Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Skizofrenia Paranoid














Oleh:
Dedy Muhadi


Pembimbing
dr. Yolly Dahlia, Sp.KJ





DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014


LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. M
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sape, Bima
Agama : Islam
Suku : Mbojo
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak Ada
Status : Belum Menikah
MRS : 25 Februari 2014
Pemeriksaan : 26 Februari 2014
Pasien dibawa oleh keluarganya ke Poli klinik RSJP NTB pada hari Selasa,
25 Februari 2014, pukul 09.00 WITA. Ini adalah pertama kali pasien dirawat inap di
RSJP.

II. Identitas Keluarga Pasien
Nama Keluarga : Tn. Umar
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Hubungan : Paman pasien
Alamat : Kebun Sari, Ampenan
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah




III. Riwayat Psikiatri
Data diperoleh dari:
Wawancara dengan pasien (Autoanamnesis)
Wawancara dengan Paman pasien (Aloanamnesis)

1. Keluhan Utama
Pasien melukai diri sendiri.

2. Riwayat Gangguan Sekarang
Aloanamnesis dan autoanamnesis:
Pasien dibawa ke poliklinik Psikiatri RSJP NTB diantar oleh keluarga dengan
dikeluhkan menumbuk jari tangannya sendiri. Kejadian ini terjadi dua hari (sebelum
masuk Rumah Sakit Jiwa) SMRSJ. Pasien juga mengeluhkan susah tidur pada
malam hari, sering melamun, bicara sendiri, keluyuran, dan cepat marah. Pasien
keluyuran hingga ke kampung tetangga, namun pasien tidak pernah mrusak-rusak
barang ataupun lingkungan sekitar, pasien juga tidak melakukan hal yang
mengancam jiwa orang lain.
Pasien mengaku merasa terancam karena ada orang yang ingin membunuhnya.
Keluhan ini mulai sejak satu bulan SMRSJ. Ia mengaku mendengar suara-suara
yang menyatakan akan membunuhnya, dan menyuruh untuk menumbuk tangannya,
dan melihat bayangan-bayangan orang yang membawa senjata tajam ingin
membunuhnya. Namun ketika ditanya pasien menyangkal banyak orang yang tidak
senang dengannya, banyak orang yang membicarakannya, bisa membaca pikiran
orang, atau orang dapat membaca pikirannya.
Awalnya sejak satu tahun yang lalau pasien belajar ilmu dari guru di kampung
sebelah untuk menjaga diri dengan cara menyendiri bersemedi, berzikir di atas
sajadah di dalam sutu ruangan, ritual ini biasanya ia lakukan pada malam hari dari
pukul 22.00-01.00. Pasien mengaku terkadang sekali dalam satu minggu
melakukannya secara berkelompok di padepokan guru tersebut dan dibawah
bimbingannya, namun setiap harinya ia melakukannya di kamarnya, pasien mengaku
dengan belajar ilmu dari guru tersebut dia dapat terhindar dari sihir, dan berbagai
macam kejahatan orang seperti keracunan.
Pasien mengakui satu bulan yang lalu ia pernah disihir melalui mimpi, namun
ia mampu melawan sihir tersebut. Di dalam mimpinya ia mengaku akan dicekik oleh
salah seorang keluarganya yang tidak suka kepadanya, namun ia mengaku mampu
melawan cekikan tersebut. Hal tersebut ia anggap sebagai kemampuan melawan
sihir. Pasien mengaku karena sihir orang tersebut gagal membunuhnya, ia pernah
dicoba untuk dibunuh kedua kalinya yaitu menggunakan racun melalui
minumannya, namun orang tersebut gagal membunuhnya. Setelah meneguk racun
tersebut pasien mengaku keluhan-keluhan susah tidur, mendengar suara-suara yang
ingin membunhnya, melihat sosok bayangan yang membawa senjata mulai
bermunculan.
Satu tahun pasien tetap bekerja sebagai buruh tani, dan sejak satu bulan
belakangan ini keluhannya mulai muncul. Diawali dengan pasien suka melamun,
tiba-tiba berteriak-berteriak tidak menentu kemudian lari ketakutan dan keluyuran
sepanjang hari. Pasien mengaku berteriak karena perasaan di hatinya banyak
temann-temannya yang ingin mengalahkan ilmunya, namun ketika ditanya pasien
tidak mengatakan bahwa dirinya yang paling pintar, dan paling tinggi ilmunya.
Pasien mendengar banyak suara-suara orang ingin menyakiti dan membunuhnya,
melihat bayangan-bayangan orang yang membawa senjata tajam ingin
membunuhnya. Sampai pada akhirnya ia mendengar suara-suara yang
memerintahkan dirinya untuk menumbuk tangannya sampai keluar darah agar ia
tidak meninggal. Selama satu bulan ini pasien tidak pernah mengurus dirinya, tidak
dapat tidur baik siang maupun malam hari. Akhirnya pada tanggal 25 February 2014
pasien dibawa ke RSJP NTB.
Menurut pengakuan keluarga, selama di rumah pasien dikatakan tidak pernah
tampak menangis atau tidak pernah tampak sedih. Os juga dikatakan tidak pernah
tampak berkativitas yang berlebihan seperti bicaranya yang banyak, tidak pernah
lelah atau membagi-bagikan barang ke orang lain.
Saat ini pasien masih mendengar suara-sura yang ingin membunuh dan
menyakitinya, pasien masih merasa terganggu dalam tidurnya. Pasien diberikan obat
halloperidol 2 x 5 mg, THP 2 x 2 mg dan atarax 2 x 0,5 mg. BAB dan BAK lancar,
demam (-), mual (-), dan muntah (-).



3. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Riwayat Gangguan Psikiatri
Sebelum MRSJ pasien adalah seorang petani, ia bertani bersama keluarganya,
dan masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai petani. Pasien tidak pernah
mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
Riwayat Gangguan Medis
Selama ini pasien tidak pernah sakit keras yang membuat ia harus dirawat
inap. Pasien pernah mengalami cedera ringan di kepalanya karena berkelahi waktu
kelas lima SD. Tidak ditemukan adanya riwayat kejang pada pasien, sesak (-),
lumpuh (-) dan trauma pada kepala (-).

Riwaayat Penggunaan Alkohol dan Zat Lain
Riwayat minum alcohol (+) 1x saja karena pasien tidak tahu itu adalah
minuman keras, NAPZA (-) dan merokok (+) terkadang.

4. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara. Saat hamil ibu pasien tidak
pernah memeriksakan diri ke bidan dan ke dokter. Selama hamil tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan, dan tidak pernah ada masalah dalam kehamilannya
atau riwayat trauma selama masa kehamilan. Pasien lahir di rumah dibantu
dukun. Pasien lahir pada usia kandungan 9 bulan, saat lahir langsung menangis
dan BBL tidak diketahui oleh orangtunya. Tidak ada riwayat perawatan intensif
saat pasien baru lahir.
b. Masa kanak-kanak awal (<3 tahun)
Pasien diasuh oleh ibu kandungnya. Pasien mendapat ASI sampai usia 2 tahun.
Pasien mendapat makanan tambahan pada usia <6 bulan berupa pisang dikerok
dan bubur, selanjutnya secara bertahap diberi makan bubur nasi dengan lauk apa
saja yang ada di rumah, sampai usia sekitar 1 tahun pasien diberi makan makanan
yang sama dengan keluarga lainnya. Sejak kecil badan pasien selalu terlihat sama
dan sehat dibandingkan teman sebayanya. Pasien cukup aktif untuk bermain.
Pasien tampak mulai merangkak, berjalan, dan berbicara sama dibandingkan
teman seusianya dan saudara-saudaranya, yaitu sekitar usia 1 hingga 1,5 tahun.
Ibu pasien mengakui anaknya hanya mendapatkan suntikan di lengan saja.
44 th 50 th
53 th
49 th
47 th
c. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Menurut keluarga pasien, selama masa kanak-kanak pertengahan, pasien tumbuh
dan berkembang seperti anak-anak lainnya. Pasien dapat bermain dan bersekolah
seperti anak-anak yang lainnya. Pergaulan dengan teman seusianya cukup baik.
Hubungan pasien dengan orang tua dan saudranya- saudaranya baik. Pasien mulai
dapat diminta bantuan oleh orangtuanya, pasien mulai dapat disuruh untuk mandi
sendiri, dan makan sendirPasien masuk SD pada usia 6 tahun. Pasien dapat
mengikuti pelajaran di sekolah dan bergaul dengan teman-teman sebayanya.
Prestasi pasien tidak ada yang menonjol, namun pasien selalu naik kelas. Pada
masa ini pasien tidak pernah mengalami sakit berat. Pasien tidak pernah mencari
masalah dengan siapapun, dengan keluarga penurut, dan hubungannya baik
dengan teman-teman sebaya. Pasien mengakui pada masa ini ayahnya sedang
sakit-sakitan, dan tidak banyak yang ayah dapat perbuat untuknya.
d. Masa Kanak-kanak akhir dan remaja (11-18 tahun)
Pada usia 12 tahun, pasien mulai di bersekolah di SMP, pasien bukan anak yang
sangat berprestasi, namun bukan pula anak yang bodoh di kelasnya, ia dapat
menyelesaikan sekolahnya sama seperti rata-rata temannya yang lain. Pada waktu
ia berumur 13 tahun ayahnya meninggal dunia, ia merasa kehilangan, dan sedih,
sejak waktu itu ia mulai ikut bekerja dengan keluarganya di sawah untuk
memenuhi kebutuhan mereka sekeuarga.
Pada umur 17 th pasien mulai mengenal jatuh cinta seperti teman-temannya
yang lain dan memulai hubungan dengan lawan jenis.

5. Riwayat Keluarga
Dikeluarga inti tidak ada yang menunjukan tanda-tanda masalah kejiwaan.
Hubungan pasien dengan keluarganya baik.
Genogram keluarga pasien :









35 th 28 th

26 th 21 th


Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Tinggal serumah

6. Situasi Sosial-Ekonomi Sekarang
Pasien tinggal dengan ibu kandung dan satu orang saudara kandung. Ayahnya
sudah meninggal 10 ahun yang lalu. Kebutuhan hidup keluarga tersebut dipenuhi
oleh dirinya dan keluarganya. Penghasilan ini dirasa cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

7. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien tidak merasa dirinya memiliki gangguan jiwa. Pasein merasa dia dalam
keadaan baik-baik saja. Pasien menyadari dirnya yang memukul tangannya sendiri.
Pasien merasa senang di RSJP karena pasien merasa lebih baik.
8. Persepsi keluarga pasien tentang penyakit yang dialami pasien
Keluarga pasien menyadari kalau anggota keluarganya ini mengalami
gangguan jiwa, dan masih dapat disembuhkan dan dicegah agar tidak menjadi lebih
berat. Keluarga pasien berharap ia dapat sembuh, dan dapat beraktiviras seperti
biasa kembali.
IV. Status Mental
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Pasien seorang laki-laki berusia 26 tahun, tampak sesuai usianya, penampilan
kurang rapi, kesan kurang rawat diri.
b. Kesadaran
Jernih.
c. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Tenang. Pasien dapat menyelesaikan wawancara sampai akhir, dan dapat
melakukan kontak mata dengan pemeriksa.
d. Pembicaraan
Spontan, volume cukup, artikulasi tidak jelas.
e. Sikap Terhadap Pemeriksa
Kooperatif. Pasien mampu mengikuti wawancara dengan baik sampai akhir

2. Alam Perasaan dan Hidup Emosi
a. Mood
Eutimik.
b. Afek
Sesuai.
c. Empati
Tidak dirasakan.

3. Fungsi Intelektual
a. Taraf pendidikan pengetahuan dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai tingkat pendidikannya.
b. Daya Konsentrasi
Cukup.
c. Orientasi
Waktu: baik
Tempat: baik
Orang: baik
d. Daya ingat
Daya ingat jangka panjang : cukup
Daya ingat masa lalu belum lama : cukup
Daya ingat baru saja : cukup
Daya ingat segera : cukup
e. Pikiran Abstrak
Baik.
f. Bakat kreatif
Pasien suka bertani, Pasien suka mendengarkan musik.
g. Kemampuan menolong diri sendiri
Buruk, pasien tidak mampu mengurus dirinya sendiri.

4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
Halusinasi auditorik (+): suara sekelompok orang yang mnyruh dan ingin
mencelakai dia.
Halusinasi visual (+) : melihat sosok bayangan yang membawa senjata dan
ingin membunuhnya
Halusinasi penghidu (-), halusinasi pengecapan (-), halusinasi taktil (-).
b. Ilusi: tidak ada.
c. Depersonalisasi: tidak ada.
d. Derealisasi : tidak ada.

5. Proses Pikir
a. Bentuk Pikir
Non-realistik.
b. Arus Pikir
Asosiasi longgar, tidak konsisten
c. Isi Pikiran
Preokupasi: (-)
Waham:
o Waham Kebesaran (+): ia adalah orang yang tidak dapat diracun dan
disihir.
o Waham kejar : pasien mengaku ada sekelompok orang yang ingin
menyaingi keilmuannya, dan menyakiti dirinya.
6. Pengendalian Impuls
Cukup.


7. Daya Nilai
a. Daya nilai sosial : kurang.
b. Uji daya nilai : kurang.

8. Tilikan
Tilikan derajat 1.

9. Penilaian Daya Realita (Reality Test Ability-RTA)
Baik

10. Taraf Dapat Dipercaya
Secara umum dapat dipercaya.

V. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut
1. Status Generalis
a. Tanda vital
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Nadi: 88 x/menit
Pernapasan: 20x/menit
Suhu: 36,6
0
C
b. Kepala-leher
Mata: anemis (-/-). ikterus (-/-), refleks pupil (+/+), isokor.
THT: telinga dbn, hidung tampak jejas (-), krepitasi (-), deviasi septum (-).
Leher: struma (-), pembesaran KGB (-).
c. Thoraks
Cor: S
1
S
2
tunggal, regular, murmur (-), gallop(-).
Pulmo: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-).
d. Abdomen
Distensi (-), bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), H/L/R :tidak teraba.
e. Sistem urogenital: tidak dievaluasi.
f. Ekstremitas: akral hangat (+), oedem (-).

2. Status Neurologis
a. Pupil: bentuk bulat, isokor(+/+), refleks cahaya (+/+).
b. Gejala rangsangan selaput otak: tidak ditemukan.
c. Gejala peningkatan tekanan intrakranial: tidak didapatkan.
d. Motorik: Normal.
e. Tonus: Normal.
f. Koordinasi: Baik.
g. Turgor: Normal.
h. Refleks: Tidak dievaluasi.
i. Sensibilitas: Baik.
j. Susunan saraf vegetatif: Baik.
k. Fungsi-fungsi luhur: Baik.
l. Gangguan khusus: Tidak ada.

VI. Ikhtisar Penemuan Bermakna
Pasien laki-laki, 26 tahun, dibawa keluarga dengan keluhan menumbuk tangannya
sendiri. Kejadian ini terjadi dua hari SMRSJ. Pasien susah tidur pada malam hari, sering
melamun, bicara sendiri, teriak-teriak, keluyuran karena ketakutan akan dibunuh, dan
cepat marah. Pasien keluyuran hingga ke kampung tetangga, namun pasien tidak pernah
merusak-rusak barang ataupun lingkungan sekitar, pasien juga tidak melakukan hal yang
mengancam jiwa orang lain.
Pasien mengaku merasa terancam karena ada orang yang ingin membunuhnya.
Keluhan ini mulai sejak satu bulan SMRS. Ia mengaku mendengar suara-suara yang
menyatakan akan membunuhnya, dan menyuruh untuk menumbuk tangannya. Pasien
mengaku melihat bayangan orang yang membawa senjata tajam dan ingin membunuhnya.
Namun saat ditanya pasien menyangkal banyak orang yang tidak senang dengannya,
banyak orang yang membicarakannya, bisa membaca pikiran orang, atau orang dapat
membaca pikirannya. Ini adalah pertama kali pasien MRSJ.
Status mental yaitu penampilan: tidak rapi, kesan tidak rawat diri; kesadaran:
jernih; mood: eutimik; afek: sesuai; gangguan persepsi: halusinasi auditorik (+) dan visual
(+), isi pikir: waham kejar (+) dan waham kebesaran (+); proses pikir: asosiasi longgar;
tilikan derajat 1. Status generalis dan status neurologis dalam batas normal

VII. Formulasi Diagnosis
Pada pasien ini ditemukan adanya pola prilaku atau psikologis yang secara klinis
bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan penderitaan dan
hendaya dalam berbagai fungsi psikososial dan pekerjaan. Dengan demikian dapat
disimpulkan pasien ini mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan anamnesis mengenai riwayat penyakit medis, pasien tidak pernah
mengalami trauma kepala, kejang, hipertensi atau penyakit lainnya yang dapat menimbulkan
disfungsi otak sebelum menunjukkan gejala gangguan jiwa. Oleh karena itu diagnosis
gangguan mental organik (F00 F09) dapat disingkirkan. Riwayat penggunaan zat psikoaktif
sebelum timbulnya gejala gangguan jiwa tidak ditemukan. Sehingga diagnosis gangguan
mental dan prilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10 F19) dapat disingkirkan.
Pada pasien ini didapatkan gangguan persepsi, penilaian realitas, dan nilai tilikan yang
terganggu, yaitu didapatkan halusinasi auditorik dan visual, serta waham kebesaran dan kejar.
Oleh karena itu pasien dapat dimasukkan kategori gangguan mental psikotik. Berdasarkan
kriteria diagnosis PPDGJ III, pasien dapat dimasukkan dalam Skizofrenia, gangguan
skizotipal, dan gangguan waham (F20 F29).
Pada pasien tidak didapatkan gangguan suasana perasaan (mood/afektif) sehingga
kemungkinan gangguan afektif (F30 F39) bisa disingkirkan.
Secara khusus, pada pasien didapatkan waham kejar dan waham kebesaran dimana
pasien mengatakan bahwa takut karena ada orang yang ingin melukai hingga membunuh
dirinya. Dan Terdapat pula halusinasi auditorik dan visual. Keluhan tersebut muncul sejak
satu bulan pasien MRSJ
Jadi, terdapat dua gejala yang menonjol yaitu gangguan isi pikir dan gangguan
persepsi (waham kejar, waham kebesaran, halusinasi visual, dan halusinasi auditorik) yang
sudah muncul selama satu bulan. Aksis I ditegakkan dengan diagnosis Gangguan Psikotik
Akut (F23).
Pada Aksis II tidak didapatkan gangguan kepribadian maupun retardasi mental. Pada
Aksis III tidak ditemukan kelainan klinis yang bermakna. Pada Aksis IV tidak didapatkan
masalah pada lingkungan keluarga.
Pada Aksis V berdasarkan Penilaian Fungsi Secara Global/GAF, saat ini pasien
berada pada nilai 50-41 (adanya gejala yang berat (serious) dan disabilitas berat) dan nilai
tertinggi untuk sekurangnya satu bulan selama satu tahun terakhir yaitu 90-81 (gejala
minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa).


VIII. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Tidak ditemukan gangguan kepribadian
Aksis III : Tidak ditemukan kelainan kondisi medis umum
Aksis IV : Tidak ditemukan masalah psikososial dan lingkungan.
Aksis V : GAF 50 41 (current)
: GAF 90 81 (HLPY)

IX. Daftar Permasalahan
Organobiologik: Ketidakseimbangan neurotransmitter.
Psikologis/Perilaku: keluyuran, susah tidur pada malam hari, ketakutan, melukai
diri sendiri, bicara sendiri, waham kejar (+), waham kebesaran, halusinasi visual
(+) dan halusinasi auditorik (+).
Keluarga, Lingkungan dan Sosial Budaya: Hubungan dengan keluarga baik.
Ekonomi keluarga yang termasuk kelompok ekonomi menengah ke bawah.

X. Rencana Terapi
1. Psikofarmasi
Risperidon: 2 x 2 mg
Tryhexyphenidil: 3 x 2 mg
Alprazolam 1x 0,25 mg (malam saja)

2. Psikoedukasi
Psikoedukasi pada pasien bertujuan untuk mendukung proses terapi,
membantu pasien dalam menemukan cara mengatasi masalahnya, dan mencegah
timbulnya gejala yang sama saat pasien mendapat stressor psikologis.
Edukasi terhadap pasien, yaitu:
Secara bertahap sesuai dengan kembalinya kemampuan penilaian realitas pada
pasien, memberi informasi dan edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang
dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-faktor penyebab, pengobatan,
komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat meminum
obat dan segera datang ke dokter bila timbul gejala serupa di kemudian hari.
Meyakinkan bahwa semua gejala yang muncul dapat dihilangkan dengan
minum obat secara teratur.
Memotivasi pasien untuk berobat teratur.

Edukasi terhadap keluarga :
Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien, gejala, faktor-
faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan di
kemudian hari.
Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat setelah sakit agar
pasien dapat mengalami sembuh remisi.

3. Psikoterapi
Psikoterapi yang diberikan kepada pasien adalah psikoterapi suportif yaitu
yang bertujuan untuk memperkuat fungsi defensif pasien terhadap keyakinannya yang
non-realistik, memperluas fungsi pengendalian dengan metode pengendalian baru,
memperbaiki kemampuan adaptif pasien. Psikoterapi ini dicapai dengan pendekatan
bimbingan dan reassurance.

4. Sosioterapi
Mengembalikan fungsi sosial pasien melalui latihan kembali untuk
berinteraksi dengan pasien-pasien lainnya selama perawatan, dan memberi pengertian
pada pasien bahwa tujuan perawatannya adalah untuk menghilangkan gejala
penyakitnya dan berlatih untuk bisa kembali bermasyarakat di lingkungannya setelah
keluar dari rumah sakit. Memberi penjelasan kepada keluarga mengenai keadaan yang
dialami pasien sehingga keluarga dapat menciptakan lingkungan yang optimal bagi
pemulihan pasien, menurunkan stigmatisasi dan diskriminasi terutama pada keluarga
dan masyarakat sekitar. Keluarga perlu diberi edukasi dalam upaya mendukung
penyembuhan pasien berupa terapi pasien yang akan membutuhkan waktu lama
sehingga diharapkan dapat berperan sebagai PMO bagi pasien.

XI. Prognosis
Faktor pendukung:
a. Fungsi kognitif pasien masih baik
b. Episode pertama
c. Keluarga mendukung kesembuhan pasien
Faktor penghambat:
a. Pasien belum mengerti gangguan jiwa yang dialami.
b. Kurangnya pengetahuan keluarga pasien tentang gangguan jiwa yang dialami
keluarga
Berdasarkan faktor-faktor di atas, prognosis pasien ini adalah:
Ad Vitam :dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sahationam : dubia ad malam
XII. Pembahasan
Pada pasien ini ditemukan gejala bermakna berupa melukai diri, berbicara sendiri,
keluyuran, susah tidur, dan ketakutan. Sedangkan dalam pemeriksaan status mental
didapatkan adanya waham kejar, waham kebesaran, halusinasi visual dan halusinasi
auditorik. Gejala-gejala yang timbul pada pasien merupakan gejala psikotik, dan karena
gangguan penilaian realita telah mengganggu kehidupan dan fungsi global pasien, selama
satu bulan, maka gejala-gejala tersebut memenuhi kriteria skizofrenia paranoid.
Sesuai dengan pedoman diagnosis berdasarkan PPDGJ III/ICD 10, beberapa
kemungkinan diagnosis dapat disingkirkan dari pasien. Tidak dijumpai adanya gangguan
neurologis, riwayat kejang, ada riwayat trauma namun ringan, atau gangguan pada intelektual
pasien, sehingga gejala psikosis pada pasien tidak memenuhi kriteria diagnosis untuk
gangguan mental organik. Berdasarkan laporan keluarga, dan penjelasan dari pasien
ditemukan tidak adanya gejala gangguan mood pada pasien sehingga diagnosis Skizoafektif
dapat disingkirkan. Pasien tidak merupakan pengguna zat aditif sehingga gangguan mental
perilaku akibat penggunaaan zat aditif dapat disingkirkan.
Sikap keluarga yang kurang cepat tanggap dalam melihat perubahan sikap dan prilaku
pada psien menyebabkan munculnya prilaku melukai diri.
Pilihan terapi farmakologis untuk pasien ini yaitu risperidon dengan dosis 2x2 mg.
Obat ini adalah obat antipsikotik atipikal, memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin
dan aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin, alfa-adrenergik, dan histamin. Dengan
demikian obat ini efektif untuk gejala positif (waham, halusinasi) dan tidak memperburuk
gejala negatif. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal minimal dibandingkan
obat antipsikotik tipikal.
Untuk mengatasi kemungkinan efek samping penggunaan risperidon dan untuk
mengurangi gejala distonia pada pasien, ini dapat diatasi dengan pemberian Tryhexiphenidile
dosis 3 x 2 mg, dapat dinaikkan sampai 15 mg/hari. Bila pasien kaku sampai tidak bisa
menelan, dapat diberi injeksi difenhidramin 25 50 mg/hari secara IM atau IV.
Alprazolam (1x0,25 mg) diberikan pada pasien hanya malam hari untuk mengurangi
ketakutan dan memberikan waktu tidur untuk pasien. Alprazolam adalah obat anti ansietas
golongan benzodiazepin yang bekerja secara agonis terhadap reseptor gaba.
Selain terapi medikamentosa, pada pasien gangguan psikotik perlu mendapat
psikoterapi dan sosioterapi. Psikoterapi bertujuan membantu menguatkan pikiran pasien
mengenai mana realita mana bukan realita sehingga dapat melawan gejalanya sendiri,
menjelaskan mengenai penyakitnya secara perlahan, sehingga pasien mengerti pentingnya
minum obat secara teratur dan tidak putus. Psikoedukasi juga perlu diberikan kepada keluarga
dan lingkungan sekitar agar tidak terjadi stigmatisasi terhadap pasien, dan membangun sistem
pendukung yang kuat untuk menunjang perbaikkan pasien.
Sosioedukasi mengajarkan pada pasien bagaimana cara untuk kembali pada
masyarakat. Pada sosioedukasi pasien diajarkan untuk tidak malu dengan penyakitnya, dan
cara bermasyarakat yang benar sehingga dirinya dapat diterima. Sosioedukasi juga
seharusnya dilakukan pada keluarga untuk dapat menerima pasien tanpa stigmatisasi, dan
membantu meningkatkan rasa penghargaan dirinya.

XIII. Riwayat Perjalanan Gangguan Pada Pasien





Gambar Riwayat Perjalanan Gangguan Pada Pasien.
Tabel. Riwayat Perjalanan Gangguan Pada Pasien
01-02-2014 03-02-2014 23- 02-14 26-02-2014 10-03-2014
Merasa disihir,
merasa diracuni
oleh
keluarga(namun
Susah tidur,
keluyuran,
bicara sendiri,
ketakutan,
Susah tidur,
keluyuran,
bicara
sendiri,
Pasien merasa
lebih enak,
halusianasi
auditorik
Pasien merasa
jauh lebih
nyaman, tenang
bayangan (-),
01-02-2014
25-02-2014
(MRSJ)
23-02-2014
10-03-2014
(MRSJ)
gagal, karena ia
kuat berkat
belajar ilmu)
cepat marah,
waham (+),
halusinasi
visual (+) dan
auditorik (+)
ketakutan,
melukai diri
sendiri
mulai
berkurang,
bayangan-
bayangan (-)
waham kejar
berkurang
suara yang
ingin
membunuh (-),
suara yg
menyuruhnya
pulang agar dy
meninggal di
rumah, tidak d
RS, pasien
sadar itu tidak
nyata

Anda mungkin juga menyukai