Anda di halaman 1dari 4

Burung Pipit yang Sombong

Di hutan ada seekor burung, Pipit namanya. Ia tinggal sendirian di rumah. Ayah dan
ibunya sudah meninggal. Pipit mempunyai sifat sombong. Ia tak pernah membantu
orang lain, saat orang lain meminta pertolongannya. Ia juga suka pamer barang-
barang baru yang dimilikinya. Dan dia juga jarang menyapa temannya yang lain, saat
bertemu dengan temannya yang lain di jalan.

Karena sifatnya yang sombong dan tak peduli. Pipit dijauhi teman-temannya. Tidak ada
yang mau berteman dengannya. Pipit pun suka main sendiri. Dan saat pergi jalan-jalan
dan bertemu teman-temannya, Pipit selalu dibicarakan teman-temannya, dengan sikap
sombongnya itu.

Suatu hari Pipit bertemu dengan Luna, semut merah yang sangat baik hati. Semut
merah yang suka menyapa orang, jika bertemu dengannya di jalan, langsung menyapa
Pipit yang kala itu berpapasan dengannya.

Siang pipit. Mau pergi kemana? Tanya si Luna dengan lembut.

Burung Pipit yang sombong langsung memalingkan muka, begitu melihat Luna. Ia terus
berjalan. Pipit tak peduli pada Luna yang menyapanya.

Kalau saja kamu bisa sedikit baik hati pada orang lain, kamu pasti punya banyak
teman. Tak perlu sendirian saat pergi bermain. Kata Luna sedih.

Mendengar kata-kata Luna, Pipit tersinggung. Pipit marah. Pipit merasa diejek oleh
Luna. Dengan cepat Pipit membalikkan badan. Pipit berjalan mendekati Luna.

Apa katamu tadi?! Kau bilang aku sombong. Tidak punya teman? Pipit mengarahkan
tangannya pada wajah Luna. Pipit jelas terlihat sangat marah. Asal kau tahu. Aku
bukannya tidak punya teman. Tapi aku tak mau berteman dengan mereka. Mereka
kotor dan bau. Mereka miskin. Mereka tak punya baju bagus seperti yang kupakai ini.
Pipit memeperlihatkan pakaiannya yang sangat bagus pada Luna. Sebaiknya aku pergi
saja. Tidak penting bicara dengan semut merah, yang kotor dan bau.

Setelah kalimat terakhir, Pipit pergi meninggalkan Luna. Pipit pergi dengan sikap
sombongnya.

Setelah pipit pergi, Luna menggelengkan kepalanya dan berucap, Pipit, kau sangat
sombong sekali. Kau pikIr, kau bahagia dengan sikap sombongmu. Meski kami tidak
kaya sepertimu, tapi kami saling membantu sama lain.

Luna pergi dengan perasaan sedih.

Setelah kejadian itu, Pipit selalu membuat orang lain sedih. Pipit selalu mengejek
teman-temannya. Ia selalu mengejek pakaian yang dikenakan teman-temannya itu
jelek. Pipit selalu mengejek dan mengusir pergi teman-temannya, yang datang ke
rumahnya. Dengan sikap sombong Pipit yang berlebihan, teman-temannya tak ada
yang mau bermain dengannya. Teman-temannya tak mau menolong Pipit, jika Pipit ada
kesulitan. Suatu hari, Pipit yang baru saja mencari makanan bertemu dengan Haci, si
lebah madu muda. Haci berniat menolong Pipit, dengan membawakan makanan Pipit.
Tapi Pipit langsung marah saat mau ditolong Haci. Pipit mengira, Haci akan mengambil
makanannya. Dengan sombong dan galak, Pipit menarik makanannya dan
menyembunyikannya di balik bajunya. Pipit juga membentak Haci.

Hey, Haci! Kalau mau makan cari sendiri! Jangan ambil makanan orang lain! bentak
Pipit dengan kasar dan keras.

Haci bingung mendengar kata-kata Pipit. Haci cuma mau berniat menolong Pipit
membawakan makanannya, malah dituduh mau mengambil makanan milik Pipit. Haci
pun menjelaskan pada Pipit, kalau dia cuma mau berniat menolong membawakan
makannanya.

Tidak Pipit. Aku tidak mau mengambil makananmu. Aku Cuma mau menolong
membawakan makananmu. Karena aku lihat, kau kerepotan membawa makanan
sebanyak itu. Ucap Haci sabar. Dia tidak marah pada Pipit, yang menuduhnya mau
mencuri.

Karena sikap sombongnya sudah terlalu besar, Pipit tak percaya pada Haci. Pipit pergi
meninggalkan Haci. Setelah kejadian itu, Pipit mulai bercerita pada teman-teman yang
lain, kalau Haci, si lebah madu muda itu, mau mengambil makanan yang ia cari dengan
berkerja keras. Tapi, untunglah. Teman-teman Haci tak terhasut oleh ucapan Pipit.
Teman-teman Haci tidak percaya kalau Haci mencuri. Teman-teman Haci malah tidak
percaya pada ucapan Pipit.

Beberapa hari kemudian Pipit hendak mencari makanan. Kebetulan persediaan
makanannya sudah habis. Pipit pun pergi jauh dari tempat tinggalnya untuk mencari
makanan. Pipit terbang ke sana kemari. Tapi tak ada satupun makanan yang dia
temukan. Sampai-sampai Pipit kelelahan. Pipit berniat istirahat sebentar. Pipit pun
hinggap di sebuah pohon rindang dan teduh. Selang beberapa saat ia istirahat di pohon
rindang itu, ia mendengar sebuah suara. Awalnya Pipit mengira kalau suara itu cuma
angin. Tapi lama-lama perasaannya tidak enak. Ia yang memejamkan matanya,
langsung membuka matanya dengan cepat, saat sebuah suara yang mirip dengan
desisan ular itu terdengar di telinganya. Saat Pipit membuka matanya, ia terkejut
melihat ular besar tengah memandangnya. Ular itu mendesis, menjulurkan lidahnya.
Karena kaget dan takut, Pipit langsung jatuh ke bawah.

Arrrggghhh Jerit Pipit kesakitan. Ternyata sayap kiri Pipit patah. Pipit semakin takut
dan bingung. Karena ular besar itu turun dari pohon rindang, dan mendekati Pipit. Pipit
duduk diam. Memandangi ular besar, yang berjalan semakin dekat dengannya. Pipit
berpikir, mungkin dia akan mati dan dimakan oleh ular besar itu. Karena sayap kirinya
patah, membuat pipit tak bisa terbang dan meloloskan diri dari ular besar itu. Pipit
memejamkan matanya dan menunggu dirinya dimakan ular besar itu.

Pipit lari!

Pipit mendengar suara Haci. Ia seperti sedang bermimpi. Kalau Haci akan menolongnya
dari ular besar itu.

Pipit lari!

Bahkan suara Luna masih ia dengar dalam benaknya.

Pipit tersentak saat bahunya ditarik. Secepat itu, Pipit membuka matanya. Sekarang
dia sudah jauh dari ular besar itu. Pipit melihat Haci kelelahan karena menarik
tubuhnya yang lebih besar dari tubuh Haci.

Sekarang kau sudah aman. Teman-teman dan aku akan melawan ular besar itu. Kau
tunggu disini. Ucap Haci setelah menarik tubuh Pipit, menjauh dari ular besar itu.

Pipit melihat Haci bergabung dengan teman-temannya untuk melawan ular besar itu.
Luna juga ikut melawan ular besar itu. Pipit melihat semua teman-temannya yang
sering ia hina, sekarang sedang membantunya dari kejahatan ular besar, yang mau
memakannya.

Setengah jam kemudian ular besar itu berhasil diusir. Dan ular besar itu pergi dari
tempat itu. Haci, Luna dan teman-temannya yang lain mendekati Pipit. Pipit duduk
pada sebatang kayu. Pipit memegangi sayap kirinya yang patah.

Terima kasih. Ucap pipit malu-malu pada Haci, Luna dan teman-temannya.

Terima kasihlah pada Haci. Karena dia yang melihat kamu mau dimakan ular besar itu.
Saat melihat itu, Haci langsung terbang dan menemui kami. Ia bilang kalau kamu akan
dimakan ular besar. Cepat-cepat kami pergi kemari dan menolongmu. Dan kami
berhasil mengusir ular besar itu. Ucap Luna lembut.

Terima kasih, Haci. Ucap Pipit.

Tidak perlu berterima kasih. Bukankah kita semua teman. Dan teman harus menolong
temannya yang sedang kesusahan. Jawab Haci yang disambut tepuk tangan teman-
temannya.

Haci, maafkan aku. Aku sudah menuduhmu mencuri makananku. Pipit meminta maaf
pada Haci. Dan juga, aku sudah bersikap sombong pada Luna dan yang lainnya. Aku
minta maaf. Dan aku akan berubah.

Tidak apa-apa. Aku tidak marah kok. Dan aku senang kalau kau mau berubah. Ucap
Haci.

Menjadi Pipit yang baik hati. Timpal Luna.

Dan tidak sombong. Tambah teman-temannya yang lain.

Haci, Pipit, Luna dan teman-temannya tertawa gembira. Sekarang Pipit sudah tidak
bersikap sombong lagi. Pipit juga sudah mau berteman dengan yang lainnya. Dan Pipit
juga tidak mengusir temannya yang datang ke rumah. Semuanya berakhir bahagia,
dengan tawa yang disambut senja.

Arti Sahabat

Disebuah hutan belantara yang begitu luas tumbuhlah sebuah pohon yang begitu
rindang, daunnya begitu lebat, buah banyak ranum berwarna kuning keemasan..

Pada suatu hari seekor burung Jalak sedang terbang dan hinggap di dahan pohon
tersebut, ia berkicau memuji keindahan pohon tersebut wahai pohon begitu
sempurna Tuhan menciptakanmu, kamu dianugrahi daun yang begitu lebat, batang
yang kuat, buah yang berwarna-warni, bolehkah aku tinggal bersamamu untuk
menikmati betapa segarnya buahmu Pohon itu menjawab wahai burung jalak
tinggallah kau sesukamu, kau tinggal pilih buah mana yang kau suka Burung
Jalakpun tinggal di pohon itu.

Tak lama kemudian datanglah burung Kenari dengan lantang dan dengan merdunya
iapun memuji pohon itu Wahai pohon yang penuh dengan rahmat Tuhan, bolehkah
aku tinggal bersamamu untuk sama-sama menikmati indahnya anugrah yang kuasa,
begitu sempurna Tuhan memberikan karunia-Nya padamu Pohon itu merasa
tersanjung dengan pujian burung kenari, iapun mempersilahkan tinggal didahannya.

Selang beberapa hari datanglah burung Pelatuk, tanpa basa-basi ia langsung mematuk
dahan & ranting pohon itu, pohon itu menjerit kesakitan hai.. pelatuk pergi kau dari
tempatku, kau telah membuatku sakit pergi kau .. Burung pelatuk itu menjawab ..
wahai pohon, di dalam tubuhmu ada ulat aku harus mematuknya supaya kamu tidak
sakit Tidak pergi kau!!! aku tidak butuh kamu, kamu hanya bikin aku sakit
bentak pohon itu kepada burung pelatuk, burung pelatuk pun pergi meninggalakn
pohon itu.

Tidak berapa lama kemudian pohon itu sakit, layu, daunnya yang dulu lebat kini kering
kerontang, buahnya yang dulu ranum kuning keemasan dan menyegarkan kini jatuh
berguguran.. burung jalak dan kenari yang biasanya tiap hari bernyanyi kini pergi
meninggalkannya, pohon itu menangis kesakitan karena di makan ulat. Saat itulah
burung Pelatuk datang wahai pohon tahanlah rasa sakitmu aku akan mengeluarkan
ulat dalam tubuhmu, Burung pelatuk terus mematuk dahan dan batang pohon yang
digerogoti ulat, meski kesakitkan ia biarkan burung pelatuk, mematuk dahan dan
batangnya..
Akhirnya pohon itu kembali tumbuh, daun-daunnya mulai lebat, buah-buahnya mulai
tumbuh

Dari penggalan kisah diatas ada sebuah hikmah yang bisa kita petik :
Seorang sahabat sejati akan selalu ada dikala kita susah, meski saat kita bahagia kita
melupakannya, kadang sebuah kritikan, komplain yang ia berikan kepada kita adalah
sebuah koreksi, peringatan bagi kita agar kita tidak salah dalam melangkah, namun
kita tidak menyadari itu, kita justru terlena dengan sanjungan yang diberikan kepada
kita yang justru itu menjadikan kita terpuruk, Sahabat sejati akan selalu ada dikala kita
sedang susah, dia selalu memberikan inspirasi dan semangat kepada kita untuk
berbenah, namun seorang teman ia hadir dikala kita sedang bahagia dan ia pergi dikala
kita dahaga..

Anda mungkin juga menyukai