Anda di halaman 1dari 7

Rangkuman!

ALP kemarin cuman disuruh membuat resume dari acara 1-6


Terus selanjutnya konversi sama menghitung volume annulus, 1 cycle, stroke, waktu, pump output,
duplex
Cari paper tentang mud, kemarin dapatnya oil based mud lalu dipresentasikan
Yang terakhir tanya jawab dari isi laporan.
Lumpur pemboran adalah fluida yang dipakai, yang didesain untuk membantu proses
pemboran.Lumpur pemboran mempunyai pengaruh yang penting dalam suatu operasi pemboran
minyak, gas dan panas bumi. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat
tergantung pada lumpur pemboran yang dipakai. Pada dasarnya fungsi utama lumpur pemboran adalah
untuk :
1. Mengangkat serbuk bor ke permukaan.
2. Mengontrol tekanan formasi.
3. Mendinginkan pahat dan melumasi bit dan drill string.
4. Membersihkan dasar lubang bor.
5. Membantu dalam penilaian formasi.
6. Melindungi formasi produktif.
7. Membantu stabilisasi formasi.
Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu operasi
pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel
strength ataupun filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor
sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur yang terlalu besar akan menyebabkan
lumpur hilang ke formasi (loss circulation), sedangkan apabila densitas lumpur bor terlalu kecil akan
menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur). Oleh karena itu, densitas lumpur
harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.
Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur pemboran akan membawa
pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah beban pompa
sirkulasi lumpur. Oleh karena itu, setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan
terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi. Alat-alat yang
biasa digunakan disebut dengan Conditioning Equipment, antara lain : shale shacker, desander,
desilter, degasser.
Additive yang digunakan untuk menambah densitas lumpur pemboran biasanya barite dan bentonite.
Rheology lumpur pemboran belajar tentang viskositas lumpur, gel strength, yield point, shear stress,
shear rate, fluida Newtonian, fluida nonnewtonian, bingham plastic.
Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan tersebut akan bertindak
sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang
ke dalam batuan disebut filtrate. Proses filtasi diatas hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan
positif ke arah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran,
yaitu static filtration dan dynamic filtration. Static filtration terjadi jika lumpur berada dalam keadaan
diam dan dynamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.
Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang
bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat yang
terlalu banyak menyusup ke pori-pori batuan dapat menimbulkan damage pada formasi. Alat untuk
mendiagnosis filtration loss dan mud cake adalah HPHT (High Pressure High Temperature).
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol maka akan menimbulkan berbagai
masalah, baik selama operasi pemboran maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor.
Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar, sedangkan
filtrat akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage pada formasi.
Analisis kimia lumpur bor dan filtratnya, yaitu: analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis
kandungan ion klor, ion kalsium, ion besi serta PH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya).
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa
alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi hidroksil, bikarbonat dan karbonat. Pengetahuan tentang
konsentrasi ionion diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke sistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
Anallisa kandungan ion klor (Cl) diperlukan untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke sistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari
air formasi.
Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca2+ dan Mg2+ dikenal sebagai hard water atau air sadah.
Ionion ini bisa berasal dari lumpur pada waktu membor formasi gypsum ( CaSO4 .2H2O ).
Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan terjadinya korosi pada peralatan pemboran.
Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi
reaksi dari sample yang diketahui volumenya dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang
diketahui konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan dengan pengetahuan
tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.
pH adalah petunjuk untuk menentukan pakah lumpur pemboran bersifat asam atau basa. Dalam
sistematis kimianya, jika:
pH < 7 , maka bersifat asam
pH = 7 , maka bersifat netral
pH > 7 , maka bersifat basa
pH lumpur pemboran ini yang diukur adalah filtratnya. pH ini sangat dibutuhkan dalam pengontrolan
sifat-sifat lumpur. pH lumpur pemboran mempengaruhi pelarutan komponen-komponen lumpur
pemboran, kontaminasi, keefektifan additive-additive yang digunakan dan problem clay. pH lumpur
adalah aktivitas ion hidrogen dalam lumpur itu sendiri.











Jenis-Jenis Lumpur Pemboran
Penamaan lumpur pemboran berdasarkan bahan dasar pembuatannya, sehingga jenis lumpur
pemboran dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Water Base Mud
a. Fresh Water Mud
b. Salt Water Mud
2. Oil-in Water Emultion Mud
3. Oil Base Mud dan Oil Emultion Mud
4. Gaseous Drilling Fluids
5. Lumpur KCl Polymer
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran adalah adanya material-material yang
tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang
berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
1. Kontaminasi NaCl
Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome), lapisan garam,
lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat air formasi yang
berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistem lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini, akan
meengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscosity, yield point, gel strength dan filtration loss.
Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi dengan garam pada sistem lumpur.

2. Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk kedalam lumpur pada saat pemboran menembus formasi gypsum, lapisan gypsum
yang terdapat pada formasi shale dan limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah yang cukup
banyak dalam lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti viscosity
plastic, yield point, gel strength dan fluid loss.
3. Kontaminasi Semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemanan yang kurang sempurna atau setelah
pengeboran lapisan semen dalam casing, float collar, dan casing shoe, kontaminasi semen akan
mengubah viscosity plastic, yield point, gel strength, fluid loss dan pH lumpur.
Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi lain yang dapat terjadi selama operasi
pemboran adalah :
a. Kontaminasi hardwater, atau kontaminasi oleh air yang mengandung ion kalsium dan
magnesium yang cukup tinggi.
b. Kontaminasi karbon dioksida
c. Kontaminasi hidrogen sulfida
d. Kontaminasi oksigen
Penyebab problem shale dapat dikelompokkan berdasarkan tinjauan dari segi lumpur maupun dari segi
drilling praktis ataupun mekanis.
Beberapa penyebab secara mekanis, antara lain:
1. Erosi, karena kecepatan lumpur annulus yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gesekan dengan
dinding formasi (sumur) yang terlalu kuat yang dapat menyebabkan runtuhnya dinding lumpur lubang
pemboran.
2. Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang pemboran, hal ini juga dapat menyebabkan dinding
lubang pemboran yang getas dan rentan akan runtuh karena seringnya rangkaian pipa bor menggesek
lubang pemboran.
3. Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan (swabbing) pada saat keluar masuknya
rangkaian pipa bor dapat menyebabkan terjadinya sloughing karena adanya perbedaan tekanan secara
tiba-tiba saat dilakukan penekanan dan penarikan rangkaian pipa bor.
4. Tekanan batuan formasi, hal ini berhubungan dengan tekanan abnormal dimana tekanan
hidrostatis lumpur pemboran lebih kecil dari tekanan formasi.
5. Air filtrat atau lumpur yang masuk ke dalam pori-pori formasi batuan menyebabkan batuan
mengembang dan terjadi swelling yang akan melemahkan ikatan antar batuan dimana akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya sloughing.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang pemboran dan shale problem berkaitan erat
dengan dua masalah pokok, yaitu adanya tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air
filtrat.
Gejala-gejala umum yang terlihat jika sedang terjadi shale problem antara lain :
1. Serbuk bor bertambah banyak.
2. Lumpur menjadi lebih kental.
3. Air filtrat bertambah besar.
4. Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang pemboran.
5. Torsi bertambah besar.
6. Bit balling.
Usaha-usaha untuk menanggulangi shale problem antara lain :
a. Pemakaian lumpur secara tepat, artinya densitas lumpur cukup untuk menahan tekanan
formasi, pH sesuai dengan jenis lumpur, semisal untuk lumpur PHPA pH ideal sekitar 8,5 dan untuk CLS
pH antara 1011, filtrasi rendah.
b. Mengurangi kecepatan aliran lumpur pada annulus.
c. Diusahakan pipa bor benar-benar dalam keadaan tegang.
d. Mengurangi kemiringan lubang pemboran.
e. Menghindari swabbing maupun pressure surge pada saat keluar masuknya pahat.
Seperti kebanyakan metode pengukuran kation, tes dengan menggunakan methylene blue digunakan
untuk mengukur total kapasitas pertukaran kation dalm suatu sistem clay, dimana pertukaran kation
tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH larutan, jenis kation yang diperlukan dan
konsentrasi kandungan mineral yang terdapat didalam clay.
Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan ikatan-ikatan ion-ion berikut ini :
Li+<Na+<H+<K+<NH4+Mg2+<Ca2+<Al3+
Harga pertukaran kation yang paling besar dimiliki oleh mineral allogenic (pecahan batuan induk).
Sedangkan yang paling kecil dimiliki oleh mineral authogenic (proses kimiawi). Kapasitas tukar kation
dari beberapa jenis mineral clay dapat dilihat dari tabel 7.1.
Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada jenis kation yang dipertukarkan dan jenis serta
kadar mineral clay (konsentrasi ion).
Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan terjadinya swelling. Jika permukaan clay
kontak dengan air dan menganggap bahwa satu plat clay terpisah dari matriknya, maka ion-ion yang
bermuatan positif (kation) akan meninggalkan plat clay tersebut. Karena molekul air adalah polar maka
molekul air akan ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun plat clay dan molekul air yang
bermuatan positif akan ditarik oleh plat claynya sendiri, sehingga seluruh clay akan mengembang.

Anda mungkin juga menyukai