Anda di halaman 1dari 3

Muhammad Yanto - Gigih Mempertahankan

Sawah

PAK, tolong tunjukkan kepada kami bagaimana cara memasak
dan memakan buah kelapa sawit! Kalau Bapak bisa menunjukkan
caranya, kami siap mengganti tanaman padi di sawah kami dengan
tanaman kelapa sawit. Demikianlah kalimat yang keluar dari
Muhammad Yanto, petani di Desa Teluk Tamba, Kecamatan
Tabukan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, ketika
perusahaan perkebunan kelapa sawit melakukan sosialisasi
kepada warga.

Yanto, panggilan dia, tetap gigih mempertahankan tanaman padi dan
bersuara lantang ketika areal persawahan yang sudah puluhan tahun
digarap petani hendak dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa
sawit. Meskipun sejak tahun 2011 perusahaan perkebunan kelapa sawit
yang hendak membuka lahan gencar melakukan pendekatan kepada
warga, lelaki berkulit gelap ini sedikit pun tidak terpengaruh.
Saya bukan anti kelapa sawit. Silakan perusahaan menanam kelapa
sawit! Tetapi, jangan menanam kelapa sawit di sawah yang sudah kami
kerjakan selama bertahun-tahun, kata Yanto, petani berusia 55 tahun
ini.
Menurut Yanto, yang juga Ketua Kelompok Tani Dewi Sri, areal
persawahan yang dia pertahankan bersama rekan-rekannya seluas
2.393 hektar. Jika lahan sawah tersebut dialihfungsikan, ratusan petani
di Tabukan akan kehilangan mata pencarian.
Kami tak bisa lagi menanam padi dan melakukan panen raya, ucap
dia.
Dalam beberapa tahun terakhir, kata Yanto, petani di Tabukan selalu
melakukan panen raya. Dengan menanam padi unggul, mereka bisa
menghasilkan gabah kering sebanyak 8-9 ton per hektar. Panen
umumnya dilakukan petani dua kali dalam setahun.
Oleh karena itu, petani asal Blora, Jawa Tengah, ini ingin petani tetap
menjadi petani dan tidak dipaksa menjadi buruh di perusahaan
perkebunan kelapa sawit.
Jika petani menjadi buruh, petani tidak akan pernah sejahtera, ujar
dia.
Lebih sejahtera
Yanto begitu gigih mempertahankan sawah karena dia optimistis
kehidupan petani tanaman pangan lebih sejahtera daripada kehidupan
buruh perkebunan kelapa sawit. Pengalaman Yanto malang melintang
selama belasan tahun di perusahaan perkebunan kelapa sawit sebagai
buruh ternyata tak kunjung mengubah nasibnya.
Saya pernah bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit di
Sumatera selama 13 tahun, dari 1985 sampai 1998. Belasan tahun
menjadi buruh, saya merasa kehidupan kami tetap saja susah, tutur
bapak tiga anak ini.
Oleh karena merasa kehidupannya tak kunjung membaik selama
merantau di Sumatera, Yanto memutuskan kembali ke kampung
halamannya di Blora, Jawa Tengah. Dia pun kembali menjadi petani.
Tahun 2005, Yanto memboyong istri dan anaknya merantau ke
Kalimantan. Mereka bermukim di lokasi transmigrasi di Marabahan,
Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Setiba di tanah Kalimantan, Yanto kembali bekerja menggarap sawah,
sebagaimana yang dia kerjakan di kampung halaman di Blora. Bersama
masyarakat lokal yang sudah puluhan tahun mengerjakan sawah, dia
berbagi ilmu dalam mengolah sawah untuk bercocok tanam padi.
Petani setempat, yang sebelumnya mengusahakan sawah sekali dalam
setahun, mulai mengusahakan sawah dua kali dalam setahun. Mereka
pun menikmati panenan padi yang melimpah setiap waktu panen tiba.
Inilah yang membuat kami tidak mau menyerahkan sawah kami (untuk
dijadikan perkebunan kelapa sawit), kata Yanto.
Jika dikalkulasi, kata Yanto, penghasilan petani dari 1 hektar sawah
minimal Rp 5 juta per bulan. Rinciannya, 1 hektar sawah menghasilkan
gabah kering minimal 500 kaleng dalam sekali panen. Satu kaleng
berbobot sekitar 12 kilogram.
Harga gabah kering tersebut Rp 70.000 sampai Rp 80.000 per kaleng.
Jadi, petani bisa mendapatkan uang sebanyak Rp 35 juta sampai Rp
40 juta dalam enam bulan, tutur dia.
Menurut Yanto, petani di Tabukan mengusahakan sawah minimal 1
hektar. Bahkan, ada petani yang mengusahakan sawah seluas 4-5
hektar. Penghasilan yang diperoleh petani dari 1 hektar sawah saja
sudah jauh lebih besar daripada gaji buruh perusahaan perkebunan
kelapa sawit.
Sekarang, gaji buruh sawit hanya Rp 50.000 per hari, ujar petani yang
sering kali dicap oleh pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit
sebagai provokator ini.
Meski telah dicap sebagai provokator dan sering diteror, pria yang tidak
tamat sekolah dasar ini merasa tidak gentar. Dia tetap vokal saat
berdialog dengan unsur muspida (musyawarah pimpinan daerah) dan
humas perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terus melakukan
pendekatan terhadap petani.
Saya yakin bapak-bapak sekalian masih makan nasi dan belum ada di
antara bapak-bapak yang makan buah sawit. Oleh karena itu,
biarkanlah kami tetap menanam padi untuk menghasilkan nasi, kata
Yanto.
Mencari keadilan
Saat perusahaan perkebunan kelapa sawit gencar melakukan
pendekatan kepada petani karena telah mengantongi izin lokasi, Yanto
merasa perjuangannya semakin sulit. Dia pun mendatangi pejabat
pemerintahan pada dinas pertanian, dinas perkebunan, dan para wakil
rakyat yang berada di gedung DPRD kabupaten dan provinsi untuk
mencari keadilan dan menyampaikan aspirasi petani.
Sebagai orang kecil, kami tidak berdaya jika terus-menerus ditekan
oleh pihak perusahaan (perkebunan kelapa sawit). Oleh karena itu,
kami minta supaya para wakil rakyat dan pejabat di pemerintahan
memperhatikan nasib kami, kata Yanto.
Setelah mendatangi sejumlah kantor pemerintahan di tingkat kabupaten
dan provinsi, Yanto belum juga mendapatkan jawaban pasti mengenai
lahan yang mereka pertahankan. Tak urung, dia merasa resah. Apalagi
beberapa rekannya mulai ragu menggarap lahan karena khawatir
sawah mereka tiba-tiba digusur.
Yanto pun nekat. Pada Agustus 2013, dia bertolak ke Jakarta untuk
memperjuangkan hak petani. Di Jakarta, dia hanya ingin
menyampaikan bahwa petani tidak mau sawahnya dialihfungsikan.
Saya mendatangi kantor DPR dan beberapa kantor kementerian, ujar
dia.
Apakah semua upaya Yanto sudah membuahkan hasil? Sampai
sekarang belum ada kepastian, ucap dia lirih.
Meski demikian, Yanto mengajak rekan-rekannya sesama petani untuk
tetap menggarap sawah seperti biasa. Ia berharap seraya berdoa agar
Tuhan membukakan mata dan hati para penguasa di negara agraris
ini....

Sumber: Kompas/08 Agustus/2014

Anda mungkin juga menyukai