Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PRILAKU KEKERASAN DIRUANG PICU


RSJ. HB.SAANIN PADANG







SRI WAHYUNI
11111686



















PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
2014



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 3
B. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 4
C. Ruang Lingkup .......................................................................................... 4
D. Metode Penulisan .................................................................................... 4
E. Sistematika Penulisan ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi ........................................................................................................ 6
B. Etiologi ........................................................................................................ 6
C. Faktor Predisposisi ..................................................................................... 7
D. Rentang Respon Marah ............................................................................... 8
E. Faktor Presipitasi .................................................................................... 8
F. Manifestasi Klinis ....................................................................................... 8
G. Asuhan Keperawatan.................................................................................... 9
H. Pedoman Manajemen Krisis saat terjadi Prikalu Kekerasan ........................ 18
Bab III TINJAUAN KASUS ................................................................................... 22
Bab IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 43
B. Saran .............................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit
jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan
seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-
marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga.
Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama
perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum.
Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang
bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan
tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat
dituangkanmenjadi pendekatan proses keperawatan.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 0,8 % penderita
skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira


2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam
Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5
juta orang (WHO, 2006).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Agar setiap mahasiswa dapat memahami, menjelaskan Asuhan
Keperawatan jiwa pada klien dengan prilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus :
a. Diharapkan mahasiswa/I dapat mengerti dan menambah pengetahuan
tentang keperawatan jiwa pada klien dengan prilaku kekerasan dari
pengertian, etiologi, hingga dapat membuat Asuhan Keperawatan yang
sesuai.
b. Sebagai pemenuhan tugas KEPERAWATAN JIWA

C. Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Prilaku Kekerasan.

D. Metode Penulisan
Metode ini menggunakan metode deskripsi dimana penulis mendapatkan
data dan informasi melalui studi kepustakaaan dan metode observasi melalui
sumber internet.




BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikosologis (Budianna Kelliat, 2004). Prilaku
kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995). Prilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana individu mengalami prilaku yang dapat melukai secara
fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998). Suatu
keadaan dimana klien mengalami prilaku yang dapat membahayakan klien
sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 1998).
Prilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua menjadi prilaku kekerasan secara
verbal dan fisik (Ketner et al, 1995).
Jadi, sesuai dengan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prilaku
kekerasan adalah suatu bentuk prilaku yang dapat melukai seseorang baik
secara fisik maupun psikologis dan dapat membahayakan diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan yang dapat dilakukan secara verbal maupun secara fisik.




2. Rentang Respon kekerasan (keliat, 2006)
Respon adaptif Respon maladaptif


Asertif Prioritas Pasif Agresif Prilaku Kekerasan
Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan prilaku kekerasanan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkaprilaku kekerasanan perasaannya
4. Agresif
Perilaku yang tidak menyertai marah, terdapat dorongan untuk menunut
tapi masih terkontrol.
5. Prilaku kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol





3. Faktor Penyebab
1. Psikologis
Kegagalan dapat menimbulkan frustasi yang kemudian menimbulkan
agresif atau amuk atau masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau menyaksikan penganiayaan.
2. Prilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan. Sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah sehingga
menstimulasi individu untuk menghadapi perilaku kekerasan
3. Sosial budaya
Kontrol masyarakat yang rendah dan cenderung menerima prilaku
kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah dalam masyarakat
merupakan faktor predisposisi terjadinya prilaku kekerasan.
4. Bioreurologis
Pengaruh system neurologis mempunyai implikasi dalam mempasilitasi
dan menghamba impuls agresif. System limbic sangat terlibat dalam
menstimulasi timbunya prilaku bermusuhan dan respo agresif (Townsen,
1996)
5. Klien
a) Kelemahan fisik : penyakit fisik
b) Keputusasaan
c) Ketidakberdayaan


d) Percaya diri yang kurang
6. Lingkungan
a) Situasi lingkungan yang rebut dan padat
b) Kritikan yang mengarah pada penghinaan
c) Kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan
7. Interaksi dengan orang lain
Interaksi sosial yang provokatif dan konfik (Sundeen, 1996)
4. Proses Terjadinya
Banyak hal yang dapat menimbulkan stress, marah, cemas, dan HDR
pada individu. Agresif dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan. Kecemasan dapat
diungkapkan melalui 3 cara:
a. Mengungkapkan marah secara verbal
b. Menekan/ mengingkari rasa marah
c. Menentang perasaan marah
Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan bermusuhan. Bila
cara ini berlangsung terus menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan
kekerasan disertai tindakan melempar yang menimbulkan perasaan marah
tersebut. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun
internal berupa perilaku dekruktif maupun agresif . Sedangkan secara internal
dapat berupa perilaku yang merusak diri.


Mengekspresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan direspon tanpa menyakiti
orang lain, serta memberikan perasaan lega.
5. Mekanisme koping
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif. Respon menyelesaikan dana menyesuaikan
merupakan respon adatif kemarahan atau rasa tidak setuju akan dinyatakan
atau diungkapkan prilaku kekerasan tanpa menyakiti orang lain, akan
memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresif kekerasan.
6. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Psikofarmakologi
Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari
penemuan neurobilogi. Obat-obatan tersebut mempengaruhi system
saraf pusat (SSP) secara langsung dan selanjutnya mempengaruhi
prilaku, persepsi, pemikiran dan emosi. Menurut Stuart dan Laraia
(2005), beberapa kategori obat yang digunakan untuk mengatasi prilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :



a) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut,
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering
digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenagkan
perlawanan klien. Tapi bat ini direkomendasikan untuk dalam waktu
lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan,
juga bisa memperburuk gejala depresi. Lorazepam adalah pilihan yang
baik digunakan untuk mengobati pasien dengan agitasi dan prilaku
kekerasan secara khusus apabila etiologi belum jelas. Obat ini aman
dan efektif. Obat ini adalah satu-satunya obat Benzodiazepine yang
diserap dengan baik apabila diberikan melalui intramuscular.
Lorazepam juga dapat diberikan secara oral, sublingual, atau
intravascular. Pemberian obat ini harus hati-hati karena dapat
menimbulkan depresi pernafasan. Pemberian Lorazepam juga dapat
menimbulkan reaksi paradoksial.
b) Antidepressant
Antidepresant dapat mengurangi ketakutan, irribilitas, dan kecemasan.
Emosi ini memiliki spectrum yang sama dengan agitasi. Penemuan
sekarang menunjukkan bahwa obat ini dapat menurunkan mood yang
negative dan prilaku kekerasan seperti juga perubahan positif pada
kepribadian. Pasien dengan angguan kepribadian yang diberikan obat
anidepresan serotonin ini dapat berkurang irritabilitas dan prilaku


kekerasannya. Pasien dengan agitasi posttraumatik memiliki respon
terhadap pemberian Amitriptilin.
c) Mood Stabilizers
Mood stabilizers digunakan untuk menangani pasien dengan
gangguan bipolar ddan sebagai terapi tambahan pada skizoferenia.
Obat-obat ini digunakan juga untuk mengatasi prilaku kekerasan
meskipun bukan protitipe untuk tujuan ini. Valproate (depakene)
banyak diguankan pada beberapa keadaan seperti demensia,
gangguan kepribadian ambang, sindrom mood organik, gangguan
bipolar, skizofrenia, gangguan skizoafektif, dan retardasi mental.
Divalproex (depakote) dan Carmabazepine digunakan secara
luasuntuk menangani impulsitas dan prilaku kekerasan. Sayangnya
carmabazepine mempunyai efek seperti pusing, ataksia,
kebingungan, agranulositsis dan hepatoksis seghingga
penggunaannya terbatas. Devalproex memilki sedikit efek samping
dan interaksi obat yang sidikit sehingga banyak digunakan sebagai
mood stabilizer pada pasien demensia. Berkurangnya prilaku
kekerasan pada episode maiak merupakan peran yang penting dari
Lithium Carbonate. Lithium juga digunakan untuk mengatasi prilaku
kekerasan pada pasien dengan retardasi mental. Lithium juga
digunakan untuk mengurangi prilaku kekerasan pada tahanan yang


mengamuk. Meskipun efektif tetapi karena masalah torelabilitasnya
maka penggunaannya terbatas
d) Antipsychotic
Obat neuropletik menyebabkan efek sedasi ketika diberikan dengan
dosis yang tinggi. Haloperidol dapat diberikan secara intramuscular
untuk mengatasi agitasi agitasi dan prilaku kekerasan pada pasien
dengan variasi penyebab yang luas. Haloperidol tidak terlalu
menyebabkan hipotensi dan hanya memilki efek antiklonergik yang
kecil dibaningkan dengan neuroletik yang kecil dibandingkan
dengan neuroleptik yang low ptoency seperti Chlorpomazine.
Tetapi kadang-kadang neuroleptik low potency kadang-kadang
digunakan karena dokter menginginkan efek sedasinya. Dengan
mengobati psikosis yang menjadi penyabnya, neuroleptik dapat
memberikan efek yang panjang tehadap agitasi dan prilaku
kekerasannya. Mania akut dapat dengan cepat dan efektif datasi
dengan obat neuroleptik dosis tinggi dapat menyebabkan efek
samping seperti akatisia (tidak dapat duduk dengan tenang).
Generasi kedua atau obat antipsikotik atipikal. Obat ini sekarang
menjadi pilihan yang penting dalam penanganan prilaku kekerasan
pada pasien psikosis. Obat-obat ini mempunyai efek samping yang
lebih rendah dalam efek ekstrapiramidal, akatisia, dan terdive
diskinesia (repetitive, purposeless, involuntary movement), dan obat-


obat ini memiliki efek antipsikotik yang digunakan termasuk
Ziprasidone, Clozapine, Risperidone, dan Olanzapine. Antipsikotik
tidak dianjuran diberikan pada pasien tanpa gangguan psikotik atau
bipolar. Dalam hal ini Lorazepame dan obat sedative non spesifik
lain dapat diberikan. Suatu studi oleh Doskoh tahun 2001
menunjukkan bahwa Clozapine dapat mengurangi prilaku kekerasan
dan pencederaan diri sendiri pada pasien dengan retardasi mental.
e) Medikasi lainnya
Banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian Naltrexone
(anatagonis opiate), dapat menurunkan prilaku mencedarai diri.
Beta adrenergic blocker khususnya Propranolol digunakan untuk
mengatasi prilaku kekerasan pada banyak diagnosis termasuk
retardasi mental, autism, syndrome otak posttraumatic, demensia,
Huntington disease, Wilson disease, psikosis postensefalitis,
disfungsi sitem saraf pusat kronik yang ditandai soft neurologic
sign, EEG abnormal atau epilepsy. Propranolol juga digunakan
sebagai terapi tambahan untuk mengurangi gejala prilaku kekerasan
pada pasien skizofrenia. Masalah utama yang timbul pada
penggunaan propranolol untuk prilaku kekerasan adalah terjadinya
gangguan kardiovaskular yang sering. Beta Blocker yang lain
digunakan untuk terapi prilaku kekerasan adalah Pindolol,
Metoprolol, dan Nadolol.


2) ECT (Elektro Convulsive Thrapy)
Elektro Convulsive Teraphy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan dua
elektroda yang ditempatkan dibagian temporal kepala pelipis kiri
dan kanan). Arus menimbulkan kejang grand mall yag berlangsung
25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listrik
diotak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam
otak.
http://www.koranplus.com/forum/therapimedical-info/13562.html
b. Keperawatan
a) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan lingkungan
bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan
agresif. Aktivitas atau kelompok yang direncanakan seperti permainan
kartu, menonton, dan mediskusikan sebuah film, atau diskusi informal
memberikan klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu
ketika klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses
terapeutik dan meminimalkan kebosanan. Penjadwalan interaksi satu-
satu dengan klien menunjukkan perhatian perawat yang tulus terhadap
klien dan kesiapan untuk mendengarkan masalah, pikiran serta
perasaan klien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan
rasa aman klien (Videbeck, 2001).


b) Terapi kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama
kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan
diharapkan member kontribusi kepada kelompok untuk membantu
yang lain dan juga mendapatkan bantuan dari yang lain. Peraturan
kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota
kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok klien dapat,
mempelajari cara baru memandang masalah atatu cara koping atau
menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari
ketrampilan intrapersonal yang penting (Videbeck, 2001).
c) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan
klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami
bagaimana dinamika keluarga mempengaruhi psikopatologi klien,
memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga,
mresrukturisasi gaya prilaku keluarga yang maladaptive, dan
menguatkan prilaku penyelesaian masalah keluarga (Steinglass, 1995
dalam Videbeck, 2001)
d) Terapi individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan
individu dengan cara pengkajian perasaan, sikap, cara pikir, dan
prilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara ahli terapi


dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri dan
prilaku mereka sendiri, membuat hubungan interpersonal, atau
berusaha lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan (Videbeck, 2001).





















ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamn, No MR, tanggal masuk, tangal pengkajian
2. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab,
memukul, membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri, mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah mengalami
gangguan jiwa dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara
teratur(Budiana Keliat,2004)
3. Faktor predisposisi
a. Gangguan jiwa dimasa lalu
Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan
pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan
jiwa(Sunden,1996)
b. Pengobatan sebelumnya
Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai alternatif
serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa ke rumah sakit jiwa
c. Trauma
Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik,
seksual, penolakan, dari lingkungan


d. Herediter
Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kalau ada
hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.
e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya, penolakan
dari llingkungan
4. Fisik
Pengkajian fisik
a. Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan
bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat
b. Ukur tinggi badan dan berat badan
c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah)
d. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar dan ketus)
5. Psikososial
1. Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan hubungan
klien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud jangkauan yang mudah
diingat oleh klien maupun keluarga pada saat pengkajian.



2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain
sehingga klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.
b. Identitas
Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas dengan
pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat kerja
dan dalam lingkungan tempat ia tinggal
c. Harga diri
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan hubungan dengan orang lain
akan terlihat baik, harmonis atau terdapat penolakan atau klien merasa
tidak berharga, dihina, diejek dalam lingkungan keluarga maupun diluar
lingkungan keluarga.
d. Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peran atau tugas yang
diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan biasanya
klien tidak mampu melaksanakan tugas dan peran tersebut dan merasa
tidak berguna.





e. Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi dan
perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.
f. Harga diri
Biasanya hubungan klien dengan orang lain tidak baik, penilaian dan
penghargaan terhadap diri dan kehidupannya yang selalu mengarah pada
penghinaan dan penolakan.
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti
Tempat mengadu, berbicara
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok
Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah klien berperan
aktif dalam kelompok tersebut
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat keterlibatan klien
dalam hubungan masyarakat
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan jiwa.
b. Kegiatan ibadah
Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukan ibadah.
5. Status mental
a. Penampilan
Biasanya penampilan klien kotor.


b. Pembicaraan
Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan pengkajian
bicara cepat, keras, kasar, nada tinggi dan mudah tersinggung.
c. Aktivitas motorik
Biasanya aktivitas motorik klien dengan prilaku kekerasan akan terlihat
tegang, gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah, gemetar, tangan
mengepal, dan rahang dengan kuat.
d. Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah dilakukan
e. Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah tanpa sebab
f. Interaksi selama wawancara
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan akan terlihat bermusuhan,
curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan bicara dan mudah
tersinggung.
g. Persepsi
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab
pertanyaan dengan jelas
h. Isi fikir
Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik-baik saja
i. Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,


j. Memori
Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang terjadi
dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
k. Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang dan
tidak mampu mengambil keputusan
l. Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya
6. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
b. BAB/BAK
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan tidak ada gangguan
c. Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci rambut
dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan kotor, dan klien
hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
d. Berpakaian/berhias
Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau berdandan. Klien
tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai dank lien tidak
mengenakan alas kaki



e. Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti:
menyikat gigi, cucui kaki, berdoa. Dan sesudah tidur seperti: merapikan
tempat tidur, mandi atau cuci muka dan menyikat gigi. Frekuensi tidur
klien berubah-ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
f. Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dank klien tidak
mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
g. Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak peduli
tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.
h. Aktifitas didalam rumah
Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatur biaya
sehari-hari.
7. Mekanisme koping
Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai dengan tingkah
laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila keinginannya tidak terpenuhi,
memukul anggota keluarganya, dan merusak alat-alat rumah tangga.
8. Masalah psikologis dan lingkungan
Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi dengan
lingkungan


9. Pengetahuan
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya, dan klien tidak mengetahui akibat dari putus obat dan fungsi dari
obat yang diminumnya.

2. Aspek Medik
Diagnosis medik : Skizoporanoid
Terapi medis : - Clor promanazine
- Haloperidol
- Klien pernah terapi ECT

3. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Prilaku kekerasan
2. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah










NO. DX KEP. PERENCANAAN INTERVENSI
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
1.

Perilaku
kekerasan
TUM:
- Pasien dapat
melanjutkan
hubungan peran
sesuai tanggung
jawab.
TUK:
1. PPasien dapat
Membina
Hubungan saling
percaya
Setelah dilakukan ...x20
menit interaksi diharapkan
klien menunjukkan tanda-
tanda

a. Pasien mau membalas
salam.
b. Pasien mau jabatan
c. Pasien menyebutkan Nama
d. Pasien tersenyum
e. Pasien ada kontak Mata
f. Pasien tahu nama Perawat
Pasien menyediakan waktu
untuk kontrak
Beri salam / panggil
nama pasien.
Sebut nama perawat
sambil Salaman
Jelaskan maksud
hubungan Interaksi
Beri rasa nyaman dan
sikap Empatis
Lakukan kontrak singkat
tapi sering
TUK:
2. PPasien dapat
mengidentifikasi
penyebab marah /
amuk

a. Pasien dapat
Mengungkapkan
perasaannya.
b. Pasien dapat menyebutkan
perasaan marah / jengkel
Beri kesempatan untuk
Mengungkapkan
perasaannya.
Bantu pasien untuk
mengungkapkan marah
atau jengkel.
TUK:
3. PPasien dapat
mengidentifikasi
tanda marah


a. Pasien dapat
mengungkapkan perasaan
saat marah /jengkel.
b. Pasien dapat
menyimpulkan tanda-tanda
jengkel / kesal
Anjurkan pasien
mengungkapkan
perasaan saat marah
/jengkel.
Observasi tanda perilaku
kekerasan pada pasien


TUK:
4. PPasien dapat
mengungkapkan
perilaku marah
yang sering
dilakukan
a. Pasien mengungkapkan
marah yang biasa dilakukan
b. Pasien dapat bermain peran
dengan perilaku marah yang
dilakukan
c. Pasien dapat mengetahui
cara marah yang dilakukan
menyelesaikan masalah atau
tidak
Anjurkan pasien
mengungkapkan marah
yang biasa dilakukan
Bantu pasien bermain
peran sesuai perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan.
Bicarakan dengan pasien
apa dengan cara itu bisa
menyelesaikan masalah
TUK:
5. PPasien dapat
mengidentifikasi
akibat perilaku
Kekerasan

a. Pasien dapat menjelaskan
akibat dari cara yang
digunakan

Bicarakan akibat /
kerugian cara yang
dilakukan
Bersama pasien
menyimpulkan cara yang
digunkana pasien.
Tanyakan pasien apakah
mau tahu cara marah
yang sehat
TUK:
6. PPasien
mengidentifikasi
cara construksi
dalam berespon
terhadap perilaku
kekerasan


a. Pasien dapat
melakukan berespon
terhadap kemarahan secara
konstruktif.


Tanyakan pada pasien
apakah pasien mau tahu
cara baru yang sehat
Beri pujian jika pasien
engetahui cara lain yang
ehat
Diskusikan cara marah
yang sehat dengan
pasien.


a) Pukul bantal untuk
melampiaskan marah
b) Tarik nafas dalam
c) Mengatakan pada
teman saat ingin
marah
Anjurkan pasien sholat
atau berdoa
TUK:
7. PPasien dapat
mendemonstrasika
n cara mengontrol
marah

a. Pasien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol
perilaku kekerasan
a) Tarik nafas dalam
b) Mengatakan
secara langsung
tanpa menyakiti
c) Dengan
sholat/berdoa
Pasien dapat memilih
cara yang paling tepat.
Pasien dapat
mengidentifikasi manfaat
yang terpilih
Bantu pasien
menstimulasi cara
tersebut.
Beri reinforcement
positif atas keberhasilan.
Anjurkan pasien
menggunakan cara yang
telah dipelajari.
2. RPK
(Resiko
Perilaku
Kekerasan)
TUK:
8. PPasien dapat
dukungan keluarga
mengontrol marah

a. Keluarga pasien dapat :
Menyebutkan cara
merawat pasien dengan
perilaku kekerasan.
Mengungkapkan rasa puas
dalam merawat pasien
Identifikasi kemampuan
keluarga merawat pasien
dari sikap apa yang telah
dilakukan
Jelaskan peran serta
keluarga dalam merawat
pasien.


Jelaskan cara-cara
merawat pasien.
Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat pasien.
Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
TUK:
9. PPasien dapat
menggunakan obat
dengan benar

a. Pasien dapat menggunakan
obat-obat yang diminum
dengan kegunaannya.
b. Pasien dapat minum obat
sesuai program pengobatan
Jelaskan jenis-jenis obat
yang diminum pasien dan
oeluarga.
Diskusikan manfaat
minum obat.
Jelaskan prinsip 5 benar
minum obat
Anjurkan pasien minum
obat tepat waktu
TUK:
10. PPasien dapat
dukungan dari
lingkungan untuk
mengontrol marah


a. Lingkungan
mengetahui
bagaimana cara
menyikapi pasien
dengan perilaku
kekerasan.

Jelaskan peran serta
lingkungan terhadap
kondisi pasien
Beri penjelasan bagaimana
cara menyikapi pasien
dengan perilaku kekerasan
Diskusikan cara -cara yang
dilakukan untuk menyikapi
pasien dengan perilaku
kekerasan


3. Harga Diri
Rendah
(HDR)
TUM:
Pasien dapat
mengontrol
perilaku kekerasan
pada saat
berhubungan
dengan orang lain
TUK :
1. PPasien dapat
membina
hubungan saling
percaya
a. Ekspresi Wajah
bersahabat , menunjukkan
rasa scaang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, klien
mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang
dihadapi
Bina hubungan saling
percaya dengan
mengungkapkan prinsip
komunikasi tcrapeutik
Sapa pasien dengan
ramah laik verbal
maupun non verbal
a. Perkenalkan diri
dengan sopan
b. Tanyakan nama
iengkap pasien dan
nama panggilan
disukai pasien
c. Jelaskan tujuan
pertemuan
d. Jujur dan menepati
janji
e. Tunjukkan siknp
empati dan menerima
pasien apa adanya
f. Beri perhatian kepada
pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar
pasien
TUK :
2.
Pasien dapat
mengidentifikasi
a. Daftar kemampuan yang
dimiliki pasien di rumah
sakit, rumah, sekolah dan
tempat kerja
Diskusikan kemampuan
dan aspek positif yang
dimiliki buat daftarnya
Setiap bertemu pasien


kemampuan dan
aspek positif yang
dimilik
b. Daftar positif keluarga
pasien
c. Daftar positif lingkungan
pasien
dihindarknn dari
metnberi penilni; negatif
Utamakan memberi
pujian yang realistic pada
kemampuan dan aspek
positif pasien
TUK
3.
Pasien dapat
menilai
kemampuan
yang digunakan
a. Pasien menilai
kemampuan yang digunakan
b. Pasien
memiliki kemampuan yang
dapat digunakan di rumah
Diskusikan dengan
pasien kemampuan yang
masih dapat digunakan
selama sakit
Diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan
pengguna di rumah sakit
Berikan pujian
TUK :
4.
Pasien dapat
menetapkan dan
merencanakan
kegiatan sesuai
dengan
kemampuan yang
dimiliki
a. Pasien menilai
kemampuan yang akan .
dilatih
b. Pasien mencoba Susunan
jadwal harian
Meminta pasien
untuk:memilih satu
kcgiatan yang
mau dilakukan di rumah
sakit
Bantu pasien
melakukannya jika perlu
beri contoh
Beri pujian atas
keberhasilan pasien.
Diskusi kaji jadwal
kegiatan harian atas
kegiatan yang telah
dilatih


Catatan : Ulangi untuk
kemampuan lain sampai
semua selesai
TUK:
5. PPasien dapat
melakukan
kegiatan sesuai
kondisi sakit dari
kemampuannya
a. Pasien melakukan kegiatan
yang telah di latih (mandiri,
dengan bantuan atau
tergantung)
b. Pasien marnpu melakukan
beberapa kegiatan secara
mandiri
Beri kesempatan pada
pasien untuk mencoba
kcgiatan yang telah
direncanakan
Beri pujian atas
keberhasian pasien
Diskusikan kemungkinan
penaksiiran di rumah
TUK :
6.
Pasien
dapat memanfatka
n system
pendukung yang
ada
a. Keluarga memberi
dakungan dan pujian
b. Keluarga memahami
jadwal kegiatan harian
pasien
Beri pendidikan
kcschatan pada keluarga
tentang cara merawat
pasien dengan harga diri
rcndah
Bantu keluarga
memberikan dukungnn
selama pasien dirawat.
Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan
di rumah
Jelaskan cara pelaksmann
jadwal kegiatan pasien di
rumah
Anjurkan memberi pujian
pada pasien setiap
berhasil


6. Implementasi
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanankan berbagai strategi kegiatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam tindakan keperawatan
7. Evaluasi
Evaluasi pada pasien Evaluasi pada keluarga
Pasien mampu
1. Menyebutkan penyebab, tanda gejala
prilaku kekerasan, jenis prilaku
kekerasan yang biasa dilakukan dan
akibat dari prilaku kekerasan
2. Pasien mampu menggunakan cara
mengontrol prilaku kekerasan secara
fisik 1 yaitu tarik nafas dalam
3. Pasien mampu menggunakan cara
mengontrol prilaku kekerasan secara
fisik 2 yaitu memukul bantal dan
kasur
4. Pasien mampu menggunakan cara
mengontrol prilaku kekerasan secara
verbal


Keluarga mampu
1. Mencegah terjadinya prilaku
kekerasan
2. Menunjukan sikap medukung dan
menghargai
3. Memotivasi dalam mengontrol
prilaku kekerasan
4. Mengidentifikasi prilaku yang harus
segera di laporkan ke perawat


5. Pasien mampu menggunakan cara
mengontrol prilaku kekerasan secara
spiritual
6. Pasien mampu menggunakan cara
mengontrol prilaku kekerasan dengan
patuh minum obat



















DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan
Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku
kedokteran EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit :
Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC
; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai