Anda di halaman 1dari 76

BAB I PENDAHULUAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 1


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi yang
signifikan di bidang keuangan negara. Salah satu dari reformasi yang menonjol
adalah pergeseran dari penganggaran tradisional yang sekedar membiayai masukan
(input) atau proses ke penganggaran berbasis kinerja yang memperhatikan apa
yang akan dihasilkan (output).
Orientasi pada output telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai
negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government) adalah
paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk
mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut
telah dituangkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah dituangkan
dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam Pasal 68
dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan
fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola
pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas dengan sebutan Badan Layanan Umum (BLU). Pengaturan
lebih lanjut tentang pengelolaan keuangan BLU diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU) diharapkan dapat menyuburkan pewadahan
baru bagi pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 2
Sebagai suatu format baru pengelolaan keuangan negara, pengelolaan keuangan
BLU belum dipahami sebagian besar kalangan. Adanya suatu panduan untuk
memahami pengelolaan keuangan BLU dirasa perlu untuk disusun. Kementerian
Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan berupaya memberikan
panduan tersebut melalui penyusunan modul terkait dengan pengelolaan keuangan
BLU.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan para pengguna modul dapat
memahami persyaratan, penetapan dan berakhirnya status satker BLU.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari modul ini, para pengguna modul diharapkan akan dapat :
1. Menjelaskan pengertian BLU.
2. Menjelaskan tujuan penerapan pengelolaan keuangan BLU oleh instansi di
lingkungan pemerintah.
3. Menjelaskan asas-asas pengelolaan keuangan BLU.
4. Menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instansi pemerintah
untuk dapat menerapkan PK BLU.
5. Menjelaskan proses penetapan suatu instansi pemerintah untuk diberikan ijin
menerapkan PK BLU.
6. Menjelaskan proses pencabutan status BLU.
7. Menjelaskan kelembagaan BLU.
8. Menjelaskan Dewan Pengawas BLU.
9. Menjelaskan pejabat pengelola BLU.
10. Menjelaskan kepegawaian BLU.
11. Menjelaskan Satuan Pemeriksaan Intern BLU.
12. Menjelaskan tata hubungan kerja BLU.
13. Menjelaskan remunerasi BLU.
BAB I PENDAHULUAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 3
14. Menjelaskan standar layanan yang harus dipenuhi oleh BLU.
15. Menjelaskan tarif layanan BLU.
16. Menjelaskan perhitungan tarif layanan BLU.
17. Menjelaskan rencana strategis bisnis BLU.
18. Menjelaskan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU.
19. Menjelaskan pengintegrasian RBA ke dalam RKA-K/L.
20. Menjelaskan pengelolaan pendapatan BLU.
21. Menjelaskan dokumen pelaksanaan anggaran BLU.
22. Menjelaskan revisi dokumen pelaksanaan anggaran BLU.
23. Menjelaskan pengelolaan kas BLU.
24. Menjelaskan pengelolaan piutang BLU.
25. Menjelaskan pengelolaan utang BLU.
26. Menjelaskan pengelolaan investasi BLU.
27. Menjelaskan pengelolaan barang BLU.
28. Menjelaskan penyelesaian kerugian BLU.
29. Menjelaskan akuntansi BLU yang terdiri dari standard dan sistem akuntansi
BLU.
30. Menjelaskan pelaporan keuangan BLU yang meliputi tujuan, tanggung jawab,
komponen, penyajian dan konsolidasi laporan keuangan BLU.
31. Menjelaskan pertanggungjawaban atas keberhasilan pencapaian sasaran
kegiatan BLU.
32. Menjelaskan pembinaan BLU.
33. Menjelaskan pengertian pemeriksaan BLU.
34. Menjelaskan pengawasan oleh Dewan Pengawas BLU.
35. Menjelaskan pemeriksaan oleh pemeriksa internal BLU.
36. Menjelaskan pemeriksaan oleh pemeriksa eksternal BLU.
Maksud dan tujuan dari modul Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah
memberikan pedoman bagi instansi pemerintah, masyarakat, dan stakeholders
lainnya untuk dapat memahami dan/atau menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU
BAB I PENDAHULUAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 4
sebagai suatu pola manajemen keuangan sektor publik dalam rangka peningkatan
pelayanan.
C. RUANG LINGKUP
Dalam rangka meningkatkan kualitas penatausahaan pengelolaan keuangan negara,
Direktorat Jenderal Perbendaharan memandang perlu untuk menyusun
pedoman/panduan pengelolaan keuangan negara tingkat satuan kerja kementerian
negara/lembaga dalam bentuk modul. Salah satu modul tersebut adalah Modul
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Ruang lingkup modul Pengelolaan Keuangan BLU sebagai bagian Modul Pengelolaan
Keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga atau Satuan Kerja meliputi:
pendahuluan; pengertian, tujuan dan asas; persyaratan, penetapan, dan pencabutan
status; tata kelola; standar dan tarif layanan; perencanaan dan penganggaran;
pelaksanaan anggaran; pengelolaan keuangan dan barang; akuntansi, pelaporan dan
pertanggungjawaban; pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan; dan penutup.
Pengelolaan Keuangan BLU pada modul ini membahas pengelolaan keuangan BLU
di lingkungan pemerintah pusat.
BAB II PENGERTIAN, TUJUAN DAN ASAS
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 5
BAB II
PENGERTIAN, TUJUAN, DAN ASAS
A. PENGERTIAN
Definisi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Dalam mengelola keuangannya, BLU menerapkan pola keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian
dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. Pola pengelolaan
keuangan ini disebut Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU) diterapkan oleh setiap instansi pemerintah
yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional.
Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang
eselon atau non eselon. Penetapan sebagai BLU adalah terkait pola pengelolaan
keuangannya, bukan dalam kelembagaannya. Sehingga pengertian instansi di
lingkungan pemerintah yang dibentuk pada definisi tersebut diatas tidak berarti
suatu instansi pemerintah yang akan menerapkan PK BLU harus membentuk satker
yang baru. Dalam hal instansi pemerintah tersebut perlu mengubah status
kelembagaannya untuk menerapkan PK BLU, baru dilakukan perubahan status
BAB II PENGERTIAN, TUJUAN DAN ASAS
MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 6
kelembagaan dengan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
B. TUJUAN DAN ASAS
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi
dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang sehat.
Sedangkan asas-asas BLU adalah sebagai berikut:
1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga untuk tujuan
pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
3. Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan
penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi
manfaat layanan yang dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh
menteri/pimpinan lembaga.
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian
keuntungan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun
dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan
anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik bisnis
yang sehat.

BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 7
BAB III
PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN
A. PERSYARATAN MENJADI BLU
Satuan kerja instansi pemerintah dapat menerapkan PK BLU apabila memenuhi
persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
1. Persyaratan Substantif
Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah bersangkutan :
a. Menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
1) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum.
Contoh instansi yang menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau
jasa layanan umum adalah pelayanan bidang kesehatan seperti rumah
sakit, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan
pengujian;
2) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum.
Contoh instansi yang melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah atau
kawasan secara otonom adalah otorita dan Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (Kapet); dan/atau
3) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
Contoh instansi yang melaksanakan pengelolaan dana adalah pengelola
dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola penerusan
pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan.
b. Bidang layanan umum tersebut merupakan kegiatan pemerintah yang
bersifat operasional, dalam menyelenggarakan pelayanan umum satker
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 8
tersebut menghasilkan barang/jasa semi publik (quasi public goods).
Pengertian barang/jasa semi publik (quasi public goods) adalah barang/jasa
yang seharusnya disediakan oleh pemerintah, tetapi juga dapat disediakan
oleh swasta (private).
2. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis instansi pemerintah bersangkutan terpenuhi apabila :
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh menteri/pimpinan lembaga sesuai dengan kewenangannya; dan
b. Kinerja keuangan satuan kerja yang bersangkutan sehat sebagaimana
ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Kinerja keuangan yang ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan,
mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 8 tahun
2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Kinerja keuangan instansi pemerintah berupa prestasi yang berhasil
dicapai oleh Pengguna Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah
digunakan. Informasi tentang kinerja ini relevan dengan perubahan
paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan
mengidentifikasikan secara jelas keluaran (output) dari setiap kegiatan
dan hasil (outcome) dari setiap program. Sehingga kinerja keuangan yang
sehat adalah apabila keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang
dicapai telah sesuai dengan yang ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan
anggaran.
3. Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang
bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat.
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 9
Pernyataan kesanggupan tersebut disusun sesuai dengan format yang
tercantum dalam lampiran PMK No. 119/PMK.05/2007 dan bermaterai,
ditandatangani oleh Pimpinan Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang
mengajukan usulan untuk menerapkan PK BLU dan disetujui oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.
b. Pola Tata Kelola (corporate governance).
Merupakan peraturan internal Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang
menetapkan :
1) Organisasi dan tata laksana, mencakup:
Struktur organisasi yang menggambarkan posisi jabatan yang ada pada
satker yang menerapkan PK BLU dan hubungan wewenang/tanggung
jawab antar jabatan dalam pelaksanaan tugasnya;
2) Prosedur kerja yang menggambarkan wewenang /tanggung jawab masing-
masing jabatan dan prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan tugasnya.
Satker yang mengusulkan menerapkan PK BLU harus mempunyai prosedur
kerja untuk semua kegiatannya, terutama untuk kegiatan utama (core
business);
3) Pengelompokan fungsi yang logis, bahwa pengelompokan fungsi-fungsi
dalam struktur organisasi harus dilakukan secara logis dan sesuai dengan
prinsip pengendalian intern;
4) Ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia. Satker yang
menerapkan PK BLU harus mempunyai sumber daya manusia yang
memadai untuk dapat menjalankan kegiatan dalam rangka mencapai
tujuannya. Ketersediaan SDM mencakup kuantitas SDM, standar
kompetensi, pola rekruitmen, dan rencana pengembangan SDM.
c. Akuntabilitas, terdiri dari akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan.
1) Akuntabilitas program, adalah perwujudan kewajiban satker yang
menerapkan PK BLU untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan
maupun kegagalan pelaksanaan program yang diukur dengan seperangkat
indikator kinerja non-keuangan (outcome performance indicator),
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 10
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam
Akuntabilitas program ini terkandung antara lain kebijakan-kebijakan,
mekanisme atau prosedur, media pertanggungjawaban, dan periodisasi
pertanggungjawaban program.
2) Akuntabilitas kegiatan, adalah perwujudan kewajiban satker yang
menerapkan PK BLU untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan
maupun kegagalan pelaksanaan kegiatan yang diukur dengan seperangkat
indikator kinerja non-keuangan (outcome performance indicator),
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam
akuntabilitas kegiatan ini terkandung antara lain kebijakan-kebijakan,
mekanisme atau prosedur, media pertanggungjawaban, dan periodisasi
pertanggungjawaban kegiatan.
3) Akuntabilitas keuangan, terkait dengan pertanggungjawaban pengelolaan
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang diamanatkan kepada satker
yang menerapkan PK BLU dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pada umumnya, akuntabilitas keuangan tertuang dalam laporan keuangan
yang memberikan informasi atas sumber dana dan penggunaannya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan, standar akuntansi keuangan yang
diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia atau standar
akuntansi lain untuk bidang bisnis spesifik yang mempunyai karakteristik
sama dengan PK BLU dan praktik bisnis yang sehat. Dalam akuntabilitas
keuangan ini terkandung antara lain kebijakan-kebijakan, mekanisme
atau prosedur, media pertanggungjawaban, dan periodisasi
pertanggungjawaban keuangan.
d. Transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan
ketersediaan informasi kepada publik.
1) Kejelasan tugas dan kewenangan.
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 11
Satker yang menerapkan PK BLU wajib memberikan informasi yang jelas
mengenai tugas dan kewenangan dari masing-masing pejabat pengelola,
dewan pengawas, dan pegawai sehingga pelaksanaan tugas dan
kewenangan tersebut dapat dimonitor oleh publik.
2) Ketersediaan informasi kepada publik.
Satker yang menerapkan PK BLU wajib mengungkapkan semua informasi
yang dapat mempengaruhi keputusan stakeholder/publik. Informasi
tersebut harus tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat dengan
relatif mudah.
e. Rencana strategis bisnis, mencakup antara lain visi, misi, program strategis,
dan pengukuran pencapaian kinerja.
1) visi, yaitu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang
berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan;
2) misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi
yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil
dengan baik;
3) program strategis, yaitu program yang berisi kegiatan yang berorientasi
pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan
5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, kelemahan, peluang,
dan kendala yang ada atau mungkin timbul (analisis SWOT). Program 5
(lima) tahunan memuat semua program satker yang menerapkan PK BLU
yang meliputi antara lain program di bidang pelayanan, keuangan,
administrasi, dan sumber daya manusia (SDM);
4) kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian
kinerja;
5) indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan,
administrasi, dan SDM;
6) pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang memberikan
gambaran capaian kinerja tahun berjalan, penjelasan, dan analisis faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi pencapaian kinerja.
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 12
Pengukuran pencapaian kinerja juga memberikan informasi metode
pengukuran kinerja yang bersangkutan.
Rencana strategis bisnis satker yang diusulkan harus menunjukkan
peningkatan kinerja pelayanan dan keuangan sesudah satker tersebut
berstatus BLU.
f. Laporan keuangan pokok, adalah laporan keuangan yang berlaku bagi instansi
tersebut yang meluputi:
1) Kelengkapan laporan :
Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional Keuangan, yaitu
laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode
pelaporan yang terdiri dari unsur pendapatan dan belanja;
Neraca/Prognosa Neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan
posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal
tertentu;
Laporan Arus Kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas
sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan pendanaan
selama satu periode akuntansi;
Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang berisi
penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca/Prognosa Neraca, dan Laporan
Arus Kas, disertai laporan mengenai kinerja keuangan.
2) Kesesuaian dengan standar akuntansi (standar akuntansi pemerintahan,
standar akuntansi keuangan, atau standar akuntansi lain);
3) Hubungan antar laporan keuangan, bahwa unsur-unsur dalam laporan
keuangan harus dapat diverifikasi antarlaporan;
4) Kesesuaian antara kinerja keuangan dengan indikator kinerja yang ada di
rencana strategis. Rencana strategis harus dapat diterjemahkan dalam
rencana kerja dan proyeksi laporan keuangan satker yang menerapkan
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 13
PK BLU, sehingga indikator kinerja yang ada di rencana strategis harus
selaras dengan indikator keuangan dalam laporan keuangan;
5) Analisis laporan keuangan, yaitu berupa analisis trend, analisis
persentase per komponen, analisis rasio, dan analisis sumber penggunaan
dana. Penggunaan metode analisis disesuaikan dengan kebutuhan satker
yang bersangkutan dengan mempertimbangkan karakteristik satker.
Metode analisis tersebut digunakan untuk menguraikan lebih lanjut
tentang informasi keuangan satker sehingga pengguna laporan keuangan
mempunyai informasi tambahan mengenai trend posisi keuangan, trend
pendapatan dan biaya, trend arus kas, potensi kemampuan pelayanan
publik dan pemenuhan kewajiban dengan sumber daya yang ada di masa
yang akan datang, serta kontribusi satker yang menerapkan PK BLU
terhadap kesejahteraan masyarakat di masa sekarang dan di masa
depan.
g. Standar Pelayanan Minimum (SPM), menggambarkan ukuran pelayanan yang
harus dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah yang akan menerapkan
PK BLU dengan mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan
kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh layanan. SPM tersebut
harus ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. SPM tersebut
diperuntukkan khusus untuk satker yang akan menerapkan PK BLU yang
berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimum dan/atau
SPM Kementerian Negara/Lembaga.
Standar Pelayanan Minimum sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker
Jenis kegiatan merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik
pelayanan ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari
satker yang bersangkutan.
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 14
2) Rencana Pencapaian SPM Satuan kerja menyusun rencana pencapaian
SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu
pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3) Indikator pelayanan
SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu
pencapaian SPM.
4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan
menteri/pimpinan lembaga.
h. Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum
satuan kerja instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk
menerapkan PK BLU. Dalam hal satuan kerja instansi pemerintah tersebut
belum pernah diaudit, satuan kerja instansi pemerintah dimaksud harus
membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang
disusun dengan mengacu pada formulir yang telah ditetapkan.
B. PENETAPAN BLU
Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi
persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK BLU
kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan
tersebut dan apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri
Keuangan menetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK
BLU.
Dalam rangka penilaian usulan PK BLU, Menteri Keuangan sesuai dengan
kewenangannya menunjuk suatu Tim Penilai. Tugas tim penilai tersebut meliputi:
1. Merumuskan kriteria yang digunakan sebagai pedoman penilaian atas usulan
penerapan PK BLU untuk menciptakan standardisasi penilaian, dan menjaga
obyektivitas dan kualitas penilaian;
2. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK BLU;
3. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK BLU yang diusulkan
Menteri/Pimpinan Lembaga; dan
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 15
4. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian kepada Menteri Keuangan.
Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap
usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak dokumen persyaratan
diterima secara lengkap dari Menteri/Pimpinan Lembaga. Penetapan BLU dapat
berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU Bertahap.
1. Status BLU Secara Penuh
Status BLU secara penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan
administratif telah dipenuhi dengan memuaskan. Satker yang berstatus BLU
secara penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, yaitu:
1.1 Pengelolaan Pendapatan
1.2 Pengelolaan Belanja
1.3 Pengadaan Barang dan/atau Jasa
1.4 Pengelolaan Barang
1.5 Pengelolaan Utang
1.6 Pengelolaan Piutang
1.7 Pengelolaan Investasi
1.8 Perumusan Standar, Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan
Keuangan.
2. Status BLU Bertahap
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis
telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara
memuaskan. Status BLU Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat
diusulkan untuk menjadi BLU Secara Penuh.
BLU Bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan
dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang,
pengelolaan piutang, dan perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur
pengelolaan keuangan.
BAB III PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 16
Fleksibilitas tidak diberikan dalam:
2.1 Pengelolaan investasi;
2.2 Pengelolaan utang; dan
2.3 Pengadaan barang dan/atau jasa.
Batas-batas yang diberikan dan tidak diberikan tersebut selanjutnya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya.
C. PENCABUTAN STATUS BLU
Penerapan PK BLU berakhir apabila:
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya apabila BLU yang
bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau
administratif;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari Menteri/Pimpinan
Lembaga sesuai dengan kewenangannya apabila BLU yang bersangkutan sudah
tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif; atau
3. Berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang
dipisahkan. Pencabutan ini dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Apabila Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri
Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK BLU paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu
tersebut, usulan pencabutan dianggap ditolak. Terhadap instansi pemerintah yang
pernah dicabut dari status PK BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PK
BLU
BAB IV TATA KELOLA

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 17
BAB IV
TATA KELOLA
A. KELEMBAGAAN
Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang
secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi
dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau
non eselon pada kementerian negara/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila
instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU memerlukan perubahan organisasi
dan struktur kelembagaan, maka perubahan tersebut berpedoman pada ketentuan
yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara. Perubahan tersebut bertujuan untuk mewujudkan desain
organisasi instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU yang mampu memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara optimal.
Desain organisasi harus memperhatikan keserasian antara besaran organisasi
dengan beban tugas, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki. Dalam rangka
menjamin kejelasan mekanisme kerja dan akuntabilitas organisasi, maka desain
organisasi instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU harus menggambarkan
secara jelas bagan organisasi meliputi kedudukan, susunan jabatan, dan hubungan
kerja antar unit.
B. DEWAN PENGAWAS
Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan BLU. Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat
dibentuk dengan keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga atas persetujuan Menteri
Keuangan. Pembentukan Dewan Pengawas berlaku hanya pada BLU yang memiliki
realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran atau nilai aset
BAB IV TATA KELOLA

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 18
menurut neraca yang memenuhi syarat minimum yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian
negara/lembaga teknis yang bersangkutan, kementerian keuangan, dan tenaga ahli
yang sesuai dengan kegiatan BLU.
Pembahasan Dewan Pengawas lebih rinci, akan dibahas dalam Bab Pembinaan,
Pengawasan, dan Pemeriksaan BLU.
C. PEJABAT PENGELOLA
BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri dari pemimpin, pejabat
keuangan, dan pejabat teknis. Sebutan tersebut dapat disesuaikan dengan
nomenklatur yang berlaku pada instansi pemerintah yang bersangkutan.
1. Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan
BLU yang berkewajiban:
a. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
b. menyiapkan RBA tahunan;
c. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.
2. Pejabat Keuangan BLU
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang
berkewajiban :
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
d. menyelenggarakan pengelolaan kas;
e. melakukan pengelolaan utang-piutang;
BAB IV TATA KELOLA

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 19
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
3. Pejabat Teknis BLU
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang
masing-masing yang berkewajiban:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
D. KEPEGAWAIAN
Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS)
dan/atau tenaga profesional non PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Akan tetapi
seyogyanya untuk Pemimpin BLU dan Pejabat Keuangan dari PNS. Hal ini dengan
pertimbangan bahwa Pemimpin BLU sebagai penanggung jawab operasional dan
keuangan, sedangkan pejabat keuangan melakukan pengelolaan pendapatan dan
belanja. Sedangkan pejabat pengelola anggaran yaitu Kuasa Pengguna Anggaran
dan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran harus dijabat oleh PNS.
Pengisian PNS tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999, beserta peraturan pelaksanaannya. Sedangkan
pengisian tenaga profesional bukan PNS tersebut ditetapkan berdasarkan
ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah,
beserta peraturan pelaksanaannya.
E. SATUAN PEMERIKSAAN INTERN
Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) merupakan unit kerja yang berkedudukan
langsung dibawah pemimpin BLU yang bertugas melaksanakan pemeriksaan intern
BAB IV TATA KELOLA

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 20
BLU. Pembahasan SPI lebih rinci, akan dibahas dalam Bab Pembinaan, Pengawasan,
dan Pemeriksaan BLU.
F. TATA HUBUNGAN KERJA
Dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang harmonis, Menteri/Pimpinan
Lembaga menyusun mekanisme kerja yang baku, terutama hubungan antara Satker
BLU, Dewan Pengawas dan unit induknya, serta antara SPI dengan Inspektorat
Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat.
Dewan Pengawas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU yang dilakukan
oleh Pejabat Pengelola BLU. Hasil pengawasan disampaikan kepada unit induknya
dan Menteri Keuangan. Sementara dalam melaksanakan tugasnya SPI
berkoordinasi dengan satuan pengawasan fungsional.
Satker BLU menyusun rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan
kinerja kepada organisasi induk untuk disajikan sebagai bagian tidak terpisahkan
dari rencana kerja dan anggaran dan laporan keuangan dan kinerja Kementerian
Negara/Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan standar pelayanan minimum dan masing-
masing Satker BLU wajib menggunakan standar pelayanan minimum tersebut
sesuai dengan bidang tugasnya.
Untuk mengembangkan praktik bisnis yang sehat dalam penyelenggaraan layanan
umum, unit organisasi induk memberikan pembinaan teknis dan tidak membatasi
atau mengganggu pelaksanaan otonomi manajemen operasional Satker BLU.
G. REMUNERASI
Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium,
tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun.
Remunerasi diberikan kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai
BAB IV TATA KELOLA

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 21
BLU berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang
diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas.
Penentuan besaran gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor sebagai berikut :
1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang
dikelola BLU serta tingkat pelayanan;
2. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;
3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang
bersangkutan;
4. Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
sekurang-kurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu
dan manfaat bagi masyarakat.
Perhitungan besaran gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar
90% (sembilan puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU. Sedangkan perhitungan
honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut :
1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen) dari
gaji Pemimpin BLU.
2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen)
dari gaji Pemimpin BLU.
3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari
gaji Pemimpin BLU.
Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang
diberhentikan sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50%
(lima puluh persen) dari gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal
diberhentikan sampai dengan ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan
yang bersangkutan.
Disamping pemberian gaji/honorarium, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas,
Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU dapat memperoleh tunjangan tetap,
BAB IV TATA KELOLA

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 22
insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau pensiun dengan memperhatikan
kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.
Apabila Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris Dewan Pengawas telah
berakhir masa jabatannya, dapat diberikan pesangon berupa santunan purna
jabatan dengan pengikutsertaan dalam program asuransi atau tabungan pensiun
yang beban premi/iuran tahunannya ditanggung oleh BLU yang besarannya
ditetapkan paling banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
gaji/honorarium dalam satu tahun.
Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan
Pengawas, dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU ditetapkan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan Lembaga.
BAB V STANDAR DAN TARIF LAYANAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 23
BAB V
STANDAR DAN TARIF LAYANAN
A. STANDAR LAYANAN
Standar layanan BLU berupa Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang merupakan
ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh Satker yang menerapkan PK BLU yang
ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas
layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh
layanan. Kualitas layanan yang dimaksud meliputi teknis layanan, proses layanan,
tata cara, dan waktu tunggu untuk mendapatkan layanan.
SPM bertujuan untuk memberikan batasan layanan minimum yang seharusnya
dipenuhi oleh pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan dapat mencapai tujuan
yang diharapkan, maka standar layanan BLU semestinya memenuhi persyaratan
SMART, yaitu:
1. Fokus pada jenis layanan (specific);
2. Dapat diukur (measurable);
3. Dapat dicapai (attainable);
4. Relevan dan dapat diandalkan (reliable); dan
5. Tepat waktu (timely).
BLU wajib menggunakan SPM yang telah ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga. SPM dapat disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan
kemampuan keuangan BLU serta kemampuan kelembagaan dan personil BLU dalam
bidang yang bersangkutan.
BAB V STANDAR DAN TARIF LAYANAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 24
SPM yang telah ditetapkan harus mencantumkan rencana pencapaian SPM yang
memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga teknis. Dan
untuk mewujudkan transparansi, rencana pencapaian target tahunan SPM tersebut
dan realisasi capaiannya agar diinformasikan kepada masyarakat.
B. TARIF LAYANAN
Sesuai dengan tujuan diterapkannya PK BLU yaitu untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, maka dalam menetapkan tarif layanan tetap memperhatikan
SPM yang telah ditetapkan Menteri/Pimpinan Lembaga. Selanjutnya, karena BLU
dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan, maka diperlukan bentuk tarif yang ditetapkan berdasarkan
perhitungan biaya per unit layanan (untuk layanan yang berupa penjualan barang
dan/atau jasa) atau hasil per investasi dana (untuk layanan perguliran dana).
Dalam penyusunan tarif dapat digunakan kebijakan cost plus (memperhitungkan
seluruh biaya ditambah imbal hasil atau margin), cost recovery (memperhitungkan
seluruh biaya yang dikeluarkan), cost minus (menutup sebagian biaya yang
dikeluarkan).
Usulan tarif layanan diajukan oleh BLU bersangkutan kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga, untuk kemudian Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan tarif
tersebut kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Dalam penetapan tarif
dimaksud, Menteri Keuangan dibantu oleh suatu tim dan dapat menggunakan nara
sumber yang berasal dari sektor terkait.
Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif layanan adalah sebagai
berikut:
1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
2. Daya beli masyarakat;
3. Asas keadilan dan kepatutan;
4. Kompetisi yang sehat.
BAB V STANDAR DAN TARIF LAYANAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 25
C. PERHITUNGAN TARIF LAYANAN
Dalam penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan
per unit output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan
perhitungan akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan
biaya-biaya yang timbul, yaitu:
1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau
diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya
langsung ini dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan istilah biaya
utama (prime cost).
2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara
khusus terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk
secara bersamaan. Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah
biaya overhead (overhead cost).
Dalam penghitungan biaya langsung dan tidak langsung ini terdiri dari:
1. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan
berubahnya volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya
variabel dengan total unit barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus).
Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung
dan tenaga kerja langsung.
2. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu
tetap (constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat
bahwa biaya tetap akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume),
sedangkan biaya tetap per unit akan menurun seiring dengan meningkatnya
volume produksi.
Tarif layanan merupakan unsur yang harus tercantum dalam Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA). Penentuan tarif dilakukan dengan memperhitungkan biaya satuan
dari setiap jenis layanan. Perhitungan tarif layanan akan diuraikan lebih lanjut
dalam bab selanjutnya mengenai RBA.
BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 26
BAB VI
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
Pembahasan tentang perencanaan dan penganggaran diawali dengan proses penyusunan
rencana strategis (renstra) bisnis oleh satker BLU yang berpedoman pada renstra
kementerian negara/lembaga. Renstra bisnis ini digunakan sebagai panduan oleh
satker BLU dalam mengelola kegiatannya selama 5 tahun ke depan. Untuk kebutuhan
perencanaan dan penganggaran tahunan, satker BLU menyusun dokumen yang disebut
rencana bisnis dan anggaran atau biasa disebut RBA. Secara garis besar, RBA memuat
kegiatan dan target yang akan dilaksanakan pada tahun tersebut beserta anggaran
yang mengikuti. Pembahasan mengenai renstra bisnis satker BLU dan RBA akan
diuraikan dalam pokok-pokok bahasan dibawah ini.
A. RENCANA STRATEGIS BISNIS
Rencana strategis bisnis, selanjutnya disebut renstra bisnis, lahir dari sebuah
proses manajemen strategis. Manajemen strategis sendiri merupakan seni dan
ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas
fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Tujuan dari
manajemen strategis adalah untuk mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru
yang berbeda untuk masa mendatang.
Renstra bisnis mengemuka ketika organisasi sadar bahwa tantangan organisasi di
masa depan semakin kompleks dengan berbagai macam permasalahan dan
persaingan. Identifikasi terhadap lingkungan internal dan eksternal mutlak
diperlukan guna mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan serta ancaman
organisasi. Elemen-elemen tersebut kemudian dianalisis dan ditransformasikan ke
dalam sebuah tahapan-tahapan strategi untuk mencapai visi dan misi organisasi.
BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 27
Satker BLU adalah sebuah organ pemerintah yang bertindak untuk menyediakan
layanan dalam bentuk penyediaan barang dan jasa dimana dalam pengelolaannya
lebih menitikberatkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas dengan tidak
mengutamakan pencapaian laba (not for profit). Sebagai sebuah organisasi
modern, satker BLU dituntut mampu menyusun dan menguraikan visi dan misi ke
dalam tahapan-tahapan strategis untuk mencapai visi dan misi tersebut. Langkah-
langkah normatif dalam proses perumusan sebuah renstra bisnis juga dilaksanakan
oleh satker BLU untuk memastikan bahwa satker BLU tersebut mengenali dirinya
sendiri dan menggunakan keunggulan kompetitif yang dimiliki sebagai instrumen
untuk bersaing dengan organisasi lain yang memiliki layanan sejenis.
B. RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN
1. Konsep, Definisi, dan Dasar-Dasar Penyusunan Rencana Bisnis dan
Anggaran
Ketika sebuah renstra bisnis satker BLU telah disusun, langkah lanjutan dari
sebuah proses perencanaan dan penganggaran satker BLU adalah penyusunan
rencana bisnis dan anggaran tahunan, yang biasa disebut RBA. Sebagai
representasi dari sebuah renstra bisnis satker BLU, RBA berfungsi sebagai
dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran tahunan satker BLU yang
memuat program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
Berbicara mengenai RBA satker BLU tidak dapat dilepaskan dari kerangka
APBN secara keseluruhan. Target pendapatan dan belanja yang tercantum
dalam RBA tetap harus dicatatkan dalam APBN. Realisasi atas target
pendapatan PNBP dan belanja yang bersumber dari PNBP harus dibukukan dan
dipertanggungjawabkan dalam kerangka keuangan negara. Harus disadari oleh
pejabat pengelola dan pegawai satker BLU bahwa satker BLU bukanlah
kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga prinsip-prinsip dalam pengelolaan
keuangan negara tetap harus dipahami dan dipedomani oleh satker BLU.
Fleksibilitas yang diberikan dalam kerangka memberikan pengecualian terhadap
BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 28
prinsip universalitas agar satker BLU dapat berkembang dan memberikan
pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat. Posisi RBA terhadap APBN
digambarkan dalam diagram berikut:





Diagram posisi RBA terhadap APBN
Dalam menyusun RBA, satker BLU harus mempertimbangkan ukuran dan
kompleksitas organisasinya. Satker BLU yang memiliki organisasi yang
berukuran kecil dapat melakukan sentralisasi dalam hal penganggaran. Namun,
pada sebuah satker BLU yang besar dan kompleks perlu melakukan
desentralisasi dengan memberikan kewenangan kepada unit-unit kegiatan di
dalamnya untuk mengajukan kebutuhan anggaran yang diperlukan dan
membebaninya dengan target pendapatan. Desentralisasi penyusunan anggaran
tersebut tentu saja tetap harus dalam koridor program, kegiatan, dan
kebijakan yang telah dituangkan dalam renstra bisnis. Dalam hal ini, tugas unit
pusat dalam satker BLU menerjemahkan dan mensosialisasikan renstra
bisnisnya kepada unit-unit yang ada dan menghimpun rencana dan anggaran
yang diajukan oleh masing-masing unit untuk kemudian ditransformasikan dalam
bentuk RBA.



BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 29











Skema Penyusunan RBA
Dasar-dasar yang digunakan dalam penyusunan RBA diuraikan sebagai berikut:
1.1 RBA disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya
menurut jenis layanannya.
1.2 RBA disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang
diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
1.3 RBA disusun berdasarkan basis akrual.
1.4 RBA menganut pola anggaran fleksibel (flexibel budget) yang memberikan
keleluasaan penggunaan belanja dalam RBA untuk bertambah atau
berkurang secara proporsional terhadap pendapatan BLU selain yang
bersumber dari APBN.


UNIT KEGIATAN:
- Analisa biaya per
unit
- Perkiraan harga
- Rencana
pendapatan
dan biaya
UNIT KEGIATAN:
- Analisa biaya per
unit
- Perkiraan harga
- Rencana
pendapatan
dan biaya
KEGIATAN:
- Analisa biaya per
unit
- Perkiraan harga
- Rencana
pendapatan
dan biaya
UNIT KEGIATAN:
- Analisa biaya per
unit
- Perkiraan harga
- Rencana
pendapatan
dan biaya
UNIT KEGIATAN:
- Analisa biaya per
unit
- Perkiraan harga
- Rencana
pendapatan
dan biaya
UNIT KEGIATAN:
- Analisa biaya per
unit
- Perkiraan harga
- Rencana
pendapatan
dan biaya
HEAD OFFICE:
-consolidated cost
& revenue
-budgeting
BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 30
2. Perkiraan Biaya per Output (Kegiatan)
Perkiraan biaya per kegiatan merupakan salah satu komponen yang ada dalam
RBA. Identifikasi atas biaya tersebut memudahkan satker BLU dalam
mengetahui harga pokok produksi sebuah kegiatan, menetapkan tarif yang akan
dibebankan ke masyarakat, mengevaluasi efisiensi tarif dan menetapkan margin
jika dimungkinkan. Hasil dari kegiatan (output) yang dijalankan oleh satker BLU
tersebut dapat berupa produk, baik itu barang atau jasa. Berdasarkan konsep
akuntansi biaya, sebuah produk, memiliki komponen-komponen biaya pembentuk
yang dapat dibebankan secara langsung maupun tidak langsung, biaya yang tidak
bergantung pada output dan sebaliknya.
Berikut diilustrasikan mekanisme perhitungan biaya per kegiatan, yaitu:
a. Untuk memudahkan menghitung biaya per kegiatan (output), satker BLU
perlu mengidentifikasi dan mengelompokkan unit-unit kerja yang menjadi
revenue center dan cost center. Di dalam revenue center unit terdapat
kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan, sementara kegiatan-
kegiatan yang hanya menimbulkan biaya dikelompokkan di cost center unit.
b. Untuk satu jenis kegiatan, tentukan jenis biaya dan besaran biaya per unit
kegiatan. Jenis biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya langsung
tetap, biaya tidak langsung variabel, dan biaya tidak langsung tetap.
c. Hitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian biaya dengan
satuan biaya. Dalam penentuan satuan biaya agar mengacu kepada Standar
Biaya Umum; atau Standar Biaya Khusus yang ditetapkan Menteri Keuangan;
atau harga pasar.
d. Jumlahkan seluruh komponen biaya untuk mendapatkan biaya satuan per
kegiatan. Biaya satuan per kegiatan merupakan biaya pokok produksi suatu
kegiatan.
e. Apabila kegiatan tersebut termasuk dalam kelompok revenue center unit
dan akan ditentukan besaran tarifnya maka jumlahkan biaya satuan per
BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 31
kegiatan dan margin yang diinginkan. Penentuan margin ini untuk menjaga
kontinuitas dan pengembangan layanan.
REVENUE CENTER UNIT COST CENTER UNIT

Pendapatan :
Volume x Tarif layanan = XXXX

Biaya langsung:
Biaya Variabel :
Volume x Tarif layanan = XXXX
Biaya Tetap :
Standar Biaya = XXXX
Total Biaya Langsung = XXXX

Biaya Tidak Langsung :
Unit A
Persentase x Biaya unit A = XXXX
Unit B
Persentase x Biaya unit B = XXXX
Total Biaya Tidak Langsung XXXX

Kegiatan :
Volume Input

Biaya langsung:
Biaya Variabel :
Volume x Tarif layanan = XXXX
Biaya Tetap :
Standar Biaya = XXXX
Total Biaya Langsung = XXXX


C. PENGINTEGRASIAN RBA KE DALAM RKA-K/L
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa RBA tidak dapat dipisahkan dari
APBN. RBA adalah bagian integral dari APBN sehingga program, kegiatan, dan
rencana keuangan dalam bentuk target pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang
dimuat dalam RBA harus dicatat dan diketahui oleh publik melalui media APBN.
Namun, adanya perbedaan dalam basis penyusunan serta definisi program, dan
kegiatan yang ada di dalam RBA berimbas pada perlunya sebuah jembatan yang
disebut ikhtisar RBA yang berfungsi untuk menghubungkan RBA dengan RKA-K/L.
(Format ikhtisar RBA terlampir).
% sesuai
Alokasi Biaya
BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 32
Untuk mengintegrasikan RBA kedalam RKA-K/L, terdapat prosedur yang harus
dilalui oleh satker BLU. Prosedur integrasi RBA dalam RKA-K/L digambarkan
sebagai berikut:
1. Satker BLU mencantumkan penerimaan dan pengeluaran yang tercantum dalam
RBA BLU ke dalam pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam ikhtisar RBA
termasuk belanja dan pengeluaran pembiayaan yang didanai dari saldo awal kas.
2. Pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang dicantumkan dalam ikhtisar RBA
dihitung berdasarkan basis kas.
3. Pendapatan BLU yang dicantumkan dalam ikhtisar RBA mencakup hibah dan
semua PNBP yang diterima oleh BLU, yaitu pendapatan dari layanan, hasil kerja
sama, dan usaha lainnya.
4. Belanja BLU yang dicantumkan ke dalam ikhtisar RBA mencakup semua belanja
BLU, termasuk belanja yang didanai dari APBN (Rupiah Murni), belanja yang
didanai dari PNBP, hibah BLU, penerimaan pembiayaan, dan belanja yang
didanai dari saldo awal kas. Belanja BLU tersebut dicantumkan dalam ikhtisar
RBA dalam 3 jenis belanja, yaitu belanja pegawai, belanja barang, dan belanja
modal.
5. Pengeluaran pembiayaan BLU yang dicantumkan dalam ikhtisar RBA adalah
pengeluaran pembiayaan yang didanai dari APBN (Rupiah Murni) tahun berjalan
dan PNBP BLU.
6. Pengeluaran pembiayaan BLU yang didanai dari APBN (Rupiah Murni) tahun
berjalan yang telah tercantum dalam DIPA selain DIPA BLU atau APBN
(Rupiah Murni) tahun lalu dan telah dipertanggungjawabkan dalam
pertanggungjawaban APBN sebelumnya, tidak dicantumkan dalam ikhtisar RBA
BLU.
Pernyataan bahwa RBA merupakan bagian dari APBN membawa implikasi bahwa
penyusunan dan pengajuan RBA harus mengikuti siklus APBN sebagaimana diatur
BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 33
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara / Lembaga.
Integrasi RBA dalam siklus APBN diilustrasikan sebagai berikut:











Penjelasan:
1. Bulan Maret K/L menyusun rencana kerja K/L untuk tahun anggaran yang akan
datang dengan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif
yang ditetapkan dalam SEB Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan.
Selanjutnya ditelaah oleh Kementerian Perencanaan berkoordinasi dengan
Kementerian Keuangan. Rencana kerja K/L yang disusun tersebut juga memuat
rencana kerja satker BLU. Rencana kerja satker BLU dituangkan dalam RBA. RBA
tersebut disampaikan kepada K/L sebagai bagian dari RKA-K/L. Pada tahap ini,
Januari April

Renstra
KL

SE Pagu
Sementar
a

Konsep
Dokumen
Pelaksanaan
Anggaran
Dokumen
Pelaksanan
Anggaran
September - Desember

Keppres tentang
Rincian APBN

Mei Agustus

Kebijakan
Umum dan
Prioritas
Anggaran

Nota
Keuangan
RAPBN
dan
Lampiran
Penelaahan
Konsistensi
dengan Prioritas
Anggaran

Lampiran RAPBN
(Himpunan RKA-
KL)
Rancangan
Keppres ttg
Rincian
APBN
Pembahasan
Pokok-pokok
Kebijakan
Fiskal & RKP
Pembahasn
RKA-KL
Pembahasn
RAPBN


UU APBN

RKA-KL

Pengesahan

DPR
Kabinet/
Presiden
Kementrian
Perencanaan
Kementrian
Keuangan
Kement.
Negara/
Lembaga

Rancangan
Renja KL

SEB Prioritas
Program dan
Indikasi
Pagu
Satker
BLU
Penelaahan
Konsistensi
dengan RKP

Renstra
BLU

RBA Awal

RBA
Definitif
BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 34
satker BLU dapat menyesuaikan target pendapatan PNBP yang dicantumkan dalam
pagu indikatif berdasarkan potensi pendapatan PNBP yang dimilikinya.
2. Pertengahan bulan Juni, berdasar SE pagu sementara K/L menyesuaikan Renja K/L
menjadi RKA-K/L, selanjutnya dibahas bersama dengan DPR.
3. Pertengahan bulan Juli, Bappenas menelaah kesesuaian antara RKA-K/L dengan
RKP. Kementerian Keuangan (DJA) menelaah kesesuaian antara RKA-K/L dengan
pagu sementara, perkiraan maju dan standar biaya.
4. Pertengahan bulan Agustus, dilakukan pembahasan himpunan RKA-K/L bersama
sama nota keuangan dan RUU APBN oleh DPR.
5. Akhir bulan Oktober Penetapan UU APBN.
6. Akhir bulan Nopember, penetapan Keppres tentang Rincian APBN yang menjadi
dasar bagi K/L untuk menyusun dokumen pelaksanaan anggaran.
7. Berdasarkan Keppres tentang rincian APBN tersebut, satker BLU menyesuaikan
RBA awal dan ikhtisar RBA Awal menjadi RBA definitif dan ikhtisar RBA definitif.
Atas dasar RBA definitif dan ikhtisar RBA definitif tersebut, satker BLU
membuat DIPA BLU.
BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 35
BAB VII
PELAKSANAAN ANGGARAN
A. PENGELOLAAN PENDAPATAN BLU
Berdasarkan PP 23 Tahun 2005, pendapatan BLU terdiri dari:
1. pendapatan dari APBN;
2. pendapatan dari jasa layanan dan hibah tidak terikat;
3. pendapatan dari hasil kerjasama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya;
dan
4. pendapatan dari hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain
yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.
Pendapatan sebagaimana tercantum pada poin 2, 3, dan 4 dilaporkan sebagai
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BLU. Pendapatan BLU yang berasal dari
hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain yang harus
diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.
Tata cara pertanggungjawaban pendapatan BLU yang berasal dari APBN mengikuti
ketentuan sebagaimana diatur dalam Perdirjen Perbendaharaan Nomor
66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Sementara itu, penggunaan dan
pertanggungjawaban PNBP BLU berpedoman pada Perdirjen Perbendaharaan
Nomor 50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan PNBP oleh Satuan
Kerja Instansi Pemerintah yang Menerapkan PK BLU.
1. Penggunaan PNBP pada Satker Berstatus BLU Penuh
Satker berstatus BLU penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan,
antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP yang diperolehnya, di
BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 36
luar dana yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu
disetorkan ke Rekening Kas Negara.
Pengertian anggaran fleksibel yaitu belanja dapat bertambah atau berkurang
dari yang dianggarkan sepanjang pendapatannya juga bertambah atau
berkurang setidaknya proporsional.
Contoh:
a. Satker A berstatus BLU Secara Penuh, dalam RBA Tahun 2009 target
PNBP adalah sebesar Rp. 100 miliar dan anggaran belanja yang didanai dari
PNBP adalah sebesar Rp. 100 miliar.
b. Ambang batas belanja (anggaran fleksibel) yang ditetapkan dalam RBA
adalah sebesar 10%, artinya realisasi belanja Satker A yang bersumber
dari PNBP dapat melampaui anggaran belanja dalam RBA sebesar 10%,
apabila realisasi PNBP melebihi target yang ditentukan dalam RBA minimal
10%.
c. Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 85 miliar, maka PNBP yang
dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 85 miliar.
d. Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 110 miliar maka:
1. PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 110 miliar;
2. Pengeluaran belanja tersebut dapat dilaksanakan mendahului revisi
DIPA BLU. Adapun RBA definitif tetap harus direvisi.
e. Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 115 miliar maka:
1. PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 110 miliar
(Rp. 100 miliar + (10% x Rp. 100 miliar)) melalui revisi RBA definitif.
Penggunaan PNBP untuk belanja tersebut dapat dilaksanakan mendahului
revisi DIPA BLU.
2. Apabila sisa PNBP sebesar Rp. 5 miliar tersebut akan digunakan pada
tahun anggaran berjalan, maka terlebih dahulu dilakukan revisi RBA
definitif dan DIPA BLU.
BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 37
2. Penggunaan PNBP pada Satker Berstatus BLU Bertahap
Satker berstatus BLU bertahap dapat menggunakan langsung PNBP sebesar
persentase penggunaan dana yang dapat digunakan langsung sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan satker yang menerapkan PK
BLU bersangkutan dan besaran persentase ijin penggunaan PNBP yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Satker berstatus BLU bertahap wajib menyetor PNBP yang tidak digunakan
langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya sesuai peraturan yang berlaku.
PNBP yang telah disetorkan ke Rekening Kas Negara dapat digunakan kembali
sebesar ijin penggunaan yang telah ditetapkan Menteri Keuangan.
Contoh:
a. Satker B berstatus BLU Bertahap, target PNBP dalam RBA Tahun 2009
adalah sebesar Rp. 100 miliar.
b. Satker tersebut dapat menggunakan PNBP sebesar 90% dari target yang
ditetapkan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
tentang penetapan besaran penggunaan PNBP (ijin penggunaan).
c. Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan Satker B sebagai BLU
Bertahap menyebutkan bahwa Satker B dapat menggunakan PNBP secara
langsung sebesar 60%.
d. Apabila satker BLU menerima PNBP sebesar Rp. 10 miliar, maka :
1. PNBP yang dapat digunakan digunakan secara langsung adalah sebesar
Rp. 5,4 miliar (90% x 60% x Rp. 10 miliar);
2. PNBP yang harus disetor secepatnya ke Rekening Kas Negara adalah
sebesar Rp. 4,6 miliar (Rp. 10 miliar Rp. 5,4 miliar);
3. PNBP yang dapat digunakan dengan mekanisme pencairan PNBP adalah
sebesar Rp. 3,6 miliar (90% x 40% x Rp. 10 miliar).
e. Apabila total kumulatif realisasi PNBP sampai dengan akhir tahun adalah
sebesar Rp. 110 miliar, maka kelebihan target sebesar Rp. 9 miliar (90% x
BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 38
(Rp. 110 miliar Rp. 100 miliar)) apabila ingin digunakan dalam tahun
anggaran berjalan, maka satker BLU terlebih dahulu harus merevisi RBA
definitif dan DIPA BLU.
3. SPM Pengesahan dan SP2D pengesahan
Dalam rangka mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang bersumber
dari PNBP BLU, satker BLU membuat SPM Pengesahan minimal sekali setiap
triwulan dan menyampaikannya ke KPPN terkait. Dengan demikian satker BLU
bisa mengajukan SPM Pengesahan ke KPPN secara mingguan, bulanan dan/atau
triwulanan disesuaikan dengan volumenya.
SPM Pengesahan yang dilakukan secara triwulanan disampaikan ke KPPN paling
lambat pada pukul 12.30 waktu setempat pada hari kerja terakhir setiap
triwulan berkenaan. Terhadap SPM Pengesahan triwulan tersebut dilakukan
cut off atas pendapatan dan belanja 3 (tiga) hari kerja sebelum akhir
triwulan. Pengajuan SPM Pengesahan triwulan keempat mengikuti ketentuan
mengenai langkah-langkah akhir tahun anggaran. SPM pengesahan dilampiri
dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh
Pimpinan BLU.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP yang tidak digunakan langsung
oleh satker BLU bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban PNBP
sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor PER-66/PB/2005.
B. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BLU
Dokumen pelaksanaan anggaran satker BLU yang disebut DIPA BLU disusun
berdasarkan RBA yang telah disetujui (RBA definitif). DIPA BLU disahkan oleh
Menteri Keuangan. DIPA BLU merupakan lampiran dari perjanjian kerja antara
pimpinan BLU dengan kementerian. DIPA BLU menjadi dasar pencairan/penarikan
BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 39
dana dari APBN, pengesahan pendapatan dan belanja yang bersumber dari PNBP
BLU, dan pertanggungjawaban.
DIPA BLU memuat antara lain saldo awal kas, pendapatan, belanja, saldo akhir
kas, besaran persentase ambang batas, proyeksi arus kas (termasuk rencana
penarikan dana yang bersumber dari APBN), sebagaimana ditetapkan dalam RBA
definitif.
DIPA BLU tidak memuat antara lain:
a. Pengeluaran pembiayaan (dana bergulir/investasi) dari APBN (Rupiah Murni)
tahun sebelumnya; dan/atau
b. Pengeluaran pembiayaan (dana bergulir/investasi) dari APBN (Rupiah Murni)
tahun berjalan yang telah tercantum dalam DIPA lain.
Konsep DIPA BLU disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga kepada Menteri
Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala
Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengesahkan DIPA BLU paling
lambat tanggal 31 Desember dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA BLU
(SP-DIPA BLU).
C. REVISI RBA DAN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN BLU
Dasar hukum revisi DIPA BLU yang sumber danya berasal dari selain PNBP BLU,
yaitu:
1. Peraturan Menteri Keuangan mengenai Revisi Anggaran.
2. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan mengenai Revisi DIPA.
Dasar Hukum revisi DIPA BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP BLU
yaitu:
1. PMK 44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta
Pelaksanaan Anggaran BLU.
2. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan mengenai Revisi DIPA BLU.
BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 40
Ketentuan mengenai revisi DIPA BLU yang bersumber dari PNBP BLU dilakukan
tanpa perubahan SP-RKA K/L diuraikan dalam tabel berikut:
Tabelisasi Revisi DIPA BLU dan RBA
JENIS REVISI
DOKUMEN YANG
DIREVISI
KEWENANGAN
Perubahan kode akun/sumber
dana PNBP menjadi BLU (untuk
BLU transisi)
DIPA menjadi DIPA
BLU
Kepala Kanwil
DJPBN
Revisi RBA yang tidak berakibat
mengubah DIPA BLU
RBA Definitif Pemimpin BLU
Perubahan anggaran masih
dalam pagu DIPA BLU

RBA Definitif

DIPA BLU
Pemimpin BLU

Kepala Kanwil
DJPBN
Belanja melebihi pagu DIPA
BLU namun masih dalam ambang
batas.


RBA Definitif dan





DIPA BLU*)
*) Dapat dilakukan
belanja dan
pengesahan ke
KPPN mendahului
Revisi DIPA,
sepanjang belum
melampaui
ketentuan batas
akhir pengajuan
revisi
Pemimpin BLU
diketahui Dewas/
Pejabat yang
ditunjuk Menteri/
Pimpinan Lembaga

Kepala Kanwil
DJPBN
BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 41
JENIS REVISI
DOKUMEN YANG
DIREVISI
KEWENANGAN
Belanja BLU melampaui ambang
batas fleksibilitas.

RBA Definitif dan




DIPA BLU*)
*) Belanja dilakukan
setelah Revisi
DIPA BLU
Pemimpin BLU
disahkan oleh
Menteri/ Pimpinan
Lembaga

Kepala Kanwil
DJPBN
Terdapat saldo kas yang akan
digunakan oleh BLU yang belum
tercantum dalam DIPA BLU
Awal.

RBA Definitif dan

DIPA BLU

Kepala Kanwil
DJPBN
Melampaui target PNBP semula RBA Definitif dan




DIPA BLU*)
*) Belanja dilakukan
setelah Revisi DIPA
BLU

Pemimpin BLU
disahkan oleh
Menteri/ Pimpinan
Lembaga

Kepala Kanwil
DJPBN



Catatan: Revisi DIPA BLU tidak diperkenankan untuk kegiatan yang dibatasi dan
tidak diperkenankan sebagaimana diatur dalam PMK mengenai penyusunan,
penelaahan dan pelaksanaan RKA K/L.
Penyesuaian kode akun/sumber dana PNBP menjadi kode akun/sumber dana BLU
dilakukan sejak tanggal cut off menjadi satker BLU sehingga pada DIPA BLU akan
tercantum 2 kode akun/sumber dana, yaitu PNBP dan BLU.
Terhadap PNBP yang telah disetor ke kas negara dan sebagian telah digunakan
melalui mekanisme PNBP atau telah diterbitkan SPM/SP2D-nya maka ketentuan
revisi adalah:
1. Untuk satker BLU non PTN, pada DIPA revisi akan tercantum:
BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 42
kode akun/sumber
dana PNBP
: jumlah pagu sebesar jumlah setoran PNBP ke kas
negara
kode akun/sumber
dana BLU
: jumlah pagu sebesar jumlah pagu PNBP pada DIPA
sebelum revisi dikurangi jumlah setoran ke kas
negara
2. Untuk satker BLU PTN non BHMN pada DIPA revisi akan tercantum:
kode akun/sumber
dana PNBP
: jumlah pagu sebesar jumlah SPM/SP2D yang telah
diterbitkan
kode akun/sumber
dana BLU
: jumlah pagu sebesar jumlah pagu PNBP pada DIPA
sebelum revisi dikurangi realisasi SPM/SP2D.
sedangkan sisa setoran pada kas negara yang belum
diterbitkan SPM/SP2D-nya dapat dicairkan mengacu
pada Perdirjen Perbendaharaan Nomor 58/PB/2008
tentang Mekanisme Pengembalian Sisa PNBP PTN
yang Diterima Sebelum Ditetapkan Menjadi Satker
yang Menerapkan PK BLU.

Berikut ini adalah ilustrasi penyesuaian kode akun/sumber dana PNBP menjadi
kode akun/sumber dana BLU.
Terdapat satker BLU C dengan deskripsi sebagai berikut:
Target PNBP 10 M
PNBP yang sudah disetor 7 M
PNBP yang sudah realisasi (SP2D) 5 M
Sisa PNBP yang belum direalisasikan 2 M
Sisa target PNBP 3 M





BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 43
Jika satker BLU C tersebut adalah:
1. Satker non PTN
Pada DIPA BLU akan dicatatkan Rp. 7 Milyar memakai kode akun/sumber dana
PNBP dan Rp. 3 Milyar memakai kode akun/sumber dana BLU, sedangkan sisa
PNBP Rp. 2 Milyar dapat ditarik dengan mekanisme PNBP.
2. Untuk satker PTN non BHMN
Pada DIPA BLU akan dicatatkan Rp. 5 Milyar memakai kode akun/sumber dana
PNBP dan Rp. 5 Milyar memakai kode akun/sumber dana BLU.
Sisa PNBP Rp. 2 Milyar dapat dimintakan pengembaliannya. Pengembalian PNBP
yang diminta pada tahun bersangkutan diajukan ke KPPN, apabila pengembalian
PNBP diminta pada tahun berikutnya diajukan ke Direktorat PKN. Pengembalian
PNBP yang diterima pada tahun berjalan, dicatatkan sebagai penerimaan
triwulan berkenaan. Pengembalian PNBP yang diterima tahun berikutnya,
dicatatkan sebagai saldo awal DIPA BLU tahun tersebut.
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 44
BAB VIII
PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG
A. PENGELOLAAN KAS

Seperti diketahui, satker BLU merupakan satker pemerintah yang memiliki
fleksibilitas, dimana pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan tidak perlu
disetor ke Kas Negara. Hal ini berarti bahwa satker BLU perlu melakukan
pengelolaan kas terhadap pendapatan dimaksud. Pasal 16 ayat (2) PP 23 Tahun
2005 menyatakan bahwa pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktik
bisnis yang sehat. Artinya, pengelolaan kas BLU harus ditujukan dan mampu untuk
meningkatkan layanan kepada masyarakat secara berkesinambungan.
Selanjutnya, dalam Pasal 16 ayat (1) PP 23 Tahun 2005, disebutkan bahwa dalam
hal pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai beriku:
1. Merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;
2. Melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;
3. Menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
4. Melakukan pembayaran;
5. Mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek;
6. Memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan
tambahan, yang dilakukan sebagai investasi jangka pendek pada instrumen
keuangan dengan resiko rendah.
Dari pasal-pasal tersebut, dapat diterjemahkan bahwa satker BLU dapat
menggunakan sisa pendapatan yang belum dibelanjakan untuk dikelola kembali
dengan tujuan meningkatkan pendapatan satker BLU bersangkutan. Meskipun
demikian, harus diperhatikan bahwa dana yang digunakan dalam rangka pengelolaan
kas tersebut merupakan PNBP satker BLU itu sendiri, bukan pendapatan yang
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 45
diperoleh dari alokasi Rupiah Murni (RM) dalam DIPA BLU. Apabila terdapat sisa
dana yang berasal dari Rupiah Murni (RM), maka baik sisa dana tersebut maupun
bunganya, jika ada, tetap harus disetor kembali ke Kas Negara.
Dalam rangka pengelolaan rekening, Satker BLU dapat membuka rekening
penerimaan, rekening pengeluaran dan rekening lainnya. Pembukaan rekening
penerimaan dan rekening pengeluaran harus mendapat ijin terlebih dahulu dari
Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah/KPPN.



Rekening lainnya pada satker BLU terdiri dari Rekening Operasional BLU, Rekening
Dana Kelolaan, dan Rekening Pengelolaan Kas BLU. Pengaturan rekening lainnya pada
satker BLU mengikuti ketentuan PMK nomor 05/PMK.05/2010 tentang Perubahan
atas PMK Nomor 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik
Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja.
Rekening Operasional BLU merupakan rekening lainnya pada BLU yang
dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan dan membayar seluruh
pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari PNBP BLU pada Bank Umum.
Rekening Pengelolaan Kas BLU merupakan rekening lainnya pada BLU untuk
penempatan idle cash pada Bank Umum yang terkait dengan pengelolaan kas BLU.
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 46
Rekening Dana Kelolaan merupakan rekening lainnya pada BLU yang dipergunakan
untuk menampung dana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam Rekening
Operasional BLU dan Rekening Pengelolaan Kas BLU
pada Bank Umum, yaitu untuk menampung dana antara lain dana bergulir dan/atau
dana yang belum menjadi hak BLU.
Pembukaan rekening Operasional BLU dan rekening Dana Kelolaan dilakukan
setelah terlebih dahulu mendapatkan ijin dari Kuasa Bendahara Umum Negara
Pusat. Satker BLU mengajukan ijin pembukaan rekening Operasional BLU dan
rekening Dana Kelolaan kepada Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat melakui
Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan.
Satker BLU dapat membuka Rekening Pengelolaan Kas BLU mendahului
persetujuan dari Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat Terhadap Rekening
Pengelolaan Kas BLU yang telah dibuka, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak
tanggal pembukaan rekening tersebut, satker BLU wajib melaporkan kepada Kuasa
Bendahara Umum Negara Pusat untuk mendapatkan persetujuan. Laporan tersebut
ditembuskan pula kepada Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan dan
Kepala KPPN setempat selaku Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah.

B. PENGELOLAAN PIUTANG
Pengelolaan piutang BLU mengikuti ketentuan pada PMK nomor 230/PMK.05/2009
tentang Penghapusan Piutang BLU. Piutang BLU merupakan piutang negara. Piutang
BLU terjadi sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau transaksi
lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU.
Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan,
dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan
praktek bisnis yang sehat. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan piutang BLU,
Pemimpin BLU wajib menetapkan pedoman pengelolaan piutang BLU yang disetujui
menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan. Pedoman pengelolaan piutang BLU
paling kurang mencakup:
1. Prosedur dan persyaratan pemberian piutang;
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 47
2. Penatausahaan dan akuntansi piutang;
3. Tata cara penagihan piutang; dan
4. Pelaporan piutang.
BLU harus melakukan penagihan secara maksimal terhadap piutang BLU. Dalam hal
piutang BLU tidak terselesaikan setelah dilakukan penagihan secara maksimal, BLU
menyerahkan pengurusan penagihan tersebut kepada Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN). Pengurusan Piutang BLU oleh PUPN sampai lunas, selesai atau
optimal. Pengurusan Piutang BLU dinyatakan telah optimal, dalam hal telah
dinyatakan sebagai Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) oleh
PUPN.
Terhadap Piutang BLU yang telah dinyatakan PSBDT oleh PUPN, Pemimpin BLU
melakukan penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU dengan
menerbitkan surat keputusan penghapusan.
Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU dilakukan dengan
menghapuskan Piutang BLU dari pembukuan BLU tanpa menghapuskan hak tagih
negara. Penghapusan Piutang BLU dilakukan dengan dilengkapi:
1. Daftar nominatif para penanggung utang;
2. Besaran piutang yang dihapuskan; dan
3. Surat pernyataan PSBDT dari PUPN.
Pemimpin BLU diberikan kewenangan penghapusan secara bersyarat sesuai jenjang
kewenangannya. Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU ditetapkan
oleh:
1. Pemimpin BLU untuk jumlah sampai dengan Rp.200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) per penanggung utang;
2. Pemimpin BLU dengan persetujuan Dewan Pengawas untuk jumlah lebih dari
Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000 (lima
ratus juta rupiah) per penanggung utang.
Dalam hal tidak terdapat Dewan Pengawas, persetujuan diberikan oleh pejabat
yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan.
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 48
3. Penghapusan secara bersyarat, sepanjang menyangkut piutang BLU untuk
jumlah lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) per penanggung
utang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penghapusan Piutang Negara.
Dalam hal perjanjian/peraturan/hal lain yang menjadi dasar terjadinya piutang
BLU diatur bahwa penanggung utang wajib menyalurkan kredit kepada para
anggotanya, nilai piutang BLU yang dapat dihapuskan secara bersyarat adalah per
anggota penanggung utang.
Pencatatan atas penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU dilakukan
sesuai pedoman penatausahaan dan akuntansi BLU.
Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU yang dilakukan oleh
Pemimpin BLU untuk jumlah sampai dengan Rp.200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) per penanggung utang dilaporkan kepada Dewan Pengawas atau pejabat
yang ditunjuk dengan tembusan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga yang
bersangkutan.
Pemimpin BLU menyampaikan laporan penghapusan secara bersyarat terhadap
Piutang BLU kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara
dan Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
surat keputusan penghapusan diterbitkan.
Penghapusan secara mutlak terhadap piutang BLU dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang penghapusan Piutang Negara.

C. PENGELOLAAN UTANG
Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang
dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab,
sesuai dengan praktik bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab BLU.
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 49
Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya. Utang jangka pendek
ditujukan hanya untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang
ditujukan untuk menutupi belanja modal.
Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut
jatuh tempo, kecuali diterapkan lain oleh peraturan yang ada.
BLU dengan status penuh dapat mengadakan pinjaman jangka pendek atas namanya
sendiri sesuai kebutuhan. Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman dalam
rangka menutup selisih antara jumlah kas yang tersedia ditambah aliran kas masuk
yang diharapkan dengan jumlah pengeluaran yang diproyeksikan dalam suatu tahun
anggaran (mismatch). Pinjaman jangka pendek digunakan untuk memenuhi
kebutuhan belanja operasional/dimaksudkan memberikan manfaat jangka pendek.
BLU dapat melakukan perikatan pinjaman jangka pendek dengan pihak lain yaitu
badan usaha dalam negeri baik berupa lembaga keuangan perbankan maupun
non perbankan, badan usaha lainnya atau BLU. Aset tetap dilarang dijadikan
jaminan atas Pinjaman jangka pendek.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan pinjaman jangka pendek adalah:
1. Kegiatan tersebut telah tercantum dalam RBA tahun anggaran berjalan, namun
dana yang tersedia dari PNBP tidak/belum mencukupi untuk menutup
kebutuhan atau kekurangan dana untuk membiayai kegiatan dimaksud;
2. Kegiatan yang akan dibiayai bersifat mendesak dan tidak dapat ditunda;
3. Saldo kas dan setara kas BLU tidak mencukupi atau tidak memadai untuk
membiayai pengeluaran dimaksud; dan
4. Jumlah pinjaman jangka pendek yang masih ada ditambah dengan jumlah
pinjaman jangka pendek yang akan ditarik tidak melebihi 15% (lima belas
persen) dari jumlah pendapatan BLU tahun anggaran sebelumnya yang tidak
bersumber langsung dari APBN (Rupiah Murni) dan hibah terikat.
Hibah terikat merupakan pendapatan yang harus diperlakukan sesuai peruntukan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan
keuangan badan layanan umum.
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 50
Kewenangan persetujuan atas Pinjaman jangka pendek diberikan oleh:
1. Pemimpin BLU untuk peminjaman yang bernilai sampai dengan 10% (sepuluh
persen) dari jumlah pendapatan BLU tahun anggaran sebelumnya yang tidak
bersumber dari APBN (Rupiah Murni) dan hibah terikat.
2. Pemimpin BLU atas persetujuan Dewan Pengawas untuk peminjaman yang
bernilai di atas 10% (sepuluh persen) sampai dengan 15% (lima belas persen)
dari jumlah pendapatan BLU tahun anggaran sebelumnya yang tidak
bersumber dari APBN dan hibah terikat.
3. Pemimpin BLU atas persetujuan Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga bagi BLU yang tidak memiliki Dewan
Pengawas untuk peminjaman yang bernilai di atas 10% (sepuluh persen)
sampai dengan 15% (lima belas persen) dari jumlah pendapatan BLU tahun
anggaran sebelumnya yang tidak bersumber dari APBN (Rupiah Murni) dan
hibah terikat.
Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat minimal
setingkat eselon II pada kementerian negara/ lembaga yang bersangkutan dan
hanya dimaksudkan untuk memberikan persetujuan dalam rangka pinjaman
jangka pendek.
Pelaksanaan pinjaman jangka pendek antara BLU dengan pihak lain, dituangkan
dalam Perjanjian Pinjaman yang paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
1. pihak-pihak yang mengadakan Perjanjian Pinjaman
2. jumlah pinjaman
3. peruntukan pinjaman
4. persyaratan pinjaman
5. tata cara pencairan pinjaman dan
6. tata cara pembayaran pinjaman.
Pejabat Keuangan BLU melaksanakan pembayaran pokok pinjaman, bunga, dan biaya
lainnya pada saat jatuh tempo sesuai Perjanjian Pinjaman. Kewajiban yang timbul
sebagai akibat dari Perjanjian Pinjaman merupakan tanggung jawab BLU.
Penatausahaan pinjaman jangka pendek dilaksanakan oleh Pejabat Keuangan BLU,
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 51
mencakup kegiatan:
1. administrasi pengelolaan pinjaman dan
2. akuntansi pengelolaan pinjaman.
Dalam hal terdapat penyelesaian kegiatan yang lambat atau penyerapan pinjaman
yang rendah, Pemimpin BLU mengambil langkah-langkah penyelesaian. Pimpinan BLU
melakukan evaluasi kinerja kegiatan yang didanai dari pinjaman paling sedikit
setiap semester berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja yang telah
ditetapkan.
Pejabat keuangan BLU menyampaikan laporan bulanan kepada Pemimpin BLU
mengenai realisasi penyerapan dan pembayaran kewajiban yang timbul akibat
pinjaman jangka pendek.
Pejabat teknis BLU menyampaikan laporan bulanan kepada Pemimpin BLU mengenai
realisasi kegiatan yang dibiayai Pinjaman jangka pendek. Laporan bulanan tersebut
disampaikan oleh Pemimpin BLU kepada Dewan Pengawas atau Menteri/Pimpinan
Lembaga untuk BLU yang tidak memiliki Dewan Pengawas.
BLU yang beralih statusnya menjadi badan hukum lain dengan kekayaan negara
yang dipisahkan atau turun statusnya menjadi BLU bertahap, maka BLU harus
menyelesaikan sisa kewajiban yang timbul sebagai akibat dari Perjanjian Pinjaman.
D. PENGELOLAAN INVESTASI
Kecuali untuk satker BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP), satker BLU tidak
dapat melakukan investasi jangka panjang kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan.
Meskipun demikian, dapat dijelaskan bahwa investasi jangka panjang dimaksud
antara lain berupa penyertaan modal, pemilikan obligasi jangka panjang atau
investasi langsung (misal; pendirian perusahaan). Apabila suatu satker BLU
mendirikan atau membeli badan usaha yang berbadan hukum, maka kepemilikannya
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 52
berada pada Menteri Keuangan, tetapi keuntungan yang diperoleh menjadi
pendapatan satker BLU dimaksud.
E. PENGELOLAAN BARANG
1. Pengadaan barang dan/atau jasa
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan
Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum, mengatur secara khusus
pengadaan barang dan jasa satker BLU sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada satker BLU harus dilakukan
berdasarkan prinsip efisiensi, dan ekonomis, sesuai dengan praktik bisnis
yang sehat;
b. BLU Penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau
seluruhnya dari ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah bila
terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi. Fleksibilitas diberikan
hanya terhadap pengadaan barang dan/atau jasa yang dananya bersumber
dari:
1) Jasa layanan kepada masyarakat;
2) Hibah tidak terikat;
3) Hasil kerjasama satker BLU dengan pihak lain;
4) Hasil usaha lainnya.
Pengadaan barang/jasa tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip
transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktik bisnis yang
sehat;
c. Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari hibah
terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan dari
pemberi hibah, atau mengikuti ketentuan yang berlaku bagi satker BLU
sepanjang disetujui oleh pemberi hibah;
d. Dalam penetapan penyedia barang/jasa, Panitia Pengadaan terlebih dahulu
harus memperoleh persetujuan dari:
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 53
1) Pemimpin BLU untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp 50
miliar; atau
2) Pejabat lain yang ditunjuk oleh Pemimpin BLU untuk pengadaan yang
bernilai sampai dengan Rp 50 miliar.
e. Penunjukan pejabat lain sebagaimana tersebut di atas, melibatkan semua
unsur Pejabat Pengelola BLU dan harus memperhatikan prinsip-prinsip:
1) Obyektivitas, yaitu penunjukan yang didasarkan pada aspek integritas
moral, kecakapan pengetahuan mengenai proses dan prosedur pengadaan
barang/jasa, tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan
ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa;
2) Independensi, yaitu menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan dengan pihak terkait dalam melaksanakan penunjukan
pejabat lain, langsung maupun tidak langsung; dan
3) Saling uji (cross check), yaitu berusaha memperoleh informasi dari
sumber yang berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat
dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan keyakinan yang memadai
dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain.
2. Pengelolaan aset satker BLU
a. Barang inventaris satker BLU dapat dihapuskan dan/atau dialihkan kepada
pihak lain dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, berdasarkan
pertimbangan ekonomis dan dilaporkan secara berkala kepada
menteri/pimpinan lembaga;
b. BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas
persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
c. Penerimaan hasil penjualan barang inventaris/aset tetap merupakan
pendapatan satker BLU;
d. Penggunaan asset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan
tugas pokok dan fungsi satker BLU harus mendapat persetujuan Pengelola
BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 54
Barang (Menteri Keuangan) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
e. Tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama kementerian/lembaga
terkait;
f. Tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi BLU, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga
terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan.

F. PENYELESAIAN KERUGIAN
Setiap kerugian negara pada satker BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar
hukum atau kelalaian, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai penyelesaian kerugian Negara.
Setiap pimpinan kementerian/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi
setelah mengetahui bahwa suatu satker BLU yang berada dalam kewenangannya,
terjadi kerugian negara sebagai akibat perbuatan dari pihak manapun.
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 55
BAB IX
AKUNTANSI, PELAPORAN,DAN
PERTANGGUNGJAWABAN


A. AKUNTANSI
BLU menerapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh
asosiasi profesi akuntansi Indonesia sesuai dengan jenis industrinya. Apabila tidak
ada standar akuntansi yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia,
BLU dapat mengembangkan standar akuntansi industri yang spesifik dengan
mengacu pada pedoman akuntansi BLU. Standar akuntansi tersebut ditetapkan
oleh menteri/pimpinan lembaga setelah mendapatkan persetujuan Menteri
Keuangan.
Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya
dikelola secara tertib. Selain itu, BLU juga harus mengembangkan dan menerapkan
sistem akuntansi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai
dengan jenis layanannya.
Sistem akuntansi adalah serangkaian prosedur baik manual maupun
terkomputerisasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran
sampai pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan. BLU setidak-tidaknya
mengembangkan tiga sistem akuntansi yang merupakan sub sistem dari sistem
akuntansi BLU, yaitu sistem akuntansi keuangan, sistem akuntansi aset tetap, dan
sistem akuntansi biaya.
1. Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem akuntansi keuangan adalah sistem akuntansi yang menghasilkan laporan
keuangan pokok untuk tujuan umum (general purpose). Tujuan laporan keuangan
adalah:
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 56
a. Akuntabilitas; mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara periodik.
b. Manajemen; membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan
kegiatan suatu BLU dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi
perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh penerimaan,
pengeluaran, aset, kewajiban, dan ekuitas BLU untuk kepentingan
stakeholders.
c. Transparansi; memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur
kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki
hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban BLU dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan
kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
Sistem akuntansi keuangan menghasilkan laporan keuangan pokok berupa
Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional, Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) yang ditetapkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia/standar
akuntansi industri spesifik dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Laporan keuangan sesuai dengan SAK digunakan untuk kepentingan pelaporan
kepada pengguna umum laporan keuangan BLU, dalam hal ini adalah
stakeholders, yaitu pihak-pihak yang berhubungan dan memiliki kepentingan
dengan BLU. Sedangkan laporan keuangan yang sesuai dengan SAP digunakan
untuk kepentingan konsolidasi laporan keuangan BLU dengan laporan keuangan
kementerian negara/lembaga.
2. Sistem Akuntansi Aset Tetap
Sistem akuntansi aset tetap menghasilkan laporan tentang aset tetap untuk
keperluan manajemen aset. Sistem ini menyajikan informasi tentang jenis,
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 57
kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU ataupun bukan milik
BLU tetapi berada dalam pengelolaan BLU.
Pengembangan sistem akuntansi aset tetap diserahkan sepenuhnya kepada BLU
yang bersangkutan. Namun demikian, BLU dapat menggunakan sistem yang
ditetapkan Menteri Keuangan seperti Sistem Informasi Manajemen dan
Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).
3. Sistem Akuntansi Biaya
BLU mengembangkan sistem akuntansi biaya yang menghasilkan informasi
tentang harga pokok produksi, biaya satuan (unit cost) per unit layanan, dan
evaluasi varian. Sistem akuntansi biaya berguna dalam perencanaan dan
pengendalian, pengambilan keputusan, dan perhitungan tarif layanan.
Sistem akuntansi BLU terdiri atas sub sistem yang terintegrasi untuk
menghasilkan laporan keuangan dan laporan lainnya yang berguna bagi pihak-
pihak yang membutuhkan. Komponen sistem akuntansi antara lain mencakup :
a. Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip, dasar-dasar, konversi,
peraturan dan prosedur yang digunakan BLU dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan
akuntansi perlu disesuaikan dengan kondisi BLU. Sasaran pilihan kebijakan
yang paling tepat akan menggambarkan kondisi keuangan BLU secara tepat.
Pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan akuntansi dan
penyiapan laporan keuangan oleh manajemen antara lain :
1) Penyajian Wajar
Faktor pertimbangan sehat bagi penyusunan laporan keuangan
diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 58
tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan
hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat
dalam penyusunan laporan keuangan.
Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat
melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau
pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau biaya
tidak dinyatakan terlalu rendah. Penggunaan pertimbangan sehat tidak
memperkenankan pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan
berlebihan dan sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang lebih
rendah atau pencatatan kewajiban atau biaya lebih tinggi sehingga
laporan keuangan menjadi tidak netral dan tidak handal.
2) Substansi Menggungguli Bentuk (Substance Over Form)
Informasi dimaksud untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta
peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa
lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan
realitas ekonomi dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila
substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten / berbeda
dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut diungkapkan dengan
jelas di CaLK.
3) Materialitas
Walapun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan BLU
hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria
materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk
mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut
dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas
dasar laporan keuangan.

BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 59
b. Subsistem Akuntansi
Subsistem akuntansi merupakan bagian sistem akuntansi. Contohnya
subsistem akuntansi penerimaan kas dan subsistem pengeluaran kas
merupakan bagian dari sistem akuntansi keuangan.
c. Prosedur Akuntansi
Prosedur yang digunakan untuk menganalisis, mencatat, mengklasifikasi dan
mengikhtisarkan informasi untuk disajikan di laporan keuangan juga
mengacu pada siklus akuntansi (accounting cycle)
d. Bagan Akun Standar (BAS)
BAS merupakan daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun
secara sistematis oleh Pimpinan BLU untuk memudahkan perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan
keuangan. Untuk tujuan konsolidasi laporan keuangan BLU dengan laporan
kementerian negara/lembaga digunakan BAS yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
B. PELAPORAN
1. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi mengenai posisi
keuangan, operasional keuangan, arus kas BLU yang bermanfaat bagi pengguna
laporan keuangan dalam membuat dan mengevaluasi keputusan ekonomi.
Laporan keuangan disusun untuk tujuan umum, yaitu memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pengguna. Namun demikian, laporan keuangan tidak
menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 60
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan BLU menyajikan
informasi tentang :
1. Aset;
2. Kewajiban;
3. Ekuitas;
4. Pendapatan dan biaya; dan
5. Arus kas.
2. Tanggung Jawab atas Laporan Keuangan
Pimpinan BLU bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan
keuangan BLU yang disertai dengan surat pernyataan tanggung jawab yang
berisikan pernyataan bahwa pengelolaan anggaran telah dilaksanakan
berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, akuntansi keuangan
telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi keuangan, dan
kebenaran isi laporan keuangan merupakan tanggung jawab pimpinan BLU.
3. Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan setidak-tidaknya terdiri dari komponen-komponen berikut ini
a. Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional
1) LRA menyajikan informasi tentang anggaran dan realisasi anggaran BLU
secara bersama yang menunjukkan tingkat capaian target-target yang
telah disepakati dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
2) Laporan operasional menyajikan informasi tentang operasi BLU
mengenai sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang
dikelola oleh BLU. Laporan operasional antara lain dapat berupa laporan
aktivitas atau laporan surplus defisit.
3) Informasi dalam LRA/laporan operasional, digunakan bersama-sama
dengan informasi yang diungkapkan dalam komponen laporan keuangan
lainnya sehingga dapat membantu para pengguna laporan keuangan
untuk:
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 61
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya
ekonomi;
menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan
sumber daya ekonomi; dan
menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara
menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja BLU dalam hal
efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
b. Neraca
1) Tujuan utama neraca adalah menyediakan informasi tentang posisi
keuangan BLU meliputi aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal
tertentu.
2) Informasi dalam neraca digunakan bersama-sama dengan informasi yang
diungkapkan dalam laporan keuangan lainnya sehingga dapat membantu
para pengguna laporan keuangan untuk menilai :
Kemampuan BLU dalam memberikan jasa layanan secara
berkelanjutan;
Likuiditas dan solvabilitas;
Kebutuhan pendanaan eksternal.
c. Laporan Arus Kas
1) Tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi mengenai
sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama periode
akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus
kas dikelompokkan dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
2) Informasi dalam laporan arus kas digunakan bersama-sama dengan
informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan lainnya sehingga
dapat membantu para pengguna laporan keuangan untuk menilai:
kemampuan BLU dalam menghasilkan kas dan setara kas;
sumber dana BLU;
penggunaan dana BLU;
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 62
prediksi kemampuan BLU untuk memperoleh sumber dana serta
penggunaannya untuk masa yang akan datang.
d. Catatan atas Laporan Keuangan
1) Tujuan utama Catatan atas Laporan Keuangan adalah memberikan
penjelasan dan analisis atas informasi yang ada di LRA/laporan
operasional, neraca, laporan arus kas, dan informasi tambahan lainnya
sehingga para pengguna mendapatkan pemahaman yang paripurna atas
laporan keuangan BLU.
2) Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan mencakup antara lain:
Pendahuluan;
Kebijakan akuntansi;
Penjelasan atas pos-pos Laporan Realisasi Anggaran/laporan
operasional;
Penjelasan atas pos-pos neraca;
Penjelasan atas pos-pos laporan arus kas;
Kewajiban kontinjensi;
Informasi tambahan dan pengungkapan lainnya.
Laporan keuangan pokok di atas disertai dengan Laporan Kinerja yang
menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja yang berisikan
ringkasan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari
masing-masing program yang disusun dalam RBA.
4. Penyajian Laporan Keuangan
Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas dan
menyajikan informasi antara lain mencakup:
a. nama BLU atau identitas lain;
b. cakupan laporan keuangan, apakah mencakup hanya satu unit usaha atau
beberapa unit usaha;
c. tanggal atau periode pelaporan;
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 63
d. mata uang pelaporan dalam Rupiah; dan
e. satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
5. Konsolidasi Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga
BLU menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). BLU merupakan satker kementerian negara/lembaga, oleh karena itu
laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga. Konsolidasi laporan keuangan dapat dilakukan jika digunakan
prinsip-prinsip akuntansi yang sama. BLU menggunakan SAK sedangkan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga menggunakan SAP, karena itu BLU
mengembangkan sub sistem akuntansi yang mampu menghasilkan laporan
keuangan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Komponen Laporan Keuangan BLU yang dikonsolidasikan ke dalam laporan
keuangan kementerian negara/lembaga meliputi:
a. Laporan Realisasi Anggaran/ Laporan Operasional;
b. Neraca.
Sistem akuntansi BLU memproses semua pendapatan dan belanja BLU, baik
yang bersumber dari pendapatan usaha dari jasa layanan, hibah, pendapatan
APBN, dan pendapatan usaha lainnya. Sehingga laporan keuangan yang
dihasilkan sistem akuntansi tersebut mencakup seluruh transaksi keuangan
pada BLU.
Transaksi keuangan BLU yang bersumber dari pendapatan usaha dari jasa
layanan, hibah, pendapatan APBN, dan pendapatan usaha lainnya wajib
dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran kementerian negara/lembaga dan
Pemerintah. Oleh karena itu transaksi tersebut harus disahkan oleh KPPN
dengan mekanisme SPM Pengesahan dan SP2D Pengesahan minimal satu kali
setiap triwulan. Dengan demikian pelaksanaan SAI di BLU dapat dilakukan
secara kumulatif setiap triwulan.
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 64
Pos-pos neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas juga dikonsolidasikan
ke neraca kementerian negara/lembaga. Untuk tujuan ini perlu dilakukan
reklasifikasi pos-pos neraca agar sesuai dengan SAP dengan menggunakan BAS
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dalam rangka menyiapkan laporan keuangan untuk tujuan konsolidasi, sistem
akuntansi BLU juga harus menghasilkan data elektronis (berupa file Buku
Besar/Arsip Data Komputer ADK) yang dapat digabungkan oleh UAPPA-
E1/UAPA dengan menggunakan aplikasi Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
tingkat Eselon I atau kementerian/lembaga. Dengan demikian laporan keuangan
yang dihasilkan pada tingkat Eselon I atau kementerian/lembaga telah
mencakup laporan keuangan BLU.
Dalam hal sistem akuntansi keuangan BLU belum dapat menghasilkan laporan
keuangan untuk tujuan konsolidasi dengan laporan keuangan
kementerian/lembaga, BLU perlu melakukan konversi laporan keuangan BLU
berdasarkan SAK ke dalam laporan keuangan berdasarkan SAP. Proses
konversinya mencakup pengertian, klasifikasi, pengakuan, pengukuran, dan
pengungkapan atas akun-akun neraca dan laporan aktivitas/operasi.
a. Pengertian
Pada umumnya, pengertian akun-akun menurut SAK tidak jauh berbeda
dengan SAP. Apabila ada pengertian yang berbeda, maka untuk tujuan
konsolidasi pengertian akun menurut SAP, yaitu berdasarkan Peraturan
Pemerintah mengenai SAP.
b. Klasifikasi
Klasifikasi aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, dan biaya perlu
disesuaikan dengan klasifikasi aset sesuai dengan Bagan Akun Standar yang
ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan.
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 65
1) Mapping klasifikasi pendapatan dan belanja ke dalam perkiraan
pendapatan dan belanja berbasis SAI berpedoman kepada Peraturan
Menteri Keuangan tentang Bagan Akun Standar.
2) Mapping klasifikasi neraca, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas BLU
menjadi aset, kewajiban, dan ekuitas dana sesuai dengan Bagan Akun
Standar. Akun penyisihan piutang tak tertagih, akumulasi penyusutan
dan akumulasi amortisasi tidak perlu disajikan di neraca berdasarkan
SAP, sepanjang aplikasi SAI belum menerapkan penyisihan piutang tak
tertagih, penyusutan dan amortisasi.
c. Pengakuan dan pengukuran
SAK menggunakan basis akrual dalam pengakuan aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan, dan biaya. Pendapatan diakui pada saat diterima atau hak
untuk menagih timbul sehubungan dengan adanya barang/jasa yang
diserahkan kepada masyarakat. Biaya diakui jika penurunan manfaat
ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau
peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini
berarti pengakuan biaya terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan
kewajiban atau penurunan aset misalnya, akrual hak karyawan atau
penyusutan aset tetap.
SAP menggunakan basis akrual dalam pengakuan aset, kewajiban, dan
ekuitas serta basis kas dalam pengakuan pendapatan dan belanja.
Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada rekening Kas Umum Negara.
Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening Kas Umum
Negara dan dipertanggungjawabkan. Pendapatan (tidak termasuk
pendapatan yang ditransfer dari APBN) dan belanja BLU diakui jika
pendapatan dan belanja tersebut dilaporkan dengan mekanisme SPM
Pengesahan dan SP2D Pengesahan atas pendapatan dan belanja tersebut.
Belanja yang didanai dari pendapatan BLU diakui sebagai belanja oleh
BAB IX AKUNTANSI, PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 66
Bendahara Umum Negara jika belanja tersebut telah dilaporkan dengan
mekanisme SPM Pengesahan dan SP2D Pengesahan.
Untuk kepentingan konsolidasi dengan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga, perlu dilakukan penyesuaian atas akun pendapatan dan
belanja yang berbasis akrual menjadi akun pendapatan dan belanja berbasis
kas.
Formula penyesuaian pendapatan dan belanja berbasis akrual menjadi
berbasis kas adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan Berbasis Kas = Pendapatan BLU + pendapatan diterima di
muka pendapatan yang masih harus diterima.
2. Belanja Berbasis Kas = Biaya BLU Biaya yang dibayar tidak tunai
termasuk Penyusutan + utang biaya yang dibayar + biaya dibayar di
muka.
d. Pengungkapan
Pengungkapan laporan keuangan sesuai dengan SAP harus mengikuti
persyaratan sesuai dengan Peraturan Pemerintah mengenai SAP.
Konsolidasi Laporan Keuangan BLU kedalam Laporan Keuangan kementerian
negara/lembaga dilakukan secara berkala setiap semester dan tahunan.
Laporan keuangan yang dikonsolidasikan terdiri dari neraca dan laporan
realisasi anggaran.
6. Ilustrasi Format Laporan Keuangan (sesuai dalam lampiran)
C. PERTANGGUNGJAWABAN
Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian
sasaran program berupa hasil (political accountability), sedangkan pimpinan BLU
bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran
(operational accountability) dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur
yang ditetapkan dalam RBA.
BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 67
BAB X
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

A. PEMBINAAN
Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga, sedangkan
pembinaan di bidang keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Pembinaan keuangan BLU oleh Menteri Keuangan dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan. Pembinaan ini meliputi antara lain: perencanaan dan
penganggaran; dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA); pendapatan; belanja;
pengelolaan kas dan setara kas; pengelolaan piutang; pengelolaan utang; investasi
BLU; pengelolaan barang; penyelesaian kerugian; akuntansi, pelaporan, dan
pertanggungjawaban; surplus dan defisit.
B. PENGAWASAN OLEH DEWAN PENGAWAS
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan BLU dapat dibentuk
Dewan Pengawas. Usulan keanggotaan Dewan Pengawas diajukan oleh Menteri /
Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan persetujuan.
Pembentukan Dewan Pengawas tersebut berlaku pada BLU yang memiliki realisasi
omzet tahunan minimum Rp15.000.000.000 dan/atau nilai aset minimum
Rp75.000.000.000.
Jumlah anggota Dewan Pengawas dapat berjumlah 3 (tiga) orang atau 5 (lima)
orang tergantung pada nilai omset dan nilai aset BLU.
1. Anggota Dewan Pengawas berjumlah tiga orang bila nilai omzetnya sebesar
Rp15.000.000.000 s.d. sebesar Rp30.000.000.000 dan/atau nilai aset maksimal
Rp200.000.000.000;
2. Anggota Dewan Pengawas berjumlah lima orang bila nilai omzetnya lebih dari
Rp30.000.000.000 dan/atau nilai aset lebih dari Rp200.000.000.000.
BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 68
Unsur-unsur keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari unsur pejabat dari
Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian Keuangan dan tenaga ahli
(profesional).
Persyaratan untuk diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas adalah perseorangan
yang :
1. Memiliki integritas, dedikasi dan memahami masalah-masalah yang berkaitan
dengan kegiatan BLU, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya
2. Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau
tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang
dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit, atau
orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan kerugian Negara.
Pembentukan Dewan Pengawas dan jumlah keanggotaan Dewan Pengawas dapat
ditinjau kembali apabila realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi
anggaran tahun terakhir dan/atau nilai nilai aset menurut neraca mengalami
penurunan selama 2 (dua) tahun terakhir.
Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU yang
dilakukan oleh Pejabat Pengelola BLU mengenai pelaksanaan Rencana Strategis
Bisnis, Rencana Bisnis dan anggaran dan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Dewan Pengawas BLU yaitu:
1. Memberikan pendapat dan saran kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan
Menteri Keuangan mengenai Rencana Strategis Bisnis dan Rencana Bisnis dan
Anggaran yang diusulkan oleh Pejabat Pengelola BLU;
2. Melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan dalam
hal terjadi gejala penurunan kinerja BLU;
3. Mengikuti perkembangan BLU dan melaporkan setiap masalah yang dianggap
penting kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan;
BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 69
4. Memberikan nasihat pada pejabat BLU dalam melaksanakan pengelolaan BLU;
5. Memberikan masukan, tanggapan dan saran atas laporan keuangan dan laporan
kinerja BLU.
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pengangkatan
anggota Dewan Pengawas tidak bersamaam waktunya dengan pengangkatan Pejabat
Pengelola BLU, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu
pembentukan BLU.
Anggota Dewan pengawas diberhentikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga setelah
masa jabatan anggota Dewan Pengawas berakhir. Anggota Dewan pengawas dapat
diberhentikan jabatannya oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atas persetujuan
Menteri keuangan sebelum habis masa jabatannya, yang disebabkan karena :
1. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
2. Tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan.
3. Terlibat dalam tindakan yang merugikan BLU.
4. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan
dan/atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan
atas BLU.
5. Berhalangan tetap.
Apabila terdapat anggota Dewan Pengawas yang diberhentikan sebelum
berakhirnya masa jabatan, Menteri / Pimpinan Lembaga dapat mengajukan usul
penggantian anggota Dewas ke Menteri Keuangan untuk diberikan persetujuan.
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas pengganti adalah selama sisa masa jabatan
anggota Dewan Pengawas yang diganti.
Dalam rangka mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengawas
berkewajiban menyampaikan laporan pengawasan kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga dan Menteri Keuangan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester.
Laporan Semester I disampaikan paling lambat tanggal 30 (tiga puluh) hari setelah
BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 70
periode semester I berakhir dan laporan Semester II disampaikan paling lambat
40 (empat puluh) hari setelah tahun anggaran berakhir.
Laporan Dewan Pengawas ditandatangani oleh ketua dan anggota Dewas serta
sekurang-kurangnya memuat :
1. Penilaian terhadap renstra, RBA, dan pelaksanaannya
2. Penilaian terhadap kinerja pelayanan, keuangan, dan lainnya
3. Penilaian ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
4. Permasalahan-permasalahan pengelolaan BLU dan solusinya
5. Saran dan rekomendasi
Selain laporan per semester, Dewan Pengawas sewaktu-waktu menyampaikan
laporan apabila terjadi hal-hal yang secara substansial berpengaruh terhadap
pengelolaan BLU, antara lain
1. Penurunan kinerja BLU
2. Pemberhentian pimpinan BLU sebelum berakhirnya masa jabatan
3. Pergantian lebih dari satu anggota Dewan Pengawas
4. Berakhirnya masa jabatan Dewan Pengawas
C. PENGERTIAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan menurut UU Nomor 15 Tahun 2004 adalah proses identifikasi
masalah, analisis dan evaluasi independen, obyektif, dan profesional berdasarkan
standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan
keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
D. PEMERIKSAAN OLEH PEMERIKSA INTERN
Fungsi pemeriksaaan dalam pelaksanaan kegiatan di Satker BLU harus ada dalam
organisasi satker tersebut. Fungsi tersebut dilaksanakan oleh Satuan Pemeriksaan
Intern (SPI). SPI berkedudukan sebagai unit kerja yang berkedudukan langsung di
bawah pimpinan BLU. Namun apabila Satker BLU tersebut belum memungkinkan
untuk pembentukan SPI maka fungsi pengawasan internal BLU diserahkan kepada
BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 71
inspektorat jenderal kementerian negara/lembaga yang bersangkutan atau unit
lain yang mendapat kewenangan dari pimpinan BLU untuk melakukan fungsi
pengawasan.
Selain itu pengawasan dapat dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan Pemerintah
(BPKP). BPKP adalah badan atau lembaga pengawasan yang melaksanakan fungsinya
secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi
pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya. Kedudukan BPKP yang terlepas
dari semua Kementerian atau lembaga diharapkan dapat melaksanakan fungsinya
secara lebih baik dan obyektif. BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendekatan yang dilakukan BPKP diarahkan lebih bersifat preventif atau
pembinaan dan tidak sepenuhnya audit atau represif. Kegiatan sosialisasi, asistensi
atau pendampingan, dan evaluasi merupakan kegiatan yang mulai digeluti BPKP.
Sedangkan audit investigatif dilakukan dalam membantu aparat penegak hukum
untuk menghitung kerugian keuangan negara.
E. PEMERIKSAAN OLEH PEMERIKSA EKSTERNAL
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemeriksa eksternal. Dalam
melakukan pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan BLU, BPK
dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan pengawasan intern pemerintah.
Jenis-jenis Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Pemeriksaan
keuangan menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang memuat opini atas
laporan keuangan yang diterbitkan oleh entitas pelaporan yaitu BLU. Opini
merupakan pernyataan profesional pemeriksa (auditor) mengenai kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria:
BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 72
a. Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
b. Kecukupan pengungkapan (adequte disclosures)
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
d. Efektivitas sistem pengendalian internal
Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh auditor yaitu:
a. Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
b. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
c. Opini tidak wajar (adversed opinion)
d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion)
Audit (pemeriksaan) dirancang untuk memberikan keyakinan memadai atas
pendeteksian salah saji yang material dalam laporan keuangan. Konsep
keyakinan memadai menunjukkan bahwa auditor bukan seorang penjamin
kebenaran laporan keuangan. Salah saji dibedakan menjadi dua yaitu kekeliruan
(errors) dan ketidakberesan (irregularities) . Kekeliruan adalah salah saji yang
tidak disengaja sedangkan ketidakberesan adalah salah saji yang disengaja.
2. Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja adalah adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta
pemeriksaan aspek efektivitas. Pemeriksaan kinerja menghasilkan laporan hasil
pemeriksaan yang memuat temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Dalam audit
kinerja, tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah
akuntansi saja namun juga meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi,
pemanfaatan komputer, metode produksi, pemasaran dan bidang-bidang lain
sesuai dengan keahlian auditor.
3. Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk
dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan tujuan
BAB X PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 73
tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan
negara, pemeriksaan investigatif dan pengawasan atas pengendalian intern.
DAFTAR PUSTAKA

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 74
DAFTAR PUSTAKA


1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
4. Peraturan Pemerintah No. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
5. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum.
6. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan
Penerapan Stndar Pelayanan Minimal.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah.
8. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
9. Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan
Administratif dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi
Pemerintah untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
10. Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan
Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum.
11. Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas pada
Badan Layanan Umum.
12. Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan
Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan
Umum sebagaimana telah dirubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri
Keuangan No. 73/PMK.05/2007.
DAFTAR PUSTAKA

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 75
13. Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum.
14. Peraturan Menteri Keuangan No. 44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis
Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum.
15. Peraturan Menteri Keuangan No. 77/PMK.05/2009 tentang Pinjaman pada Badan
Layanan Umum.
16. Peraturan Menteri Keuangan No. 230/PMK.05/2009 tentang Penghapusan Piutang
BLU.
17. Peraturan Menteri Keuangan No. 05/PMK.05/2010 tentang Perubahan atas PMK
Nomor 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Mil ik Kementerian
Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja.
18. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-62/PB/2007 tentang
Pedoman Penilaian Usulan Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
19. Lembaga Administrasi Negara, Modul Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,
Penerbit Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 2004.
20. LAN dan BPKP, Perencanaan Strategis Instansi Pemerintah, cetak ke-2, Lembaga
Administrasi Negara Jakarta, 2000.
21. Deputi IV Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP, Pedoman
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan, Jakarta.
22. Nasution, Mulia P., Kebijakan Kerjasama Operasional dan Utang pada Rumah Sakit
Badan Layanan Umum, paper seminar, Jakarta, 2007.


LAMPIRAN-LAMPIRAN

MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM 76


LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai