PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi kelayakan adalah pengkajian yang bersifat menyeluruh dan mencoba
menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau investasi. Pengkajian kelayakan
suatu usaha atau usulan proyek bertujuan mempelajari usulan terebut dari segala
segi secara professional agar setelah diterima dan dilaksanakan betul-betul dapat
mencapai hasil sesuai dengan yang direncanakan, menghindari dimana setelah
proyek berlangsung atau selaesai dibangun dan dioperasikam ternyata hasilnya
jauh dari harapan. Salah satu usulan proyek yang berpotensi berkembang di
Indonesia adalah Jambu Mete.
Di Indonesia, sektor pertanian termasuk perkebunan masih memegang
peranan cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Sektor
pertanian diharapkan mampu menyediakan lapangan kerja, menyediakan bahan
baku bagi industri hasil pertanian dan meningkatkan perolehan devisa negara
dengan jalan meningkatkan volume dan nilai ekspor hasil pertanian. Sektor
pertanian semakin penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian
nasional, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini
merupakan sumber utama devisa Negara. Sektor perkebunan mempunyai
keunggulan komparatif dibandingkan dengan sub lain antara lain ketersediaan
lahan, iklim menunjang, dan ketersediaan tenaga kerja. Hal tersebut dapat
memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia.
2
Salah satu komoditas perkebunan yang berperan dalam menyumbang perolehan
devisa negara adalah biji jambu mete (cashewnut). Jambu mete Anacardium
occidentale Linn merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang
memiliki arti ekonomis dan cukup potensial karena produksinya dapat dipakai
sebagai bahan baku industri makanan. Tanaman jambu mete Anacardium
occidentale Linn berasal dari Brasil dan termasuk dalam familia Anacardiaceae
yang meliputi 60 genus dan 400 spesies baik dalam bentuk pohon maupun perdu.
Tanaman jambu mete disebut juga acajou atau anacardier (Perancis), cashew
(Inggris), kajus atau jambo nirung (Malaysia), kasoy atau kachui (Filiphina), caju
atau mudiri (India) dan ya-koi atau ya-ruang (Thailand). Di Indonesia jambu mete
memiliki nama yang berbeda di banyak daerah, yaitu jambu mete (Jawa), jambu
mede (sunda), jambu monyet (Jawa dan Sumatera), jambu jipangatau jambu
dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan boa frangsi
(Maluku).
Jambu mete merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup
tinggi, harganya cukup stabil dan prospek pasarnya baik di dalam maupun luar negeri
cukup baik. Penyebab fluktuasi produksi jambu mete secara ringkas disebabkan oleh
2 (dua) faktor utama. Pertama , ketidakterpaduan dan tidak adanya pola sinergisme
dalam pengelolaan tanaman dan lahan. Kedua, keberadaan dan kinerja usahatani tidak
didukung oleh keberadaan dan kinerja usaha-usaha terkait, baik di segmen rantai hulu
yakni bidang usaha pengadaan dan penyaluran sarana dan prasaran usahatani; di
segmen rantai hilir, yakni bidang usaha pengolahan dan pemasaran hasil usahatani;
3
maupun di segmen rantai sisi, yakni bidang usaha jasa fasilitator, misalnya usaha
pembiayaan dan infrastruktur penunjang.
Pengembangan usahatani jambu mete harus dilaksanakan padu-padan dan
sinergisme dengan semua elemen terkait yang berorientasi agribisnis dan
berkelanjutan. Lahan potensial yang ada di Indonesia yang dapat digunakan untuk
pengembangan tanaman jambu mete masih tersedia cukup luas. Dengan potensi
sumberdaya alam yang besar serta umur tanaman jambu mete saat ini yang relatif
masih muda. Selain itu, jambu mete merupakan tanaman yang mempunyai nilai
ekonomi yang cukup tinggi, harganya cukup stabil dan prospek pasarnya baik di
dalam maupun luar negeri cukup baik maka di masa mendatang Indonesia dapat
menjadi produsen utama jambu mete dunia. (Anonim, 2011)
Jambu mente Annacardiumoccidentale L merupakan tanaman yang serba
guna. disamping sebagai sumber pendapatan masyarakat, juga sangat cocok
digunakan dalam konservasi lahan keritis dan gersang, sehingga tanaman jambu
mente ini banyak didapatkan di daerah kering dan di kawasan bekas tambang
(Anonim, 2005).
Pertanian modern merupakan struktur dari perekonomian global, dimana
pengalihan bahan pangan dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian tidak lagi
ditentukan oleh kebutuhan petani dalam memproleh tukaran bahan atau barang
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya akan tetapi ditentukan oleh kekuatan pasar.
Tanaman jambu mente sangat prospektif untuk di kembangkan di Indonesia,
karena memiliki daya adaptasi yang sangat luas terhadap faktor lingkungan.
4
Tanaman jambu mente tahan terhadap kekeringan dan dapat tumbuh serta
menghasilkan buah walaupun ditanam di daerah yang kering dan tandus
(gersang).
Tanaman ini sudah cukup lama dikenal di Indonesia, tetapi tanaman ini
belum di budidayakan secara intensif. Padahal hasil utama tanaman ini, yaitu
kacang mente yang merupakan salah satu jenis makanan ringan yang banyak
digemari serta merupakan rasa penyedap rasa produk-produk, seperti es krim dan
coklat batangan. buah semunya pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan olahan.
Menurut Nunung (2000), penggunaan lahan kering untuk perkebunan
dengan teknik konservasi tanah dan air sebagai komponen pokok sistem
pengolahannya, jenis tanaman yang dikembangkan adalah tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi, dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak,
mempunyai prospek pasar dan pemasaran yang baik serta dapat mempertinggi
nilai gizi masyarakat.
Tanaman jambu mente mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan
di lahan kering adalah, karena tanaman ini tergolong tanaman yang muda
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sehingga tanaman ini sangat
dianjurkan untuk di budidayakan.
Oleh karena itu, petani di Kabupaten Kepulauan Selayar banyak yang
menanam jambu mete untuk diambil metenya dan dijual karena harga jual biji
jambu mete harganya cukup tinggi.
5
Pada daerah Kabupaten kepulauan Selayar terdapat salah satu Desa yang
terletak di Kecamatan Bontoharu yakni Desa Bontotangnga Dusun Bonto-Bonto
yang mempunyai hasil pertanian / hasil bumi yaitu Jambu Mete. Kawasan Dusun
Bonto-Bonto berpotensi untuk mengembangkan produk pertanian dengan
banyaknya pohon-pohon Jambu Mete yang tumbuh subur, bahkan disetiap kebun
penduduk.
Dusun ini salah satu daerah penghasil jambu mete di kepulauan Selayar dan
sudah menjadi pekerjaan turun temurun warga setempat. Jumlah fantastis untuk
sebuah dusun kecil yang berproduksi dengan cara tradisional. Daerah tersebut
berada di bagian selatan Kota Kabupaten dengan jarak 14 Km. Untuk menempuh
daerah tersebut memakan waktu sekitar 30 menit perjalanan dengan mengendarai
kendaraan roda dua dan ada juga kendaraan roda empat.
Dari berbagai komoditi atau hasil pertanian yang banyak digeluti adalah
pengolahan biji jambu mete, akan tetapi dari hasil pengolahan biji jambu mete
masih banyak potensi yang masih kurang memadai yaitu alat yang digunakan
sehingga petani lebih cenderung menjual langsung hasil dari jambu mete ke
pengumpul dan masyarakat belum tahu cara memanfaatkan buah jambu mete
tersebut.
Di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar terdapat 1 kelompok tani yakni Kelompok Tani
Baera Utara Barat yang beranggotakan 25 orang yang masing-masing memiliki
kebun jambu mete dan rata-rata belum bisa mengembangkan tanaman jambu mete
6
sehingga buah jambu mete tersebut terbuang begitu saja paling tidak dijadikan
makanan ternak.
Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan usaha untuk mengembangkan
tanaman jambu mete yang belum dikembangkan, yang dapat meningkatkan nilai
guna dan nilai ekonomis dari jambu mete.
1.2. Rumusan masalah
Dari uaraian maka peneliti merumuskan masalah :
Potensi Pengembangan Jambu Mete yang dapat dikembangkan di Dusun Bonto-
Bonto Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar?
1.3. Tujuan dan kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan jambu
mete di Dusun Bonto-Bonto Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan
Selayar.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui potensi jambu mete yang dapat dikembangkan di
Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten
Kepulauan Selayar.
7
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah Desa, Kecamatan dan
Kabupaten untuk mengambil kebijakan dan peneliti selanjutnya
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Potensi
Dari segi peristilahan, kata potensi berasal dari bahasa Inggris to
potent yang berarti keras atau kuat. Dalam pemahaman lain kurang lebih semakna,
kata potensial mengandung arti kekuatan, kemampuan, dan daya, baik yang belum
maupun yang sudah terwujud, tetapi belum optimal.
Berbagai pengertian di atas, memberi pemahaman kepada kita bahwa
potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia, tetapi daya tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, yang menjadi tugas
berikutnya bagi manusia yang berpotensi adalah bagaimana mendayagunakan
potensi tersebut untuk meraih prestasi. Potensi dapat menjadi perilaku apabila
dikembangkan melalui proses pembelajaran. Orang tidak dapat mewujudkan
potensi diri dalam perilaku apabila potensi yang dimiliki itu tidak dikembangkan
melalui pembelajaran.
Sementara itu, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang
dimaksud potensi adalah kemampuan-kemampuan dan kualitas-kualitas yang
dimiliki oleh seseorang, namun belum digunakan secara maksimal.
potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia. Akan tetapi,
daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, yang menjadi
tugas berikutnya bagi manusia yang berpotensi adalah bagaimana
9
mendayagunakan potensi tersebut untuk meraih prestasi. Secara umum, potensi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Kemampuan dasar, seperti tingkatan inteligensi, kemampuan abstraksi,
logika, dan daya tangkap.
2. Sikap kerja, seperti ketekunan, ketelitian, tempo kerja, dan daya tahan
terhadap tekanan.
3. Kepribadian, yaitu pola menyeluruh terhadap semua kemampuan,
perbuatan, serta kebiasaan seseorang, baik yang jasmani, rohani,
emosional, maupun sosial yang ditata dengan cara yang khas di bawah
pengaruh dari luar. Pola ini berbentuk tingkah laku dalam usahanya
menjadi manusia sebagaimana yang dikehendaki. Beberapa contoh
kepribadian, antara lain ikhlas, tulus, lincah, cerdas, dan lain sebagainya.
(pengertian potensi dalam penelitian tindakan kelas belajar untuk hidup
yang lebih baik)
Jadi potensi berarti kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan, kekuatan, kesanggupan, daya.
2.1.1. Pertanian
Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki potensi yang cukup besar di
sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura antara lain untuk komoditas
Jeruk Keprok, Pisang, Melinjo dan Jagung.
Komoditas Jeruk Keprok banyak diusahakan di Kecamatan Bontomatene
(860 Ha, produksi 11.234, 62 ton), Kecamatan Bontomenai (750 Ha, produksi
10
5.250,50 ton), dan Kecamatan Bontosikuyu (1.034 Ha, produksi 3.381, 80 ton).
Adapun peluang investasi yang tersedia adalah perluasan lahan budidaya.
Komoditas pisang banyak diusahakan oleh masyarakat di kecamatan
Bontomantene (460 Ha, produksi 24,25 ton), Kecamatan Bontomanai (225 Ha,
Produksi 22,98 ton), Kecamatan Bontoharu (240 Ha, Produksi 15,99 ton),
Kecamatan Bontosikuyu (196 ha, produksi 25,91 ton), Kecamatan Pasilambena
(172 Ha, produksi 21,16 ton). Peluang investasi yang ditawarkan adalah perluasan
areal budidaya.
Untuk komoditas melinjo, kecamatan penghasil utama meliputi Kecamatan
Bontomatene (30 Ha, produksi 4,65 ton), Kecamatan Bontomanai (510 Ha,
produksi 562,57 ton), Kecamatan Bontoharu (100 Ha, produksi 109,86 ton), dan
Kecamatan Bontosikuyu (100 Ha, produksi 7,59 ton.). Peluang pengembangan
komoditas ini meliputi perluasan lahan budidaya.
Total lahan komoditas jagung seluas 6712,47 Hektar dengan produksi
1761 ton. Daerah pengembangan meliputi kecamatan Bontomatene, Bontomanai,
Bontoharu, Bontosikuyu, Pasimasunggu, Pasimasunggu Timur, Pasimarannu,
Pasilambena, dan Takabonerate. Peluang investasi yang tersedia meliputi
perluasan lahan budidaya tanaman jagung.
2.1.2. Perkebunan
Di sektor perkebunan, komoditas utama yang dihasilkan oleh Kabupataen
Kepulauan Selayar berupa Kelapa Dalam, Jambu Mente, Kemiri, Pala, dan
Kenari, Cengkeh
11
Potensi komodits kelapa dalam tersebar hampir di seluruh kecamatan
dengan luas areal 19.753 Hektar dan produksi kelapa sebesar 29.440,95 ton.
Peluang investasi yang prospektif meliputi pembangunan unit pengolahan kelapa
terpadu, pengembangan komoditas kelapa dalam dan perluasan areal tanaman.
Komoditas lainnya yang juga cukup prospektif adalah jambu mete. Total
areal penanaman jambu mete seluas 3.609,50 Ha dengan produksi sebesar
1.434,21 ton. Seperti halnya kelapa dalam, peluang investasi yang tersedia
meliputi pembangunan unit pengolahan terpadu komoditas jambu mete,
pengembangan komoditas, dan perluasan areal tanam.
Komoditas kemiri banyak diusahakan di Kecamatan Bontomatene,
Bontomanai, Bontoharu, dan Bontosikuyu pada areal seluas 2.040 Ha dengan
produksi sebesar 2.893,37 ton. Potensi investasi yang tersedia meliputi
pembangunan unit pengolahan terpadu komoditas kemiri, pengembangan
komoditas, serta perluasan areal tanaman.
Komoditas Cengkeh banyak diusahakan di Kecamatan Bontomatene,
Bontomanai, Buki Bontoharu dan Bontosikuyu dengan areal seluas 1.006.00 Ha
dengan produksi sebesar 509,89 ton. Potensi investasi yang tersedia meliputi
pengembangan komoditas serta perluasan areal tanam.
Komoditas pala banyak diusahakan di Kecamatan bonomatene, Bontomanai,
Bontoharu, dan Bontosikuyu pada area 992 Ha dengan produksi 743,6 ton.
Sedangkan untuk komoditas Kenari banyak diusahakan di Kecamatan
12
Bontomatene, Bontomanai, dan Bontosikuyu pada lahan seluas 22 Ha dan dengan
produksi sebesar 234,05 ton
2.2. Definisi Pengembangan
Pengembangan dalam arti yang sangat sederhana adalah suatu proses, cara
pembuatan. Sedangkan menurut Drs. Iskandar Wiryokusumo M.Sc.
pengembangan adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang
dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab
dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing, dan
mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras,
pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta kemampuan-
kemampuannya, sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri menambah,
meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesama,maupun lingkungannya ke
arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan
prbadi yang mandiri. Prof. Dr. H.M. Arifin, M.Ed berpendapat bahwa
pengembangan bila dikaitkan dengan pendidikan berarti suatu proses perubahan
secara bertahap kearah tingkat yang berkecenderungan lebih tinggi dan meluas
dan mendalam yang secara menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan atau
kematangan.
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis,
teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebituhan pekerjaan/
jabatan melalui pendidikan dan latihan.
13
Pendidikan meningkatkan keahlian teoritis, konseptual, dan moral
karyawan, sedangkan latihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis
pelaksanaan pekerjaan karyawan, workshoop bagi karyawan dapat meningkatkat
pengetahuan lebih lagi di luar perusahaan.
Edwin B. Flippo mendefinisikan pengembangan sebagai berikut :
Pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan
pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh, sedangkan latihan
didefinisikan sebagai berikut : Latihan adalah merupakan suatu usaha
peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan
suatu pekerjaan tertentu.
Sedangkan Andrew F. Sikula mendefinisikan pengembangan sebagai
berikut : Pengembangan mengacu pada masalah staf dan personel adalah suatu
proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang sistematis
dan terorganisasi dengan mana manajer belajar pengetahuan konseptual dan
teoritis untuk tujuan umum. Sedangkan definisi latihan diungkapkan oleh
Andrew F. Sikula yaitu latihan adalah proses pendidikan jangka pendek dengan
menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan
operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan
tertentu.
Pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang
menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja
nonmanajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan yang
14
umum. Penggunaan istilah pengembangan ( development) dikemukakan oleh para
ahli yaitu Dale Yoder menggunakan istilah pengembangan ditujukan untuk
pegawai tingkat management. Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan
kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (
human relation) bagi manajemen tingkat atas dan menengah, sedangkan pelatihan
dimaksudkan untuk pegawai tingkat bawah (pelaksana).
2.3. Cuaca dan Iklim
Apa itu cuaca dan apa itu iklim? Cuaca dan iklimadalah dua istilah yang
berkaitan dengan keadaan udara pada lapisan atmosfer. Perbedaan keduanya
terletak dalam hal waktu dan wilayah terjadinya. Pengertian cuaca adalah
keadaan udara pada suatu saat di tempat tertentu. Kondisi cuaca senantiasa
berubah dari waktu ke waktu. Cuaca merupakan kedaan atmosfer sehari-hari yang
dapat terjadi dan berubah dalam waktu singkat di daerah yang sempit.
Sedangkan,pengertian iklim adalah rata-rata kondisi cuaca tahunan dan meliputi
wilayah yang luas. Untuk dapat menentukan tipe iklim suatu wilayah diperlukan
data cuaca antara 10 sampai 30 tahun. Ilmu yang mempelajari kondisi cuaca dan
iklim adalah Meteorologi dan Klimatologi.
Unsur-unsur yang mempengaruhi cuaca dan iklim adalah sebagai berikut:
Suhu Udara: Perubahan suhu udara di satu tempat dengan tempat lainnya
bergantung pada ketinggian tempat dan letak astronomisnya (lintang).
Perubahan suhu karena perbedaan ketinggian jauh lebih cepat daripada
15
perubahan suhu karena perbedaan letak lintang. Biasanya, perubahan suhu
terjadi berkisar 0,6 derajat celcius tiap kenaikan 100 m.
Tekanan Udara: Tekanan udara adalah berat massa udara pada suatu
wilayah. Tekanan udara menunjukkan tenaga yang bekerja untuk
menggerakkan massa udara dalam setiap satuan luas tertentu. Tekanan
udara semakin rendah jika semakin tinggi dari permukaan laut.
Angin: Angin adalah massa udara yang bergerak dari suatu tempat ke
tempat lain. Tiupan angin terjadi jika di suatu daerah terdapat perbedaan
tekanan udara, yaitu tekanan udara maksimum dan minumum. Angin
bergerak dari daerah bertekanan udara maksimum ke minimum.
Kelembaban Udara: Kelembaban udara adalah kandungan uap air dalam
udara. Uap air yang ada dalam udara berasal dari hasil penguapan air di
permukaan bumi, air tanah, atau air yang berasal dari penguapan tumbuh-
tumbuhan.
Awan: Awan adalah kumpulan titik-titik air di udara yang terjadi karena
adanya kondensasi atau sublimasi dari uap air yang terdapat dalam udara.
Awan yang menempel di permukaan bumi disebut kabut.
Curah Hujan: Hujan adalah peristiwa sampainya air dalam bentuk cair
maupun padat yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi.
Jenis-jenis iklim adalah sebagai berikut:
Iklim Matahari: iklim matahari didasarkan pada banyak sedikitnya
intensitas sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi.
16
Iklim Koppen: iklim koppen didasarkan pada data temperatur udara dan
endapan yang dihubungkan dengan kelompok-kelompok tanaman.
Iklim Schmidt-Ferguson: iklim ini didasarkan pada perhitungan jumlah
bulan-bulan terkering dan bulan-bulan terbasah setiap tahun, kemudian
dirata-ratakan.
Iklim Junghuhn: Iklim ini didasarkan pada perhitungan garis ketinggian.
Penggolongan iklim ini sangat cocok digunakan untuk keperluan pola
pembudidayaan tanaman perkebunan, seperti teh, kopi, dan kina. Iklim
Junghuhn meliputi iklim panas, iklim sedang, iklim sejuk, iklim dingin,
dan iklim salju tropis.
Iklim Oldeman: iklim ini didasarkan pada jumlah curah hujan di suatu
tempat.
2.4. Kelompok Tani
Kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk
atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi,
sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha
anggota. Jumlah anggota kelompok tani 20 sampai 25 petani atau disesuaikan
dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usahataninya (Permentan 237 tahun
2007)
Kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama
sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh mempengaruhi serta
memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong (Mardikanto, 1993).
17
Selanjutnya Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa kelompok tani
diartikan sebagai kumpulan orang orang tani atau yang terdiri dari petani
dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/pemudi) yang terikat secara
formal dalam suatu wilayah keluarga atas dasar keserasian dan kebutuhan
bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.
Adapun beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani itu, antara lain
sebagai berikut : a). Semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin
terbinanya kepemimpinan kelompok; b). Semakin terarahnya peningkatan secara
cepat tentang jiwa kerjasama antara petani; c). Semakin cepatnya proses
perembesan (diffuse) penerapan inovasi (teknologi) baru; d). Semakin naiknya
kemampuan rata rata pengembalian hutang (pinjaman) petani; e). Semakin
meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan (input)
maupun produk yang dihasilkannya; dan f). Semakin dapat membantu efisiensi
pembagian air irigasi serta pengawasannya oleh petani sendiri.
Menurut Suhardiyono (1992) bahwa kelompok tani biasanya dipimpin
oleh seorang ketua kelompok, yang dipilih atas dasar musyawarah dan mufakat
diantara anggota kelompok tani. Pada waktu pemilihan ketua kelompok tani
sekaligus dipilih kelengkapan struktur organisasi kelompok yaitu sekretaris
kelompok, bendahara kelompok, serta seksi seksi yang mendukung kegiatan
kelompoknya. Seksi seksi yang ada disesuaikan dengan tingkat dan volume
kegiatan yang akan dilakukan. Masing masing pengurus dan anggota kelompok
tani harus memiliki tugas dan wewenang serta tanggung jawab yang jelas dan
18
dimengerti oleh setiap pemegang tugasnya. Selain itu juga kelompok tani harus
memiliki dan menegakkan peraturan peraturan yang berlaku bagi setiap
kelompoknya dengan sanksi sanksi yang jelas dan tegas. Biasanya jumlah
anggota kelompok tani berkisar antara 10 - 25 orang anggota.
Mardikanto (1993) menyebutkan, bahwa ciri ciri kelompok antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Memiliki ikatan yang nyata
2. Memiliki interaksi dan interelasi sesama anggotanya
3. Memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas
4. Memiliki kaidah kaidah atau norma tertentu yang disepakati
5. Memiliki keinginan dan tujuan bersama
Depertemen pertanian RI (1980) memberi batasan bahwa kelompok tani
adalah sekumpulan orang orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa
pria dan wanita maupun petani taruna atau pemuda tani yang terikat secara
informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan
bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.
Ada beberapa alasan mengapa keberadaan kelompok tani di pedesaan
relatif penting dalam menunjang pengembangan penyuluhan. Pertama, dapat
dikembangkan sebagai sarana media atau alat, baik bagi pemerintah atau instansi
terkait maupun lembagalembaga non pemerintah dalam menyampaikan pesan
pesan pembangunan. Kedua, dapat dimanfaatkan lebih baik atau optimal semua
19
sumbersumber yang tersedia sehingga mampu menjadi wahana belajar yang
efektif (Syamsu, 2011).
Berdasarkan proses pembentukannya, dikenal kelompok formal dan
kelompok informal. Pembentukan kelompok formal pada umumnya mengikuti
pedoman atau aturan aturan tertentu, memiliki struktur yang jelas yang dapat
menggambarkan kedudukan dan peran masing masing yang menjadi anggotanya
dan dinyatakan secara tertulis. Kelompok informal sering kali pembentukannya
tanpa melalui prosedur atau ketentuan ketentuan tertentu, struktur dan
pembagian tugasnya tidak diatur secara jelas dan umumnya tidak dinyatakan
secara tertulis . Pembentukan kelompok tani di indonesia pada umumnya
beragam, dari mulai terbentuk karena berawal dari kepentingan bersama dari
sekelompok orang atau petani yang ingin mencapai tujuan berasama sampai
dengan kelompok yang sengaja dibentuk dengan tujuan agar dapat dikembangkan
sebagai sarana belajar bagi anggotanya (Syamsu, 2011).
Setiap kelompok tani pada dasarnya memiliki fungsi untuk melaksanakan
kegiatan kegiatan demi tercapainya peningkatan produksi usaha tani masing
masing. Kesadaran untuk berkelompok dapat timbul apabila masalah yang
dihadapi anggota masyarakat sama. Hasil survei yang dilakukan oleh tim dari
Unpad pada tahun 1980 menunjukkan, bahwa motivasi utama keikutsertaan
anggota dalam kelompok tani adalah didorong oleh hasrat meningkatkan
kemampuan berusaha tani dan pemenuhan kebutuhan primer, terutama untuk
20
mendapatkan produksi pertanian dan peternakan yang mencukupi (Mardikanto,
1993).
Keberhasilan pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh kemampuan
atau kapasitas sumber daya manusia pertanian sebagai pelaku pembangunan
khususnya petani. Sebagai pelaku pembangunan, petani diharapkan memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam mengelolah usahatani.
Selama ini mereka didekati melalui pendekatan kelompok untuk diberdayakan
(Syamsu, 2011).
Secara teoritis pengembangan kelompok tani dilaksanakan dengan
menumbuhkan kesadaran para petani, dimana keberadaan kelompok tani tersebut
dilakukan dari, oleh dan untuk petani. Pengembangan kelompok tani perlu
dilaksanakan dengan nuansa partisipatif sehingga prinsip kesetaraan, transparansi,
tanggung jawab, akuntabilitas serta kerjasama menjadi muatan muatan baru
dalam perberdayaan petani. Dengan demikian, kelompok tani yang terbentuk atas
dasar adanya kesamaan kepentingan diantaranya petani menjadikan kelompok tani
tersebut dapat eksis dan mampu untuk melakukan akses kepada seluruh
sumberdaya seperti sumberdaya alam, manusia, modal, informasi, serta sarana dan
prasarana dalam mengembangkan usahatani yang dilakukannya. Pemberdayaan
petani atau kelompok tani dapat berarti meningkatkan kemampuan atau
kemandirian petani dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
petani untuk dapat berkembang (Syamsu, 2011).
21
2.4.1. Peranan Kelompok tani
Kelompok tani merupakan kelembagaan tani yang langsung mengorganisir
para petani dalam mengembangkan usahataninya. Kelompok tani merupakan
organisasi yang dapat dikatakan berfungsi dan ada secara nyata. Di samping
berfungsi sebagai wadah penyuluhan dan penggerak kegiatan anggotanya,
beberapa kelompok tani juga mempunyai kegiatan lain, seperti gotong royong,
usaha simpan pinjam dan urusan kerja untuk kegiatan usahatani.
Kelompok tani sebagai wadah bagi petani untuk dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam berusaha tani untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik. Soedijanto (1996) mengungkapkan bahwa agar
kelompok tani dapat berkembang secara dinamis, maka harus dikembangkan jenis
jenis kemampuan kelompok tani yang juga merupakan fungsi dari kelompok
tani yang terdiri dari :
1. fungsi kelompok dalam mencari dan menyebarluaskan informasi kepada
anggota.
2. fungsi kelompok dalam pengadaan fasilitas dan sarana produksi.
3. fungsi kelompok tani dalam merencanakan kegiatan kelompok.
4. fungsi kelompok dalam melakukan koordinasi pada pihak pemerintah
setempat.
5. fungsi kelompok dalam penerapan teknologi panca usahatani.
Keberadaan kelembagaan kelompok tani sangat penting diberdayakan
karena potensinya sangat besar. Anonim (2009) mengatakan bahwa
22
penggabungan petani kedalam wadah kelompok tani adalah bagian dari
pemberdayaan petani oleh karena kelompok tani merupakan wadah pembelajaran
melalui suatu proses pertumbuhan dan interaksi dalam proses komonikasi,
kepemimpinan dan partisipasi untuk suatu proses pertumbuhan dari interaksi
sejumlah orang orang yang secara intensif terlibat dalam proses komunikasi,
kepemimpinan dan partisipasi untuk melakukan suatu tugas atau mengusahakan
tercapainya tujuan bersama.
Untuk mencapai keberdayaan tersebut, program pemberdayaan kelompok
tani yang dilakukan harus dapat meningkatkan kemampuan kelompok tani dalam
hal memahami kekuatan potensi dan kelemahan kelompok, memperhitungkan
peluang dan tantangan yang di hadapi pada saat ini dan masa akan datang,
memilih berbagai alternatif yang ada untuk mengatasi masalah yang dihadapi, dan
menyelenggarakan kehidupan kelompok dan bermasyarakat yang serasi dengan
lingkungan secara berkesinambungan.
2.4.2. Manfaat Kelompok
Bila dilihat dari fungsi Kelompok tani, pada Permentan 237 tahun 2007
dikemukakan bahwa fungsi Kelompok Tani adalah sebagai berikut :
a. Kelas belajar : Kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi
anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS)
serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani, sehingga
produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang
lebih sejahtera.
23
b. Wahana kerjasama : Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat
kerjasama diantara sesama petani dalam kelompoktani dan antar kelompoktani
serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usaha taninya akan
lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan.
c. Unit Produksi : Usahatani yang dilaksanakan oleh masing - masing anggota
kelompoktani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha
yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari
segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.
2.5. Jambu Mete
Jambu monyet atau jambu mede atau jambu mete Anacardium occidentale
adalah sejenis tanaman dari sukuAnacardiaceae yang berasal dari Brasil dan
memiliki "buah" yang dapat dimakan. Yang lebih terkenal dari jambu mede
adalah kacang mede, kacang mete atau kacang mente; bijinya yang biasa
dikeringkan dan digoreng untuk dijadikan pelbagai macam penganan. Secara
botani, tumbuhan ini sama sekali bukan anggota jambu-jambuan Myrtaceae
maupun kacang-kacangan Fabaceae, melainkan malah lebih dekat
kekerabatannya dengan mangga suku Anacardiaceae.
Dikenal juga dengan pelbagai nama seperti jambu md (Sd.); jambu mt
atau jambu mnt (Jw.); jhambu monyt (Md.); jambu dwipa, jambu jipang,
nyambu monyt (Bl.); nyambuk nybt (Sas.); jambu rang, jambu mony
(Mink.); jambu dipa (Banj.); buwah monyet (Timor); buwah yaki (Manado); buwa
24
yakis, wo yakis (Sulut); buwa yaki (Ternate, Tidore); buwa jakis (Galela); jambu
dar, jambu masong (Mak.); jampu srng, jampu tapsi (Bug.); dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris dinamakan cashew (tree), yang diturunkan dari
perkataan Portugis untuk menamai buahnya, caju, yang sebetulnya juga
merupakan pinjaman dari nama dalam bahasa Tupi, acaj. Sementara nama
marganya (Anacardium) merujuk pada bentuk buah semunya yang seperti jantung
terbalik (Sumber wikipedia Indonesia 2014)
Pengembangan tanaman jambu mete di Indonesia di mulai sekitar tahun
1975 melalui proyek kehutanan yang saat itu ditujukan terutama untuk melindungi
lahan kritis, dikembangan tanaman seluas 58.000 ha, tahun 1984 menjadi 196.000
ha. Tahun 2005 aereal tanaman mente di Indonesia 547.000 ha, yang tersebar di
21 provinsi, Sulawesi Tenggara 138.830 ha, Nusa Tenggara Timur 126.828 ha,
Sulawesi Selatan 70.467 ha, Jawa Timur 57.794 ha, Nusa Tenaggara Barat 46.196
ha, dan Jawa Tengah 30.815 ha.
Di Jawa Tengah luas areal tanaman jambu mete kurang lebih 30.821 ha
yang tersebar dibeberapa kabupaten antara lain Wonogiri 17.500 ha, Sragen 1.852
ha, Karanganyar 1.720 ha, Blora 1.869 ha , Purworejo 1.364, Sukoharjo 1.214 ha,
Jepara 1.542 dan lainnya tersebar kabupatn Semarang, Batang , Grobogan,
Rembang, Boyolali, Pemalang, Kebumen.
Sebagai hasil/ produksi utama tanaman mete adalah gelondong mente, hasil
samping buah semu mente yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri
rumah tangga yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal.
25
Di Indonesia pemanfaatan buah jambu mete masih sangat terbatas baik
dalam jumlah maupun bentuk produksinya. Pada beberapa daerah tertentu
umumnya dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan produk olahan tradisional.
Diperkirakan, dari produksi buah jambu mete hanya sekitar 20 % yang sudah
dimanfaatkan secara tradisional , misal dibuat rujak, dibuat abon dan sebagainya
sedangkan sisanya 80 % masih terbuang sebagai limbah.
Ditinjau dari segi nilai gizi dan komposisi kimianya, buah jambu mete
merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral. Kadar vitamin C nya cukup
tinggi, yaitu ( 147 372 mgr/ 100 gr ) kira kira 5 kali vitamin C buah jeruk.
Selain itu juga mengandung cukup vitamin B1, B2 dan niasin. Kandungan
mineralnya terutama unsur P terdapat dalam jumlah yang cukup., juga buahnya
mengadung karbohidrat yang sebagian besar terdiri dari gula reduksi ( 6,7 10,6
% ) dan pektin serta bersifat Juicy karena banyak mengandung air. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa buah jambu mete mempunyai potensi ekonomi
yang cukup tinggi, sehingga dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan
minuman seperti sari buah, selai, jelly, sirop,cuka , manisan dan dapat dibuat
sebgai lauk pauk abon. (Sumber : Analisa Bahan Makanan Fak Kedokteran
UI,1992)
Teknologi pengolahan untuk membuat produk olahan dari buah jambu mete
sebenarnya telah tersedia, namun teknologi ini belum dimanfaatkan. Pengolahan
buah jambu mete akan memberikan nilai tambah dalam rangka meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani beserta keluarganya.
26
Hampir semua bagian dari tanaman jambu mete dapat digunakan untuk
berbagai keperluan. Hasil utama tanaman jambu mete adalah buahnya. Buah mete
terdiri dari buah sejati (biji/gelondong mete) dan buah semu. Produk utama yang
diambil dari tanaman jambu mete adalah bijinya (kacang mete), sedangkan buah
jambu mete sering dianggap sebagai produk ikutan. Bahkan bagi sebagian besar
petani buah semu seringkali dibuang begitu saja dan dianggap sebagai limbah
jambu mete. Walaupun demikian, buah jambu mete juga dapat dimanfaatkan
untuk berbagai macam bahan makanan, misalnya untuk membuat jam, jelly, sirup,
sari buah, serta minuman.
Tanaman jambu mete ( Anacardium occidentale. L) merupakan tanaman
perkebunan yang sedang berkembang di Indonesia dan cukup menarik perhatian,
hal ini karena pertama , tanaman jambu mete dapat ditanam di lahan kritis
sehingga persaingan lahan dengan komoditas lain menjadi kecil dan dapat juga
berfungsi tanaman konservasi, kedua tanaman jambu mete merupakan komoditas
ekspor, sehingga pasar cukup luas dan tidak terbatas pada pasar domestik, ketiga
usaha tani, perdagangn dan agroindustri mete melibatkan banyak tenaga kerja.
Di Indonesia varietas jambu mete umumnya dikenal berdasarkan warna
buah semunya. Warna buah semu jambu mete terdiri dari buah semu warna
merah, kuning dan jingga, warna jingga diduga berasal dari penyerbukan alamiah
antara tanaman dengan buah semu warna merah dan kuning.
27
Sebagai hasil/ produksi utama tanaman mete adalah gelondong mente, hasil
samping buah semu mente yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri
rumah tangga yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal.
Di Indonesia pemanfaatan buah semu jambu mete masih sangat terbatas
baik dalam jumlah maupun bentuk produksinya. Pada beberapa daerah tertentu
umumnya dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan produk olahan
tradisional. Diperkirakan, dari produksi buah jambu mete hanya sekitar 20 % yang
sudah dimanfaatkan secara tradisional , misal dibuat rujak, dibuat abon dan
sebagainya sedangkan sisanya 80 % masih terbuang sebagai limbah.
2.6. Kerangka Pikir
Pemikiran yang dapat disimpulkan yaitu potensi pengembangan jambu mete
di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten
Kepulauan Selayar.
Adapun kerangka pikir dari penelitian dapat diperhatikan pada bagan
dibawah ini
28
Gambar 1. Kerangka Pikir Potensi Pengembangan Jambu Mete di Desa
Bontotangnga
Jambu mete
Petani/pengolah
Pengumpul
Jambu mete
Sebelum diolah
(disortir)
Faktor Internal dan external
Faktor internal
- Pengetahuan petani
Faktor external
- Pelatihan Pengenbangan
- Dukungan pemerintah/penyuluh
- Media informasi
Biji Jambu mete
Setelah diolah
(disortir)
Buah Jambu mete
Setelah diolah
(disortir) yang belum
dimanfaatkan
29
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014
(selama 1 bulan) dengan mengambil lokasi yakni di Dusun Bonto-Bonto
Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar. Penetapan lokasi tersebut
didasarkan atas pertimbangan bahwa di Dusun Bonto-Bonto banyak menghasilkan
buah jambu mete.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah kelompok tani yang
mengolah kebun jambu mete di Dusun Bonto-Bonto Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar yang berjumlah 1 kelompok tani dengan jumlah
anggota 25 orang yang terlibat dalam pengembangan komoditi jambu mete
sebagai sampel dengan menggunakan metode sensus.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah:
1) Data Primer
Data primer adalah data empirik diperoleh secara langsung dari responden
dan atau informan kunci dengan menggunakan daftar pertanyaan (angket) dan
wawancara langsung untuk mendapatkan data-data tentang faktor-faktor apa yang
mempengaruhi sehingga buah jambu mete tidak diolah. Menjadi fokus penelitian,
30
Peneliti akan terjun secara langsung melakukan kunjungan dari rumah ke-rumah
dari setiap responden dengan tehnik observasi dan wawancara untuk mengetahui
kendala yang dihadapi oleh petani.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelusuran dan
penelahaan studi-studi dokumen yang terdapat di tempat penelitian dan yang ada
hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti. Data sekunder yang
dikumpulkan antara lain meliputi, gambaran umum mengenai desa penelitian,
keadaan geografis dan kependudukan, status dan stuktur kepemilikan tanah.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data akan dilakukan dengan dua metode
pengumpulan data kualitatif yaitu :
1. Pengamatan langsung atau observasi terutama dipakai untuk melihat
perilaku dan keberadaan manusia dalam hubungan-hubungan sosial yang
berkaitan dengan objek penelitian.
2. Proses dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan foto-foto objek
dari kegiatan yang berhubungan dengan topik penelitian di Dusun Bonto-
Bonto Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar.
3.5 Analisis Data
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengajukan pertanyaan/kuisioner
terhadap anggota kelompok tani. Dan teknik analisis data yang digunakan untuk
31
menjawab permasalahan penelitian adalah analisis deskriptif yaitu tiap variabel
yang diukur, terdiri dari beberapa bagian pertanyaan dimana tiap bagian
pertanyaan terdiri 3 pilihan jawaban yang masing masing bernilai skor 3 bila
sesuai harapan, skor 2 jika kurang sesuai harapan, dan skor 1 bila tidak sesuai
harapan. Selanjutnya digunakan rumus untuk menentukan interval masing
masing kriteria.
Adapun rumus yang digunakan adalah rumus persentase (Sugiyono,2005)
Skor tertinggi skor terendah
Kategori =
Banyaknya kelas
3.6 Definisi Operasional
1. Pemberdayaan adalah pemulihan dari keadaan tidak mampu menjadi
mampu.
2. Kualitas adalah mutu hasil produksi yang patut dipertahankan untuk
kelangsungan suatu produk.
3. Jambu mete adalah sumber jangka panjang yang menghasilkan kualitas
dan mutu.
32
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Geografis
Lokasi penelitian berada pada wilayah Desa Bontotangnga Kecamatan
Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar yang memiliki 5 dusun yakni Dusun
Tanabau, Dusun Tanah Harapan, Dusun Subur, Baera Utara dan Baera Selatan.
Luas wilayah Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten
Kepulauan Selayar secara keseluruhan mencapai 20 km, dan secara
administratif pemerintahan masih terbagi menjadi 5 (Lima) dusun masing-masing
: Dusun Tanah Harapan, Dusun Tanabau, Dusun Subur, Dusun Baera Utara, dan
Dusun Baera Selatan. Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten
Kepulauan Selayar merupakansatu dari beberapa desa yang berada dalam wilayah
Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar.. jarak antara Desa
Bontotangnga dengan ibukota Kecamatan Bontoharu adalah 5 km, sedangkan
dengan ibukota kabupaten (Benteng) adalah 7 km.
Batas-batas wilayah dapat dirinci sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bontobangun
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Patikarya
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bontosunggu
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Patilereng
Kondisi tofografi daratan Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar relatif berbukit dengan ketinggian sekitar 200
33
meter dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 1000 mm dan keadaan
suhu udara rata-rata 25-30 C. tingkat kesuburan tanah Desa Bontotangnga
Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar berada pada kategori sedang
yang luasnya mencapai 900 ha dengan kedalaman solum tanah yang
mengandung unsur hara kurang dari 50 cm.
4.2. Potensi Sumber Daya Alam
Kondisi wilayah di Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten
Kepulauan Selayar merupakan suatu daerah yang cukup potensial untuk dijadikan
daerah perkebunan dan pertanian dengan komoditas yang beragam, hal ini
disebabkan karena kondisi lahan yang subur dan cukup baik untuk beberapa
komoditas. Jenis usaha komoditi perkebunan dan pertanian dengan luas
penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten
Kepulauan Selayar, 2012.
No. Komoditas Luas Lahan (ha)
1. Kelapa 162
2. Kenari 91
3. Cengkeh 72
4. Jambu Mete 68
Sumber : Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis komoditi dan luas penggunaan
lahannya terbanyak adalah Kelapa sebesar 162 ha, Kenari sebesar 91 ha, cengkeh
sebesar 72 ha, dan jambu mete sebesar 68 ha.
34
Tabel 2. Jenis Komoditi Pertanian dan Luas Penggunaan Lahan di Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar, 2012
No Jenis Komoditi Luas lahan ( ha)
1.
2.
3.
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
32
6
2
Jumlah 30
Sumber : Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis komoditi pertanian dan luas
penggunaan lahan terbesar adalah Jagung 32 ha.
4.3. Potensi Sumber Daya Manusia
Penduduk merupakan salah satu potensi dasar dalam melaksanakan
pembangunan pada suatu wilayah. Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar mempunyai jumlah penduduk sebanyak 1259
jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 320 KK. Untuk mengetahui jumlah
penduduk menurut umur maka hal ini dapat di lihat pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar, 2012
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Laki Laki 620 49
2. Perempuan 639 51
Total 1259 100
Sumber : Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012.
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan jenis kelamin laki-laki. Persentase laki-laki hanya 49% sedangkan jenis
kelamin perempuan mencapai 51%.
35
4.3.1. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Tingkatan umur penduduk perlu diketahui karena menyangkut usia
produktif masyarakatnya, semakin banyak penduduk pada kisaran usia produktif
maka potensi daerah tersebut semakin besar pula. Adapun penduduk berdasarkan
kelompok umur dapat diperhatikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar, 2012.
No
Kelompok Umur
(Tahun)
Jumlah
(jiwa)
Persentase
(%)
1.
2.
3.
0 20
21 40
40
537
465
257
43
37
20
Jumlah 1259 100
Sumber : Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012.
Tabel 4 menunjukkan, bahwa di Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar, penduduk dengan kelompok umur 0 - 20 tahun
merupakan kelompok umur tertinggi persentasenya yakni 43 % sedangkan
kelompok yang tergolong rendah yakni 20 % adalah berumur 40 tahun.
4.3.2. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan sangat penting artinya dalam kemajuan suatu wilayah, semakin
tinggi pendidikan penduduk pada suatu wilayah, maka akan semakin pesat pula
kemajuan pembangunan di wilayah tersebut dan semakin rendah pendidikan
penduduk pada suatu wilayah, akan semakin lambat pula pembangunan pada
wilayah tersebut.
Untuk mengetahui keadaan penduduk menurut pendidikan, maka dapat di
36
lihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Tingkat Pendidikan di Desa Bontotangnga Kecamatan
Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar.
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1.
2.
3.
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
230
450
293
18
36
23
4. Tamat SLTA 215 17
5. Tamat D3 21 2
6. S1 50 4
Jumlah 1259 100
Sumber : Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012.
Tabel 5 memperlihatkan, bahwa penduduk yang telah mengecap pendidikan
sampai tingkat S1 4 persen (50 orang) dan namun masih terdapat 18 persen (230
orang) yang tidak tamat SD. Hal ini juga menunjukkan bahwa masih sangat
rendahnya atau belum optimalnya potensi SDM di Desa Bontotangnga
Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar pada sektor pendidikan,
Kondisi ini akan ikut memperlambat upaya peningkatan pembangunan pertanian.
4.4. Sarana dan Prasarana
Sarana perhubungan merupakan hal yang sangat penting dalam aktivitas
sehari-hari, terutama sarana jalan untuk memperlancar hubungan, baik antara desa
maupun ke kecamatan dan kabupaten.
Sarana perhubungan yang ada di Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar sangat lancar menuju ke kota kabupaten dan sangat
strategis, jarak Desa Bontotangnga ke ibukota propinsi kurang lebih 320 Km.
37
Jenis kendaraan yang ada di Desa Bontotangnga antara lain Truk 4 unit, mobil
angkutan umum 10 buah, dan sepeda motor 171 buah.
Selain sarana perhubungan terdapat pula sarana dan prasarana lain yang
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Sarana dan Prasarana di Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan
Selayar
No Jenis sarana dan Prasarana Jumlah Unit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Masjid
TK
SD
SLTP
TPA
Lapangan Sepak Bola
Lapangan Bola Takrow
Lapangan Bulutangkis
Balai Desa
BPD
Kantor Desa
5
1
3
1
6
1
5
3
1
1
1
Sumber : Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012
38
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Potensi Sumber Daya Alam
Luas lahan perkebunan jambu mete di Dusun Bonto-Bonto Desa
Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar adalah seluas
45 ha dengan rata-rata produksi biji jambu mete sebanyak 1 ton / hektar dalam
satu kali panen. Oleh karena itu maka Dusun Bonto-Bonto sangat berpotensi
dalam pengebangan jambu mete di Kabupaten Kepulauan Selayar.
5.2 Cuaca dan Iklim
Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten
Kepulauan Selayar relatif berbukit dengan ketinggian sekitar 200 meter dari
permukaan laut yang beriklim sejuk dengan curah hujan rata-rata 1000 mm dan
keadaan suhu udara rata-rata 25-30 C. tingkat kesuburan tanah Dusun Bonto-
Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar
berada pada kategori subur.
5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Jambu Mete Belum Dikembangkan.
Dari hasil yang penelitian bahwa ada dua (2) faktor yang mempengaruhi
sehingga pengembangan jambu mete di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga
Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar belum diolah secara
maksimal yaitu :
39
1. Faktor Internal
Pengetahuan petani jambu mete mengenai pengolahan buah jambu mete
belum ada sehingga buah buah jambu mete setelah pasca panen dijadikan
makanan ternak bahkan terbuang begitu saja.
2. Faktor External
a. Belum adanya pelatihan untuk pengembangan jambu mete.
b. Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah dan penyuluh pertanian kurang
perhatian dalam masalah tersebut.
c. Media informasi (media cetak dan media elektronik) yang belum ada.
Berdasarkan faktor diatas maka dapat diuraikan dari data responden dan
kuisioner yang telah dijawab dalam bentuk soal multiple choise
5.4 Identifikasi Responden
Identitas responden yang diuraikan dalam pembahasan berikut
menggambarkan berbagai aspek keadaan yang meliputi : a) Umur; b) Pendidikan;
c) Pengalaman sebagai petani ; dan d) tanggungan responden. Identitas petani
responden lebih lanjut diuraikan sebagai berikut:
5.3.1 Umur Responden
Umur sangat mempengaruhi aktivitas seseorang karena dikaitkan langsung
dengan kekuatan fisik dan mental, sehingga berhubungan erat dengan
pengambilan keputusan. Responden yang berumur muda relatif cenderung
mempunyai kemampuan fisik yang lebih baik, dibandingkan dengan responden
40
yang berumur tua. Komposisi umur responden dapat di lihat pada Tabel 7 di
bawah ini.
Tabel. 7. Umur Responden di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten
Kepulauan Selayar
Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
26 30
31 35
36 40
41 45
46 50
4
4
10
4
3
16
16
40
16
12
Total 25 100
Sumber: Data Primer Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012
Tabel 7 menunjukkan bahwa umur responden antara 26 30 tahun
sebanyak 4 orang atau 16 %, sedang umur antara 31 35 tahun sebanyak 4 orang
atau 16 %, umur 36 40 tahun atau 40%, umur 41 45 tahun ada 4 orang atau 16
% dan umur 46 50 tahun atau 12%. Dengan jumlah penduduk berumur produktif
26-45 yang cukup tinggi maka penerimaan materi pemberdayaan kesadaran
masyarakat akan lebih mudah dan usia yang masih relatif muda semangat untuk
berkembang lebih baik dibandingkan masyarakat berusia tua. Sehingga
pembinaan dapat dioptimalkan, karena umumnya petani masih memiliki kekuatan
fisik yang baik dibandingkan dengan petani yang berumur tua 46 tahun keatas.
5.3.2. Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi petani. Semakin
tinggi tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden, semakin tinggi
41
pula tingkat partisipasi responden. Hasil penelitian yang telah diperoleh
berdasarkan tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 8
Tabel. 8. Pendidikan Responden di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Jiwa) Persentase (%)
SD
SMP
SMA
7
2
16
28
8
64
Jumlah 25 100
Sumber : Data primer Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa pada umumnya petani memiliki
pendidikan minimal sekolah dasar. Tingkat pendidikan yang relatif rendah
tersebut mengidentifikasikan akan kemampuan dan pola pikir para petani
responden yang masih perlu dikembangkan dalam rangka menumbuhkan
peningkatan pendapatan yang lebih baik
5.3.3. Pengalaman Responden
Pengalaman merupakan faktor yang berperan dalam pengambilan
keputusan. Pengalaman mempunyai pengaruh dalam melakukan pemeliharaan
lingkungan, responden yang berpengalaman akan lebih cepat menerapkan
teknologi dan lebih responsif terhadap inovasi, karena itu kegiatan pengalaman
selalu memberikan manfaat. Pengalaman responden disajikan pada Tabel 9
dibawah ini
42
Tabel. 9. Pengalaman Berusaha Tani Responden di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan
Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar
Pengalaman Berusaha tani
(tahun)
Jumlah (orang) Persentase (%)
7 - 10
11 - 14
15 - 18
19 - 22
23 26
6
7
1
7
4
24
28
4
28
16
Total 25 100
Sumber : Data Primer Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012
Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pengalaman usahatani dimana, terdapat
6 orang (24%) responden memiliki pengalaman antara 7 - 10 tahun, 7 orang (28%
) petani responden pengalamannya 11 14 tahun, 1 orang (4% ) petani responden
pengalamannya 15 18 tahun, 7 orang (28% ) petani responden pengalamannya
19 22 tahun, dan 4 orang (16% ) petani responden pengalamannya 23 26
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani di daerah tersebut sudah lama mengenal
jambu mete sebagai komoditi perkebunan yang bisa menghasilan nilai ekonomis
tinggi bagi petani dan keluarganya.
5.3.4. Tanggungan Responden
Besarnya tanggungan keluarga dapat mempengaruhi minat dan kemampuan
petani jambu mete untuk meningkatkan kualitas jambu mete, Komposisi
tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10 Tanggungan Keluarga Responden di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu
Kabupaten Kepulauan Selayar
43
Tangungan Keluarga (orang) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 2
3 4
5 6
10
14
1
40
56
4
Total 25 100
Sumber : Data Primer Hasil PAD ( Pemetaan Apresiatif Desa ) Bontotangnga , 2012
Tabel 10 menunjukkan bahwa 10 orang (40 % ) responden mempunyai
tanggungan keluarga 1 2 orang. 14 orang (56 %) responden mempunyai
tanggungan keluarga 3 - 4 orang, 5-6 orang terdapat 1 orang (4 %) responden.
Jumlah tanggungan petani responden dapat menambah dan meningkatkan
kemauan untuk meningkatkan produksi jambu mete. Hal ini dibuktikan dengan
petani yang mempunyai tanggungan keluarga lebih banyak memiliki motivasi dan
kemauan yang lebih dalam mendapatkan penghasilan dari jambu mete.
Jumlah tanggungan keluarga responden dapat mengubah pola pikir dan
meningkatkan kemauan atau keinginan untuk meningkatkan pendapatan. Hal ini
dibuktikan dengan responden yang mempunyai tanggungan keluarga lebih banyak
memiliki pola pikir dan meningkatkan kemauan yang lebih untuk meningkatkan
pendapatan petani jambu mete.
Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam meningkatkan
pendapatan petani di lihat dari segi umur, pendidikan, tanggungan keluarga, dan
pengalaman berusahatani :
a. Faktor pendukung usaha usaha petani dalam meningkatkan penghasilan di lihat
dari segi umur, pendidikan, tanggungan keluarga, dan pengalaman
berusahatani yaitu :
44
(1) Responden yang berumur masih muda akan memproduksi jambu mete
lebih banyak dibanding dengan yang berumur sudah tua.
(2) Responden yang memiliki tanggungan keluarga yang lebih banyak
umumnya lebih mau untuk mengikuti pembinaan dan pengembangan
usaha serta keterampilan.
(3) Responden yang berpengalaman hasil pendapatannya lebih bagus
dibanding dengan yang kurang berpengalaman.
b. faktor penghambat usaha petani dalam pengembangan jambu mete dilihat dari
segi umur, pendidikan, dan pengalaman berusahatani yaitu :
(1) Responden yang sudah tua akan memanfaatkan buah jambu mete lebih
sedikit dibanding dengan yang masih muda
(2) Responden yang masih muda lebih terbuka pemikirannya dibandingkan
responden yang sudah tua.
(3) Responden yang memiliki tanggungan keluarga yang lebih sedikit
cenderung kurang mau untuk mengikuti pembinaan dan pengembangan
usaha serta sera kurang mengembangkan keterampilannya.
5.4. Indikator Yang Mempengaruhi jambu mete belum dikembangkan.
Usaha petani dalam pengembangan jambu mete merupakan upaya untuk
mensejahterakan petani, lewat perwujudan potensi kemampuan yang dimiliki oleh
para petani tersebut. Dengan demikian, pada setiap usaha petani dalam
memanfaatkan buah jambu mete dengan binaan pemerintah desa atau yang peduli
45
pada pemberdayaan petani harus dipandang sebagai sebuah upaya untuk
memperbaiki/meningkatkan ekonomi petani.
Namun berdasarkan pengamatan dilapangan, semua petani yang
mengusahakan jambu mete di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga
Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar belum mampu
mengembangkan jambu mete. Oleh karena itu diperlukan indikator untuk
mengetahui faktor yang menjadi kendala petani dalam mengembangkan jambu
mete.
Tabel 11. Indikator yang mempengaruhi jambu mete belum dikembangkan
Sumber : Data Primer, 2012.
Indikator usaha pemberdayaan petani dalam mengembangkan jambu mete
meliputi :
5.5.1 Pengembangan Kelompok Tani
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penumbuhan dan pengembangan
kelompok yaitu (1) pengumpulan data dan informasi misalnya tingkat pemahaman
tentang pengolahan jambu mete, dan keadaan usahatani,(2) pemahaman terhadap
masyarakat, memperkenalkan kelompok, fungsi, tujuan serta sasaran yang hendak
dicapai sehingga timbul kesadaran petani akan pentingnya berkelompok, selain itu
No Indikator Rata-rata Kategori
1 Pengembangan Kelompok Tani 1,00 Rendah
2 Perhatian Pemerintah/ Penyuluh 1,48 Rendah
3 Media Informasi 1,52 Rendah
Rata rata 1,33 Rendah
46
menggerakkan rasa sadar, tergugah minat dan terbuka wawasan dari responden.
Pelatihan kelompok tani biasanya dilakukan dalam suatu pertemuan atau pelatihan
yang dihadiri oleh kepala Desa, penyuluh pertanian dan instansi terkait.
Tujuan pelatihan kelompok tani yaitu sebagai wadah berorganisasi, belajar,
bekerjasama, dan diharapkan mampu menghasilkan solusi dan rekomendasi bagi
kemajuan usaha kelompoknya.
Dari tabel 11 diketahui bahwa pelatihan petani dalam memanfaatkan buah
jambu mete, untuk penumbuhan dan pengembangan kelompok berada pada
kategori Rendah dengan nilai rata-rata 1,00. Hal ini menunjukkan bahwa petani
jambu mete belum mengembangkan jambu mete secara bersama-sama atau
berkelompok.
Bukti nyata petani di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga Kecamatan
Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar belum mengembangkan jambu mete di
Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga. Meskipun di Bonto-Bonto Desa
Bontotangnga ada satu kelompok tani yang berkaitan dengan usaha jambu mete
tetapi mereka mampu bertahan dan menjalankan usahanya dengan baik selama
bertahun-tahun. Mereka melakukan usaha sendiri dan bersaing secara sehat
dengan mengelola usahanya masing-masing dan berusaha menghasilkan produk
yang terbaik agar mampu menjual hasil produksinya dalam jumlah besar dengan
nilai yang lebih tinggi guna menopang pembiayaan keluarga yang semakin hari
semakin mahal.
5.5.2 Perhatian Pemerintah
47
Perhatian pemerintah / penyuluh pertanian dalam mengembangkan
keterampilan petani jambu mete misalnya pelatihan pelatihan dalam pengolahan
jambu mete belum ada.
Dari Tabel 11 diketahui kalau perhatian pemerintah / penyuluh pertanian
dalam pengembangan jambu mete berada pada kategori rendah dengan nilai rata-
rata 1,48. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Dusun Bonto-Bonto Desa
Bontotangnga memerlukan perhatian dari pemerintah daerah atau pemerintah desa
dan penyuluh pertanian dalam usahanya misalnya keterampilan pengembangan
jambu mete.
5.4.3 Media Informasi
Media informasi adalah berupa media cetak dan elektronik untuk mencari
informasi tentang pengembangan jambu mete masih terbatas sehingga
pengetahuan petani jambu mete masih sangat kurang.
Dari Tabel 11 diketahui media informasi dalam mengembangkan jambu
mete, untuk media informasi berada pada kategori rendah dengan nilai rata-rata
1,52. Hal ini menunjukkan bahwa petani jambu mete memerlukan media
informasi baik berupa media cetak maupun elektronik misalnya fasilitas internet
dalam usaha pengembangan jambu mete.
Dari penjelasan diatas diketahui bahwa secara umum pengembangan jambu
mete memiliki faktor yang mendukung dan juga sejumlah faktor penghambat.
Faktor pendukung yaitu umur petani yang masih produktif menyebabkan
48
timbulnya keinginan mereka untuk mengolah dan mengembangkan
keterampilannya.
49
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, bahwa secara
umum rata-rata faktor yang mempengaruhi petani jambu mete dalam
mengembangkan jambu mete di Dusun Bonto-Bonto Desa Bontotangnga
Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar, berada pada kategori
rendah (1,33). Secara persial menunjukkan bahwa untuk pengembangan
kelompok tani berada pada kategori Rendah dengan nilai rata-rata 1,00. Untuk
Perhatian pemerintah / penyuluh pertanian termasuk dalam kategori rendah 1,48.
Selain itu media informasi berada pada kategori rendah dengan nilai rata-rata 1,52
6.2 Saran
1. Disarankan Instansi setempat dapat memberikan kegiatan pemberdayaan
petani dalam pengembangan jambu mete yang berkelanjutan seperti
contohnya memberikan pelatihan untuk pengembangan keterampilan bagi
petani dalam pengembangan jambu mete.
2. Disarankan para petani jambu mete di Dusun Bonto-Bonto Desa
Bontotangnga untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
mengolah jambu mete.
50
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Teknik Budidaya Jambu Mente. Lokakarya, Bandung.
Anonim, 2009. Definisi Pengembangan
http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi-
pengembangan.html, diakses tanggal 1 Juli 2014
Anonim, 2011. Pengertian Pengembangan
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190377-
pengertian-pengembangan, diakses tanggal 1 Juli 2014
Anonim, 2012, Pengertian Potensi
http://www.scribd.com/doc/92844558/Pengertian-Potensi, diakses
tanggal 28 Juni 2014
Anonim, 2013. Kabupaten Kepulauan Selayar
http://wiki.aswajanu.com/Kabupaten_Kepulauan_Selayar, diakses
tanggal 1 Juli 2014
Anonim, 2014. Pengertian Faktor http://kbbi.web.id/faktor, diakses tanggal 1
Juni 2014
Cahyono B, 2005. Manfaat Jambu Mente. Tarat, Baandung.
Drs, Amir Syarifudin, dkk. 1996. Sains geografi 1. Jakarta: Bumi Aksara
Departemen Pertanian. 1997. Luas Areal Perkebunan Mete Di Indonesia, 1997.
Departemen Pertanian. Jakarta
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006b. Statistik Perkebunan Indonesia
20042006. Jambumete. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Road Map Jambu Mete. Direktorat
Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Drs, Sarjani. 2009. Cuaca dan iklim. www.fisikarudy.com
Kam Nio Oey, 1992. Daftar analisis bahan makanan Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia,
http://paknewulan.wordpress.com/2008/12/31/pemanfaatan-
limbah-jambu-mete, diakses tanggal 1 Juni 2014
51
Liptan (1988). Jambu Mete Sebagai tanaman penghijauan. Balai Informasi
Pertanian Banjarbaru.
Liptan. (1990). Budidaya Jambu Mete. Lembar Informasi Pertanian. Proyek
Informasi Pertanian Kalimantan Tengah. 2 hal.
Marvin, Chris, dkk. 2008. Cuaca dan iklim. www.scribd.com
Nunung, 2000. Budidaya Jambu Mente. Bina Aksarah, Jakarta.
Soeharto, Iman. 1999.Manajemen Proyek: Darikonseptual sampai operasional.
Erlangga. Jakarta.
Suhardiyono, L., 1992. Petunjuk Bagi Penyuluhan Pertanian. Erlangga, Jakarta
Wikipedia Bahasa indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Jambu_mete, diakses
tanggal 1 Juni 2014
52
KUISIONER PENELITIAN
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUAH JAMBU METE
TIDAK DIOLAH DI DUSUN BONTO-BONTO
DESA BONTOTANGNGA KECAMATAN BONTOHARU
KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
Kuesioner di bawah memuat sejumlah pernyataan. Anda terhadap setiap
pernyataan dengan memberi tanda ( X) pada kotak jawaban yang Anda pilih.
Tidak ada jawaban benar atau salah. Anda cukup menjawab langsung sesuai apa
yang muncul pertama kali dalam pikiran Anda. Selamat mengisi kuesioner
berikut!
1. IDENTITAS RESPONDEN
No.
1. Nama :
2. Umur :
3. Tingkat Pendidikan :
4. Pengalaman usahatani :
5. Jumlah Anggota Keluarga :
II. Pemberdayaan Petani
(1) Pengembangan Kelompok Tani
1. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat penyuluhan tentang pengembangan jambu
mete?
a. Pernah
b. Kadang
c. Belum pernah
2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang pengembangan jambu mete secara
keseluruhan?
a. Ya
b. Selalu
c. Tidak
53
3. Pernahkah Bapak/Ibu mengolah atau menjadi pengumpul jambu mete?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak
(2) Perhatian Pemerintah /Penyuluh
1. Apakah pemerintah/penyuluh pernah memberikan perhatian kepada petani
tentang pengembangan jambu mete?
a. Pernah
b Kadang kadang
c. Tidak pernah
2. Apakah pemerintah/penyuluh pernah membuat langkah langkah untuk
mengembangkan jambu mete?
a. Pernah
b. Kadang kadang
c. Tidak Pernah
3. Apakah Bapak/ibu pernah mengikuti kegiatan pemerintah setempat yang
bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dalam melakukan usaha usaha
pengembangan jambu mete ?
a. Pernah
b Kadang kadang
c. Tidak pernah
54
(3) Media Informasi
1. Apakah ada media informasi yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk
petani guna mencari informasi tentang pengembangan jambu mete?
a. Ada
b. Kurang
c. Tidak ada
2. Apakah Bapak / Ibu memerlukan media informasi dalam mencari informasi
tentang pengembangan jambu mete?
a. Ya
b. Kadang kadang
c. Tidak
3. Apakah pemerintah desa menyediakan media /fasilitas media informasi untuk
petani jambu mete?
a. Ya
b. Kurang
c.Tidak
55
Lampiran 2 Identitas Responden
No
Nama
Usia
(tahun)
Tingkat
Pendidikan Pengalaman
Jumlah
tanggungan
keluarga
1
Husni Tamrin 40 SD 21 4
2
Arsing 47 SD 25 4
3
Muslim 27 SMA 8 1
4
Abu Samad 43 SMA 23 4
5
Sahaba 35 SD 17 3
6
Baharuddin 39 SD 20 2
7
Jumaruddin 41 SMA 21 3
8
Syamsul Bahri 26 SMA 7 1
9
Abd. Latif 39 SMA 14 3
10
Askin 38 SMA 13 2
11
Saenuddin 41 SMP 20 4
12
Saba 50 SD 26 5
13
Muddin 41 SD 22 3
14
Rusli 36 SMA 10 2
15
Ramli. S 40 SMA 20 4
16
Abd. Razak 40 SMA 20 3
17
Muh. Azis 34 SMA 14 2
18
Basri 36 SMA 11 2
19
Imran 29 SMA 10 1
20
Syaeful 31 SMA 10 3
21
Udin 38 SMP 14 3
22 Irwan
37 SMA 13 2
23 Jumarang
47 SD 25 4
24 Rusdi
26 SMA 7 1
25 Mansur. S
35 SMA 13 3
56
Lampiran 3 Pengembangan Kelompok Tani
No
Pengembangan Kelompok Tani
Jumlah
Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3
1 1 1 1 3
2 1 1 1 3
3 1 1 1 3
4 1 1 1 3
5 1 1 1 3
6 1 1 1 3
7 1 1 1 3
8 1 1 1 3
9 1 1 1 3
10 1 1 1 3
11 1 1 1 3
12 1 1 1 3
13 1 1 1 3
14 1 1 1 3
15 1 1 1 3
16 1 1 1 3
17 1 1 1 3
18 1 1 1 3
19 1 1 1 3
20 1 1 1 3
21 1 1 1 3
22 1 1 1 3
23 1 1 1 3
24 1 1 1 3
25 1 1 1 3
Jumlah 25 25 25 75
Rata-rata 1,00 1,00 1,00 1,00
Kategori Rendah Rendah Rendah Rendah
Keterangan : 1 1,66 = Rendah
1,67 2,33 = Sedang
2,34 3,00 = Tinggi
57
Lampiran 4 Perhatian Pemerintah / Penyuluh
N0
Perhatian Pemerintah / Penyuluh
Jumlah
Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3
1 3 2 1 6
2 2 1 1 4
3 2 2 1 5
4 3 2 1 6
5 1 1 1 3
6 2 1 1 4
7 2 2 1 5
8 2 2 1 5
9 3 3 1 7
10 2 2 1 5
11 2 2 1 5
12 1 1 1 3
13 1 1 1 3
14 2 2 1 5
15 2 2 1 5
16 2 2 1 5
17 2 1 1 4
18 1 1 1 3
19 1 1 1 3
20 1 2 1 4
21 1 1 1 3
22 2 2 1 5
23 1 1 1 3
24 2 2 1 5
25 2 2 1 5
Jumlah 45 41 25 111
Rata-rata 1,80 1,64 1,00 1,48
Kategori Sedang Rendah Rendah Rendah
Keterangan : 1 1,66 = Rendah
1,67 2,33 = Sedang
2,34 3,00 = Tinggi
58
Lampiran 5 Media Informasi
N0
Media Informasi
Jumlah
Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3
1 1 3 2 6
2 1 3 2 6
3 1 2 1 4
4 1 3 1 5
5 1 1 1 3
6 1 2 1 4
7 1 1 2 4
8 1 3 1 5
9 1 3 1 5
10 1 3 1 5
11 1 2 2 5
12 1 1 1 3
13 1 1 1 3
14 1 2 1 4
15 1 3 2 6
16 1 2 2 5
17 1 3 2 6
18 1 1 2 4
19 1 2 2 5
20 1 2 2 5
21 1 1 1 3
22 1 2 2 5
23 1 1 1 3
24 1 2 2 5
25 1 2 2 5
Jumlah 25 51 38 114
Rata-rata 1,00 2,04 1,52 1,52
Kategori Rendah Sedang Rendah Rendah
Keterangan : 1 1,66 = Rendah
1,67 2,33 = Sedang
2,34 3,00 = Tinggi
59
DOKUMENTASI PENELITIAN
Kantor Desa Bontotangnga Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar
Wawancara dengan petani jambu mete
60
Lahan perkebunan jambu mete
61
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
MUHAMMAD SUBHAN, Dilahirkan di Selayar pada tanggal 23 Juni 1983
dari pasangan Nadjamuddin dan Sitti Hasiah. Penulis merupakan anak kedua dari
enam bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan SD di SDN Inpres Benteng II tahum
1994, lalu menyelesaikan pendidikan diSLTP Neg 1 Benteng tahun1997,
dilanjutkan menyelesaikan pendidikan MAN Bontoharu tahun 2002, dan
setelahtamat MAN, penulis melanjutkan Pendidikan di AMIK Rezky di Makassar
tahun 2003 kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah
Makassar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian.