BANGSA INDONESIA BELUM MAMPU WUJUDKAN CITA-CITA KEMERDEKAAN * Oleh : H. Widjaja Kartadiredja
A. Menyambut Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 69. 1. Beberapa hari lagi bangsa Indonesia akan memperingati Hari Kemedekaan yang ke 69 tanggal 17 Agustus 2014. Jika tanggal ini dipakai sebagai pengingat akan hari keramat bangsa Indonesia pada peristiwa puncak dalam sejarah perjuangan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, maka pada hahekatnya memperingati hari kemerdekaan adalah merupakan perwujudan dari menghargai nilai-nilai perjuangan para pahlawan dan para pendiri negara menjadi bangsa yang merdeka lepas dari tangan penjajah. 2. Mencuplik perkataan Bung Karno, dalam pidatonya 1 Juni 1945, yang diutarakan dalam sidang Bndan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (yang dikenal dengan sebutan Dokuritu Zyumbi Tyoosakai) bertempat di Gedung Pejambon Kota Jakarta di bawah pimpinan Ketua Dr. K.R.T. Rajiman Wedyadiningrat, Bung Karno berkata: Apakah yang dinamakan merdeka? Didalam tahun 33 saya telah menulis satu risalah. Risalah itu bernama Mencapai Indonesia Merdeka. Maka di dalam risalah tahun 33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, ta lain dan ta bukan, ialah satu djembatan, satu djembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa diseberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat. 3. Ucapan Bung Karno di atas dapat diartikan adanya kewajiban moral yang besar bagi bangsa Indonesia setelah negara itu merdeka (lepas dari tangan penjajah), yaitu meanyempurnakan masyarakat, yang dengan perkataan lain dimaksudkan mewujudkan cita-cita kemerdekaandengan melaksanakan pembangunan untuk mensejahterakan rakyat. Kini bangsa Indonesia telah hampir 70 tahun melewati jembatan emas seperti yang 2
dikatakan Bung Karno, namun sudahkah bangsa ini mewujudkan cita-cita kemerdekaan seperti dimaksudkan dalam perkataan Bung Karno? Penulis tidak mengkultuskan Bung Karno, namun sekadar gambaran terkait dengan memperingati hari Kemerdekaan yang harus menghargai founding father yang dalam sebuah adagium dikatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya. Jawaban yang paling mendekati kebenaran atas pertanyaan di atas secara singkat adalah belum. Tanggung jawab siapa ini? Hal inilah yang harus menjadi bahan kajian dan mawas diri semua kalangan dan semua komponen bangsa, karena negara ini adalah milik semua warga negaranya yang berdaulat. 4. Kesan pada setiap memperingati Hari Kemerdekaan RI hendaknya tidak hanya mengaggap peringatan itu sifatnya seremonial belaka, tanpa menyentuh pada sebuah renungan dan pemikiran yang bersifat kritis terhadap kondisi yang dihadapi bangsa selama ini. Sesungguhnya keprihatinan bangsa ini ibaratnya sudah sampai pada titik jenuh. Bagaimana tidak, kalau kondisi bangsanya tetap stanngnan dalam kemiskinan dan ketertinggalan, atau jika rakyat pada umumnya terutama kalangan bawah, hanya bergelut dengan kemiskinan dan ketertinggalan, sementara kalangan elit di tingkat atas hanya hiruk pikuk dengan masalah politik yang tidak menyentuh langsung pada masalah kepentingan rakyat yang dihadapinya. Itulah kesan yang pasti dirasakan oleh masyarakat pada umumnya terutama oleh kalangan masyarakat bawah. B. Mengapa bangsa ini belum mampu wujudkan cita-cita kemerdekaan? Secara global Penulis paparkan ulasan singkat yang kemudian bisa disimak sendiri kesimpulannya, mengapa bangsa kita tidak mampu wujudkan cita-cita kemerdekaan, periksa ulasan di bawah ini. 1. Negara atau komunitas yang mengeksploitasi kekayaan penduduk di suatu negeri atau wilayah di dunia dulu disebut penjajah, atau lebih populernya disebut kolonial. Indonesia pernah berada dibawah kuasaan kolonial Belanda selama 350 tahun. Sampai pada generasi saat ini Indonesia telah hampir 70 tahun berada di alam kemerdekaan. Kini setelah berada di alam kemerdekaan, artinya bebas dari cengkraman kekuasaan kolonial, rakyat Indonesia umumnya masih belum merasakan kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya, terutama kalangan masyarakat bawah, dalam arti bisa merasakan kehidupan yang sejahtera dan adil. Sebaliknya malah di abad-abad belakangan ini muncul fenomena baru berupa berkembangnya perilaku korup, yang mungkin kini bisa dibilang sudah mencapai klimaknya 3
dengan pernah adanya sebutan korupsi berjamaah, sebuah istilah yang sangat menyesatkan yang memberi kesan seolah korupsi itu bisa diberjamaahkan. 2. Kondisi seperti ini tidak terlepas dari kuatnya pengaruh faham kapitalisme dan neoliberalisme masuk ke negara kita yang posisinya masih bisa dibilang sebagai negara yang underdevelop. Konsekuensinya, disadari atau tidak, negara kita telah jadi objek penghisapan kembali oleh negara-negara kapitalis yang telah dibukakan pintu gerbngnya lewat episode baru yang disebut era globalisasi, yang membuat Indonesia kembali jadi negara jajahan. Bedanya kalau dulu di jaman kolonial dijajah dengan alat kekuatan militer, dan kalau di jaman sekarang dijajah dengan alat penguasaan ekonomi, yang ditopang dengan mentalitas penguasa yang tidak amanah lewat perilaku korup yang bisa dilakukan di jajaran pemerintahan dan lembaga-lembaga negara. Fenomena ini bisa di lihat sendiri dalam kenyataan. 3. Penjajah paling dahsyat di muka bumi dulu disebut kolonial. Tapi anehnya sekarang orang seperti acuh pada fakta yang sama-sama menakutkan, yakni predikat yang diberikan pada seseorang yang telah merugikan uang negera alias uang rakyat, yang popler orangnya seperti disebut kan tadi adalah koruptor, dan watak yang melekat dalam dirinya bisa disebut nafsu korupsi. Nafsu ini seolah tersimpan aman di dalam dada dirinya, tak tampak dari luar, seperti terbungkus halus di dalam kalbu, dan terpelihara rapi di balik kemunafikan, walau ia tahu mata Tuhan melihatnya. Nafsu ini telah memporak-porandakan kehidupan bangsa menjadi negara yang masuk dalam kategori negara miskin di dunia dan terbelakang dibanding dengan negara-negara lain yang telah maju. 4. Apa yang diinginkan nafsu ini, mungkin tak ubahnya seperti keinginan serakah untuk meraup harta sebanyak mungkin, kalau bisa, dimiliki harta di seantero hamparan bumi dan kandungan di dalamnya, bahkan walaupun dengan adanya ancaman siksa bagi yang melanggar hukum Tuhan dari segi agama, akan terus ia kejar, karena merasa pada dirinya tak ada mata manusia yang mengawasinya. Inilah sesungguhnya salah satu musuh bangsa yang seharusnya paling dimusuhi rakyat di negeri ini. 5. Apa koruptor sama dengan kolonial? Pertanyaan ini perlu dianalisa dari segi dampaknya, sejauh mana keduanya merugikan masyarakat pada umumnya. Jika dipandang dari segi dampaknya, maka koruptor di jaman modern dengan kolonial di jaman penjajahan adalah mirip sama. Yakni sama-sama menjadikan rakyat berada dalam kemiskinan dan kertinggalan, karena rakyat tak mampu memberdayakan diri yang makin dipisahkan oleh 4
kesenjangan yang makin tajam antara yang kaya dan yang miskin, antara penguasa dan rakyat jelata, yang eksesnya semakin lunturnya nilai-nlai keadilan. 6. Jika ditimbang-timbang antara kejahatan koruptor dan kejahatan kolnial di zaman sekarang eksesnya adalah sama, selain bangsa telah menjadi sapi perahan seperti di jaman Tuhan. Barangkali sangat tepat dikemukakan dalam kitab suci Alquran bahwa Tuhan memberikkan peringatan kepada manusia, untuk menjauhi tindakan kejahatan, dengan friman-Nya yang, berbunyi : Pelihara diri dan keluragamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. 7. Apa ada kaitan fenomena yang dipaparkan di atas dengan Pemilihan umum kolonial, dirinya pun pasti kelak akan mendapatkan balasan yang sempurna dihadapan 2014, baik Pemilu Legislatif mau pun Pemilu Pilpres. Jawabnya jelas ada. Setiap anak bangsa yang mencintai bangsa dan negaranya mesti sadar politik yang seolah harus mampu berkata di dalam hatinya : Jangan daur ulang tangan-tangan kotor dalam lingkaran pemerintahan bagi oknum-oknum yang pernahpunya track-record yang tidak bersih dan merugikan rakyat. Sudah saatnya bangsa ini punya seorang pemimpin yang negarawan hasil Pilpres 2014, yang mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih bersama partner kerja yang juga bertangan bersih, yang dapat melaksanakan pembangunan untuk rakyat, menuju pemerintahan yang adil dan sejahtera yang ada dalam keridhaan Tuhan Yang Maha Kuasa. 8. Demikian ulasan singkat yang Penulis sajikan. Mudah-mudahan dapat menjadikan bahan pencerahan pada setiap pembaca dalam upaya mencarikan solusi dalam menyikapi kondisi bangsa saat ini.
. Sangat berharap tulisan singkat ini berkenan untuk sempat dibaca oleh yang terhormat Presden yang ditetapkan final melalui putusan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilpres 2014 yang akan ditetapkan tanggal 22 Agustus 2014. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimphkan rahmat, kasih sayang, dan perlindunagn-Nya kepada Bangsa Indonesia. Aamiiin.
Salam hormat Penulis H. Widjaja Kartadiredja 5
Penulis, penyusun Ebook Kinerja dan Nilai-nilai Religi di sebuah Website, tinggal di J l. Raya Timur 454, Kota Cimahi, Rawa Barat, Indonesia.