Anda di halaman 1dari 5

C.

Pembahasan
1. Peran Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu menurut Beerling (1988:1-4) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai
pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan. Filsafat ilmua erat kaitannya
dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta
bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M. Zainuddin 2006:21-22)
menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu: (1) filsafat ilmu adalah perumusan world view
yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan
tugas filsuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu; (2) filsafat ilmu adalah
eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para ilmuwan; (3) filsafat ilmu adalah suatu
disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan
diklasifikasikan; (4) filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut
jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut: (a) karakteristik apa yang membedakan penyelidikan
ilmiah dari tipe penyelidikan lain; (b) kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan
dalam penyelidikan alam; (c) kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan
ilmiah agar menjadi benar; (d) status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.
Pada masa renaissance dan aufklarung ilmu telah memperoleh kemandiriannya. Sejak itu pula
manusia merasa bebas, tidak terikat dengan dogma agama, tradisi maupun sistem sosial. Pada masa
ini perombakan secara fundamental di dalam sikap pandang tentang apa hakikat ilmu dan
bagaimana cara perolehannya telah terjadi. Ilmu yang kini telah mengelaborasi ruang lingkupnya
yang menyentuh sendi kehidupan umat manusia yang paling dasariah, baik individual maupun sosial
memiliki dampak yang amat besar, setidaknya menurut Koento (1988:5) ada tiga hal. Pertama, ilmu
yang satu sangat terkait dengan yang lain, sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu
terapan, antara teori dan praktik. Kedua, semakin kaburnya garis batas tadi sehingga timbul
permasalahan sejauhmana seorang ilmuwan terlibat dengan etika dan moral. Ketiga dengan adanya
implikasi yang begitu luas terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan
makna ilmu itu sendiri sebagai sesuatu yang membawa kemajuan atau malah sebaliknya.
Filsafat ilmu pengetahuan (theory of knowledge) di mana logika, bahasa, matematika termasuk
menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18. Dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang
menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indera), akal (verstand), budi (vernunft) dan
intuisi. Diselidiki pula arti evidensi serta syarat-syarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas
validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu. Dari sini
lantas muncul teori empirisme (John Lock), rasionalisme (Rene Descartes), Kritisisme (Immanuel
Kant). Positivisme (Auguste Comte), Fenomenologi (Husserl), Kontruktivisme (Feyeraband) dan
seterusnya. Sejalan dengan itu, masing-masing aliran ini atau disebut juga school of thought,
memiliki metodenya sendiri, sehingga metodologi menjadi bagian yang sangat menarik perhatian.
Filsafat ilmu menurut Roento Wibisono (1988:6) sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat
pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat. Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau
secara populer disebut dengan ilmu tentang ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahap
sekarang ini filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang
menyangkut juga etik dan heuristic, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap arti
dan makna bagi kehidupan umat manusia.
Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh
pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan bagaimana
dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa. Ontologi merupakan salah satu di antara
lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Sejak dini pikiran barat sudah
menunjukkan munculnya perenungan ontologisme, sebagaiamana Thales ketika ia merenungkan
dan mencari apa sesungguhnya hakikat yang ada (being) itu, yang pada akhirnya ia berkesimpulan,
bahwa asal usul dari segala sesuatu (yang ada) itu adalah air.
Ontologi menurut Jujun (1986:2) merupakan azas dalam menetapkan batas ruang lingkup wujud
yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika). Ontologi
meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang ada
(being) itu. Paham idealism atau spiritualisme, materialism, pluralism dan seterusnya merupakan
paham ontologism yang akan menentukan pendapat dan bahkan keyakinan kita masing-masing
tentang apa dan bagaimana kebenaran dan kenyataan yang hendak dicapai oleh ilmu itu.
Aliran monoisme, berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu. Bagi yang berpendapat bahwa yang
ada itu serba spirit, ideal, serba roh, maka dikelompokkkan dalam aliran monoisme-idealisme. Plato
adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide
merupakan kenyataan yang sebenarnya. Aliran dualism, menggabungkan antara idealism dan
materialism dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber,
yaitu hakikat materi dan hakikat rohani. Descartes bisa digolongkan dalam aliran ini. Aliran pluralism,
manusia adalah makhluk yang tidak hanya terdiri dari jasmani dan rohani, tetapi juga tersusun dari
api, tanah dan udara yang merupakan unsur substansial dari segala wujud. Aliran agnotisime
mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat materi maupun hakikat rohani.
Mereka juga menolak suatu kenyataan yang mutlak yang bersifat transenden.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal muasal, metode-metode dan sahnya ilmu
pengetahuan. Menurut Harold Titus et.l., (1984:187-188) terdapat tiga persoalan pokok dalam
bidang epistemologi antara lain: (1) apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah datangnya
pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?; (2) Apakah sifat dasar
pengetahuan itu? Apa ada dunia yang benar-benar di luar pikiran kita? Dan kalau ada, apakah kita
bisa mengetahuinya?; (3) apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan
yang benar dan yang salah?.
Secara umum pertanyaan epistemologi menyangkut dua macam, yakni epistemologi kefilsafatan
yang erat hubungannya dengan psikologi dan pertanyaan semantik yang menyangkut hubungan
antara pengetahuan dengan objek pengetahuan tersebut. Epistemologi meliputi tata cara dan
sarana untuk mencapai pengetahuan. Perbedaan mengenai pilihan ontologik akan mengakibatkan
perbedaan sarana yang akan digunakan yaitu: akal, pengalaman, budi, intuisi atau sarana yang lain.
Ditunjukkan bagaimana kelebihan dan kelemahan suatu cara pendekatan dan batas validitas dari
suatu yang diperoleh melalui suatu cara pendekatan ilmiah.
Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh
pengetahuannya berdasarkan pertama, kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi
yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun;
kedua,imenjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, dan ketiga
melakukan verifikasi terhadap hipotesis tersebut untuk menguji kebenaran pernyataannya secara
faktual. Secara akronim metode ilmiah terkenal sebagai logico-hypotetico-verificative atau deducto-
hypotetico-verificative.
Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan
penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empirik berarti evaluasi secara objektif dari
suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk
kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis. Demikian juga verifikasi faktual terbuka atas
kritik terhadap kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Befikir ilmiah berbeda
dengan kepercayaan religius yang memang didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan, tetapi
dalam cara berfikir ilmiah didasarkan atas dasar prosedur ilmiah.
Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisme,
yang pada gilirannya kemudian muncul beberapa isme lain, misalnya: rasionalisme kritis (kritisisme),
fenomenalisme, intuitisme dan positivisme.
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang pada umumnya ditinjau dari
sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai
kebenaran kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materil dan
kawasan simbolik yang masing-masing menunjukkan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu,
aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu
di dalam menerapkan ilmu ke dalam praksis.
Pertanyaan mengenai aksiologi menurut Kattsoff (1987:331) dapat dijawab melalui tiga cara.
Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai itu
merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya
tergantung kepada pengalaman mereka. Kedua, nilai-nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi
ontologisme namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi
logis dan diketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan objektivisme logis. Ketiga, nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang demikian ini disebut objektivisme
metafisik.
Dalam pendekatan aksiologis ini, Jujun (1986:60) menyebutkan, bahwa pada dasarnya ilmu harus
digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini maka ilmu menurutnya
dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk
kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan
secara komunal dan universal. Komunal berarti, bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi
milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya sesuai dengan
komunisme. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parokial seperti ras, ideologi
atau agama. Tidak ada ilmu Barat dan tidak ada ilmu Timur.
D. Metode Penelitian
Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan
pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode
ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah
yang sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan menurut Soetriono dan SRDm Rita
Hanafie (2007:157) sebagai berikut:
1. Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah.
2. Menyusun kerangka pemikiran (logical construct).
3. Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah).
4. Menguji hipotesis secara empirik.
5. Melakukan pembahasan.
6. Menarik kesimpulan.
Tiga langkah pertama merupakan metode penelitian, sedangkan langkah-langkah selanjutnya
bersifat teknis penelitian. Dengan demikian maka pelaksanaan penelitian menyangkut dua hal, yaitu
hal metode dan hal teknis penelitian. Namun secara implisit metode dan teknik melarut di
dalamnya.
Mencari, merumuskan dan mengidentifikasi masalah, yaitu menetapkan masalah penelitian, apa
yang dijadikan masalah penelitian dan apa obyeknya. Menyatakan obyek penelitian saja masih
belum spesifik, baru menyatakan pada ruang lingkup mana penelitian akan bergerak. Sedangkan
mengidentifikasi atau menyatakan masalah yang spesifik dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
penelitian (research question), yaitu pertanyaan yang belum dapat memberikan penjelasan
(explanation) yang memuaskan berdasarkan teori (hukum atau dalil) yang ada. Misalnya menurut
teori dinyatakan bahwa tidak semua orang akan bersedia menerima suatu inovasi, sebab ada
golongan penolak inovasi (laggard). Tetapi pada kenyataannya (faktual) terdapat inovasi yang mudah
diterima sehingga tidak mungkin ada golongan yang menolaknya (laggard). Oleh karena itu
pertanyaan penelitiannya dapat diidentifikasikan pada situasi mana atau pada kondisi mana tidak
ada golongan laggard. Dengan mengidentifikasi situasi atau kondisi yang memungkinkan atau tidak
memungkinkan secara lebih lanjut berarti telah merumuskan masalah penelitian.
Cara yang paling sederhana untuk menemukan pertanyaan penelitian (research question) adalah
melalui data sekunder. Wujudnya berupa beberapa kemungkinan misalnya:
a. Melihat suatu proses dari perwujudan teori.
b. Melihat linkage dari proposisi suatu teori, kemudian bermaksud memperbaikinya.
c. Merisaukan keberlakuan suatu dalil atau model di tempat tertentu atau pada waktu tertentu.
d. Melihat tingkat informative value dari teori yang telah ada. Kemudian bermaksud
meningkatkannya.
e. Segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang telah ada atau belum dapat
dijelaskan secara sempurna.
Menyusun kernagka pemikiran yaitu mengalirkan jalan pikiran menurut kerangka yang logis atau
menurut logical construct. Hal ini tidak lain dari mendudukperkarakan masalah yang diteliti
(diidentifikasi) dalam kerangka teoretis yang relevan dan mampu menangkap, menerangkan, serta
menunjukkan perspektif terhadap masalah itu. Upaya ditujukan untuk menjawab atau menerangkan
pertanyaan peneltian yang diidentifikasi.
Cara berpikir (nalar) kea rah memperoleh jawaban terhadap masalah yang diidentifikasi ialah dengan
penalaran deduktif. Cara penalaran deduktif ialah cara penalaran yang berangkat dari hal yang
umum (general) kepada hal-hal yang khusus (spesifik). Hal-hal yang umum ilah teori/dalil/hukum,
sedangkan hal yang bersifat khusus (spesifik) tida lain adalah masalah yang diidentifikasi.
Merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan kerangka
pemikiran, berupa proposisi deduksi. Merumuskan berarti membentuk proposisi yang sesuai dengan
kemungkinan-kemungkinan serta tingkat-tingkat kebenarannya. Bentuk-bentuk proposisi menurut
tingkat keeratan hubungannya (linkage) serta nilai-nilai informasinya (informative value). Jika dikaji
kembali kalimat-kalimat proposisi, baik berupa teori maupun hipotesis, ternyata kalimat-kalimat itu
mengandung juga komponen, yaitu komponen antiseden, konsekuen, dan depedensi.
Nenguji hipotesis ialah membandingkan atau menyesuaikan (matching) segala yang terkandung
dalam hipotesis dengan data empirik. Pembandingan atau penyesuaian itu pada umumnya
didasarkan pada pemikiran yang beranggapan bahwa di alam ini suatu peristiwa mungkin tidak
terjadi secara tersendiri. Dengan kata lain, suatu sebab mungkin akan menimbulkan beberapa
akibat, atau mungkin pula suatu akibat ditimbulkan oleh beberapa penyebab.
Pengujian hipotesis dalam penelitian mutakhir mempergunakan metode matematika/statistika,
dengan mempergunakan rancangan uji hipotesis yang telah tersedia. Dengan kata lain, peneliti
tinggal memilih rancangan uji mana yang tepat dengan hipotesisnya. Meskipun demikian jika peneliti
tidak memahami sifat-sifat data/informasi (variabel) yang akan diukur maka akan sulit baginya untuk
memilih rancangan uji statistik.
Membahas dan menarik kesimpulan. Dalam membahas sudah termasuk pekerjaan interpretasi
terhadap hal-hal yang ditemukan dalam penelitian. Dalam interpretasi, pikiran kita diarahkan pada
dua titik pandang. Pertama, kerangka pemikiran yang telah disusun, bahkan ini harus merupakan
frame of work pembahasan penelitian. Kedua, pandangan diarahkan ke depan, yaitu mengaitkan
kepada variabel-variabel dari topic aktual. Pembahasan tidak lain adalah mencocokkan deduksi
dalam kerangka pemikiran dengan induksi dari empiric (hasil pengujian hipotesis), atau pula kepada
induksi yang diperoleh orang lain (hasil penelitian orang lain) yang relevan. Bagaimana hasil dari
mencocokkan ini, apakah cocok (parallel atau analog), atau sebaliknya (bertentangan atau
kontradiktif). Apabila ternyata bertentangan atau tidak cocok maka perlu dilacak di mana letak
perbedaan atau pertentangan itu dan apa kemungkinan penyebabnya.
Hasil pembahasan tidak lain ialah kesimpulan. Kesimpulan penelitian adalah penemuan-penemuan
dari hasil interpretasi dan pembahasan. Penemuan dari interpretasi dan pembahasan harus
merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian sebagai masalah, atau sebagai bukti dari
penerimaan terhadap hipotesis yang diajukan. Pernyataan-pernyataan dalam kesimpulan
dirumuskan dalam kalimat yang tegas dan padat, tersusun dari kata-kata yng baik dan pasti,
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda (apa yang dimaksud oleh
peneliti harus ditafsirkan sama oleh orang lian). Pernyataan tersusun sesuai dengan identifikasi
masalah tau dengan susunan hipotesisnya.
E. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa uraian dan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Filsafat ilmu perlu didekati secara historis-kronologis untuk menagkap struktur prosesialnya dan
secara sistematik-filosofis untuk menagkap struktur esensialnya.
2. Struktur prosesial mencakup Sembilan langkah sistematik yaitu: Tahap Pra Penelitian (identifiksi
masalah, penetapan tujuan penelitian/tercapainya ilmu, instrospeksi dan skeptif). Tahap Proses
Penelitian (tahap ontologisme dasar/asumsi dasar). Tahap Epistemologis (metodologi/sarana dan
cara mencapai ilmu, penyimpulan, aplikasi ilmu praksis dan tercapainya sebagai pembuktian dan
ilmu final). Tahap Akhir (tercapainya kebahagiaan abadi)
3. Metode penelitian menurut metode ilmiah sebagai prosedur atau langkah-langkah teratur yang
sistematis dalam menghimpun pengetahuan untuk dijadikan ilmu yang meliputi masalah, kerangka
pemikiran, hipotesis, uji hipotesis, pembahasan dan kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai