Bumi diciptakan oleh Yang Maha Kuasa mengikuti kaidah
kekekalan massa, tidak ada yang hilang atau yang datang. Perubahan yang hanya melalui proses transformasi dan translokasi. Syarat-syarat lingkungan yang harus dipenuhi untuk Syarat-syarat lingkungan yang harus dipenuhi untuk pembentukan rawa adalah: (a) terjadi di daerah cekung, (b) tergenang air sepanjang tahun dengan gerakan yang lambat (sedimentasi), dalam (c) suasana reduktif, di tempat bersuasana tawar, atau salin sehingga terbentuk (d) tanah berpirit. Sedimentasi terjadi bila kecepatan pengaliran air secara lateral lebih lambat dari kakas gravitasi. Akumulasi bahan organik (gambut) yang berasal dari tumbuhan setempat akibat proses perombakan lebih lambat dari akumulasi. Rawa dibagi menjadi: (a) tanggul alam (natural levee) yang pada umumnya diisi oleh bahan sedimen mineral yang lebih kasar; dan (b) rawa belakang (backswamp) yang terletak di bagian tengahan antara dua sungai yang bila diisi oleh gambut akan membentuk kubah gambut. Kubah gambut tebal berfungsi penting untuk menyimpan air, menghidupkan mata air sekeliling kaki kubah, dan membersihkan air menghidupkan mata air sekeliling kaki kubah, dan membersihkan air permukaan dan air tanah yang dikeluarkannya ke lahan bawahannya (ke arah sungai utama), terutama di musim kemarau. Tanah-tanah rawa pada dasarnya bertataran piasan (marginal) bagi budidaya tanaman pada umumnya sehubungan dengan faktor-faktor: (a) bahan induk miskin hara; (b) bersuasana anaerob; (c) banyak yang bergambut tebal, berpirit, dan bila dialih fungsikan akan terusik mengeluarkan; (d) zat-zat yang dapat meracuni tanaman (sulfida, besi fero, dan asam-asam organik) yang ditandai oleh; (e) pH rendah. Rawa secara utuh dapat dikatakan sebagai suatu daerah pengaliran sungai (DPS) renik, seperti halnya yang biasa dikemukakan untuk daerah lahan atasan (upland). Pengelolaan air di lahan rawa adalah memanfaakan air secara tepat untuk keperluan domestik, meningkatkan produksi tanaman, pembuangan kelebihan air, mencegah terbentuknya bahan toksik dan melindi bahan toksik yang terjadi, serta bahan toksik dan melindi bahan toksik yang terjadi, serta mencegah penurunan muka tanah. Gatra pengelolaan air ini sebetulnya mencakup kuantitas dan kualitas. Masa lalu: Kajian kelayakan meliputi: hidrologi dan hidrometri, hidrotopografi dan tanah, namun unit satuan pengembangan lebih banyak ditentukan oleh kelayakan keteknikan dan gatra pertanian sebagai pemanfaat menyesuaikan diri dengan sistem tata saluran yang telah dibuat. Backswamp Peat dome Unripe mineral Reduction form Water storage Slow release of water dome Natural Levee Oxidative Ripe Settlement Changes of Storage function Flood hazard Dryness Dryness Rain fed area Very acid Toxic Compacted Hydrophobic lake Pelindian mengubah suasana reduktif, menghilangkan kemasaman terlarutkan, juga sekaligus menghilangkan nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Ayunan air harian (pasang-surut), iklim dan salinitas air merupakan agensia yang berperilaku terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi setelah lahan rawa direklamasi. Dapat berdampak positif, sangat mungkin berdampak negatif. Susupan air berdampak positif, sangat mungkin berdampak negatif. Susupan air payau/asin mampu memperbaiki nutrisi, perkebunan kelapa menjadi penghasilan utama secara turun temurun (Riau). Air yang keluar dari areal gambut selalu berwarna kecoklatan keruh atau bening, ini menunjukkan terjadinya pelarian/pelindian material halus/koloidal dan terlarutkan secara sinambung. Air hanya berfungsi sebagai bahan pengencer dari bahan terlarutkan, bukan bahan penetral kemasaman. Proses Pembentukan Gambut Diemont (1986) Permukaan laut berada dalam kondisi stabil 5000 tahun lalu. Beberapa abad kemudian terjadi dengan cepat deposisi sedimen perluasan daratan pantai. Beberapa daratan itu tertutup oleh komunitas hutan bakau. Komunitas bakau itu membuat daerah menjadi stabil dan mengakibatkan terjadinya perluasan tanah-tanah yang akhirnya mengakibatkan terjadinya perluasan tanah-tanah yang akhirnya membentuk daerah mangrove dan lagoon yang mampu mengurangi kadar garam (freshwater) yang mengakibatkan terjadinya hutan gambut tropika atau danau berair segar. Danau berair segar itu secara bertahap menampung bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan, berkembang menjadi hutan gambut tropika yang dipengaruhi oleh air tanah gambut, dikenal sebagai gambut topogen yaitu terbentuk berdasarkan kondisi topografi dan geomorphologi. Di atas gambut topogen itu terbentuklah hutan gambut ombrogen. Fuchsman (1980) Tumbuhan yang hidup, sebagai bahan pembentuk gambut, mengandung protein, karbohidrat, lipid dan polyfenol seperti lignin. Dalam jumlah kecil, terdapat asam nukleat, pigmen, alkoloid, vitamin-vitamin dan bahan organik lain maupun anorganik. Bahan-bahan ini sifatnya khusus tergantung spesies tumbuhan, jaringan tumbuhan, dan bagian tumbuhan. Beberapa komponen bahan ini sifatnya tidak larut air, misalnya selulosa. Sedangkan senyawa karbohidrat disimpan sebagai cadangan dalam bentuk pati. gula ini secara cepat larut dalam air dan langsung menjadi bahan metabolisme mikroba. Pati juga mengalami peristiwa yang sama, segera larut dan dirubah menjadi gula melalui proses enzimasi pada tumbuhan yang mati atau oleh mikroba. proses enzimasi pada tumbuhan yang mati atau oleh mikroba. Hemiselulosa, pektin, dan getah-getahan lebih lambat dihancurkan dan lebih bertahan dalam jumlah bervariasi sebagai penyusun gambut bersama-sama dengan selulosa. Protein tanaman dalam jumlah besar dimanfaatkan oleh mikroba. Sejumlah nitrogen dalam protein memang hilang, diduga dalam bentuk garam amonium yang tercuci oleh residu yang tidak larut. Protein dalam bentuk asam amino atau turunannya menjadi bahan penyusun atau merupakan bagian dari asam humat gambut. Asam amino pada asam humat dapat diisolasi dan diidentifikasi melalui chromatografi setelah dihidrolisis menggunakan asam hidroklorat. Berbagai lipid dari tumbuhan hidup terhadap dalam bentuk tak larut dalam air. Termasuk di dalamnya lemak, minyak tumbuhan, asam lemak bebas, getah-getah tumbuhan, steroid dan terpenten. Rangkuman Gambut terbentuk setempat/insitu, hasil penimbunan bahan organik dari lingkungannya sendiri Laju deposisi lebih cepat dari dekomposisi disebabkan oleh suasana anaerob dari lingkungan yang jenuh/lewat jenuh air Penyusun gambut terutama dari bahan non-klorofil (ranting, batang, akar) Susunan gambut terdiri atas bahan sisa/residu pelapukan bahan dasar dan hasil polimerisasi/kondensasi hasil polimerisasi/kondensasi Penyusun utama gambut adalah C, H, dan O yang berbentuk gugus koloidal aromatis, bermuatan negatif dari anion organik. Tingkat dekomposisi alami ditentukan oleh durasi kestabilan muka air setempat (dikaitkan dengan evolusi perubahan muka air laut) Kesuburan gambut lebih ditentukan oleh keadaan lingkungan, relatif subur pada di daerah cekungan dan pantai. Masam - sangat masam pada daerah yang memungkinkan hasil dekomposisi keluar dari lingkungannya. Kadar abu menentukan tingkat kesuburan gambut (tidak termasuk kadar deposit bahan mineral dalam gambut) Tingkat Pelarutan dan pelindian Anion kuat paling mudah larut Cl -1 > SO 4 -2 Kation basa lebih kuat dari kation asam Kation basa lebih kuat dari kation asam Na + > Ca +2 > Mg +2 > K + > SiO 4 > Fe 2 O 3 > Al 2 O 3 Warna tanah kemerahan disebabkan oleh besi, 1 2 % di tanah pasiran dan 5 10 % di tanah lempungan ISTILAH TANAH GAMBUT Perbedaan istilah gambut atas sistem klasifikasi yang digunakan, disesuaikan dengan lokasi terbentuknya gambut, tahap dekomposisi, bahan induk, iklim dsb.: Bog, muck, peat, fen, veen, moor organik, histosol. Definisi tanah organik (histosol): 1. Mempunyai bahan tanah organik, yang membentang melebar dari permukaan tanah sampai salah satu dari sifat berikut: Kedalaman sama atau lebih kecil dari 10 cm ke kontak lithic atau paralithic, asalkan ketebalan bahan tanah organik lebih besar dua kali tebal tanah mineral. Setiap kedalaman: a. jika bahan tanah organik terletak di atas bahan-bahan fragmental (batu- batu besar, batu-batu kecil, kerikil), yang celah-celahnya diisi dengan bahan organik tanah. b. jika bahan tanah organik terletak di atas kontak lithic atau paralithic. Mempunyai bahan tanah organik, yang batas atasnya terletak di dalam 40 cm dari permukaan tanah, a. mempunyai ketebalan, a1). Sama atau lebih besar dari 60 cm, jika sama atau lebih volumenya mempunyai berat volume kurang dari 0,1 g/cm3, a2). 40 cm, jika a2.1. b.t.o tergenang atau jenuh air lebih dari 6 bulan, a2.2. bahan organik tersusun dari sapric, hemic atau fibric yang volumenya moss fibers dan berat volume 0,1 g/cm3 atau lebih; b. mempunyai b.t.o yang b1. tidak memiliki lapisan tanah mineral setebal b. mempunyai b.t.o yang b1. tidak memiliki lapisan tanah mineral setebal 40 cm di permukaan atau batas atasnya di dalam 40 cm dari permukaan tanah; b2. tidak memiliki lapisan-lapisan tanah mineral, secara kumulatif, setebal 40 cm di dalam kedalaman 80 cm dari permukaan (USDA, 1975)
`
Sisa Tanaman Protein Asam Amino, Petid (Hasil Selulose, Karbohidrat, lainnya Lignin, tannin, dll.
Petid (Hasil dekomposisi dan resintesis) Konsentrasi/ Polimer Substansi Humik Komponen Penolik (hasil metabolisme) Komponen Penolik (hasil dekomposisi) Tanah Sulfat Masam Potensial Rawa mineral yang dalam proses pengisiannya terjadi di daerah pantai (sedimen marin) yang kaya dengan bahan organik, sulfat dan besi. Bahan organik berasal dari sisa tumbuhan yang terhambat dekomposisinya karena suasana reduksi, besi (umumnya oksida besi) berasal dari lahan atasan dan dalam suasana reduksi akan menjadi besi fero. Sulfat berasal dari air laut yang selanjutnya juga tereduksi menjadi sulfida. Bentuk interaksi fero dan sulfida akhirnya menjadi pirit (FeS2) yang bila Bentuk interaksi fero dan sulfida akhirnya menjadi pirit (FeS2) yang bila kandungannya > 0,75 % disebut sebagai tanah sulfat masam potensial atau tanah yang mengandung bahan sulfidik. Lingkungan alami lahan berpirit Suasana reduktif, kandungan pirit dan bentuknya Keberadaan material penetral kemasaman Keadaan tereduksi Keracunan besi fero Keracunan sulfida Keracunan CO2 dan asam organik Ciri lapangan tanah sulfat masam potensial Tanah bersuasana jenuh air atau selalu tergenang Warna tanah kekelabuan dan tidak mengandung bercak/karat kemerahan Tanahnya lunak (mentah) mudah keluar dari sela jari tangan bila tanah tersebut dikepal Bila tanah diambil dan dibiarkan terbuka di udara, warna tanah cepat berubah menjadi lebih kelam Pemberian peroksida (H2O2) pada tanah ini akan menyebabkan terjadinya reaksi cepat berupa buih panas yang disertai oleh bau belerang. pH tanah setelah reaksi reda < 2.50 Tanah Sulfat Masam Aktual Pengahawaan tanah sulfat masam potensial akibat pembuatan saluran drainasi akan mengoksidasi pirit dan menyebabkan terjadinya pemasaman tanah (pH tanah menjadi kurang dari 3.5) dan tanahnya disebut tanah sulfat masam aktual (lempung belang atau cat clay), dengan ciri khas (lempung belang atau cat clay), dengan ciri khas becak jarosit: K/NaFe 3 (SO 4 ) 2 (OH) 6 Becak jarosit mudah hilang bila dijenuhi air, dengan > pH 4, menjadi K/Na 2 SO 4 + Fe 2 O 3 suatu becak berwarna coklat kemerahan/kekuningan. Air genangan jernih tanpa suspensi koloid. Ciri tanah sulfat masam aktual Tanah bersuasana tidak jenuh air (oksidatif) Warna tanah kelabu coklat kehitaman, mengandung bercak kekuningan di permukaan tanah (disebut jarosit) Tanahnya keras (matang) tanah tidak terperas ke luar dari sela jari tangan bila tanah tersebut dikepal pH tanah < 3.5 (luar biasa masam) dan tidak ada tanaman budidaya yang mampu tumbuh (kecuali rumpuit purun atau pohon gelam) Air saluran yang ada di sekitas tanah ini umumnya jernih, sangat Air saluran yang ada di sekitas tanah ini umumnya jernih, sangat masam (terasa sepet atau pahit bila dicicipi). Air terebut mengandung sulfat dan besi yang bila terminum dapat menyebabkan murus/mencret, tidak dapat digunakan sebagai air untuk kebutuhan rumah tangga). pH air dapat < 2.0. Identifikasi tanah sulfat masam Test pH dalam keadaan aerob, keberadaan jarosit Test potensi kemasaman Test secara inkubasi Test kemasaman aktual PERATURAN PEMERINTAH No. 150 Tahun 2000 Kriteria Kerusakan Tanah (Bagian Rawa/Lahan Basah) Prof. Dr. Azwar Maas Kepala Pusat Studi Sumberdaya Lahan UGM PP 150 Th. 2000
Kriteria Kerusakan Tanah Untuk Lahan Basah (Rawa)
No. Sifat Dasar Tanah Ambang Kritis Metode Pengukuran Peralatan 1 Subsidensi gambut dari atas parit > 35 cm/5 th Pengukuran langsung Patok subsidensi 2 Kedalaman lapisan berpirit dari permukaan tanah < 25 cm pH H 2 O 2 2,5 Reaksi oksidasi dan pengukuran langsung Cepuk plastik H 2 O 2 pH meter/pH stick skala 1/2 satuan, meteran 3 Kedalaman air > 25 cm Pengukuran Meteran 3 Kedalaman air tanah dangkal > 25 cm Pengukuran langsung Meteran
4 Redoks (mV), untuk tanah berpirit > -100 Tegangan listrik pH meter, elektroda platina 5 Redoks (mV), untuk gambut > 200 Tegangan listrik pH meter, elektroda platina 6 pH (H 2 O) 1 : 2,5 < 4,0; > 7,0 potensiometrik pH meter; pH stik 7 Daya hantar listrik (DHL) > 4,0 mS/cm Tahanan listrik EC meter 8 Jumlah mikrobia < 10 2 cfu/gr tanah Plating technique Petridish, colony counter. o Untuk lahan basah yang tidak bergambut dan kedalaman pirit > 100 cm, ketentuan kedalaman air tanah dan nilai redoks tidak berlaku. o Tebal gambut, kematangan dan kedalaman lapisan berpirit tidak berlaku ketentuan-ketentuannya jika rawa belum terusik/masih dalam kondisi asli/alami/hutan alam. PENILAIAN KERUSAKAN LAHAN RAWA PRINSIP DASAR TIDAK MENGUBAH FUNGSI RAWA Skor Akhir <12.15 sangat rusak; 12.15-1929 rusak; 19.30-26.44 agak rusak 26.45-33.59 baik; >33.59 sangat baik 80 100 100 90 80 100 80 100 90 80 90 100 > 2500 < 2500 A B C dan D leeve backswamp Alami Primer Alami Sek. Sawah Kebun < 100 Iklim Curah hujan (mm/th) Hidrologi tipologi Luapan dan posisi lahan Landuse Tanah Tebal gambut (cm) 1 2 3 4 Keterangan Nilai Kisaran Parameter Noo PENILAIAN KERUSAKAN TANAH LAHAN BASAH 100 80 60 100 80 60 60 80 90 100 100 60 100 80 80 80-100 80 80-100 100 < 100 100 - 200 > 200 Saprik Hemik Fibrik <25 25-50 50-100 >100 <80 % >80 % <200 >200 <4.0:>7.5 4.0 7.5 > 4 2 - 4 <2 Tebal gambut (cm) dan tingkat dekomposisi Jeluk Sulfidik/ Sulfurik (cm) Fraksi Pasir (%) Nilai Redoks (mV) pH DHL (mS) Terima kasih, atas perhatiannya