Pengertian (terminologi) infrastuktur dapat dilihat dari aspek engineering, ekonomi, social-politik, dan hokum. Di dalam konteks ini, maka pengertian infrastuktur akan dilihat dari sudut ekonomi dan hukum. Dari sudut pandang ekonomi, infrasuktur merupakan fasilitas publik yang melingkupi transportasi, jalan, pengairan, air minum dan sanitasi, telekomunikasi (telematika), listrik, dan pengangkutan migas.
Sedang pengertian hukum infrastuktur adalah peraturan (ketentuan) yang mengatur mengenai pembangunan konstruksi dari infrastuktur termasuk di dalamnya segi komersil dan kontrak (perjanjian) pembangunan infrastuktur. Pengertian tersebut diambil dari pola yang digunakan World Bank. Sesungguhnya pola yang digunakan World Bank tersebut diadopsi dari perkembangan hukum yang hidup dalam praktek sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Praktek hukum tersebut berangkat dari azas kebebasan berkontrak yang berlaku secara universal.
Agaknya Indonesia mengikuti pola yang digunakan World Bank. Hal ini dapat dilihat dari Konsideran dan Diktum DARI Keppres No. 81 tahun 2001, Perpres No.42 tahun 2005, Perpres No.42 tahun 2005, dan Perpres No. 67 tahun 2005.
Sebelum diterbitkannya ketentuan-ketentuan tersebut (di Era Orde Baru), secara formal tidak terdapat ketentuan yang jelas-jelas (eksplisit) mengatur mengenai infrastuktur. Selama hamper tiga dekade di Era Orde Baru, ketentuan pembangunan infrastruktur menggunakan norma-norma hukum publik yang berlaku umum (Kepres No. 16 tahun 1994 mengenai pengadaan barang dan jasa) dan undang-undang sektoral (antara lain: Undang-Undang Migas, Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Telekomunikasi, Keputusan-Keputusan Menteri PU, Ketua Bappenas, dll). Sedang kontrak-kontrak pembangunan infrastruktur (baik dari proyek-proyek