PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG 2013/2014
A. KONSEP DASAR 1. Definisi Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang atau sama dengan 2500 gr (WHO, 1961). Pada kongres Europeran Perinatal Medicine ke II di London tahun 1970 telah disusun sebagai berikut : a. Bayi kurang bulan (BKB) dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari) b. Bayi cukup bulan (BCB) dengan masa kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari) c. Bayi lebih bulan (BLB) dengan masa kehamilan 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir (Shoma S, 1995). Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada saat kelahirannya (Indrasanto, dkk, 2008). Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau 2499 gram (Hidayat, 2005). 2. Klasifikasi a. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR): bayi yang lahir dengan BB kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi. b. Berat badan lahir sangat rendah sekali atau bayi berat badan lahir ekstrem rendah: bayi yang lahir dengan BB kurang dari 1000 gram. c. Berat badan lahir sangat rendah: bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1500 gram. d. Berat badan lahir rendah sedang: bayi yang lahir dengan BB antara 1501 2500 gram e. Bayi kecil untuk kelahiran atau kecil untuk usia gestasi: bayi yang lahir dengan BB berada di bawah persentil 10 pada kurva pertumbuhan intrauterin. f. Retardasi pertumbuhan intrauterine (Intrauterine Growth Retardation/IUGR): ditemukan pada bayi yang pertumbuhan intrauterinenya mengalami retardasi (terkadang digunakan sebagai istilah yang lebih deskriptif untuk bayi kecil untuk masa gestasi). g. Bayi besar untuk usia gestasi: bayi yang BB-nya berada di atas presentil ke-90 pada kurva perumbuhan intrauterine. 3. Etiologi a. Faktor Ibu 1) Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut. 2) Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia antara 26-35 tahun. 3) Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada golongan social ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, ternyata lebih tinggi bila dibandingakan dengan bayi yang lahir perkawinan yang sah. 4) Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat narkotik. b. Faktor Janin Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom.
c. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat tertentu. 4. Manifestasi Klinis a. Bayi Premature BB < 2500 gr PB < 45 cm LD <30 cm LK < 33 cm Kepala > badan Kulit tipis transparan, lanugo banyak Ubun-ubun dan sutura lebar Genetalia immature Rambut halus, tipis, teranyam Elastisitas daun telinga kurang Tangis lemah Tonus otot leher lemah b. Bayi KMK, dibagi dalam stadium : I = kurus relatif lebih panjang, kulit tipis & kering II = I + warna kehijauan pada kulit, plasenta, umbilicus III= I + warna kuning pada kulit, kuku dan tali pusat manifestasi klinik bayi premature Reflek moro (memeluk) (+), reflek menghisap, menelan, batuk belum sempurna. Bila lapar, menangis, gelisah, aktifitas bertambah, bila dalam 3 hari hal ini tidak tampak bayi menderita infeksi / perdarahan intrakarnial. Nafas belum teratur. Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak. E Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik. 5. Patofisiologi Semakin kecil dan semakin prematur bayi, maka akan semakin tinggi risiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi; a. Menurunnya simpanan zat gizi, cadangan makanan di dalam tubuh sedikit. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral seperti zat besi, kalsium, fosfor, dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. b. Meningkatnya kebutuhan energi dan nutrien untuk pretumbuhan dibandingkan BBLC. c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara reflek hisap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneoumonia belum berkembang denan baik sampai kehamilan 32 34 minggu. Penundaan pengosongan lambung atau buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan, pada bayi preterm mempunyia lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Begitu pula kadar laktose (enzim yang diperlukan untuk mencerna susu) juga sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja nafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral. Potensial untuk kehilangn panas akibat permukaan tubuh dibanding dengan BB dan sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit. Kehilangan panas ini akan meningkatkan kebutuhan akan kalori.
6. Pathways Terlampir 7. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologi 1) Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan kurang bulan, dapat dimulai pada umur 8 jam. Gambaran foto thoraks pada bayi dengan penyakit membran hyalin karena kekurangan surfaktan berupa terdapatnya retikulogranular pada parenkim dan bronkogram udara. Pada kondisi berat hanya tampak gambaran white lung (Masjoer, dkk, 2000). 2) USG kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu dimulai pada umur 2 hari untuk mengetahui adanya hidrosefalus atau perdarahan intrakranial dengan memvisualisasi ventrikel dan struktur otak garis tengah dengan fontanel anterior yang terbuka (Merenstein, 2002). b. Laboratorium 1) Darah Rutin 2) Hematokrit (HCT) Bayi usia 1 hari 48-69% Bayi usia 2 hari 48-75% Bayi usia 3 hari 44-72%. 3) Hemoglobin (Hb) untuk bayi usia 1-3 hari 14,5-22,5 g/dl. 4) Hb A > 95% dari total atau 0,95 fraksi Hb. 5) Hb F Bayi usia 1 hari 63-92% Bayi usia 5 hari 65-88% Bayi usia 3 minggu 55-85% Usia 6-9 minggu 31-75%. 6) Jumlah leukosit Bayi baru lahir 9,0-30,0 x 10 3 sel/mm 3 ( L) Bayi usia 1 hari/24 jam 9,4-43,0 x 10 3 sel/mm 3 ( L) Usia 1 bulan 5,0-19,5 x 10 3 sel/mm 3 ( L). 7) Bilirubin 8) Total (serum) Tali pusat < 2,0 mg/dl 0-1 hari 8,0 mg/dl 1-2 hari 12,0 mg/dl 2-5 hari 16,0 mg/dl Kemudian 2,0 mg/dl. 9) Direk (terkonjugasi) 0,0-0,2 mg/dl 10) Glukosa (812 jam post natal), disebut hipoglikemi bila konsentrasi glukosa plasma < 50 mg/dl. 11) Tekanan parsial CO 2 (PCO 2 ) bayi baru lahir 27-40 mmHg 12) Tekanan parsial O 2 (PO 2 ) Lahir 8-24 mmHg 5-10 menit 33-75 mmHg 30 menit 31-85 mmHg > 1 jam 55-80 mmHg 1 hari 54-95 mmHg Kemudian (menurun sesuai usia) 83-108 mmHg. 13) Saturasi oksigen (SaO 2 ) Bayi baru lahir 85-90% Kemudian 95-99%. 14) pH bayi prematur (48 jam) 7,35-7,50. 15) Elektrolit darah (k/p) 16) Natrium c. Tes kocok/shake test Sebaiknya dilakukan pada bayi yang berusia < 1 jam dengan mengambil cairan amnion yang tertelan di lambung dan bayi belum diberikan makanan. Cairan amnion 0,5 cc ditambah garam faal 0,5 c, kemudian ditambah 1 cc alkohol 95% dicampur dalam tabung kemudian dikocok 15 detik, setelah itu didiamkan 15 menit dengan tabung tetap berdiri. Interpretasi hasil: 1) (+) : Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk cincin artinya surfaktan terdapat dalam paru dengan jumlah cukup. 2) (-) : Bila tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak permukaan artinya paru-paru belum matang/tidak ada surfaktan. 3) Ragu : Bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin. Jika hasil menunjukkan ragu maka tes harus diulang. 8. Komplikasi a. Sindroma aspirasi mekonium (kesulitan bernafas). b. Hipoglikemi simtomatik. c. Asfiksis neonatorum d. Penyakit membran hialin. e. Hiperbilirubinemia. f. Sepsis neonatorum. 9. Penatalaksanaan Setelah bayi lahir dilakukan: a. Tindakan Umum 1) Membersihkan jalan nafas. 2) Mengusahakan nafas pertama dan seterusnya. 3) Perawatan tali pusat dan mata. b. Tindakan Khusus 1) Suhu tubuh dijaga pada 36,5-37,5 o C pengukuran aksila (tambah 0,5 o C pada pengukuran rektal)), pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan 35 minggu perlu perhatian ketat, bayi dengan BBL 2000 gram dirawat dalam inkubator atau dengan boks kaca menggunakan lampu. 2) Awasi frekwensi pernafasan pada 24 jam pertama untuk mengetahui sindroma aspirasi mekonium. 3) Setiap jam hitung frekwensi pernafasan, bila 60x/mnt lakukan foto thoraks. 4) Berikan oksigen sesuai dengan masalah pernafasan yang didapat. 5) Pantau sirkulasi dengan ketat (denyut jantung, perfusi darah, tekanan darah). 6) Awasi keseimbangan cairan. 7) Pemberian cairan dan nutrisi bila tidak ada masalah pernafasan dan keadaan umum baik c. Tindakan pencegahan infeksi: 1) Cara kerja aseptik, cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi. 2) Mencegah terlalu banyak bayi dalam satu ruangan. 3) Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke tempat bayi dirawat. 4) Pemberian antibiotik 5) Membatasi tindakan seminimal mungkin. d. Mencegah perdarahan berikan vitamin K 1 mg dalam sekali pemberian. e. Berikan dukungan psikologis dengan perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother Care) bagi BBLR yang memungkinkan (tidak terpasang infus maupun mengalami masalah pernafasan), atau dengan sentuhan terapeutik dari pemberi perawatan termasuk orang tua bayi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR 1. Pengkajian a. Anamnesa riwayat kehamilan Usia kehamilan < 37 minggu, ANC, riwayat hamil resiko tinggi. b. Anamnesa riwayat persalinan Melahirkan BBLR/gemeli sebelumnya, cara melahirkan, lama nifas, komplikasi nifas. c. Anamnesa riwayat keluarga Riwayat kelahiran dengan BBLR/gemeli, ststua sosial-ekonomi. d. Tanda-tanda vital. e. Pengkajian fisik. 1) Pengkajian umum a) Berat badan lahir 2500 gram, panjang badan 45 Cm, lingkar dada 30 Cm, lingkar kepala 33 Cm. b) Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif lebih besar dari badan. 2) Pernafasan a) Pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea. b) Refleks batuk belum sempurna. c) Tangisan lemah. 3) Kardiovaskuler a) Pengisian kapiler (< 2 sampai 3 detik), perfusi perifer. b) Bayi dapat tampak pucat/sianosis. c) Dapat ditemui adanya bising jantung atau murmur pada bayi dengan kelainan jantung/penyakit jantung bawaan. 4) Gastrointestinal a) Refleks menghisap dan menelan belum sempurna sehingga masih lemah. b) Gambaran belum maturnya fungsi hepar berupa ikterik dan fungsi pankreas berupa hipoglikemia. c) Gambarkan jumlah, warna, konsistensi dan bau dari adanya muntah. 5) Genitourinaria a) Genetalia immatur. 6) Neurologis-Muskoloskeletal a) Otot masih hipotonik sehingga tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan. b) Lebih banyak tidur daripada bangun. c) Refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna (lemah). d) Osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar. 7) Suhu a) Pusat pengaturan suhu tubuh (hipothalamus) belum matur dimanifestasikan dengan adanya hipotermi atau hipertermi. 8) Kulit a) Kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit. b) Tekstur dan turgor kulit; kering dan pecah terkelupas, turgor kulit dalam rentang baik s/d jelek. 2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul a. Perubahan Nutrisi kurang dari Kebutuhan Tubuh b/d Imaturitas. b. Perubahan napas tidak efektif b/d imaturitas pusat pernapasan. c. Resiko tinggi terjadi Hipotermia b/d Perkembangan SSP himatur (Pusat regulasi Suhu). d. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d sistim pertahana tubuh belum matang. 3. Intervensi a. Perubahan Nutrisi kurang dari Kebutuhan Tubuh b/d Imaturitas Tujuan :kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil yang diharapkan :reflek menghisap baik,berat badan tidak turun,retensi tidak ada. INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji matu:ritas refleks,berkenaan dengan pemberia makan misalnya: - Mengisap - Menelan - Batuk
2. Berikan ASI/PASI dengan perlahan selama 20 menit dengan kecepatan 1 ml/menit.
Menentukkan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi.
Pemberian ASI/PASI terlalu cepat dapat menyebabkan respon balik cepat dengan regugitasipeningkatan resiko aspirasi dan distensi abdomen,dapat menurunkan status
3. Catat pertumbuhan dan perkembangan dengan menimbang BB dan mengukur PB dan LK setiap minggu
4. Berikan Vitamin dan Mineral - Vitamin A - Vitamin C - Vitamin D dan Vitamin E dan zat besi sesuai indikasi
pernapasan.
Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah kriteria untuk penentuan kalori,untuk menyesuaikan formula dan untuk menentukan frekwensi pemberian makan,pertumbuhan mendorong peningkatan kebutuhan kalori dan protein.
Menggantikan simpanan nutrien rendah untuk meningkatkan keadekuatan nutrisi dan menurunkan resiko infeksi.Vit C dapat menurunkan rentan terhadap anemia hemolitik dan menghilangkan dysplasia bronkopulmonal dan fibroplasias retrolenta. Vit E membantu mencegah hemolisis SDM
b. Perubahan napas tidak efektif b/d imaturitas pusat pernapasan Hasil yang diharapkan ;kebutuhan O2 terpenuhi dengan kriteria: kebutuhan oksigen terpenuhi,pernafasan normal 40-60x/mnt,pernafasan teratur
INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji mandiri frekuensi pernapasan dan pola pernapasan,perhatikan adanya apnea dan perubahan frekwensi jantung,tonus otot dan warna kulit 2. Hisap jaken napas sesuai kebutuhan 3. Posisikan bayi pada posisi abdomen atau posisi telentang dengan gulungan popok di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperekskersi 4. Kolaborasi berikan O2 sesuai indiasi dan instruksi dari dokter Membantu dalam membedakan peroide perputaran pernapasan normal dari serangan apneik sejati,yang terutama sering terjadi sebelum gestasi minggu ke 30.
Menghilangkan mucusyang menyumbat jalan napas Posisi ini dapat memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apneik,khususnya pada adanya hipoksia,asidosis metugolik,iperkania
Perbaikan kadar O2 dan karbondioksida dapat meningkatkan fungsi pernapasan c. Resiko tinggi terjadi Hipotermia b/d Perkembangan SSP himatur (Pusat regulasi Suhu) Tujuan:tidak terjadi hipotermia,Hasil yang diharapkan ;suhu 36,5-37,5c akral hangat INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji suhu dengan sering periksa suhu rectal
2. Tempatkan bayi pada penghangat (inkubator)
3. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah,pertahankan kepala bayi tetap tertutup 4. Pantau system pengatur suhu,penyebar hangat atau incubator Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin,penggunaan simpanan lemak tidak dapat di perbaharui bila ada dan penurunan sensitivitas untuk meningkatkan kadar karbondioksida (hiperkapnie) atau penurunan kadar O2 (hipoksia) Mempertahankan lingkungan terminetral,membantu mencegah stress dingin Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
Hipotermia dengan akibat dari laju metabolism kebutuhan oksigen dan glukoosa dan kehilangan air tidak kast mata dapat terjadi bila suhu lingkungan yang dapat di kontrolterlalu tinggi
d. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d sistim pertahana tubuh belum matang. Tujuan :selama perawata tidak terjadi komplikasi/infeksi Hasil yang diharapkan :tidak ada tanda tanda infeksi INTERVENSI RASIONAL 1. Tingkatkan cara mencuci tangan
2. Kaji bayi terhadap tanda-tanda infeksi seperti ketidakstabilan suhu (Hipotermia dan Hipertermia),Letargi atau perubahan perilaku distress pernapasan 3. Lakukan perawatan tali pusat sesuai dengan protocol Rumah Sakit 4. Pantau system pengatur suhu,penyebar hangat atau incubator
Mencuci tangan adalah praktik yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang serta mengontrol infeksi dalam ruangan perawatan Bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi
Penggunaan bethadine dan berbagai anti mikroba yang membantu mencegah klonisasi
Hipertermiadengan akibat peningkatan pada laju metabolisme,kebutuhan oksigen dan glukosa dan kehilangan air secara tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu lingkungan tidak dapat di control dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C.L., Sowden, L.A. 2000. Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. EGC. Jakarta Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta Kliegman, R. 2000. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. EGC. Jakarta Merenstein, G.B. et all. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Edisi 17. Widya Medika. Jakarta NANDA. 2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia Wong, L. D. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC. Jakarta