Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PENGENDALIAN VEKTOR SECARA HAYATI











Disusun Oleh :

1. Bayu Nanang Septioko (B0903010)
2. Eko Deni Kurniawan (B0903022)
3. Aditia Candra Nugraha (B0903002)
4. Danang Rana Wijaya (B0903014)
5. Bagus Priambodo (B0903006)
6. Dian Rahmawati (B0903018)
7. Hafid Husni (B0903030)
8. Faisal Adnan (B0903026)

PROGRAM STUDI D III KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK BANJARNEGARA
2010
BAB I
PENDHULUAN

A. Latar Belakang

Serangga telah ada di muka bumi jauh sebelum adanya manusia dan
hingga saat ini serangga seringkali berkompetisi dengan manusia,
misalnya dalam hal untuk mendapatkan makanan. Dengan demikian
banyak serangga dikatakan sebagai hama. Walaupun demikian banyak
juga serangga yang menguntungkan atau berguna bagi manusia, misalnya
sebagai polinator, penghasil madu, sutera dan lain-lain.
Serangga selain memiliki peranan yang penting bagi kehidupan
manusia ternyata juga memiliki peranan negatif bagi kehidupan manusia,
peranan negatif itu dapat dijumpai pada beberapa jenis serangga yang
menjadi beberapa vektor dari penyakit yang menyerang manusia. Vektor
adalah arthropoda atau binatang tidak bertulang belakang lain yang secara
aktif menularkan mikroorganisme penyebab penyakit dari penderita
kepada orang sehat, contonya saja nyamuk Aedes Aegepti yang menjadi
vektor dari penyakit demam berdarah danggue.
Pengendalian vektor (Vector control) merupakan usaha untuk menekan
populasi vektor penyakit sampai berada di bawah batas kemampuan dalam
menularkan penyakit sehingga angka kesakitan dapat diturunkan, sehingga
penyakit itu tidak menjadi masalah kesehatan utama bagi masyarakat.
Upaya-upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian
penyakit arthropod-born viral disease telah banyak dilakukan.
Pengendalian tersebut meliputi pengendalian fisik, pengendalian hayati,
pengendalian kimiawi, pengendalian genetik maupun pengendalian
terpadu. Pengendalian fisik dilakukan dengan mengelola lingkungan
sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan
nyamuk, pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan organisme
predator dan patogen, pengendalian kimiawi dilakukan dengan
menggunakan insektisida sintetis untuk membunuh nyamuk, pengendalian
genetik dilakukan dengan menyebarkan pejantan mandul ke dalam
ekosistem, dan pengendalian terpadu dilakukan dengan menggabungkan
berbagai teknik pengendalian yang ada (Wakhyulianto, 2005).
Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis
dilakukan dengan mengunakan kelompok hidup, baik dari golongan
mikroorganisme, hewan infertebrata, atau hewan vertebrata. Sebagai
pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit, atau
pemangsa. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi,
atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali hayati nyamuk di
tempat perindukan.
Pengendalian populasi nyamuk Aedes aegepti pada tahap larva lebih
mudah dilakukan dibandingkan tahap lain dari fase hidup nyamuk.
Pengendalian hayati yang telah dilaporkan pada larva nyamuk ini antara
lain menggunakan jamur air Lagenidium giganteum (Sri Pujianto, 2008).
B. Rumusan Masalah

Kelompok hidup apa saja yang mampu menjadi pengendali dari vektor
penyakit yang di bawa oleh nyamuk.

C. Tujuan

1. Mengetahui beberapa jenis kelompok hidup yang mampu menjadi
pengendali vektor penyakit yang dibawa oleh nyamuk.





BAB II
ISI

A. Hasil
Ada beberapa jenis kelompok hidup dari beberapa jenis spesies yang
dapat menjadi pengendali hayati yang berperan sebagai patogen, parasit,
atau pemangsa. Kelompok hidup yang berperan sebagai patogen adalah
dari spesies bakteri, yaitu Bacillus thuringiensis, Bacillus thuringiensis
toksik. Sedangkan kelompok hidup yang berperan sebagai parasit adalah
dari spesies Nematoda, seperti Romanomarmis iyengari dan R.
Culiciforax. Dan kelompok hidup yang berperan sebagai predator adalah
ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis), ikan
mas, ikan lele, capung (Labellula) dan larva nyamuk Toxorrhynchites.
Beberapa jenis kelompok hidup yang dapat menjadi pengendali vektor
penyakit, yaitu beberapa bakteri tanah seperti: Streptomyces, Bacillus,
Aeromonas, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, Arthrobacter dan Vibrio
dilaporkan memiliki aktivitas kitinolitik, yakni mampu menguraikan kitin
(Sri Pujiyanto, 2008).

B. Pembahasan.
i. Predator.
Pengendalian hayati dilakukan dengan cara menyebarkan predator dan
patogen nyamuk di daerah endemis. Predator pemakan larva yang dapat
digunakan untuk mengendalikan nyamuk adalah ikan Poecilia reticulata,
Gambussia affinis, ikan mas, ikan lele dan larva nyamuk Toxorrhynchites,
kedalam tempat perindukan dari larva nyamuk sehingga larva nyamuk
yang ada di makan predator pemakan larva, sehingga populasi larva di
daerah perindukan larva menurun.
Labellula, atau masyarakat awam mengenal organisme tersebut
sebagai Capung (dragonfly) termasuk golongan serangga Anisoptera.
Nimfa serangga tersebut yang hidup di dalam air telah lama diketahui
sebagai predator larva nyamuk baik di laboratorium maupun di alam (Hadi
suwono, 1997).

ii. Patogen.
Pengendalian vektor menggunakan patogen contohnya adalah
pemanfaatan bakteri Bacillus thuringiensis. Bacillus thuringiensis toksik
terhadap larva nyamuk dan hasilnya sangat efektif serta tidak
menimbulkan kerugian pada manusia maupun hewan. Bacillus
thuringiensis memproduksi toksin yang menghancurkan sel-sel epitel
inang sehingga inang mati (Wakhyulianto, 2005).
Bakteri kitinolitik berpotensi pula sebagai pengendali hayati beberapa
jenis fungi patogen. Potensi lain dari bakteri kitinolitik yang sampai saat
ini belum pernah dilaporkan adalah kemungkinannya digunakan sebagai
agen pengendali hayati terhadap nyamuk khususnya Ae. aegypti yang
merupakan vektor penyebab penyakit demam berdarah. Hal ini didasarkan
bahwa komponen eksoskeleton nyamuk tersebut tersusun dari bahan kitin
sehingga secara logika dapat didegradasi oleh enzim kitinase yang
dihasilkan oleh bakteri kitinolitik. Kerusakan struktur eksoskeleton larva
nyamuk dapat berakibat pada gangguan pertumbuhan dan kematian (Sri
Pujiyanto, 2008).
Bakteri kitinolitik dapat menyebabkan kematian larva nyamuk. Isolat
bakteri kitinolitik (LMB1-5) ini sangat berpotensi dikaji dan
dikembangkan sebagai galur untuk pengendalian larva nyamuk Ae.
aegypti. Bakteri kitinolitik merusak struktur eksosekeleton pada larva,
yang mengakibatkan terganggunya proses metabolisme dari larva, yang
sangat memungkinkan menyebabkan terjadinya kematian dari larva
nyamuk. Selain berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva, bakteri
kitinolitik juga berpengaruh terhadap perubahan morfologi larva yaitu
terbentuknya pupa dan imago. Pada perlakuan larva dengan bakteri
kitinolitik, tidak ada satu ekorpun larva yang dapat berubah menjadi pupa
dan imago. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa eksoskeleton dari
larva telah mengalami kerusakan sehinggga tidak memungkinkan larva
mengalami metamorfosis (Sri Pujiyanto, 2008).

iii. Parasit.
Romanomermis iyengari. Merupakan organisme yang termasuk jenis
cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut
tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh larva yang menjadi
inangnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya
(larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga
menyebabkan kematian inang tersebut (Hadi suwono, 1997).











BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Terdapat beberapa macam pengendaian vektor yaitu kimia, biologi
(hayati) genetika dan pengelolaan lingkungan sebagai upaya
menurunkan jumlah vektor penyebab penyakit.
2. Pengendalian secara hayati dibagi menjadi 3 yaitu, yang berperan
sebagai patogen, parasit, atau pemangsa.
3.
B. Saran
1. Pemerintah memberikan penyuluhan pada masyarakat untuk
memanfaatkan makhluk hidup yang ada disekitar sebagai upaya
pengendalian vektor secara biologi.
2. Masyarakat harus senantiasa menjaga kebersihan lingkungan seperti
PSN agar terhindar dari faktor penyebab penyakit, terutama yang
disebabkan oleh nyamuk.
3.








DAFTAR PUSTAKA
Blondine Ch.P. dkk. April 2004. Pengendalian Vektor Malaria Anopeles
Sundaicus Mengunakan Bacillus thuringiensis 0-14 Galur Lokal Yang di Biakkan
Dalam Buah Kelapa Dengan Partisipasi Masarakat di Kampung Laut Kabupaten
Cilacap. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol 3 no 1.24-36.

MENKES RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 374/MENKES/PER/III/2010. Tentang Pengendalian Vektor. Depkes RI.

Pujianto, sri. dkk . Januari 2008. Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik
Isolat Lokal yang Berpotensi untuk Mengendalikan Larva Nyamuk Aedes aegypti
L. Jurnal ilmiah. No 1, volume 9. 5-8.
Suwasono, hadi. September 1997. Berbagai Cara Pemberantasan Larva
Aedes aegypti. Cermin Dunia Kedokteran. No 119.10-13

Wakhyulianto. Oktober 2005. UJI DAYA BUNUH EKSTRAK CABAI
RAWIT (Capsicum frutescens L) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti.
Skripsi. F. Olahraga, IKM. UNNES.

Anda mungkin juga menyukai