Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Anemia dan Peranan

Erythropoietin


Penulis: Neng Herawati


anyak orang berasumsi, bahwa
anemia merupakan penyakit
kurang darah, 5L (lesu, lemah,
letih, lunglai dan loyo) adalah
serangkaian gejalanya. Untuk
mengatasi gejala ini di televisi
ataupun media-media cetak sering
kita lihat berbagai iklan produk-
produk antianemia yang dapat
dengan mudah dibeli di pasaran.
Masalahnya, apakah benar anemia
yang dipahami secara medis cukup
hanya diatasi dengan
mengkonsumsi obat antianemia
saja. Tentu jawabannya tidak
sesederhana itu. Secara ilmiah
anemia adalah suatu keadaan
dimana jumlah sel darah merah atau
jumlah Hemoglobin (protein
pembawa oksigen) dalam sel darah
merah berada di bawah normal
(kadar Hb<10g/dl). Sel darah merah
membawa oksigen (O
2
) dari paru-
paru ke jaringan dan organ-organ
tubuh yang akan digunakan sebagai
energi. Tanpa Oksigen jaringan dan
organ-organ ini (khususnya hati dan
otak) tidak dapat melaksanakan
tugas dengan semestinya. Untuk
alasan inilah mengapa orang yang
terkena anemia lebih mudah lelah
dan kelihatan pucat. Anemia
menyebabkan berkurangnya jumlah
sel darah merah atau jumlah
Hemoglobin (Hb) dalam sel darah
merah, sehingga darah tidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah
sesuai yang diperlukan tubuh.










Hemoglobin adalah pigmen yang
membuat sel darah berwarna merah
yang pada akhirnya akan membuat
darah manusia berwarna merah.
Menurut fungsinya, Hemoglobin
merupakan media transport oksigen
dari paru paru ke jaringan tubuh.
Seperti kita ketahui bersama,
oksigen merupakan bagian
terpenting dari metabolisme tubuh
untuk menghasilkan energi.
Hemoglobin juga berfungsi
membawa Karbondioksida hasil
metabolisme dari jaringan tubuh ke
paru paru untuk selanjutnya
dikeluarkan saat bernafas. Orang
dengan kadar Hemoglobin yang
rendah disebut dengan istilah
anemia. Saat kadar Hemoglobin
rendah maka jumlah sel darah
merah pun akan rendah. Demikian
pula halnya dengan nilai hematokrit.
Bila terjadi anemia transportasi
oksigen akan terganggu dan
jaringan tubuh orang yang anemia
akan mengalami kekurangan
oksigen guna menghasilkan energi
Ada tiga tingkat kandungan
Hb dalam darah, yaitu optimal,
fungsional dan minimal. Disebut
optimal jika kadarnya 12g/dl. Pada
keadaan ini, tubuh bisa berfungsi
B
35 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
secara wajar akan tetapi jika
jumlahnya berkisar 10-12g/dl
disebut anemia ringan, dimana
tubuh sebenarnya masih bisa
berfungsi akan tetapi fungsinya tidak
optimal. Namun jika kadar Hb<8g/dl,
tubuh akan mengalami proses
disfungsi (gangguan fungsi).
Hemoglobin
adalah pigmen
yang membuat sel
darah berwarna
merah yang pada
akhirnya akan
membuat darah
manusia berwarna
merah.
Anemia menyebabkan
kelelahan, sesak nafas dan pusing.
Orang yang menderita anemia
merasa badannya kurang enak
dibandingkan orang dengan tingkat
Hb yang wajar. Mereka merasa
lebih sulit untuk bekerja. Ini berarti
mutu hidupnya lebih rendah.
Anemia didefenisikan oleh tingkat
Hb. Sebagian besar dokter sepakat
bahwa Hb dibawah 6,5g/dl
menunjukkan anemia yang gawat.
Tingkat Hb yang wajar sedikitnya
adalah 12g/dl untuk perempuan dan
14g/dl untuk laki-laki. Secara umum,
perempuan mempunyai tingkat Hb
yang lebih rendah dibandingkan
laki-laki. Begitu juga dengan orang
yang sangat tua atau yang sangat
muda. J angan pernah menganggap
bahwa jika anda lelah, maka kondisi
ini bisa diatasi dengan cukup
mengkonsumsi suplemen besi.
Asupan besi yang berlebihan belum
tentu memberikan kekuatan, malah
bisa jadi malapetaka.

Apa penyebab Anemia?
Anemia dapat terjadi bila
tubuh kita tidak membuat sel darah
merah secukupnya.Sumsum tulang
membuat sel darah merah sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh tubuh.
Proses ini membutuhkan vitamin B
12

dan Asam folat. Erythtropoetin
(EPO) adalah hormon yang
merangsang pembuatan sel darah
merah dan diproduksi oleh
ginjal.Penyebab umum dari anemia
disebabkan oleh perdarahan hebat
antara lain sebagai berikut: akut
(mendadak), kecelakaan,
pembedahan, persalinan, pecah
pembuluh darah, kronik (menahun),
perdarahan hidung, wasir
(hemoroid), ulkus peptikum, kanker
atau polip di saluran pencernaan,
tumor ginjal atau kandung kemih
dan perdarahan menstruasi yang
sangat banyak.

Di bawah ini adalah pembagian
jenis-janis anemia berdasarkan
faktor penyebabnya:
1) Anemia karena defisiensi
besi
Diatasi dengan pemberiaan
suplemen dan
mengkonsumsi makanan
yang kaya zat besi,
contohnya: daging sapi
atau kambing, buncis,
sereal yang diperkaya besi,
dan kacang-kacangan.
2) Anemia karena defisiensi
vitamin B12 dan Asam folat
Kekurangan kedua vitamin
ini menyebabkan sumsum
tulang memproduksi sel
darah merah yang
berukuran sangat besar.
Bagaimanapun ukuran sel
bukan tolak ukur pada
kemampuannya dalam
membawa lebih banyak
oksigen. Anemia jenis ini
dapat diatasi dengan
pemberian injeksi vitamin
B12. sedangkan
kekurangan folat bisa
diatasi dengan pemberian
suplemen folat. Sumber
makanan yang
mengandung vitamin B12
adalah daging dan produk
olahan susu.
3) Anemia karena penyakit
kronik
Tidak ada pengobatan
spesifik untuk anemia jenis
ini. Dokter akan berusaha
mengatasi penyakit yang
mendasarinya. J ika
kondisinya sangat parah
diperlukan transfusi darah.
4) Anemia Aplastik
Organ penting dalam
pembentukan sel darah
merah adalah sumsum
tulang. Fungsinya
memproduksi semua jenis
sel darah, mulai sel darah
merah, darah putih dan
trombosit (keping darah).
Seandainya organ tersebut
gagal dalam menjalankan
fungsinya, maka
mengakibatkan anemia
aplastik. Angka kematian
pada anemia aplastik
sangat tinggi, terutama
pada anemia aplastik
berat. Biasanya kematian
disebabkan oleh infeksi
dan perdarahan. Pada tipe
berat ini penderita bisa
sembuh jika dilakukan
transplantasi sumsum
tulang dan harus
menggunakan obat-obatan
penekan sistem kekebalan
(immunosupressan)
seumur hidup. Pada jenis
yang tidak parah,
kombinasi imunosupressan
(steroid) dan siklosporin.
Pada anemia aplastik,
transfusi darah memang
menbantu, namun sifatnya
simptomatik artinya hanya
mengatasi gejala saja,
akan tetapi anemia tetap
berulang.
5) Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik adalah
anemia yang terjadi karena
meningkatnya
penghancuran sel darah
merah. Dalam keadaan
normal, sel darah merah
mempunyai waktu hidup
120 hari. J ika menjadi tua,
sel pemakan dalam
sumsum tulang, limpa dan
hati dapat mengetahuinya
kemudian berusaha untuk
merusaknya. J ika suatu
penyakit menghancurkan
sel darah merah sebelum
waktunya (hemolisis),
sumsum tulang berusaha
menggantinya dengan
mempercepat
pembentukan sel darah
yang baru, sampai 10x
kecepatan normal. J ika
penghancuran sel darah
merah melebihi
pembentukannya, maka
akan terjadi anemia
36 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
hemolitik. Ada juga obat-
obatan yang merangsang
terjadinya jenis anemia ini,
seperti obat tuberculosis,
yaitu rifampisin (antibiotik
golongan koinolin) yang
mempunyai antibodi
menempel di sel darah
merah meluruh (lisis).
6) Anemia sel bulan sabit
(sicle cell anemia)
Anemia tipe ini merupakan
anemia yang diturunkan
(herediter).
Permasalahannya terdapat
pada sel darah merah.
Pada kondisi normal
bentuk sel darah merah
fleksibel dan bulat,
sedangkan pada penderita
sickle cell anemia sel darah
merah menjadi kaku &
lengket. Bentuknya juga
tidak lagi bulat, melainkan
berbentuk sickle (sabit).
Bentuk yang ireguler ini
akan mati prematur,
mengakibatkan kondisi
kekurangan sel darah
merah yang kronik. Kasus
ini terutama terjadi pada
ras Afrika dan Arab.


















Sumber makanan yang dianjurkan untuk penderita anemia

Anemia pada gagal ginjal dan
peran EPO
Anemia umumnya terjadi
pada orang yang menderita penyakit
ginjal. Ginjal yang sehat
memproduksi sebuah hormon yaitu
Erythropoietin (EPO),
yang menstimulasi
sumsum tulang untuk
memproduksi sel-sel
darah merah yang
dibutuhkan untuk
membawa oksigen
ke organ-organ vital.
Ginjal yang tidak
normal, tidak bisa
memproduksi cukup
EPO. Akibatnya
sumsum tulang
hanya memproduksi
sedikit sel darah
merah. Anemia pada
gagal ginjal mulai
terjadi pada tahap-tahap awal
penyakit, yaitu ketika penderita
masih memiliki 20-50% dari fungsi
ginjal normal. Bagaimana anemia
didiagnosis? J ika seseorang
kehilangan setengah dari fungsi
ginjalnya dan memiliki hematokrit
rendah, maka kasus ini disebut
anemia yang disebabkan
kekurangan EPO.

Erythropoietin (EPO)
Pada tahun 1906, Paul
Carnot seorang professor
kedokteran di Paris bersama
dengan asistennya Deflandre
mengemukakan sebuah ide bahwa
proses eritropoiesis diregulasi oleh
hormon. Carnot & Deflandre
melengkapi eksperimennya dengan
menjelaskan bahwa terjadinya
peningkatan sel darah merah pada
kelinci dipicu oleh adanya faktor
hemotopic yang disebut
hemopoetin. Selanjutnya penelitian
ini dilanjutkan oleh Eva Bonsdorff
dan Eeva J alavisto, hasilnya
diungkapkan bahwa faktor
hemopoetic itu adalah Eritropoietin.
Studi selanjutnya adalah menyelidiki
keberadaan EPO yang dilakukan
oleh Reissman & Erslev. Hasilnya
diperoleh kesimpulan bahwa ada
sebuah senyawa kimia khusus yang
disirkulasi dalam darah dan dapat
37 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
menstimulasi produksi sel darah
merah serta meningkatkan
hematokrit (ukuran yang
menentukan seberapa banyak
jumlah sel darah merah dalam satu
mililiter darah atau dengan kata lain
perbandingan antara sel darah
merah dengan komponen darah
yang lain). Senyawa kimia tersebut
akhirnya dipurifikasi dan
dipublikasikan sebagai Erytropoietin.
Penemuan ini memberi angin segar
dan memperkaya khazanah dalam
pengobatan anemia.
Ahli hematologi Dr. J ohn Adamson
dan Dr. J oseph W.Eshbach melihat
adanya peranan EPO dalam
pembentukan sel-sel darah merah,
sehingga dianggap sangat
menguntungkan digunakan untuk
terapi gagal ginjal. Lin et al pada
tahun 1985 telah mengisolasi gen
human Erytropoietin kemudian
megkarakterisasinya. Hasil
penelitiannya adalah menyebutkan
bahwa gen EPO mengkode
produksi pada sel-sel mamalia yang
juga mempunyai aktivitas biologi
baik in vivo maupun in vitro. Dengan
adanya penemuan ini semakin
membuka peluang untuk produksi
skala industri rekombinan human
Erythropoietin (RhEPO) sebagai
agen terapi untuk penderita anemia.
Sekuens asam aminonya
pertama kali dipetakan pada tahun
1983. EPO berikatan dengan gugus
gula (glikosilasi). EPO terglikosilasi
memiliki 3 tipe: alfa (jenis paling
umum digunakan untuk obat-obatan
hewan), beta (secara klinis memiliki
kemanjuran yang sama dengan tipe
alfa) dan Darbepoietin. Sel-sel ginjal
yang membuat EPO adalah khusus
sehingga mereka peka pada tingkat-
tingkat oksigen yang rendah di
dalam darah yang mengalir melalui
ginjal. Sel-sel ini membuat dan
melepaskan EPO ketika tingkat
oksigen terlalu rendah. Tingkat
oksigen yang rendah mungkin
mengindikasikan Anemia.


















Gambar di atas menjelaskan bahwa
pada kondisi normal tubuh kita
memiliki jumlah sel darah merah
yang cukup, namun jika sel darah
merah tersebut berkurang (rendah)
maka akan menyebabkan terjadinya
anemia yang juga menyebabkan
tidak cukupnya persediaan oksigen
di dalam tubuh, kondisi ini disebut
Hypoxia. Di dalam ginjal diproduksi
sejenis hormon yang disebut
Errythropoietin (EPO).Erythropoietin
adalah protein yang mengontrol
proses eritropoiesis dan dihasilkan
oleh ginjal yang dapat menstimulasi
pembentukan sel-sel darah merah
oleh sumsum tulang (bone marrow).
Terkadang tubuh tidak bisa
membuat cukup EPO sehingga sel
darah merah tidak bisa diproduksi
EPO merupakan obat yang
telah disetujui oleh badan
administrasi obat & makanan (FDA)
yang dapat digunakan untuk
mengobati rendahnya jumlah sel
darah merah (anemia). Anemia
yang menggunakan EPO sebagai
agen terapinya adalah jenis anemia
yang disebabkan oleh kanker, gagal
ginjal atau untuk terapi AIDS. EPO
juga bisa digunakan untuk
meningkatkan jumlah sel darah
merah pada pasien yang menderita
kurang darah (anemic) serta pasien
yang telah menjalani operasi,
sehingga mengurangi resiko akibat
transfusi darah.
. Obat EPO sintetik dapat
diberikan karena memiliki aktivitas
yang sama dengan EPO alami yaitu
bisa meningkatkan produksi sel
darah merah. EPO bekerja
menstimulasi sumsum tulang untuk
memproduksi lebih banyak sel
darah merah. Pasien membutuhkan
asupan besi yang cukup di dalam
tubuh agar EPO bisa bekerja
dengan baik. J ika pasien
mempunyai kadar besi rendah,
maka dokter akan
merekomendasikan tablet-tablet
sumber zat besi secara oral.
Meningkatnya jumlah sel darah
merah dapat dilihat dalam 2-6
minggu sejak dimulainya terapi pada
pasien kanker. Ketika jumlah sel
darah merah meningkat, secara
umum pasien akan merasa lebih
baik. Pada prinsipnya terapi EPO
pada pasien bertujuan untuk
meningkatkan produksi sel darah
38 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
merah dam mengurangi kebutuhan
akan transfusi darah.



We are
drowning in
information
but starved
for
knowledge.


(John Naisbitt)



Daftar Pustaka

http://www.helpfulhealthtips.com
http://www.antidopingresearch.org
http://www.noblood.org
http://en.wikipedia.org/wiki/Erythrop
oietin
Majalah kesehatan keluarga
DOKTER KITA edisi 2 th II februari,
2007


*Neng Herawati, S.Si
Biologi Molekuler
Staf Peneliti Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI



Resensi



Pasca Genomic dan Molecular Farming:Biologi
Molekuler Untuk Produksi Obat-Obatan dan
Mendukung Ketahanan Pangan
Bogor: Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2008.
v + 134 hlm. ; ilus.; 23 cm.

Teknologi DNA rekombinan dan genetika molekuler (molecular genetics) yang
merupakan ujung tombak dari biologi molekuler sangat fundamental peranannya
terhadap kemajuan bioteknologi modern. Kemampuan memanipulasi materi genetik dan
mentransformasikannya pada sistem yang tepat memungkinkan kita untuk memproduksi
protein rekombinan yang dapat berfungsi sebagai terapetik, vaksin ataupun diagnostik
dengan lebih efisien. Beberapa topik yang dibahas antara lain: human erythropoietin
(hEPO), human granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF), vaksin hepatitis B, protein
M2 dan anti flavivirus berbasis inhibitor enzim RNA helicase dibahas lebih mendalam.
Buku ini merupakan kumpulan dari hasil kegiatan Program Kompetitf LIPI 2008 Sub
Program Pasca Genomic dan Molecular Farming.
(Ludya Arica Bakti)

39 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009

Anda mungkin juga menyukai