penggunaannya. Ki ta mel i hat bagaimana teknologi bekerja setelah masyarakat mengadopsinya. Tapi, begitu dilahirkan, tak serta merta teknologi bertemu para penggunanya. Bahkan tak sedi ki t terj adi , t ek nol ogi di t ol a k ol eh masyarakat, baik dalam dimensi personal maupun komunal . Banyak alasan dan penjelasan di baliknya. Dal am per s pek t i f Technol ogy Acceptance Model (TAM), orang menerima atau mengadopsi teknologi dipengaruhi oleh persepsinya atas manfaat teknologi dan kemudahan penggunaannya. I ni menjelaskan pragmatisme masyarakat pada umumnya. Mereka hanya menerima teknologi yang tidak saja memberikan manf aat tetapi j uga mudah untuk digunakan. Berbagai teknologi komunikasi misalnya, penggunanya tumbuh pesat karena alasan ini. Internet adalah contoh yang mencengangkan. Menurut Internet World Stats, jika dihitung sejak tahun 2000 hingga sekarang, pertumbuhan internet rata-rata dunia hampir 600 persen. Namun, menj el askan bagai mana teknologi sampai ditolak, membutuhkan penjelasan lebih. Ada faktor kompleksitas, feksibilitas, eksesiftas, kondisi lingkungan, implikasi anggaran, dan lain sebagainya. Orang pada dasarnya menyukai hal yang sederhana. Maka, teknol ogi yang hadi r dengan kompl eksi tas t i nggi cender ung s ul i t diterima. Di antara media sosial, webblog mungkin paling sedikit penggunanya, mengi ngat dibutuhkan pengetahuan yang lebih untuk menggunakannya. Orang lebih suka mikroblog semacam Twitter yang sangat sederhana pemakaiannya. Sebelum era smartphone, Nokia menguasai pasar handphone. Salah satu keunggulan Nokia, cara penggunaannya yang sederhana, sehingga bahkan nenek-nenek pun bisa memakainya. Seringkali, teknologi berkembang melebihi kebutuhan masyarakat (eksesif ). Ada gejala overestimated kebutuhan masyarakat atas teknologi. Pada tahun 2010 misalnya, berdasarkan survei Nielsen, ternyata hanya 1 dari 5 orang India yang menggunakan teknologi 3G. Di Indonesia, sejak 7 tahun yang lalu, teknologi TV Wimax sudah ramai dibincangkan, bahkan berbagai operator sudah mengantongi wijhat | perspektif edisi 24 - sosiotekno Teknologi yang Ditolak 50 Tarbawi |Edisi 309 Th.15, Shafar 1435, 12 Desember 2013 ijin. Hingga kini, belum juga terlaksana. Begitu juga dengan IPTV (Internet Protocol Television), tak banyak mendapatkan respon dari masyarakat. Nampaknya masyarakat belum merasa perlu dengan itu semua. Sebelum mengadopsi teknologi baru, tentu saja, banyak pertimbangan, salah satunya anggaran. Kita selalu berpikir, berapa biaya yang harus kita keluarkan dan apa yang akan kita dapatkan. Ada gejala wait and watch. Orang cenderung melihat bagaimana tren berjalan. Dan faktanya, karena alasan ini, banyak teknologi baru yang pertumbuhannya tak sepesat yang diperkirakan. Seperti perangkat blueray, di negeri kita, hingga kini tak fantastis tingkat penjualannya. DVD player masih merajai dalam urusan pemutar cakram digital. Sementara i tu, basi s pengguna teknol ogi juga membawa pengaruh tersendiri. Masyarakat Asia misalnya, merupakan basis pengguna operating system Windows. Berbagai inovasi dalam Linux dan Mac pun tak terlalu populer dalam kawasan ini. Begitu juga dengan pengguna Android, iPhone, Blackberry, seolah memiliki komunitasnya sendiri. Mereka cenderung fanatik, tak mudah berpindah ke sistem yang berbeda. Dalam level sosial, penolakan teknologi seringkali berkelindan dengan kepentingan poli ti k, hukum, atau ekonomi . Akhi r Oktober lalu, Dr. Warsito batal mengisi acara bertajuk Workshop Deteksi Dini Kanker Payudara dengan Menggunakan Metode Nonradiasi . Kemenkes tak memberi ijin, dengan alasan asosiasi dokter menolaknya. Entah apa alasan yang sebenarnya di balik itu, tetapi sosialisasi terapi kanker dengan teknologi ECVT (Electrical Capacitance Volume Tomography), faktanya, harus berhadapan dengan berbagai hambatan. Hal serupa juga terjadi tiga tahun silam, ketika produk chipset untuk Wimax karya putra-putra Indonesia justru tak bisa dijual di dalam negeri sendiri, karena regulasi yang tak mendukung. Memang, teknologi tak pernah berada di ruang hampa. Selalu ada setting sosial yang menj adi basi s penerapannya. Penolakan atas teknologi tertentu sejatinya merupakan hal yang lumrah, karena persepsi orang atas teknologi tak akan pernah sama. p Oleh: Edi Santoso 51 Edisi 309 Th.15, Shafar 1435, 12 Desember 2013 | Tarbawi