Anda di halaman 1dari 10

MIASTENIA GRAVIS

Miastenia Gravis adalah kelainan neuromuskular yang ditandai oleh kelemahan otot dan cepat
lelah akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AChR) sehingga jumlah AChR di
neuromuskular junction berkurang. Miastenia Gravis juga merupakan penyakit yang ditandai oleh
jatuhnya kelopak mata atas (ptosis), penglihatan ganda, sulit menelan (disfagia), sulit bicara
(disartria), serta kelamahan dan kelelahan otot generalisata. Awalnya penyakit ini paling sering
mengenai otot mata dan faring, kemudian gejala-gejala akan hilang setelah istirahat
(2,5)
.
Penyakit ini merupakan penyakit autouimun, yakni tubuh secara salah menghasilkan antibodi
terhadap reseptor Ach motor end plate-nya sendiri. Miastenia gravis yang berarti kelemahan otot
yang serius adalah satu-satunya penyakit yang menggabungkan kelelahan cepat otot volunter dan
waktu penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat butuh waktu 10 hingga 20 kali lebih lama
daripada normal). Dahulu angka kematian mencapai 90%. Angka kematian menurun drastis sejak
tersedia pengobatan dan unit perawatan pernapasan
(1,4)
.

ETIOLOGI
Penyakit ini merupakan kelainan autoimun, yakni tubuh secara salah menghasilkan antibodi terhadap
reseptor Ach motor end plate-nya sendiri dan antibodi yang dihasilkan mengikat reseptor asetilkolin
nikotinik pada membaran pascasinaps. Penyakit ini disebabkan oleh sensitifitas sel T-helper dan
antibodi imunoglobulin G (IgG) secara langsung menyerang reseptor nikotinik asetilkolin pada
Neuromuscular-junction Antibodi mengganggu transmisi sinaptik dan mengurangi jumlah reseptor
dan menghambat interaksi ACTH dengan reseptornya
(2,4)
.

KLASIFIKASI
(6)

Klasifikasi Miasthenia Gravis :
1. Kelompok 1 Miasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus
kematian.
2. Kelompok II Miasthenia Umum

Miasthenia umum ringan. Perkembangannya lambat, biasanya pada mata, lambat laun
menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap
terapi obat baik. Angka kematian rendah.
Miasthenia umum sedang. Perkembangannya bertahap dan sering disertai gejala-gejala
okular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar.
Disartria (gangguan bicara), dsifagia (kesulitan menelan), dan sukar mengunyah lebih nyata
dibandingkan dengan Miasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon
terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian
rendah.
Miasthenia umum berat. Fulminan akut : berkembang cepat dengan kelemahan otot-otot
rangka dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya
penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase
thymoma paling tinggi. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis Miasthenik, kolinergik,
maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
3. Lanjut : Miasthenia gravis berat
Timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala kelompok 1 atau 2. Miasthenia
gravis dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase thymoma
menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.
KLASIFIKASI (Osserman)

- Kelas I : Menyerang hanya pada bagian mata
- Kelas IIa : Penyebaran MG seluruh tubuh yang ringan, respon baik saat terapi
- Kelas IIb : Penyebaran MG seluruh tubuh yang sedang, respon tidak begirtu baik
- Kelas III : Penyebaran seluruh tubuh yang berat
- Kelas IV : Krisis Miastenik menyerang otot-otot pernafasan

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi MG diperkirakan 14 per 100.000 populasi dengan 36.000 kasus terjadi di Amerika Serikat.
Puncak usia awitan adalah 20 tahun, dengan rasio perbandingan antara perempuan dan laki-laki
adalah 3:1. Puncak kedua walaupun lebih rendah daripada yang pertama, terjadi pada laki-laki tua
dalam dekade tujuh puluhan atau delapan puluhan
(1)
.
Kematian umumnya disebabkan oleh insufisiensi pernapasan, walaupun dengan perkembangan dalam
perawatan intensif pernapasan, komplikasi ini lebih dapat ditangani. Remisi spontan dapat timbul
pada 10% hingga 20% pasien dan dapat disebabkan oleh timektomi elektif pada pasien tertentu.

Perempuan muda yang berada pada stadium dini penyakit ini (5 tahun pertama setelah awitan) dan
yang tidak merespons terapi obat dengan baik sebagian besar mendapat keuntungan dari prosedur ini
(1)
.

PATOFISIOLOGI
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermielin yang berasal dari sel kornu
anterior medula spinalis dan batang otak. Nerves ini mengirim keluar aksonnya dalam nerves spinalis
atau kranialis menuju perifer. Nerves yang bersangkutan bercabang berkali-kali dan mampu
merangsang 200 serat otot yang dpersarafinya disebut unit motorik. Walaupun masing-masing neuron
motorik mempersarafi banyak serabut otot, namun masing-masing serabut otot dipersarafi oleh
neuron motorik tunggal
(1)
.
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot disebut sinaps atau taut
neuromuskular. Taut neuromuskular adalah sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga
komponen dasar: elemen prasinaptik, elemen pascasinaptik, dan celah sinaptik dengan lebar sekitar
200 di antara dua elemen. Elemen prasinaptik terdiri dari akson terminal yang berisi vesikel
sinaptik dengan neurotransmiter asetilkolin. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal
(bouton). Membran plasma akson terminal disebut membran prasinaps. Elemen pascasinaptik terdiri
dari membran pascasinaps (membran pasca-penghubung), atau ujung lempengan motorik dari serat
otot. Membran pascasinaps dibentuk oleh invaginasi yang disebut saluran sinaps membran otot atau
sarkolema ke dalam tonjolan akson terminal. Membran pascasinaps memiliki banyak lipatan (celah
subneural), yang sangat meningkatkan luas permukaan. Membran pascasinaps juga mengandung
reseptor asetilkolin dan mampu membangkitkan lempeng akhir motorik yang sebaliknya dapat
menghasilkan potensial aksi otot. Asetilkolinesterase yaitu enzim yang merusak asetilkolin juga
terdapat dalam membran pascasinaps. Celah sinaptik mengacu pada ruangan antara membran
prasinaptik dan membran pascasinaptik. Ruang tersebut terisi oleh gelatin yang dapat menyebar
melalui cairan ekstrasekluler (ECF)
(1)
.
Apabila impuls saraf mencapai taut neuromuskular , membran mukosa parasinaptik terminal
terdepolarisasi , menyebabkan pelepasan asetilkolin kedalam celah sinaps. Asetilkolin menyebrangi
celah sinaptik secara difus dan menyatu dengan bagian reseptor asetilkolin dalam membran
parasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi
ujung lempeng potensial ( endplate potential , EPP) . ketika EPP mencapai puncak, EPP akan
menghasilkan potensial aksi dalam membran otot tidak bertaut menyebar seoanjang sarkolema.
Potensial aksi ini merangkai serangkaian reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu
terjadi transmisi melewati penghubung neuro muskular , asetilkolin akan dirusak oleh enzim

asetilkolinesterase. Pada orang normal , jumlah asetilkolin yang dilepaskan lebih dari cukup untuk
menyebabkan suatu potensial aksi
(1)
.
Dalam MG, konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah AChR menurun dan psotsynaptic folds
menjadi lebih rata sehingga transmisi neuromuskular menjadi tidak efisien sehingga kontraksi otot
melemah. Jumlah reseptor asetilkolin normal menjadi menurun yang diyakini terjadi akibat cedera
autoimun. Antibodi terhadap protein reseptor asetilkolin telah ditentukan dalam serum banyak
penderita MG. Kelainan neuromuskular pada miastenia gravis disebabkan oleh proses autoimun
akibat adanya antibpdi spesifik terhadap AChR, sehingga jumlah AChR menjadi turun
(1,5)
.
Pada penderita MG, otot tampaknya normal secara makroskopik, walaupun mungkin terdapat atrofi
disuse. Atrofi terjadi akibat kurangnya latihan atau aktivitas. Secara mikroskopik, pada beberapa
pasien dapat ditemukan infiltrat limfosit dalam otot dan organ lain namun kelainan tidak selalu
ditemukan dalam otot rangka. Sekitar 75% pasien miastenia gravis menunjukkan timus yang
abnormal, 65% pasien menunjukkan hiperplasia timus dan 10% berhubungan dengan timoma
(1,5)
.

MANIFESTASI KLINIS
Terdapat hipotesis baru bahwa MG adalah suatu gangguan autoimun yang mengganggu fungsi
reseptor asetilkolin dan menurunkan efisiensi taut neuromuskular. Gambaran klinik yang khas adalah
kelemahan otot dan cepat lelah terutama akibat kegiatan fisik atau latihan berulang yang akan
membaik dengan istirahat atau tidur. Distribusi kelemahan otot bervarisi. MG paling sering timbul
sebagai penyakit tersembunyi bersifat progresif, yang ditandai oleh kelemahan dan kelelahan otot.
Perjalanan penyakit sangat bervariasi pada setiap pasien sehingga sulit untuk menentukan prognosis
(1,5)
.
Pada miastenia gravis ciri-ciri imunologik lebih lengkap daripada penyakit otot lainnya. Gejala
tunggal utama adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga yang sembuh kembali setelah
istirahat. Miastenia Gravis adalah penyakit yang ditandai oleh jatuhnya kelopak mata atas (ptosis),
penglihatan ganda, sulit menelan (disfagia), sulit bicara (disartria),serta kelamahan dan kelelahan otot
generalisata. Walaupun kelumpuhan khas itu dapat timbul pada setiap otot, namun dari kebanyakan
kasus-kasus memperlihatan kelemahan otot okuler, terutama ptosis. Kelemahan otot okuler terutama
palpebra dan otot ekstraokuler akan diserang pada awal timbulnya penyakit yang menyebabkan ptosis
dan diplopia. Pada 90% pasien gejala awal melibatkan otot okular yang menyebabkan ptosis dan
diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot levator palpebra kelopak mata. Bila
penyakit terbatas pada kelopak mata, perjalanan penyakit sangat ringan dan tidak meningkatkan angka
mortalitas
(1,2,5)
.


Awalnya penyakit ini paling sering mengenai otot mata dan faring, kemudian gejala-gejala akan
hilang setelah istirahat. Saraf otak kranial motorik yang sering terkena juga ialah otot wajah dan otot-
otot menelan (otot wajah, laring, faring) sering terlibat dalam MG. Keterlibatan ini dapat
mengakibatkan regurgitasi melalui hidung ketika berusaha menelan (otot palatum); bicara hidung
yang abnormal; dan tidak dapat menutup mulut, yang disebut sebagai tanda rahang menggantung
(hanging jaw sign). Keterlibatan otot muka akan mempersulit pasien bila akan tersenyum atau
mengunyah makanan dan bila berbicara terdengar sengau akibat kelemahan otot palatum. Selain itu
pasien juga kesulitan menelan makanan sehingga berisiko timbulnya regurgitasi dan aspirasi
(1,2,5)
.
Keterlibatan otot pernapasan dibuktikan dengan batuk lemah, dan akhirnya serangan dispnea, dan
ketidakmampuan untuk membersihkan mukus dari cabang trakheobronkial. Bila menyerang otot
pernapasan, maka pasien akan membutuhkan alat bantu nafas yang akan memperburuk keadaan
pasien. Kelemahan otot ekstremitas terutama menyerang otot paroksimal dan bersifat asimetri.
Gelang bahu dan pelvis dapat terkena pada kasus berat; dapat terjadi kelemahan umum pada otot
skelet. Berdiri, berjalan, atau bahkan menahan lengan diatas kepala (misal, ketika menyisir rambut)
dapat sulit dilakukan. Pembuktian etiologi auto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa
glandula timus mempunyai hubungan yang erat. Pada 80% dari pada penderita miastenia didapati
glandula timus yang abnormal
(1,5)
.
Secara umum, beristirahat dan agen antikolinesterase dapat meringankan gejala MG. Gejala
diperberat oleh (1) perubahan keseimbangan hormonal (misal, selama kehamilan, fluktuasi dalam
siklus menstruasi, atau gangguan fungsi tiroid); (2) penyakit yang terjadi pada waktu yang bersamaan
khususnya infeksi traktus pernapasan atas dan yang berkaitan dengan diare dan demam; (3) emosi
kekecewaan, sebagian besar pasien mengalami kelemahan otot yang lebih ketika kecewa; (4) alkohol
(khususnya dengan air tonik yang terdiri dari kuinin, yaitu obat yang meningkatkan kelemahan otot)
dan obat-obatan lain
(1)
.




DIAGNOSIS BANDING
(7)
Table 1
Neurologic Conditions Mimicking Myasthenia Gravis
Condition Signs and Symptoms
Amyotrophic lateral sclerosis Asymmetric muscle weakness and atrophy
Botulism Generalized limb weakness
Guillain-Barr syndrome Ascending limb weakness
Inflammatory muscle disorders Proximal symmetric limb weakness
Lambert-Eaton syndrome Proximal symmetric limb weakness
Multiple sclerosis Bilateral internuclear ophthalmoplegia
Periodic paralysis Intermittent generalized muscle weakness


DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik yang khas, tes
antikolinesterase, EMG, serologi untuk antibodi ARcH dan CT-scan atau MRI thoraks untuk melihat
adanya timoma
(1,5)
.
Elektromiografi (EMG). Akan tampak gambaran frekuensi yang rendah (2-4 Hz); stimulasi
berulang akan menghasilkan penurunan amplitudo dari evoked motor respons. EMG akan
memperlihatkan satu ciri khas penurunan dalam amplitudo unti motorik potensial dengan pengguaan
yang terus menerus
(1,5)
.
Tes Antikolinesterase. Tes khusus untuk MG adalah adanya antiodi serum terhadap asetilkolin.
Setidaknya 80% penderita MG memiliki kadar antibodi serum tinggi yang abnormal, tetapi penderita
bentuk penyakit okuler yang ringan atau tunggal dapat memiliki hasil positif palsu. Diangnosis
dipastikan dengan tes Tensilon. Endrofronium klorida (Tensilon) adalah suatu obat penghambat
kolinesterase, yang diberikan secara intravena. Mula-mula endrodonium diberikan dalam dosis 2 mg
intravena selama 15 detik; bila dalam waktu 30 menit tidak berespons, dapat ditambahkan 8-9 mg.
Respons yang diharapkan meliputi derajat ptosis, derajat gerak mata dan kekuatan menggenggam.
Efek samping kolinergik yang dapat muncul antara lain fasikulasi, flushing, lakrimasi, kejang otot
perut, nausea, vomitus dan diare. Endroforium harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan
kelainan jantung karena dapat menyebabkan bradikadri, blok atrioventrikuler, bahkan sampai henti
jantung. Untuk mengatasi toksisitas endrofonium, dapat digunakan atropin
(1,5)
.

Antibodi AChR. Hasil positif bersifat diagnostik; walaupun demikian, hasil positif tidak berkolerasi
dengan derajat penyakit. Pada umumnya 80% pasien menunjukkan hasil positif, sedangkan pasien
dengan kelainan mata hanya 50% yang positif. Antibodi terhadap muscle-spesifik kinase (MuSK)
didapatkan pada 40% pasien dengan antibodu AChR negatif
(5)
.
Pada pasien MG terlihat perbaikan otot dalam 30 detik. Ketika didapatkan hasil positif, perlu
dilakukan diagnosis banding antara MG sejati dengan sindrom miastenik. Penderita sindrom
miastenia memiliki gejala yang sama dengan MG sejati , namun penyebabnya berkaitan dengan
proses patologis lain (seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang menyebar). Usia awitan
dua keadaan ini adalah faktor pembeda yang penting. Penderita MG sejati biasanya berusia muda,
sedangkan penderita sindrom miastenia cenderung lebih tua. Gejala miastenia biasanya menghilang
bila penyakit dasarnya dapat dikontrol
(1)
.
Tanda khas Miastenia Gravis
(1)
Kelemahan otot volunter berfluktuasi, terutama otot wajah dan otot ekstraokuler
Kelemahan otot meningkat dengan aktivitas
Kekuatan otot meningkat setelah istirahat
Kekuatan otot meningkat sebagai respon terhadap pengobatan (antikolinesterase)
Pada 80%penderita Miastenia Gravis didapati glandula timus yang abnormal. Kira-kira10% dari
mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada penderita-penderita lainnya terdapat infiltrat
limfoser lainnya. Gambaran histologik otot yang terkena terdiri dari reaksi CMI.

Figure:
CT scan of a thorax showing a thymoma
in the anterior mediastinal region which
was confirmed after surgical removal





PENGOBATAN
Bila pasien bertahan selama 10 tahun, penyakit tersebut biasanya tetap jinak, dan kematian akibat
MG itu sendiri jarang terjadi. Pasien harus belajar hidup dalam batasan penyakitnya; pasien ini butuh
waktu 10 jam untuk tidur di malam hari dan bangun dalam keadaan segar, dan pasien juga
membutuhkan pekerjaan alternatif dan waktu istirahat; mereka juga harus menghindari faktor
pencetus dan harus minum obat tepat waktu
(1)
.
Pengobatan yang diberikan pada penderita MG terdiri dari antikolinesterase, prednison,
timektomi, dan pada beberapa kasus diberikan pengobatan imunosupresif atau plasmeferesis.
Pengobatan medis dengan obat antikolinesterase adalah terapi terpilih untuk menetralkan gejala MG.
Neostigmin menon-aktifkan atau merusak kolinesterase sehingga asetilkolin tidak cepat rusak.
Efeknya adalah pemulihan aktivitas otot mendekati normal, paling tidak 80% hingga 90% dari
kekuatan atau daya tahan otot sebelumnya. Selain neostigmin (Prostigmin), piridostigmin (Mestinon),
dan ambenonium (Mytelase), digunakan juga analog sintetik lain dari obata awal yang digunakan
yaitu fisostigmin (Eserin). Prostigmin bromida (mestinon) 60 mg, 3-5 kali per-hari membantu pasien
untuk mengunyah, menelan dan beberapa aktivitas sehari-hari. Efek samping dalam traktus GI yang
tidak disenangi (kejang perut, diare) disebut efek samping muskarinik. Neostigmin paling cederung
menyebabkan efek muskarinik, maka awalnya dapat diterangkan pada pasien untuk berhati-hati
terhadap efek samping yang nyata. Piridostigmin tersedia dalam bentuk yang berjangka waktu dan
sering digunakan sebelum tidur sehingga pasien dapat tidur sepanjang malam tanpa harus bangun
untuk minum obat
(1,3,5)
.
Efek pengendalian MG jangka panjang menyebabkan pasien memiliki dua pilihan terapi dasar.
Pilihan pertama adalah obat imunosupresif, yang semuanya memiliki indeks terapi rendah (rasio dosis
toksik terhadap dosis terapi)
(1)
. Plasmaferesis dan imunoglobulin intravena (IVIg 400 mg/kgBB/hari,
selama 5 hari) dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan sebelum tindakan operatif atau padda
keadaan krisis miastenik. Krisis miastenik adalah eksaserbasi kelemahan otot yang diikuti gagal nafas
yang mengancam nyawa dan membutuhkan perawatan intensif
(5)
.
Terapi kortikosteroid menyebabkan perbaikan klinis pada banyak pasien, walaupun banyak efek
samping serius terjadi akibat penggunaan jangka panjang. Beberapa pasien berespon baik terhadap
regimen kombinasi antara kostikosteroid dan piridostigmin. Azatioprin (yaitu suatu obat
imunosupresif) telah digunakan dan memiliki hasil yang baik; efek sampingnya ringan jika
dibandingkan dengan akibat kortikosteroid, dan terutama teridiri dari gangguan GI, peningkatan
enzim hati, dan leukopenia. Pertukaran plasma mungkin efektif dalam krisis miastenia karena mampu
memindahkan antibodi ke reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat dalam penanganan penyakit
kronik
(1)
.

Selain itu juga dapat diberikan glukokortikoid, dimulai dengan prednison dosis rendah 15-15 mg/hari
yang dapat ditingkatkan sampai tercapai efek yang diharapkan atau sampai mencapai dosis 50
mg/hari. Dosis tinggi tersebut dipertahankan selama 1-3 bulan kemudian diturunkan perlahan-lahan
sampai mencapai dosis pemeliharaan
(5)
.


Table 2
Medications Commonly Used to Treat
Myasthenia Gravis
5

Medication Starting Dosage
Azathioprine 50 mg test dose; increase up to 3
times daily
Cyclophosphamide 25 mg daily; increase as needed
Cyclosporine 25 mg twice daily;
increase as needed
Mycophenolate mofetil 250 mg twice daily;
increase as needed

Prednisone 5 mg daily; increase dose by 5 mg
every 5 days until a dose of 40 mg
to 60 mg daily is reached
Pyridostigmine bromide 30 mg to 60 mg every
4 hours during waking hours or
180 mg at bedtime


Pilihan pengobatan jangka panjang kedua adalah bedah toraks mayor untuk mengangkat kelenjar
timus (timektomi). Sekitar 15% penderita MG memiliki tumor atau hiperplasia kelenjar bersifat
kuratif bagi beberapa pasien. Keputusan untuk melakukan timektomi dibuat berdasarkan pasien
tersebut, karena keuntungan timektomi dibuat berdasarkan pasien tersebut, karena keuntungan
timektomi dalam mengurangi gejala tidak sebesar pada pasien usia tua atau yang telah menderita MG
lebih dari 5 tahun. Sekitar 30% penderita MG tanpa timoma yang menjalani timektomi pada akhirnya
mengalami remisi bebas-pengobatan. 50% lainnya mengalami perbaikan nyata
(1)
.






Daftar Pustaka
1. Price Sylvia A. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC
2. Snell, Richard S. 2007. NEUROANATOMI KLINIK. Jakarta: EGC
3. Weiner, Howard L dan Lawrence P. Levvit.2001.Buku Saku: NEUROLOGI edisi 5.Jakarta:
EGC
4. Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta:EGC
5. Sudoyo, Aru W, Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
6. http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis/klasifikasi-gravis.html
7. www.aerzteblatt.de/pdf

Anda mungkin juga menyukai