Anda di halaman 1dari 5

Kerudung yang hanya dikaitkan oleh sebuah jarum pentul di bawah dagu yang sesekali kedua

ujungnya di letakkan di bahu, kaos lengan panjang yang dipasangkan dengan celana jeans dan
beberapa kali diganti dengan celan kain. Memang beginilah gaya umum dari seorang Tiara, gadis
yang kini sedang duduk di bangku kuliah pada tahun pertama dan gemar mempelajari berbagai hal
yang berhubungan dengan dunia maritim ini kini telah memasuki usianya yang menginjak remaja.

------------------------------------

Happy Birthday to You
Happy Birthday to You
Happy Birthday,
Happy Birthday,
Happy Birthday to You
nyanyian ini terdengar begitu saja setelah letusan sebuah balon dari dalam kamarku yang
cukup gelap karena beberapa hari yang lalu bola lampu kamarku tiba-tiba raib dari
tempatnya. Aku telah menduga sebelumnya, pasti ini adalah ulah nakal keempat sahabat
dekatku Astri, Ellin, Wahda dan Viren. Dan aku memang harus berbangga untuk
membicarakan prediksiku yang hampir selalu tepat. Meskipun nyatanya kini gak
sepenuhnya prediksiku tepat, karena ternyata yang mendalangi acara ini selain keempat
sahabatku ada seorang lelaki yang juga mendukung mereka mewujudkan ide konyolnya ini.
Selamat ulang tahun Tiara, semoga kamu suka dengan acara sederhana yang kami
rencanakan ini. Aku tahu pasti kamu menganggap semua ini hanya kekonyolan, tapi asal
kamu tahu hari ini aku pun memiliki sebuah keinginan konyol dan aku sangat berharap
keinginan ini terwujud di ulang tahunmu yang ke-20 ini kata Edwin. Dengan wajah tetap
cemberut dan mata yang semakin menyipit aku terpaksa bertanya kekonyolan apa lagi
yang membuatmu berani menemuiku seperti ini Ed?. Belum sempat aku mendengar
jawaban Edwin tiba-tiba keempat sahabatku serentak bernyanyi lagu ulang tahun versi
Korea, karena memang mereka tahu bahwa aku sangat gemar menonton K-movie,

saengil chukha hamnida,
saengil chukha hamnida,
saranghaneun Tiara
saengil chukha hamnida
Tiiiup lilinnya, tiiiup lilinnya
Tiiiup lilinnya sekarang juga,
sekaraaang juuga, sekaraaang juugaaaa.

hingga tak ada sepercik pun cahaya yang dapat menyelinap ke dalam kamarku. Tapi
beberapa saat kemudian aku bisa melihat sekitar 12 cahaya lilin datang menghampiri
tempatku berdiri, dari kumpulan cahaya inilah aku dapat dengan sangat jelas melihat
sesosok wajah. Wajah lelaki yang sangat aku sayangi, aku cintai dan dulu ku berharap
bahwa ia akan menjadi ayah dari anak-anakku nanti, namun itu hanyalah masa lalu karena
kini aku harus memendam dalam-dalam rasa sayang dan cintaku ini. Setelah aku meniup
lilin, kamarku tidak lagi gelap gulita karena Ellin menyalakan lampu tidurku yang
meskipun nyalanya tidak begitu terang. Kemudian aku memotong kue ulang tahun dan
dalam hati aku sangat berharap bahwa setelah ini aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik,
tapi salah satu sifatku-bimbang- mulai muncul karena aku tak tahu pada siapa potongan
pertama kue ini aku serahkan. Seketika itu Ed-panggilanku pada Edwin sejak kami
pacaran- memegang tangan kiriku dan mulai berkata Tiara, jangan pernah takut, ragu
ataupun bimbang. Aku selalu ada disini untukmu, maafkan aku jika selama ini aku selalu
melakukan banyak hal konyol di hadapanmu. Dan asal kamu tahu, kekonyolan yang
kuinginkan hari ini adalah kamu mau kembali bersamaku, melanjutkan kasih sayang yang
sempat terputus karena kesalahfahaman kita dulu. Jika kau bersedia mewujudkannya,
berikan kue ini padaku. Tap.. belum selesai satu kata dari dalam mulutku keluar, jari Ed
menutup bibirku rapat. Edwin berkata setengah berbisik di dekat telingaku Aku mau kamu
menjawabnya dengan hati, sekarang pejamkan matamu. Dengarkan suara hatimu Tir.
Aku menutup mataku, entah mengapa dan bagaimana tiba-tiba aku merasa seperti
sedang berada dalam ruangan yang kutahu ini bukanlah ruang kamarku. Dalam ruangan
yang berukuran sekitar 3 x 3 meter ini terdapat tiga pintu. Tak berapa lama pintu paling
kanan mulai terbuka, dari pintu ini aku bisa melihat keluarga kecilku, ayah, ibu dan kedua
saudaraku. Mereka sedang duduk di atas sebuah sofa, bercanda dan satu persatu mulai
memperlihatkan senyum dibibir mereka. Aku tak tahu apa yang sedang mereka
perbincangkan tapi dengan melihat saja aku tentu dapat merasakan kebahagiaan yang kini
mereka rasakan, dan anehnya aku pun melihat diriku dalam ruangan itu. Aku menggelitik
adikku hingga membuat seluruh keluargaku semakin lebar tertawa, sungguh sangat senang
sekali melihat keluargaku seperti ini. Saat itu hanya rasa bahagia yang aku dapatkan,
hingga terdengar suara pintu yang lain terbuka. Kini pandanganku mulai tersita pada pintu
kedua yang berada di hadapanku, pintu ini mulai terbuka. Aku sedikit bertanya-tanya dalam
hati Apa maksud semua ini? Di mana aku?, aku tak bisa melihat manusia, tumbuhan atau
benda apapun yang biasa aku jumpai di rumahku, tapi setelah beberapa saat seperti terlihat
tempat seperti masjid yang dikelilingi taman yang sangat indah. Dari arah kanan aku
melihat diriku berjalan menuju masjid itu. Tapi aku melihat diriku dalam penampilan tidak
seperti hari-hariku biasanya. Di taman indah itu aku mengenakan baju muslim, memakai
kerudung indah dan membawa sajadah. Aku mulai berjalan di teras masjid dan
menghentikan langkah tepat di depan pintu masjid. Dia, Tiara yang berada dalam pintu itu
menoleh padaku, dan wajahnya saat itu memancarkan cahaya yang amat menyilaukan. Aku
menutup mata menahan kesilauan itu lebih dalam ke mataku. Dan saatku membuka mata,
aku telah menghadap ke pintu yang awalnya berada di kiriku, inilah pintu ketiga. Namun
ada yang aneh dengan pintu ini, aku melihatnya dalam kondisi tertutup rapat dan tak
kunjung terbuka meski telah kunantikan beberapa waktu. Disini aku merasakan ada sebuah
benda yang sedang diinjak oleh kaki kiriku dan setelah kumengambilnya ternyata aku
menginjak sebuah kunci. Aku semakin tak mengerti dengan keadaan ini. Lengan kunci ini
tertulis angka tiga, Apakah ini kunci untuk pintu yang sedaritadi tertutup itu? fikirku
dalam hati. Teringat dengan pintu ketiga dan kini langkah kakiku mendekati pintu terakhir
ini, kumasukkan kunci yang kutemukan di bawah kakiku itu ke dalam lubang kunci yang
berada tepat di tengah-tengah pintu. Sekali ku putar ke arah kanan, namun kunci itu
tertahan hingga kucoba memutarnya ke arah yang berlawanan dan ternyata usahaku kini
berhasil. Kutarik gagang pintu dan pintu kini telah terbuka. Astaga!! hatiku berkata kaget
karena dari terbukanya pintu ini aku dapat melihat Edwin, ia sedang duduk disebuah kursi
tua dalam ruangan yang seakan ruangan dalam gedung tua di tengah kota. Ruangan yang
berdinding tua dan mulai retak serta cat tembok yang tak jelas kini berwarna apa. Wajahnya
tertunduk tak lama hingga aku melihat diriku datang dan memasuki ruang kecil itu,
memegang tangan Ed yang wajahnya tak lagi menunduk dan dengan jelas aku dapat
melihat ia tersenyum bahagia, aku yang melihat semua ini seakan hanya sebuah ruh yang
hanya bisa melihat semua itu. Aku melihat Edwin yang kini bertatatpan dengan Tiara itu
dan Ed senyum. Sebuah senyum yang ia perlihatkan saat pertama kali kami pacaran,
senyum bahagia yang hanya mampu ia dapatkan saat bersamaku, katanya.
Entah berapa lama aku memejamkan mataku karena saat kubuka mata yang dapat
kulihat di mataku adalah Edwin. Itu karena Ed berdiri tepat di depanku. Aku pun tak tahu
kenapa air mataku sempat keluar dari tempat ia tersimpan. Tangan kananku bergerak
spontan memberikan kue potongan pertama ulang tahunku pada Edwin. Ia pun segera
memelukku erat meskipun ia tahu aku masih berlaku seperti orang bodoh dengan raut
wajahku hanya memperlihatkan kebingungan. Aku tak tahu harus senang atau sedih dengan
keputusan ini. Yang ku tahu saat itu badanku kaku dan sampai Edwin melepaskan
pelukannya pun aku masih terpaku. Setelah itu kamarku gaduh lagi karena mereka semua
memutar lagu amat keras, memakan makanan yang mereka bawa dan beberapa yang lain
mengolesi wajahku dengan sisa krim yang ada pada kue ulang tahun.
------------------------------------
Satu minggu telah berlalu, tapi aku masih sering terhanyut dalam lamunan. Edwin
lagi-lagi mengganggu lamunanku dengan semua kekonyolan yang ia lakukan meskipun tak
jarang akhirnya ia berhasil mencetak senyum dibibirku, dan kebiasaan ini adalah salah satu
sebab aku menyayanginya. Namun, dalam hatiku tetaplah tersimpan berbagai pertanyaan
tentang pesan tiga pintu yang ku dapatkan di malam ulang tahunku itu. Apa artinya?
Mengapa aku melihat hal itu? Apa yang harus aku lakukan? semua pertanyaan ini seakan
melayang-layang dalam otakku setiap saat.

Anda mungkin juga menyukai