Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun
pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan
kehidupan modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan
stress lainya. Perlu deperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal
ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan
jiwa.
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara
berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa
pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara
berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa
pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.
Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena
merupakan bagian dari kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Dalam membahas stress dan adaptasi dalam makalah ini, maka hal-hal yang perlu
dikaji diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan stress dan cara mengatasinya?
2. Apa yang dimaksud dengan adaptasi stress?
3. Apa yang dimaksud dengan homeostasis?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas ,maka penulisan makalah ini ditujukan
untuk:
1. Menjelaskan arti kata stress dan langkah-langkah mengatasi stress.
2. Menjelaskan yang dimaksud dengan adaptasi stress.
3. Menjelaskan arti dari homeostasis.
2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Stres
1. Pengertian Stres
Beberapa pengertian stress sebagai berikut:
1) Buku-buku kedokteran menyatakan bahwa 50-70% penyakit fisik sebenarnya
disebabkan oleh stres. Paling tidak, stres menjadi faktor yang membuat seseorang
menjadi lebih mudah atau sebaliknya lebih sulit diserang penyakit. Andil stres
berbeda untuk tiap penyakit, mulai dari yang paling rawan seperti penyakit-penyakit
gastroinstestinal (perut), sakit kepala, kelelahan yang kronis, sampai penyakit di mana
stres tidak berperan di dalamnya seperti keracunan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor pencetus terjadinya kanker seringkali disebabkan oleh stres yang
berkepanjangan.
2) Stress adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan
tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi.
Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan
yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif
atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau
penyebab tertentu (Isaacs, 2004).
3) Stress adalah reaksi/respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan
mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk
menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai
berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang
menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres;
semua sebagai suatu system (WHO, 2003; 158).
4) Stress menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres
adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih
organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi
3

pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres,
gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik),
tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres
mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut
dikatakan eustres.
1

5) Stressor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi
stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan
kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stress akut) adalah
gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan
mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat,
biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping
(coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stress akut
dan keparahannya.
Namun, apakah sesungguhnya stress itu? Kita seringkali latah mengatakan stress
pada orang lain atau bahkan pada diri kita sendiri, tanpa mengetahui dengan jelas apa
arti stress. Kita menganggap stress sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif.
Benarkah stress selalu berakibat negatif.
Pada tingkat tertentu, sebenarnya kita memerlukan stress. Stress yang optimal
akan membuat motivasi menjadi tinggi, orang menjadi lebih bergairah, daya tangkap
dan persepsi menjadi tajam, menjadi tenang, dan lain-lain. Adapun stress yang terlalu
rendah akan mengakibatkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering bolos, dan
mengalami kelesuan. Sebaliknya, stress yang terlalu tinggi mengakibatkan insomnia,
lekas marah, meningkatkan kesalahan, kebimbangan, dan lain-lain.
Hubungan stress dan produktivitas seseorang bisa digambarkan pada grafik di
bawah ini.






1
Aziz Alimul. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Halaman 55
4





Stress rendah Stress optimal Stress tinggi
Stress juga harus dibedakan dengan stressor. Stressor adalah sesuatu yang
menyebabkan stress. Stress itu sendiri adalah akibat dari interaksi (timbal-balik)
antara rangsangan lingkungan dan respon individu.
2. Gejala Akibat Stres
Gejala atau akibat stres yang dibicarakan di sini adalah gejala/akibat yang negatif
karena seringkali mengganggu kehidupan manusia. Tingkat stres yang tinggi dan
berlangsung dalam waktu yang lama tanpa ada jalan keluar bisa mengakibatkan berbagai
macam penyakit seperti : gangguan pencernaan, serangan jantung, tekanan darah tinggi,
asma, radang sendi rheumatoid, alergi, gangguan kulit, pusing/sakit kepala, sulit menelan,
panas ulu hati, mual, berbagai macam keluhan perut, keringat dingin, sakit leher, sering
buang air seni, kejang otot, mudah lupa, terserang panik, sembelit, diare, insomnia, dan
lain-lain.
Cox (Gibson, dkk,. 1990) mengategorikan akibat stres menjadi lima kategori, yaitu:
a) Akibat subjektif, yaitu akibat yang dirasakan secara pribadi, meliputi kegelisahan,
agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran,
harga diri rendah, perasaan terpencil.
b) Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilaku-perilaku
tertentu, mudah terkena kecelakaan, penyalahgunaan obat, peledakan emosi,
berperilaku impulsif, tertawa gelisah.
c) Akibat kognitif, yaitu akibat yang mempengaruhi proses berpikir, meliputi tidak
mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang dapat berkonsentrasi, tidak mampu
memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama, sangat peka terhadap kecaman
dan rintangan mental.
5

d) Akibat fisiologis, yaitu akibat-akibat yang berhubungan dengan fungsi atau kerja alat-
alat tubuh, yaitu tingkat gula darah meningkat, denyut jantung/tekanan darah naik,
mulut menjadi kering, berkeringat, pupil mata membesar, sebentar-sebentar panas dan
dingin.
e) Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi absen,
produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasaan kerja,
menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi.
2

3. Terjadinya Stres
Firman Allah SWT dalam Al-Quran:
Dan sungguh Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan
shalat.
3

Telah diungkapkan di atas, terjadinya stress tergantung pada stressor dan tanggapan
seseorang terhadap stressor tersebut. Stressor meliputi berbagai hal. Lingkunga fisik
bisa menjadi sumber stressor, seperti suhu yang terlalu panas atau dingin, perubahan
cuaca, cahaya terlalu terang/gelap, suara yang terlalu bising dan polusi merupakan
sumber-sumber potensial yang bisa menjadi stressor. Kepadatan juga bisa
mengakibatkan stress. Penduduk yang tinggal di kampung-kampung yang kumuh
yang harus membagi ruang geraknya dengan banyak orang lain, cenderung lebih
mudah meledak dibanding dengan penduduk yang tinggal di area yang kurang padat.
Stressor bisa berasal dari individu sendiri. Konflik yang berhubungan dengan
peran dan tuntutan tanggung jawab yang dirasakan berat bisa membuat seseorang
menjadi tegang. Stressor yang lain berasal dari kelompok seperti: hubungan dengan
teman, hubungan dengan atasan, dan hubungan dengan bawahan.

2
Siswanto. Kesehata Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Halaman 51
3
Al-Quran dan Terjemahannya, QS. Al-Baqarah, ayat 155; QS. Al-Ma' Arij ayat 19-23
6

Terakhir, stressor bisa bersumber dari keorganisasian seperti kebijakan yang
diambil perusahaan, struktur organisasi yang tidak sesuai, dan partisipasi para
anggota yang rendah.
Selain itu, tanggapan individu turut memengaruhi apakah suatu sumber
stress/stressor itu menjadi stress atau tidak. Stressor yang sama bisa berakibat berbeda
pada individu yang berbeda karena adanya tanggapan antar individu (individual
differences). Perbedaan individu meliputi tingkat usia, jenis kelamin, pendidikan,
kesehatan fisik, kepribadian, harga diri, toleransi terhadap kedwiartian, dan lain-lain.
Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stress dan jenis stressor
yang paling mengganggu. Usia dewasa biasanya lebih mampu mengontrol stress
dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut. Dengan kata lain, usia dewasa
biasanya mempunyai toleransi terhadap stressor yang lebih baik.
Wanita biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap stressor
dibanding dengan pria. Secara biologis, tubuh wanita lebih lentur dibanding pria
sehingga toleransinya terhadap stres lebih baik. Terlebih bila wanita tersebut masih
pada usia-usia produktif di mana hormon-hormon masih bekerja normal.
Tingkat pendidikan juga memengaruhi seseorang mudah terkena stress atau tidak.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, toleransi dan pengontrolan terhadap
stressor biasanya lebih baik.
Tingkat kesehatan seseorang juga memengaruhi mudah tidaknya terkena stress.
Orang yang sakit lebih mudah menderita akibat stress dibanding orang yang sehat.
Faktor kepribadian menentukan mudah tidaknya seseorang terkena stress. Orang
tipe A cenderung lebih mudah terkena penyakit jantung daripada kepribadian tipe B.
Harga diri yang rendah juga cenderung membuat efek stress lebih besar dibanding
orang yang mempunyai harga diri tinggi.
Toleransi terhadap sesuatu yang bersifat samar juga menentukan mudah tidaknya
seseorang terkena stress. Orang yang kaku dan memandang segala sesuatu sebagai
hitam dan putih biasanya lebih mudah terkena stres daripada orang yang bisa
menerima adanya warna abu-abu dalam kehidupan.
Tipe kepribadian juga dapat menyebabkan seseorang dengan mudah terkena
stress, seperti di bawah ini :
7

a) Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan).
b) Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional).
c) Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over
confidence).
d) Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, dan tidak dapat diam.
e) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic).
f) Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter).
g) Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan.
h) Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-gesa.
i) Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak
tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan.
j) Tidak mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel).
k) Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.
l) Berusaha keras untuk agar segala sesuatunya terkendali.
Di bawah ini disajikan ringkasan bagaimana stress terjadi pada seorang individu
berdasarkan keterangan di atas (Gibson, dkk. 1990).
4

Stressor Individual Differences Stress
Lingkungan fisik usia, jenis kelamin, pendidikan,
(suhu, cahaya, suara, polusi, harga diri, toleransi terhadap
kepadatan) kesehatan fisik, kepribadian,
Individual kedwiartian
(konflik, peran, dan
tanggung jawab)
Kelompok
(hubungan dengan teman, atasan,
dan bawahan)
Keorganisasian
(kebijakan, struktur,dan partisipasi)

4
Iyus Yosep. Keperawatan Jiwa. Halaman 52
8

Gejala-gejala stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan
awal tahapan stress timbul secara lambat dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala
sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di
tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. An Amberg
(1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan
stress sebagai berikut :
2

1) Stress tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan dan biasanya disertai
dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
a) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting);
b) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya;
c) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa
disadari cadangan energi semakin menipis.

2) Stress tahap II
Dalam tahapan ini dampak stress yang semula menyenangkan sebagaimana
diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang
disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena
tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur
yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang
mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang
berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut :
a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar.
b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
c) Lekas merasa capai menjelang sore hari.
d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort).
e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
g) Tidak bisa santai.

2
Siswanto. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Halaman 53

9

3) Stress Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan menunjukkan
keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:
a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar;
b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang;
c) Lekas merasa capai menjelang sore hari;
d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort);
e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar);
f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang;
g) Tidak bisa santai.

4) Stress Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan menunjukkan
keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:
a) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag(gastritis),
buang air besar tidak teratur (diare);
b) Ketegangan otot-otot semakin terasa;
c) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat;
d) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early
insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle
insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur
(Late insomnia);
e) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk
memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh
memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang
mengalami deficit.

10

5) Stress Tahap IV
Gejala stress tahap IV, akan muncul yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut
a) Merasa sulit untuk bertahan sepanjang hari
b) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi
membosankan dan terasa lebih sulit
c) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk
merespons secara memadai (adequate)
d) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
e) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan
f) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada semangat dan tidak ada
kegairahan
g) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun
h) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa
penyebabnya.

6) Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V, yang
ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
a) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological
exhaustion)
b) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan
sederhana
c) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder)
d) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung
dan panic

7) Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik
(panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stress
tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada
11

akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran
stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:
a) Debaran jantung amat keras
b) Susah bernapas (sesak dan megap-megap)
c) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
d) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
e) Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih
didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal
(fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stressor psikososial yang melebihi
kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
Firman Allah SWT :
hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dangan hati yang puas lagi
diridhainya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu, dan masuklah
ke dalam surgaKu.
3

4. Pengukuran Tingkat Stres
Tingkatan stress adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress yang
dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stress ini diukur dengan menggunakan
Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995).
Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri
dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk
mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan, dan stress. DASS 42
dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status
emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan
pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan
biasanya digambarkan sebagai stress. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok
atau individu untuk tujuan penelitian.
5


3
Al-Quran dan Terjemahannya. QS. Surah Al-Fajr ayat 27-30
5
http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm
12

Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat
berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS)
terdiri dari 42 item yang dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item,
penambahannya dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik,
emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki
makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat
berat).
5. Reaksi Tubuh Terhadap Stres
a) Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan warna
menjadi kecokelat-cokelatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi sebelum
waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.
b) Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas karena
kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau
sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.
c) Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).
d) Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi
pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
e) Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic nampak serius,
tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka kedutan
(tic facialis).
f) Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain daripada
itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal ini
disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle
cramps) sehingga serasa tercekik.

13


g) Kulit
Pada orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam; pada kulit dari
sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain
kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain itu perubahan kulit
lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria
(biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne)
berlebihan, juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat
(basah).
h) Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya
nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran pernafasan
mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan
berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-otot antartulang iga) mengalami spasme
dan tidak atau kurang elastic sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan
tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stress juga dapat memicu timbulnya penyakit
asma (asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paru-paru
juga mengalami spasme.
i) Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya
karena stress. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar (dilatation)
atau menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah
atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan
atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu
sebahagian atau seluruh tubuh terasa panas (subfebril) atau sebaliknya terasa
dingin.
j) Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stress seringkali mengalami gangguan pada sistem
pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan perih, hal ini
disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah
kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit
14

maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus,
sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau
sebaliknya sering diare.
k) Sistem Perkemihan
Orang yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni) dapat juga
terganggu yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih
sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus).
l) Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang
(musculoskeletal). Penderita sering mengeluh otot terasa sakit seperti ditusuk-tusuk,
pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada tulang persendian sering
pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya.
Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan pegal-linu.
m) Sistem Endokrin (hormon)
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stress
adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa
mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes
mellitus), gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi
yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).
6. Respon Fisiologi Terhadap Stress
Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh
terhadap stress: Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation
Syndrome (GAS).
6

1) Local Adaption Syndrome (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon
setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi
mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.

6
Tarwoto Wartonah. KDM dan Proses Keperawatan. Halaman 19
15


Karakteristik dari LAS :
a) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.
b) Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.
c) Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
d) Respon bersifat restorative.
Mungkin anda bertanya, apa saja yang termasuk ke dalam LAS ?. sebenarnya
respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari hari seperti yang
diuraikan dibawah ini :
a. Respon Inflamasi
Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan
diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat
dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi
kedalam 3 fase :
a) Fase pertama
Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan
penyempitan pembuluh darah di tempat cedera dan secara bersamaan
teraktifasinya kinin, histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam
memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan
yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.
b) Fase kedua
Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah
mati dan bahan lain yang dihasilkan di tempat cedera.
c) Fase ketiga
Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.
b. Respon Reflex Nyeri
Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari
kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda
tajam.
16


2) Genereal Adaption Syndrome (GAS)
Terbagi atas tiga fase, yaitu:
a) Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk
menghadapi stressor. Reaksi psikologis fight or flight dan reaksi fisiologis. Tanda
fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan
gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh
terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya
tahan tubuh menurun.
Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti
pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya
menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan
kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan
adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung
meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan
meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan
respons melawan atau menghindar . Respon ini bisa berlangsung dari menit
sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase
resistensi.
b) Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan
pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan
kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba
mengatasi faktor-faktor penyebab stress.
17

Bila teratasi gejala stress menurun tau normal, tubuh kembali stabil, termasuk
hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya
beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel sel
yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari
GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c) Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase
sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap
lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila
usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan
kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak
mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri
terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut.
Ada empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons
stress (Papero, 1997), yaitu :
1. Kontrol yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stressor yang
mengurangi intensitas respons stress.
2. Prediktabilitas yaitu stressor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stress yang
tidak begitu berat dibandingkan stressor yang tidak dapat diprediksi.
3. Persepsi yaitu pandangan individu tentang dunia dan persepsi stressor saat ini dapat
meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stress.
4. Respons koping yaitu ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas
dapat menambah atau mengurangi respons stress.
5





5
http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm
18

7. Manajemen stress
Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik, bertujuan
untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap yang paling berat.
Beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan adalah
a) Mengatur diet dan nutrisi.
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi dan
mengatasi stress. Ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi
sesuai porsi dan jadwal yang teratur. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak
timbul kebosanan.
b) Istirahat dan tidur.
Isirahat dan tidur merupakn obat yang terbaik dalam mengatasi stress karena
istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan kebugara tubuh.
Tidur yang cukup juga dapat memperbaiki sel-sel yang rusak.
c) Olahraga teratur.
Olahraga yang teratur adalah salah satu cara daya tahan dan kekebalan fisik
maupun mental. Olahraga yang dilakukan tidak harus sulit. Olahraga yang sederhana
sepeti jalan pagi atau lari pagi dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak
harus sampai berjam-jam. Seusai berolahraga, diamkan tubuh yang berkeringat
sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.
d) Berhenti merokok.
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menangguangi stress karena dapat
meningkatkan status kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.
e) Menghindari minuman keras.
Minuman keras merupakan factor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya
stress. Dengan menghindari minuman keras, individu dapat terhindar dari banyak
penyakit yang disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung akohol.




19

f) Mengatur berat badan.
Berat bada yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau terlalu kurus) merupakan
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stress. Keadaan tubuh yang tidak
seimbang akan menurunkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stress.
7

B. ADAPTASI / PENYESUAIAN DIRI

a. Cara Penyesuaian Diri
Bila seseorang mengalami stress maka segera ada usaha untuk mengatasinya. Hal
ini dikenal sebagai Homeostasis yaitu usaha organisme yang terus menerus
melakukan pertahanan agar keadaan keseimbangan selalu tercapai. Stress dapat
terjadi pada bidang badaniah ( stress fisik atau somatik ).

Misalnya bila terjadi infeksi atau penyakit, menggerakkan mekanisme
penyesuaian somatik, terjadi reaksi :
1. Pembentukan zat anti kuman atau zat anti racun
2. Mobilisasi leukosit ke tempat-tempat invasi kuman
3. Lebih banyak melepaskan kortisol, adrenalin dan sebagainya
Usaha tubuh untuk mencapai keseimbangan kembali yang berorientasi pada tugas
bertujuan menghadapi stressor secara sadar, realistik, objektif, dan rasional.
b. Pembelaan ego
1. Melindungi individu dari kecemasan.
2. Meringankan penderitaan bila mengalami suatu kegagalan.
3. Menjaga harga diri.



7
Suliswati, dkk. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Halaman 23
20

Misalnya : Seseorang yang menghadapi kegagalan kemungkinan bereaksi :
1. penyesuaian diri berupa serangan (bekerja lebih keras) atau menghadapi secara
terang-terangan,
2. menarik diri dan tidak mau tahu lagi (tidak berusaha),
3. kompromi atau mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah.
Reaksi tersebut menunjukkan langkah-langkah :
1) Mempelajari dan menentukan persoalan.
2) Menyusun alternatif penyelesaian.
3) Menentukan tindakan yang mempunyai kemungkinan besar akan berhasil.
4) Bertindak.
5) Menilai hasil tindakan dan dapat mengambil langkah yang lain bila kurang
memuaskan.
Bila digunakan terus menerus akibatnya ego bukannya mendapat perlindungan,
melainkan lama kelamaan akan mendapat ancaman/bencana. Oleh karena mekanisme
ini tidak realistik mengandung banyak unsur penipuan atas diri sendiri.
c. Mekanisme Pembelaan EGO
1) IDENTIFIKASI.
Ingin menyamai seorang figur yang diidealkan, dimana salah satu ciri atau segi
tertentu dari figure itu ditransfer pada dirinya. Dengan demikian ia merasa harga
dirinya bertambah tinggi.Contoh : Teguh, 15 tahun mengubah model rambutnya
menirukan artis idolanya yang ia kagumi.



21

2) INTROJEKSI
Merupakan bentuk sederhana dari identifikasi, dimana nilai-nilai dan norma-
norma dari luar diikuti atau ditaati, sehingga ego tidak lagi terganggu oleh ancaman
dari luar.Contoh : Rasa benci atau kecewa terhadap kematian orang yang dicintai
dialihkan dengan cara menyalahkan diri sendiri
3) PROJEKSI
Hal ini berlawanan dengan introjeksi, dimana menyalahkan orang lain atas
kelalaian dan kesalahan-kesalahan atau kekurangan diri sendiri. Contoh : Seorang
wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayunya.
4) REPRESI
Penyingkiran unsur psikik (suatu efek, pemikiran, motif, konflik) sehingga
menjadi tidak sadar dilupakan/tidak dapat diingat lagi. Represi membantu individu
mengontrol impuls-impuls berbahaya.Contoh :Suatu pengalaman traumatis menjadi
terlupakan
5) REGENSI
Kembali ke tingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang bersifat primitif).
Contoh : Seorang anak yang mulai berkelakuan seperti bayi, ketika seorang adiknya
dilahirkan.
Esvi yang berumur 4 tahun mulai mengompol lagi sejak adiknya yang baru lahir
dibawa pulang dari rumah sakit.



22

6) REACTIONFORMATION
Bertingkah laku berlebihan yang langsung bertentangan dengan keinginan-
keinginan, perasaan yang sebenarnya. Mudah dikenal karena sifatnya ekstrim dan
sukar diterima. Misalnya : Seorang wanita yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
7) UNDOING
Meniadakan pikiran-pikiran, impuls yang tidak baik, seolah-olah menghapus
suatu kesalahan. Misalnya : Seorang ibu yang menyesal karena telah memukul
anaknya akan segera memperlakukannya penuh dengan kasih sayang.
8) DIASPLACEMENT
Mengalihkan emosi, arti simbolik, fantasi dari sumber yang sebenarnya (benda,
orang, atau keadaan) kepada orang lain, benda atau keadaan lain. Misalnya : Seorang
pemuda bertengkar dengan pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah-marah pada
adik-adiknya.
9) SUBLIMASI
Mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat diterima
oleh masyarakat. Impuls yang berasal dari ide yang sukar disalurkan oleh karena
mengganggu individu atau masyarakat, oleh karena itu impuls harus dirubah
bentuknya sehingga tidak merugikan individu/masyarakat sekaligus mendapatkan
pemuasan. Misalnya : Impuls agresif disalurkan ke olahraga atau usaha-usaha yang
bermanfaat.
10) ACTING OUT
11) Langsung mencetuskan perasaan bila kehalangan terhalang. Misalnya : mengatasi
problem paling sedikit dengan bertengkar.

23

12) DENIAL
Menolak untuk menerima atau menghadapi kenyataan yang tidak enak. Misalnya:
Seorang gadis yang telah putus dengan pacarnya menghindarkan diri dari
pembicaraan mengenai pacar, perkawinan atau kebahagiaan.
13) KONPENSASI
Menutupi kelemahan dengan menonjolkan kemampuannya atau kelebihannya.
Misalnya : Saddam yang merasa fisiknya pendek sebagai sesuatu yang negative untuk
menutupinya dia berusaha dalam hal menonjolkan prestasinya dalam hal pendidikan.
14) RASIONALISASI
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut alasan yang seolah-
olah rasional, sehingga tidak menjatuhkan harga dirinya. Misalnya : Munawir yang
menyalahkan cara mengajar dosennya ketika ditanyakan oleh orang tuanya mengapa
nilai semesternya buruk.
15) FIKSASI
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu (emosi atau tingkah
laku atau pikiran, dsb) sehingga perkembangan selanjutnya terhambat.
Misalnya : Seorang gadis yang tetap berbicara kekanak-kanakan atau seseorang yang
tidak dapat mandiri dan selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya dan orang
lain.
16) SIMBOLISASI
Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti suatu keadaan
atau hal yang sebenarnya. Misalnya : Seorang anak remaja selalu mencuci tangan
untuk menghilangkan kegelisahannya/kecemasannya. Setelah ditelusuri, ternyata ia
pernah melakukan masturbasi sehingga perasaan berdosa/cemas dan merasa kotor.
24

17) DISOSIASI
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran
/identitasnya. Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian pada diri seorang
individu. Misalnya : Seorang laki-laki yang dibawa ke ruang emergensi karena
mengamuk ternyata tidak mampu menjelaskan kembali kejadian tersebut (ia lupa
sama sekali).
18) KONVERSI
Transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejala-gejala jasmani.
Misalnya : Seorang mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas-tugasnya tiba-tiba
merasa sakit sehingga tidak masuk kuliah.
d. Macam-Macam Adaptasi Terhadap Stress
1) ADAPTASI FISIOLOGIS
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan
secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu
teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indicator
tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien
mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat dan berkonsentrasi.
Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala
secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima.
Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang
stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Hubungan antara stress
psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset telah
menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada
masa lampau, penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak
ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi
yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka
25

kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup
stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress:
a. Kenaikan tekanan darah.
b. Peningkatan ketegangan di leher, bahu, dan punggung.
c. Peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasan.
d. Telapak tangan berkeringat serta tangan dan kaki dingin.
e. Postur tubuh yang tidak tegap.
f. Keletihan.
g. Sakit kepala.
h. Gangguan lambung.
i. Suara yang bernada tinggi.
j. Mual,muntah, dan diare.
k. Perubahan nafsu makan.
l. Perubahan berat badan.
m. Perubahan frekuensi berkemih.
n. Dilatasi pupil.
o. Gelisah dan kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur.
2) ADAPTASI PSIKOLOGIS
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati
perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara.
Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak
faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan
memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan
stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan
ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang diduga
menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap
peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari
26

tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan. (Wiebe dan Williams, 1992
; Tarstasky, 1993).
5

3) ADAPTASI PERKEMBANGAN
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk
menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang
biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku
dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu
atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam
bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika
diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu
mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping
adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai
menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat
membantu mereka mencapai tujuan dan harga diri berkembang melalui hubungan
berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh
ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang
bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung
sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan
diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering
menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung
jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan

5
http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm

27

keluarga. Stressor mencakup konflik antara harapan dan realitas. Adaptasi berupa
penyesuain tubuh terhadap suatu lingkungan.
C. HOMEOSTASIS

Setiap ada stressor, betapapun kecilnya akan menimbulkan respon dari tubuh
dalam upayanya mempertahankan keseimbangan. Keseimbangan ini dikenal dengan
sebutan homeostasis. Homeostasis, menurut Cannon (1926) adalah kemampuan
proses fisiologi tubuh dalam mempertahankan keseimbangan dan kecenderungan
semua jaringan hidup guna memelihara dan mempertahankan kondisi setimbang atau
ekuilibrium.
Menurut Dubois (1956), homeostasis adalah kemampuan untuk beradaptasi
dengan/terhadap lingkungan internal dan eksternal yang senantiasa berubah sebagai
suatu kunci keberhasilan, bertahan dan tetap hidup; atau suatu keadaan seimbang
yang sifatnya dinamis, yang dipertahankan tubuh melalui pergeseran dan penyesuaian
(adaptasi) terhadap ancaman yang berlangsung secara konstan.
8

Pada dasarnya, manusia tidak pernah statis. Ia akan selalu berubah untuk melawan
berbagai tantangan dan pengaruh yang senantiasa muncul dalam dirinya dan dunia di
luar dirinya. Homeostasis di sini berfungsi sebagai suatu system terbuka. Manusia
sebagai system terbuka bekerja keras untuk memelihara stabilitas dirinya karena ia
merupakan subjek pengaruh dari segala tantangan dalam dirinya.
Homeostasis mencakup aspek psikologis dan fisiologis. Homeostasis psikologis
dapat terlihat saat seseorang menderita penyakit yang tidak dapat diobati. Setiap
orang pada dasarnya selalu berusaha untuk hidup. Karenanya, pengetahuan tentang
kematian yang akan datang dapat mengganggu stabilitas psikologis individu. Di sisi
lain, homeostasis fisiologis melibatkan aktivitas system tubuh, seperti aktivitas saraf
simpatis dan korpus/medulla adrenal.
Homeostasis fisiologis dan psikologis keduanya saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Dengan demikian, homeostasis melibatkan lebih dari satu mekanisme
system yang bekerja sekaligus setiap saat. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami

8
Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Halaman 149

28

krisis emosional akan menggunakan sumber-sumber yang ada guna memperbaiki
keseimbangan psikologisnya, sehingga ia lupa mengontrol kebutuhan makannya
(fisiologis). Akhirnya, cadangan glukosa digunakan untuk membantu homeostasis
fisiologis.
Adapun cara tubuh melakukan proses homeostasis dapat melalui empat cara di
antaranya:
a) Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat
seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
b) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidaknormalan
dalam tubuh. Sebagai contoh apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin
maka proses dalam tubuh khususnya pembuluh darah akan mengalami
konstriksi pembuluh darah perifer dan merangsang pada pembuliuh darah
bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan pada otot yang akhirnya menggigil
yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tubuh stabil.
c) Dengan cara sistem umpan balik negative, proses ini merupakan penyimpangan
dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh di mana
apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri mangadakan
mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
d) Cara umpan balik untuk mengoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis, hal ini
dapat dicontohkan apabila pada seseorang mengalami hipoksia akan terjadi
proses peningkatan denyut jantung yang cepat untuk membawa darah dan
oksigen yang cukup ke sel tubuh.
Proses homeostasis sendiri memiliki keterbatasan. Tubuh hanya mampu
berupaya hingga batas tertentu untuk memelihara keseimbangan dirinya. Jika
batas kemampuan ini dilewati, tubuh memerlukan bantuan dari luar untuk
mempertahankan homeostasis.


29

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stress merupakan respon tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap tuntutan
beban diatasnya yang gejala/akibatnya negatif karena seringkali mengganggu
kehidupan manusia.
Upaya mengelola stress dengan baik, bertujuan untuk mencegah dan mengatasi
stress agar tidak sampai ke tahap yang paling berat. Terdapat beberapa hal dalam
mengatasi stress yaitu :
1. Mengatur diet dan nurisi.
2. Istirahat dan tidur.
3. Olahraga teratur.
4. Berhenti merokok.
5. Menghindari minuman keras.
6. Mengatur berat badan.
Adaptasi merupakan suatu bentuk respon terhadap sters sebagai suatu perbaikan
pada pertahanan agar keadaan seimbang selalu tercapai. Macam-macam adaptasi :
1. Adaptasi fisiologis
2. Adaptasi psikologis
3. Adaptasi perkembangan
Homeostatis merupakan keseimbangan pada jaringan yang mencakup aspek
fisiologi dan psikologi. Ada empat macam homeostatis yaitu :
1. Self regulations
2. Kompensasi diri
3. Sistem umpan balik negative
4. Cara umpan balik untuk mengoreksi keseimbangan fisiologi.
30


B. Saran
Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia, oleh karena itu jagalah
kesehatan sebagaimana mestinya. Stress dapat dikatakan sebagai salah satu tes mental
bagi jiwa manusia walaupun tidak dapat dipungkiri stress juga berdampak pada fisik
manusia. Untuk menghindari stress dapat dilakukan dengan menjaga kondisi tubuh antara
input dan output agar tetap seimbang (homeostatis). Sebagai manusia terapi psikologis
juga diperlukan untuk membangun spirit hidup, terapi psikologis yang paling sederhana
dapat dilakukan dengan cara selalu berpikir positif. Berpikir positif akan selalu membawa
manusia kepada hal-hal yang menjurus kepada keberhasilan dan sikap optimisme, selain
itu berpikir positif juga dapat mengurangi dampak stress pada diri seseorang













31

DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul, Azis. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
2. Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya.
Yogyakarta: Andi
3. Al-Quran dan Terjemahannya. Departemen Agama RI
4. Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Resika Aditama
5. http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, dan adaptasi.htm
6. Wartonah, Tarwoto. 2006. KDM dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
7. Suliswati dkk. 2004. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
8. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai