Anda di halaman 1dari 23

1

PENDAHULUAN
Penyakit jantung koroner ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena
penyempitan arteri koronaria akibat proses arteroskelorosis atau spasme atau kombinasi
keduanya. PJK merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah
dan salah satu penyebab kematian utama, tidak hanya di Negara maju namun juga di Negara
berkembang termasuk Indonesia. Banyak faktor yang berperan sebagai faktor risiko terjadinya
PJK antara lain faktor tradisional yang dapat dimodifikasi seperti dislipidemia, hipertensi,
diabetes mellitus, merokok dan obesitas dan faktor risiko yang tida dapat diubah seperti genetic,
usia, jenis kelamin. Selain itu juga faktor risiko baru antara lain inflamasi, homosistein, Lp-a dan
hiperkoagulasi.
1
PEMBAHASAN
Dislipidemia
Definisi
Dislipidemia adalah kelaianan metabolism lipid yang ditandai dengan peningkatan atau
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL.
Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar kolesterol LDL dan
trigliserida dalam darah yang disertai dengan penurunan kadar kolesterol HDL.
Dislipidemia dalam proses terjadinya arterosklerosis semuanya memiliki peran penting
yang penting dan sangat berkaitan dengan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin
dibahas sendiri-sendiri. Ketinganya dikenal sebagai triad lipid, yaitu :
1,2
a. Kolesterol total
Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total darah
dengan risiko penyakit jantung koroner sangat kuat, konsisten, dan tidak bergantung
faktor resiko lain. Penelitian genetic, eksperimentl, epidemiologis, dan klinis
menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran
penting pada pathogenesis PJK.


2
b. Kolesterol HDL dan kolesterol LDL
Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negative antara kolesterol HDL
dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet dapat meniakkan kadar
kolesterol HDL dan dapat mengurangi PJK.
c. Trigliserida
Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan penyakit
jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kada kolesterol HDL.

Klasifikasi dislipidemia dan kadar lipid normal

Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas primer yang tidak jelas penyebabnya dan
sekunder yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindrom nefrotik, diabetes mellitus,
hipotiroidisme. Selain itu dislipidemia dapat juga dibagi berdasarkan profil lipid yang menonjol,
seperti hiperkolesterolemi, hipertrigliseridemi, isolated low HDL-cholestrol, dan dislipidemi
campuran. Untuk yang terakhir ini yang paling banyak ditemukan. Dilihat dari pemilihan obat
penurun lipid mungkin klasifikasi yang terakhir yang lebih tepat.

National Cholestrol Education Program Adult Panel III (NCEP-ATP III) telah membuat satu
batasan yang dapat dipakai secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang.
3













3
Table 1. klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida menurut
NCEP-ATP III 2001
Kolesterol total
< 200
200 239
240

Optimal
Borderline
Tinggi
Kolesterol LDL
< 100
100 129
130 159
160 189
190

Optimal
Mendekati optimal
Borderline
Tinggi
Sangat tinggi
Kolesterol HDL
< 40
60

Rendah
Tinggi
Trigliserid
< 150
150 199
200 499
500

Optimal
Borderline
Tinggi
Sangat tinggi

Penyakit jantung koroner
Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah penyakit
jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan tersebut dapat
disebabkan antara lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme.
Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%) maka pembahasan tentang
PJK pada umumnya terbatas penyebab tersebut.
2


4
Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas
pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebut
ateroma yang terdapat didalam tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses ini
dapat terjadi pada seluruh arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior
descendent arteri coronaria, proximal arteri renalis dan bifurcatio carotis.
3

Angina pectoris stabil (stable angina pectoris) : sindrom klinik yang ditandai dengan rasa
tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan, yang bisasnya dicetuskan
oleh kerja fisik atau stress emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau
dengan obat nitrogliserin.
Angina Prinzmetal : nyeri dada disebabkan spasme arteri kornaria, sering timbul pada
waktu istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan jasmani dan kadang-kadang siklik (pada
waktu sama tiap harinya).
Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome) : sindrom klinik yang mempunyai dasar
patofisiologi yang sama yaitu adanya erosi, fisur , ataupun robeknya plak atheroma
sehingga menyebabkan thrombosis intravascular yang menimbulkan ketidakseimbangan
pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Yang termasuk dalam sindrom koroner akut
adalah :
- Angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris) : ditandai dengan nyeri dada
yang mendadak dan lebih berat, yang serangannya lebih lama (lebih dari 20 menit)
dan lebih sering. Angina yang baru timbul (kurang dari satu bulan), angina yang
timbu dalam satu bulan setelah serangan infark juga digolongkan dalam angina tidak
stabil.
- Infark miokard akut (acute miocard infarct) : nyeri angina pada infark jantung akut
umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). Walau demikian infark
jantung dapat terjadi tanpa nyeri dada (20-25%). AMI dapat dibagi menjadi non ST
elevation miocard infarct dan ST elevation miocard infarct.






5
Epidemiologi

Di USA setiap tahunnya 550000 orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa diperhitungkan
20-40000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Hasil survey yang dilakukan Departement
Kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.
Bahkah, sekaranf dapat dipastikan , kecenderungan penyebab kematian di Indonesia bergesar
dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular dan degenerative.
1

Faktor risiko
Faktor risiko penyakit jantung koroner pada dislipidemia

Langkah pertama untuk pencegahan penyakit arteri koroner ialah menentukan seberapa
banyak faktor risiko yang dimiliki seseorang untuk menentukan sasaran kadar kolesterol LDL
yang akan dicapai. NCEP-ATP III telah menetapkan faktor risiko selain kolesterol LDL yang
digunakan untuk menentukan sasaran akdar kolesterol LDL yang diinginkan pada orang dewasa
> 20 tahun.
NCEP-ATP III menggunakan Framingham risk score (FRS) untuk menghitung besarnya
risiko penyakit jantung koroner pada pasien dengan 2 faktor risiko. Penjumlahan skor pada
FRS akan menghasilkan angka presentase risiko PJK dalam 10 tahun.
Ekuivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan
kejadian PJK, yakni > 20% dalam 10 tahun, terdiri dari :
3,4
a. Bentuk klinis lain dari arterosklerosis : penyakit arteri perifer, aneurisma aorta
abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis.
b. Diabetes
c. Faktor risiko multiple yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20%

Table 2. faktor risiko yang menentukan sasaran kolesterol yang ingin dicapai.
Faktor risiko positif
Umur pria 45 tahun dan wanita 55 tahun
Riwayat keluarga PAK dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun


6
Kebiasaan merokok
Hipertensi ( 140/90 mmHg atau sedang mendapat obat anthipertensi)
Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dL)
Faktor risiko negative
Kolesterol HDL tinggi : mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total.

Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK.
Faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida.

Table 3. Faktor risiko meningkatnya trigliserida.
Obesitas, berat badan lebih
Inaktivitas fisik
Merokok
Asupan alcohol berlebihan
Diet tinggi karbohidrat (>60% energi)
Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, syndrome nefrotik
Obat : kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergic-beta dosis tinggi
Kelaianan genetic (riwayat keluarga)

Tiga kelompok risiko penyakit arteri koroner

Bersarakan banyaknya faktor risiko di atas yang ditemukan pada seorang pasien, maka NCEP-
ATP III membagi 3 kelompok risiko penyakit arteri koroner yaitu mereka yang berisiko tinggi,
sedang dan rendah. Berbeda dengan NCEP-ATP II, mereka yang tergolong dalam risiko tinggi
dimasukkan juga kelompok yang disamakan dengan penyakit arteri koroner yaitu diabetes
mellitus, mereka dengan risiko multiple yang diperkirakan dalam 10 tahun mempunyai risiko
PAK > 20%.
3






7
Table 4. faktor risiko penyakit jantung koroner.
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah Usia
Jenis kelamin
Riwayat keluarga
Etnis
Faktor risiko yang dapat dirubah Merokok
Hipertensi
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Obsetias dan sindrom metabolic
Stress
Diet lemak yang tinggo kalori
Inaktifitas fisik
Faktor risiko baru Inflamasi
Fibrinogen
Homosistein
Stress oksidatif

Table 5. tiga kategori risiko yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai.

Kategori risiko Sasaran kolesterol LDL (mg/dL)
Risiko tinggi
a) Mempunyai riwayat PAK
b) Mereka yang disamakan dengan PAK
- Diabetes mellitus
- Bentuk lain penyakit arterosklerotik
yaitu stoke, penyakit arteri perifer,
aneurisma aorta abdominalis
- Faktor risiko multiple (> 2 risiko)
yang diperkirakan dalam kurun
waktu 10 tahun mempunyai risiko

< 100



< 130

< 160


8
PAK > 20%
Risiko multiple ( 2 faktor risiko)
Risiko rendah (0 1 faktor risiko)

Pathogenesis
1. Pembentukan Aterosklerosis
Ada beberapa hopotesis yang menerangkan tentang proses terbentuknya
aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic hypothesis dan response to
injure hypothesis. Namun yang banyak diperbincangkan adalah mengenai empat stage
respon to injure hypothesis sebagai berikut:
3-5
a. Stage A: Endothelial injure
Endotelial yang intak dan licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin aliran
darah koroner lancar. Faktor resiko yang dimiliki pasien akan memudahkan
masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi maupun makrofag ke dalam
dinding arteri. Interaksi antara endotelial injure dengan platelet, monosit dan jaringan
ikat (collagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet (platelet adherence)
dan agregasi trombosit (trombosit agregation).
Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan
oleh adanya faktor risiko antara lain : faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat
vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik,
peningkatan kadar gula darah, dan oksidasi dari kolesterol LDL.
b. Stage B: Fatty Streak Formation










9
Gambar 1. Pembentukan formasi lapisan lemak dalam ruang subendotel

c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation
Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup jaringan ikat
(cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe yaitu:
1) Stable fibrous plaque dan
2) Unstable fibrous plaque








Gambar 2. Formasi plak fibrous yang terdiri atas tutup dan inti
d. Stage D: Unstable Plaque Formation
Formasi ini akan membentuk plak yang mudah ruptur (vulnarable plaque), sehingga
menyebabkan terbentuknya trombus dan oklusi pada arteri.











Gambar 3.Timeline dari Aterosklerosis


10
2. Patofisiologi Terjadinya Infark Miokard
5


















Bagan 1. Patofisiologi infark miokard

Manifetasi klinis

Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan perikordial.
Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan
dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan
dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau
tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat
disertai gejala mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, dan lemas.
4





11
Diagnosis
Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti.
Diagnosis yang tepat amat penting, karena bila diagnosis PJK telah dibuat di dalamnya
terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami
infark atau kematian mendadak. Diagnosis yang salah selalu mempunyai konsekuensi buruk
terhadap kualitas hidup penderita. Pada orang-orang muda, pembatasan kegiatan jasmani
yang tidak pada tempatnya mungkin akan dinasihatkan. Selain itu kesempatan mereka untuk
mendapat pekerjaan mungkin akan berkurang. Bila hal ini terjadi pada orang-orang tua,
maka mereka mungkin harus mengalami pensiun yang terlalu dini, harus berulang kali di
rawat di rumah sakit atau harus makan obat-obatan yang potensial toksin untuk jangka
waktu lama.
Tabel 4 memperlihatkan cara-cara diagnostik PJK yang terpenting, baik yang saat
ini ada atau yang di masa yang akan datang potensial akan mempunyai peranan besar.
Dokter harus memilih pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk
mencapai ketepatan diagnostik yang maksimal dengan resiko dan biaya yang seminimal
mungkin.
4-6

Table 6. Cara-cara Diagnostik Penyakit Jantung Koroner
No Diagnostik Penyakit Jantung Koroner
1 Anamnesis: Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor
resiko. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:
a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial.
b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula,
dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.
g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri
dada akibat neuropati diabetik.


12
Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung






Pada UAP Crescendo angina, Angina Pektoris Stabil Decrescendo
Angina pada wanita dan pria:
a. Wanita: Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal
maksudnya nyeri dada)
b. Pria: Paling sering langsung miocard infark banyak yang sudden death
2 Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus
dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK. Hipertensi tak terkontrol,
takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat (bising sistolik), dan
kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati
hipertensi/diabetik.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi, murmur
dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau
penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan
juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
3 Laboratorium: leukositosis/normal, anemia, gula darah tinggi/normal,
dislipidemia, SGOT meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat
Enzim Jantung Penanda Infark Miokardium (Gambar 8)
Enzim Meningkat Puncak Normal
CK-MB 6 jam 24 jam 36-48 jam
GOT 6-8 jam 36-48 jam 48-96 jam
LDH 24 jam 48-72 jam 7-10 hari
Troponin T
Troponin I
3 jam
3 jam
12-24 jam
12-24 jam
7-10 hari
7-14 hari



13
4 Foto Dada: Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru
5 Pemeriksaan Jantung Non-invasif
a. EKG
Akut Koroner Sindrom:
- STEMI ST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau > 1mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru
atau diduga baru; ada evolusi EKG
- NSTEMI Normal, ST depresi > 0,05mV, T inverted simetris; ada
evolusi EKG
- UAP Normal atau transient
Angina Pektoris Stabil iskemia, dapat kembali normal waktu nyeri hilang.



ST depresi ST elevasi Q patologis
T inverted simetris AMI
OMI
b. Uji Latihan Jasmani (Treadmill)
c. Uji Latihan Jasmani Kombinasi Pencitraan:
- Uji Latih Jasmani Ekokardiografi (Stress Eko)
- Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
- Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging
d. Ekokardiografi Istirahat
e. Monitoring EKG Ambulatoar
f. Teknik Non-invasif Penentuan Klasifikasi Koroner dan Anatomi Koroner:
- Computed Tomografi
- Magnetic Resonance Arteriography
6 Pemeriksaan Invasif Menentukan Anatomi Koroner
- Arteriografi Koroner
- Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)

Iskemia Injury Infark


14














Gambar 4. Peningkatan Enzim Jantung (Cardiac Marker) pada Infark Miokard

Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti, penentuan
faktor resiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan gejala angina pektoris
ringan cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif. Bila pasien dengan keluhan yang berat dan
kemungkinan diperlukan tindakan revaskularisasi, maka tindakan angiografi sudah
merupakan indikasi.
Pada keadaan yang meragukan apat dilakukan treadmill test. Treadmill test lebih
sensitif dan spesifik dibandingkan dengan EKG istirahat dan merupakan test pilihan untuk
mendeteksi pasien dengan kemungkinan angina pektoris dan pemeriksaannya yang mudah
dan biayanya terjangkau. Pada pasien PJK, iskemia miokard direfleksikan dengan depresi
segmen ST, yang sering terlihat pada lead dengan gelombang R tertinggi (biasanya V5).
Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan teknik
non-invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner, Computed Tomography,
Magnetic Resonance Arteriography, dengan sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi. Di
samping itu tes ini juga cocok untuk pasien yang tidak dapat melakukan exercise, di mana
dapat dilakukan uji latih dengan menggunakan obat dipyridamole atau dobutamine.
6


15
Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan
Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian. Upaya
yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel
kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan modifikasi gaya hidup atau intervensi farmakologik yang
akan (i) mengurang progresif plak, (ii) menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan
memperbaiki fungsi endotel dan akhirnya (iii) mencegah thrombosis bila terjadi disfungsi
endotel atau pecahnya plak. Obat yang digunakan : obat antitrombotik : aspirin dosis rendah,
antagonis reseptor ADP (thienopyridin) atau clopidogrel dan ticlopidine, obat penurun kolesterol
(statin), ACE-inhibitors, beta-blocker, calcium channel blockers. Selain itu juga bertujuan untuk
memperbaiki symptom dan iskemi dengan menggunakan obat nitrat kerja jangka pendek dan
jangka panjang, beta blockers dan CCB.
6
Tatalaksana umum
Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan tentang
perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu diyakinkan bahwa kebanyakan
kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan dan modifikasi gaa hidup sehingga
kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta seperti hipertesi, diabetes, dislipidemia dan lain-lain
perlu ditangani secara baik.
Cara pengobatan PJK yaitu (i) terapi non farmakologis, (ii) terapi farmakologis dan (iii)
revaskularisasi miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cra di atas sifatnya menyembuhkan.
Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi faktor penyebab agar
progresi penyakit dapat dihambat.
5
Terapi non farmakologis untuk PJK
5
Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (CVCU)
Pasang infuse intravena dengan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%
Oksigenasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri
rendah (<90%)


16
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung
Pasang monitor EKG secara kontinu
Terapi non farmakologik untuk dislipidemia
3
Penatalaksanaan non-farmakologik dikenal juga dengan nama perubahan gaya hidup,
meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas medis, serta beberapa upaya lain seperti hentikan
merokok, menurunkan berat badan bagi mereka yang gemuk, dan mengurangi asupan alcohol.
Terapi nutrisi medis
Selalu merupakan tahap awal penetalaksanaan seseorang dengan dislipidemia, oleh karena itu
disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada dasarnya adlah pembatasan jumlah kalori
dan jumlah lemak. Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total tinggi dianjurkan
untuk mengurangi asupan lemak jenuh, dengan meningkatkan asupan lemak tidak jenuh rantai
tunggai dan ganda (MUFA dan PUFA). Pada pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi perlu
dikurangi asupan karbohidrat, alcohol dan lemak.
Table 7. Komposisi makanan untuk hiperkolesterolemia
Makanan Asupan yang dianjurkan
Total lemak
- lemak jenuh
- lemak PUFA
- lemak MUFA
20-25% dari kalori total
< 7% dari kalori total
Sampai 10% dari kalori total
Sampai 10% dari kalori total
Karbohidrat 60% dari kalori total (terutama karbohidrat
kompleks)
Serat 30 gr per hari
Protein Sekitar 15% dari kalori total
Kolesterol < 200 mg / hari





17
Aktivitas fisik
Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan
kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat, seperti jalan kaki, naik
sepeda, berenang dan lain-lain. Penting sekali agar jenis olahraga disesuaikan dengan
kemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar berlangsung terus menerus.
Pengobatan farmakologik
3,5,6
Atasi nyeri

a. Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi, nitrat dikontraindikasikan bila
tekanan sistolik < 90 mmHg, bradikardi (<50 kali/menit), takikardi (>100 kali/menit).
Nitrat memiliki efek venodilator sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri
dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga akan
menurun. Nitrat melebarkan oembuluh darah normal dan yang mengalami
arterosklerotik, menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat agregasi trombosit.
Bila serangan angina tidak respons denga nitrat jangka pendek, maka harus diwaspadi
adanya infrk miokard, efek samping obat adalah sakit kepala, flushing.
b. Morfin 2-4 mg intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin
25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.

Antitombotik

a. Aspirin : Aspirin jelas terbukti masih merupakan obat utama untuk pencegahan
thrombosis. Meta-analisis menunjukkan bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya
dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada
semua pasien PJK kecuali bila itemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga disarankan
diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal dan
perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal
dibandingkan aspirin lainnya.
b. Thienopyridine clopidogrel dan ticlodipine : obat ini merupakan antagonis ADP dan
menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan


18
resistensi atau intoleransi terhadap aspirin dan clopidogrel harus diberikan pada pasien
PCI dengan pemasangan stent, lebih 1 bulan untuk bare metal stent, lenih 3 bulan untuk
sirolimus eluting stent, dan lebih 6 bulan untuk paclitaxel-eluting stent.
Trombolitik
a. Menggunakan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau activator plasminogen jaringan
(t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam
pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika elevasi segmen ST >
0,1 mV pada dua taua lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada
sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai
infark miokard akut.
Antikoagulan
a. Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan atau
bedah, pasien dengan risiko tingginterjasi emboli sistemik seperti infark miokard anterior
atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada thrombus ventrikel kiri yang
tidak ada kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan target aPTT 1,5 2 kali
kontrol. Pada angina pectoris tidak stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan
dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5 2
kali kontrol.
Pada infark miokard anterior transmural luas, antikoagulan diberikan sampai pulang
rawat. Pada penderita dengan thrombus ventricular atau dengan diskines yang luas di
daerah apeks ventrikel kiri, antikoagulan oral diberikan secara tupang tindih dengan
heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan. Antikoagulan oral diberikan
sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilar INR (2 3).
Obat penurun kolesterol
a. Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi primer
maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah membuktikan bahwa statin dapat
menurunkan komplikasi sevesar 39% (heart Protection Study), ASCOTT-LLA
atrovastatin untuk prevensi primer PJK pada pasca-hipertensi. Statin selain sebagai


19
penurun kolesterol, juga merupakanmekanisme lain (pleiotropic effect) yang dpat
berperan sebagai anti inflamasi, anti trombotik dan lain-lain. Pemberian atrovastatin 40
mg satu minggu sebelum PCI dapat mengurangi kerusakan miokard akibat tindakan.
Target penurunan LDL adalah < 100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, DM, penderita
PJK dinjurkan menurunkan LDL < 70 mg/dl.

ACE-inhibitor / ARB

a. Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada psien dengan PJK
telah dibuktikan dari berbagai studi. Bila terdapat intoleransi terhadapa ACE-I, dapat
diganti dengan ARB.
Beta blocker
a. Beta blocker menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor -1 yang dapat
menyebabkan penuruna konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat dilakukan
dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi terpenting pemberian
penyekat adalah riwayat asma bronchial, serta disfugsi bilik kiri akut.
Calcium channel blocker
a. Mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalium dapat mengurangi keluhan pada pasien
yang telah mendapat nitrat atau beta blocker, selain itu berguna pada pasien yang
memunyai kontraindikasi penggunaan beta blocker. Antagonis kalisum tidak disarankan
bila terdapat penurunanan fungsi bilik kiri atau gangguan konduksi atrioventrikel.

Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan angina stabil menurut
ESC 2006:
1. Pemberian aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang spesifik,
misalnya perdarhan lambung yang aktif, alergi aspirin, riwayat intoleransi aspirin.
2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner.


20
3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE inhibitor, seperti
hipertensi, disfugnsi ventrikel kiri, riwayat miokard infark dengan disfungsi ventrikel
kiri, atau diabetes.
4. Pemberian beta blocker sevara oral pada pasien gagal jantung atau yang pernah infark
miokard.
Revaskularisasi miokard
Ada dua cara revaskularisasi tng telah terbukti baik pada OFK stabil yang disebabkan
arterosklerotik koroner yaitu tindakan coronary artery bypass surgery (CABG) dan tindakan
intervensi percutaneous coronary intervention (PCI).
Akhir-akhir ini kedua cara tersebut mnegalami kemjuan yang pedat yaitu diperkenalkan
tindakan , off pump surgeru dengan invasif minimal dan drug euting stent (DES).
Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival ataupun mencegah infark ataupun
untuk menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih, tergantung pada risiko dan keluhan
pasien.
Indikasi untuk revaskularisasi
Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan
tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial
untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan
pada pasien, jika :
a. Pengobatan tidak berhasil mengontrol adanya risiko miokard.
b. Hasil uji non-invasif meninjukkan adanya risiko miokard.
c. Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.
d. Pasien lebih memilih tindakan intervensi disbanding dengan oengobatan biasa dan
sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.




21
Tindakan pembedahan CABG
Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan disbanding dengan pengobatan, pada keadaan :
a. Stenosis yang signifikan (50%) di daerah left main.
b. Stenosis yang signifikan ( 70 %) di daerah proximal pada 3 arteri koroner utama.
c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang
cukup tinggi tingkatnya pada daerah proksimal dari left snterior descending arteri
koroner.

Komplikasi

Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikan
komplikasi adalah ventrikel vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95% meninggal sebelum sampai rumah
sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok
kardiogenik.
2

Prognosis
Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu:
3,4
1. Wilayah yang terkena oklusi
2. Sirkulasi kolateral
3. Durasi atau waktu oklusi
4. Oklusi total atau parsial
5. Kebutuhan oksigen miokard
Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner:
1. 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit
2. Total mortalitas 15-30%
3. Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%
4. Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%




22
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan
karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi
keduanya. Faktor resiko meliputi dislipidemia, diabetes, merokok, hipertensi, keturunan,
hemosistein.
Aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%) PJK. Arterosklerosis pada dasarnya
merupakan suatu kelainan yang terdiri atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang
menonjol atau penebalan yang disebut ateroma yang terdapat didalam tunika intima dan pada
bagian dalam tunika media.
Aterosklerosis yang terbentuk dalam lumen arteri dapat bersifat sebagai plak yang
vulnarable maupun plak stabil. Oleh karena itu penyakit jantung koroner memberikan dua
manifestasi klinis penting yaitu akut koroner sindrom dan angina pektoris stabil. Akut Koroner
Sindrom dapat sebagai STEMI maupun NSTEMI/UAP.
Penyakit jantung koroner memberikan gejala berupa angina. Angina merupakan nyeri
dada iskemik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard
dengan penyediannya (UAP; crecendo angina, angina stabil; decrecendo angina). Akut Koroner
Sindrom dapat didiagnosis, 2 dari 3 hal berikut yaitu nyeri dada angina, perubahan EKG dan
peningkatan enzim jantung.














23
DAFTAR PUSTAKA
1. Alim, Ahmad. (2008). Pocket ECG How to Learn ECG from Zero. Pengantar DR. H.
Budi Yuli Setianto., Sp.PD (K), Sp.JP (K), FIHA. Penerbit Intan Cendikia
2. Alwi, Idrus. (2006). Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. World Health Organization. (2006). Deaths from coronary heart disease. Diakses 13
Desember 2010 dari www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf
5. Santoso, M dan Setiawan, T. (2005). Penyakit Jantung Koroner. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam UKRIDA Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 147
6. Tanuwidjojo S, Rifqi S. (2003). Atherosklerosis from theory to clinical practice, Naskah
lengkap cardiology-update. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai