiap jenis virus
hepatitis. IgM anti HAV muncul pada awal perjalanan penyakit dan spesifik untuk hepatitis A
akut. Antibodi bertahan sekitar 120 hari dan kemudian digantikan oleh IgG anti HAV, yang
memberikan kekebalan terhadap infeksi HAV.

III. Liver Biopsy. Biopsi biasanya dapat menunjukan necrosis dari hepatosit dan dapat
menunjukan peradangan parenkim yang luas

2. Treatment. Pengobatan simptomatik dari hepatitis virus akut dapat berupa membatasi kegiatan
fisik, pemberian gizi dan pemberian infus jika diperlukan. Menghentikan konsumsi alcohol
sangat diutamakan. Transplantasi hati dapat dipertimbangkan bila terjadi kegagalan hati.

3. Prevention. Pencegahan dari hepatitis virus akut bisa dengan menghidari paparan virus
tersebut, bisa juga dengan pemberian imunisasi pasif dengan -globulin, dan imunisasi aktif
dengan vaksin tertentu. Pemberian -globulin secara intramuscular harus diberikan sesegera
mungkin karena dapat mengurangi kejadian hepatitis A. setiap individu yang terpapar HBV dari
kontak kulit maupun dari mucus harus diberikan immunoglobulin hepatitis B maupun vaksin
hepatitis B dalam waktu 24 jam.

a. Vaksin hepatitis A dapat memberikan perlindungan selama kurang lebih 10 tahun. Orang
orang yang memiliki factor resiko terpapar harus mendapatkan vaksin ini.

b. Vaksin hepatitis B direkomendasikan untuk orang orang yang memiliki factor resiko yang
lebih tinggi. Seperti petugas kesehatan yang sering berhubungan dengan darah, homoseksual,
para pengguna obat suntik, orang orang yang mendapatkan donor darah dan bayi yang lahir dari
ibu yang HBsAG +.

B. Drug-Induced Hepatitis. Banyak obat (analgesik, anestesi volatile, antibiotik, antihipertensi,
antikonvulsan, obat penenang) dapat menyebabkan hepatitis secara histologis tidak dapat
dibedakan dari hepatitis virus akut. Sebagian besar reaksi obat jarang terjadi, dan tidak dapat
diprediksi dan juga tidak bergantung dengan seberapa dosis yang diberikan.

1. Acetaminophen Overdose. Overdosis acetaminoven dapat menyebabkan nekrosis
hepatoseluller pada sebagian orang. Pemberian oral N-acetylcysreine dalam kurun waktu 8 jam
pasca overdosis acetaminophen dapat mengurangi resiko terjadinya hepatotoksisitas.

2. Volatile AnesthetIcs. Volatile anesthetics dapat menyebabkan disfungsi hati akibat
berkurangnya suplai oksigen. Penurunan aliran darah di hepar terjadi pada setiap tindakan
anastesi terutama pemberian isoflurane, desflurane, dan sevoflurane.

a. Immune Mediated Hepatotoxlclty (Halothane Hepatitis). Sesuatu yang jarang tetapi
mengancam jiwa ialah disfungsi hepar setelah pemberian halotan. Antibodi IgG secara
langsung bekerja terhadap protein di permukaan sel hepatosit yang telah di modifikasi
dari trifluoroacetyl oksidativ reaktif menjadi bentuk neoantigen.
b. Enflurane, isoflurane dan Desflurane. Agen ini dalam bentuk metabolism trifluoroacetyl
dapan menghasilkan reaksi silang dengan halotan. Namun kejadian hepatitis sangat
rendah dibandingkan setelah pemberian halotan.

c. Sevoflurane. Sevoflurane tidak mengalami metabolisme pada metabolit
trifluoroacetylaled dan tidak diharapkan menghasilkan hepatotoksisitas yang memediasi
reaksi imun.

d. Differential Diagnosis of Postoperative Hepatic Dysfunction. Ketika disfungsi hati pasca
operasi (jaundice) terjadi, analisis data historis, tanda-tanda dan gejala klinis, serial tes
fungsi hati, dan mencari penyebab ekstrahepatik disfungsi hati dilakukan untuk
pengembangan dari diferensial diagnosis. Penyebab disfungsi hati dapat dikategorikan
sebagai prehepatic, intrahepatik (hepatocellular), atau posthepatic (kolestasis) didasarkan
pada pengukuran bilirubin serum, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Disfungsi hati
pascaoperasi sering disebabkan banyak factor.

I. Mereview seluruh obat yang telah diberikan
II. Cek seluruh penyebab terjadinya sepsis
III. Mengevaluasi adanya peningkatan kadar bilirubin.
IV. Menyingkirkan adanya sumbatan karena adanya hematom
V. Menyingkirakn adanya hemolisis
VI. Mereview adanya tanda tanda dari hipotensi, hipoksia, hipoventilasi dan hipovolemi.
VII. Mempertimbangkan adanya kelainan ekstrahepatik (gagal jantung kongestif, gagal napas,
emboli paru, penurunan fungsi ginjal).
VIII. Mempertimbangkan kemungkinan adanya bahaya dari kolestasis pasca operasi
intrahepatic.
IX. Mempertimbangkan kemungkinan adanya respon imun yang memacu terjadinya
hepatotoksisitas.

C. Autoimmune Hepatitis. Hepatitis autoimun adalah proses inflamasi hati yang disebabkan oleh
respon imun seluler terhadap antigen sendiri dalam hati. Prevalensi adalah 10 sampai 20 per
100.000, dan lebih sering terjadi pada wanita (70%) dan pasien dengan penyakit auto-imun.
Pengobatan dengan kortikosteroid atau agen imunosupresif lainnya ditujukan untuk mendorong
remisi. Transplantasi hati mungkin dapat dipertimbangkan untuk penyakit hati stadium akhir.

V. CHRONIC HEPATITIS

Hepatitis kronis meliputi berbagai kelompok penyakit yang mana gejalanya baru bisa diketahui
dalam jangka waktu yang lama (lebih dari 6 bulan) dan juga ditandai dengan adanya peningkatan
dari fungsi hati dan adanya peradangan yang dapat diketahui dengan biopsi hati

A. Signs and Symptoms. Tanda-tanda hepatitis kronis bervariasi dan biasanya berupa penyakit
tanpa gejala kegagalan hati fulminan. Gejala yang paling umum dari hepatitis kronis adalah
kelelahan, malaise, dan nyeri perut.

B. Laboratory Tests. Pengujian meliputi peningkatan konsentrasi serum enzim hati, dan / atau
bilirubin, dan bukti histologis berupa peradangan yang sedang berlangsung.

C. Autoimmune Hepatitis. Hepatitis autoimun ditandai dengan hipergammaglobulinemia,
peningkatan konsentrasi serum aminotransferase, dan adanya antibodi antinuklear.

D. Chronic Hepatitis B. Hepatitis B kronis terdapat dalam 5% dari populasi penduduk dunia, dan
diperkirakan 0,5% dari penduduk AS merupakan pembawa HBsAg. Tujuan dari pengobatan
hepatitis B kronis adalah untuk memberantas infeksi HBV dan mencegah perkembangan sirosis
atau kanker hepatoselular. Saat ini terapi yang tersedia, seperti Lamivudine dan adefovir, dapat
menekan replikasi HBV dan mengakibatkan peningkatan gambaran klinis, biokimia, dan
histologis dari hepatitis kronis B. Tranplantasi hati dapat dilakukan untuk gagal hati, tetapi HBV
akan menginfeksi allograft di hampir seluruh penerima. Transplantasi pasca pemberian
profilaksis dengan lamivudine dan imunoglobulin hepatitis B akan mengurangi tingkat reinfeksi
sekitar 10%.

E. Chronic Hepatitis C. Hepatitis kronis C akibat infeksi HCV kejadiannya terjadi hampir sekitar
75% dari pasien, dan diperkirakan 1,8% dari populasi Amerika Serikat adalah pembawa HCV.

1. Diagnosis. Diagnosa berdasarkan atas kejadian peningkatan konsenterasi serum
tranferase amino yang terjadi secara terus menerus atau hanya bersifat sementara dan
biasanya berhubungan erat dengan keberadaan antibody anti-HCV. Riwayat
perkembangan hepatitis C kronis dapat berlangsung sampai beberapa dekade, biasanya
perkembang terjadi secara diam-diam dengan perkembangan akhir berupa sirosis atau
kanker hepatoselular setelah 10 sampai 20 tahun.

2. Treatment. Interferon dapat mengurangi atau menormalisir konsentrasi serum ALT dan
menurunkan peradangan seperti yang ditunjukkan oleh biopsi hati pada sekitar 40%
pasien dengan hepatitis C kronis. Hal ini dapat dikombinasikan dengan ribavirin untuk
mendapatkan respon yang lebih baik. Hepatitis C kronis dengan gagal hati merupakan
salah satu indikasi yang paling umum untuk dilakukannya transplantasi hati.

Anda mungkin juga menyukai