BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR 2014 Selasa, 5 Agustus 2014 2014 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat diperlukan adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum (VeR) atau lebih sering disingkat visum saja. Melalui jalur inilah umumnya terjalin hubungan antara pihak yang membuat dan memberi bantuan dengan pihak yang meminta dan menggunakan bantuan.Visum adalah jamak dari visa, yang berarti dilihat dan repertum adalah jamak dari repere yang berarti ditemukan atau didapati, sehingga terjemahan langsung dari VeR adalah yang dilihat dan ditemukan.(Amir, 2005) Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak zaman belanda dan sudah demikian menyatu dalam bahasa indonesia dalam kehid upan sehari-hari. Jangankan kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat sendiri pun akan segera menyadari bahwa visum pasti berkaitan dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk kepentingan polisi dan pengadilan. Di Belanda sendiri istilah ini tidak dipakai.(Amir, 2005)
Ada usaha untuk mengganti istilah VeR ini ke bahasa Indonesia seperti yang terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah keterangan dan keterangan ahli pengganti visum. Namun, usaha demikian tidak banyak berguna karena sampai saat ini ternyata istilah visum tetap saja dipakai oleh semua kalangan.(Amir, 2005) Baik didalam Kitab Hukum Acara Pidana yang lama, yaitu RIB (Reglemen Indonesia yang diper-Baharui) maupun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada satu pasal pun yang memuat perkataan VeR. Hanya didalam lembaran negara tahun1937 no.350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara- perkara pidana.(Idries, 1997) Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas, setiap bulan ada ratusan pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat visum yang diminta oleh penyidik. (Amir, 2005)
3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Visum et Repertum Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. (Budiyanto, 1997) 2.2 Dasar Hukum Visum et Repertum Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undah Hukum Acara Pidana(KUHAP)Pasal 133 (Budiyanto, 1997): (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secaratertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan lukaatau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 2.3 Fungsi dan Peran Visum et Repertum Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti. (Budiyanto, 1997) Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga dengan membaca Visum et Repertum,dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh/jiwa manusia. (Budiyanto, 1997) Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduknya persoalan di sidang Pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. 2.4 Jenis-jenis Visum et Repertum Dengan konsep visum et repertum di atas, dikenal beberapa jenis visum etrepertum, yaitu (Budiyanto, 1997): a. Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan) Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka/sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik/pejabat kepolisian, sehingga mereka datang dengan membawa serta surat permintaan visum et repertum. Sedangkan para korban dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan visum et repertumnya akan datang terlambat. Keterlambatan surat permintaan Visum et repertum ini dapat diperkecil dengan diadakannya kerjasama yang baik antara dokter/institusi kesehatan dengan penyidik/instansi kepolisian. Perlu diingat bahwa luka-luka tersebut dapat juga timbul akibat kecelakaan atau usaha bunuh diri. Berdasarkan ketentuan dalam KUHP, penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan, sebagaimana bunyi pasal 352 KUHP. Umumnya, yang dianggap sebagai hasil dari penganiayaan ringan adalah korban dengan tanpa luka atau dengan luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya/yang tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu. Luka-luka tersebut kita masukkan ke dalam kategori luka ringan atau luka derajat satu. Oleh karena batasan luka ringan sudah disebutkan diatas, maka semua keadaan yang lebih berat dari luka ringan dimasukkan ke dalam batasan sakit atau luka. Selanjutnya dokter tinggal membaginya ke dalam kategori luka sedang (luka derajat dua) dan luka berat (luka derajat tiga). KUHP pasal 90 telah memberikan batasan tentang luka berat yaitu : jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh saama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; yang menyebabkan seseorang terus-menerus tidak mampu untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian; yang menyebabkan kehilangan salah satu panca indera; yang menimbulkan cacat berat; yang mengakibatkan terjadinya keadaan lumpuh; terganggunya daya pikir srlama empat minggu atau lebih serta terjadinya gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. Dengan demikian keadaan yang terletak di antara luka ringan dan luka berat adalah keadaan yang dimaksud dengan luka sedang. Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan dokter sebaiknya menentukan juga derajat keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka. b. Visum et repertum kejahatan susila Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur. Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya persetubuhan, adanya kekerasan (termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak berdaya) serta usia korban. Selain itu dokter juga diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan dan kelainan psikiatrik/kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan. Pembuktian adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan fisik terhadap kemungkinan adanya deflolarasi himen, laserasi vulva atau vagina, serta adanya cairan mani dan sel sperma dalam vagina terutama dalam forniks posterior. Pembuktian adanya sel sperma dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan usap vagina, baik langsung maupun dengan pewarnaan khusus. Selain sel sperma, adanya ejakulat juga dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium khusus untuk cairan mani. Adanya penyakit hubungan seksual atau kehamilan memperkuat adanya persetubuhan, meskipun tidak diketahui saat terjadinya. Jejak kekerasan harus dicari tidak hanya di daerah perineum, melainkan juga daerah-daerah lain yang lazim, seperti wajah, leher, payudara, perut, dan paha. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan bila ada kecurigaan ke arah tersebut, baik yang didapat dari anamnesa maupun dari pemeriksaan fisik. Dalam kesimpulan visum et repertum korban kejahatan susila diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin, menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada atau tidak tanda kekerasaan. c. Visum et repertum jenasah Jenasah yang akan dimintaakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap jabatan, yang diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainya. Pada surat permintaan visum et repertumnya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenazah, ataukah pemeriksaan autopsi (bedah mayat). Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi pemeriksaan luar jenazah, tanpa melakukan tindakan yang merusak keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan dilakukan dengan teliti dan sistemik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup jenazah, perhiasan, ciri- ciri umum identitas, tanda-tanda tanatologik, gigi-geligi, dan luka atau cedera atau kelainan yang ditemukan di seluruh bagian luar. Kemudian dilakukan pemeriksaan bedah jenazah menyeluruh dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Kadang kala dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologik, toksikologik, serologik dsb. Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian korban, selain jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan saat kematian seperti tersebut di atas. d. Visum et repertum psikiatrik Visum et repertum psikiatrik diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana visum et repertum lainnya. Selain itu, visum et repertum psikiatrik menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Oleh karena visum et repertum psikiatrik menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila pembuat visum et repertum psikiatrik ini hanya dokter spesialis psikiatrik yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum. 2.5 Struktur Visum et Repertum Visum et repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari(Budiyanto, 1997) :
1. Pro justitia Kata pro justitia diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum. 2. Pendahuluan Kata Pendahuluan sendiri tidak ditulis di dalam visum et repertum, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et repertum dan institusi kesehatannya, instansi penyedik pemintanya berikut nomor dan tanggal permintaanny, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa. 3. Pemberitaan Bagian ini berjudul hasil pemeriksaan dan berisi hasil pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranyaa, tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya selesai pengobatan/perawatan. Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka di uraikan keadaan seluruh alat-dalam yang berkaitan dengan perkara dan matinya orang tersebut. 4. Kesimpulan Bagian ini berjudul kesimpulan dan berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab kematiannya. 5. Penutup Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku Demikianlah Visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Daftar pustaka Amir, Prof. Dr. Amri. 2005. Rangkaian ilmu kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Percetakan Ramadan : Medan. Afandi. 2010. Visum et Repertum pada korban Hidup. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal: FK UNRI Budiyanto, Arif dkk, 1997, Ilmu kedokteran forensik, bagian kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Idries, Dr. Abdul Munim. 1997. Pedoman Ilmu kedokteran Forensik. Edisi pertama Binapuraa Aksara : Jalarta Barat